Tampilkan postingan dengan label Zainab. Tampilkan semua postingan

Zainab Wanita yang Dinikahkan Langsung oleh Allah


Bila biasanya seorang wanita dinikahkan oleh para wali-walinya, maka berbeda halnya dengan wanita ini. Sebab ia dinikahkan langsung oleh Allah SWT dari atas ‘Arsy-Nya. Meskipun berstatus sebagai seorang janda, namun Allah Ta’ala memberikan keistimewaan kepada wanita ini. Selain itu, ia juga bukanlah seorang wanita biasa, sebab ia adalah seorang wanita yang berparas cantik dan juga merupakan penghulu para wanita dalam hal agamanya,  kezuhudannya, kedermawanannya, dan kebaikannya.

ZAINAB bint JAHSY

Nama dan Nasab  Zainab

Dia adalah Ummul Mu’minin Zainab bintu Jahsy bin Riab bin Ya’mar bin Shabirah bin Murrah Al-Asadiyyah. Ibunya adalah Umaimah bintu Abdul Muthallib bin Hasyim bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pihak ayahnya.

Sifat-sifatnya

Dia adalah seorang wanita yang cantik parasnya, merupakan penghulu para wanita dalam hal agamanya, wara’nya, kezuhudannya, kedermawanannya, dan kebaikannya.

Pernikahannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Setelah diceraikan oleh suaminya, Zainab bintu Jahsy mendapatkan lamaran dari seseorang yang begitu mulia yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya olehnya. Akan tetapi, ia tidak segera mengiyakan lamaran tersebut. Karena ia ingin meminta petunjuk kepada Allah SWT perihal lamaran tersebut.

Memang tidak mudah baginya untuk menerima lamaran itu, sebab orang yang melamarnya adalah ayah angkat bagi suaminya dulu. Yaitu Rasulullah SAW yang juga merupakan ayah angkat dari Zaid bin Haritsah ra, suami Zainab bintu Jahsy sebelumnya.

Oleh sebab itu ia merasa khawatir mengenai pendapat orang lain apabila ia menerima lamaran tersebut. Selain itu, ia juga merasa ragu apakah hal tersebut diperbolehkan di dalam Islam.

Sehingga Zainab bintu Jahsy pun berwudhu dan melaksanakan shalat, lalu kemudian berdoa,


“Ya Allah, Rasul-Mu mengirimkan utusannya untuk meminang saya. Seandainya saya pantas menjadi istri beliau, maka nikahkanlah saya dengan beliau.”


Maka dalam hal ini, Allah SWT pun berfirman bahwa.

وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَن تَخْشَاهُ ۖ فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا ۚ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا


“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: ‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah,” sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya). Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.” (QS. Al-Ahzab: 37)


Sehingga ayat ini pun menjadi kabar gembira bagi Zainab, bahkan karena gembiranya maka ia pun langsung bersujud. Dengan demikian Allah Ta’ala pun menikahkan Zainab dengan Rasulullah SAW dengan nash kitab-Nya tanpa wali dan tanpa saksi.

Selain itu peristiwa pernikahan ini pun menjadi dasar hukum bagi umat Muslim agar tidak ragu menikahi mantan istri anak angkat sendiri. Dan hal ini juga menunjukkan bahwa kedudukan anak angkat tidak sama dengan kedudukan anak kandung.

Di saat pernikahan Zainab dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi keajaiban yang merupakan mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diceritakan oleh Anas bin Malik,

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Zainab, ibuku berkata kepadaku, ‘Wahai Anas sesungguhnya hari ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadi pengantin dalam keadaan tidak punya hidangan siang, maka ambilkan wadah itu kepadaku!’
Maka aku berikan kepadanya wadah dengan satu mud kurma, kemudian dia membuat hais dalam wadah itu, kemudian ibuku berkata, ‘Wahai Anas berikan ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan istrinya!’
Kemudian datanglah aku kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa hais tersebut dalam sebuah bejana kecil yang terbuat dari batu,
maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Wahai Anas letakkan dia di sisi rumah dan undanglah Abu Bakar, Umar, Ali, Utsman, dan beberapa orang lain!’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi, ‘Undang juga penghuni masjid dan siapa saja yang engkau temui di jalan!’
Aku berkata, ‘Aku merasa heran dengan banyaknya orang yang diundang padahal makanan yang ada sedikit sekali, tetapi aku tidak suka membantah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku undanglah orang-orang itu sampai penuhlah rumah dan kamar dengan para undangan.’
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku seraya berkata, ‘Wahai Anas apakah engkau melihat orang yang melihat kita?’
Aku berkata, ‘Tidak wahai Nabiyullah’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bawa kemari bejana itu!’ Aku ambil bejana yang berisi hais itu dan aku letakkan di depannya. Kemudian Rasulullah membenamkan ketiga jarinya ke dalam bejana dan jadilah kurma dalam bejana itu menjadi banyak sampai makanlah semua undangan dan keluar dari rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan kenyang.”
(Diriwayatkan oleh Firyabi dalam Dalail Nubuwwah, 1:40-41 dan Ibnu Sa’d dalam Thabaqah Kubra 8:104-105).

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Zainab orang-orang munafiq menggunjingnya dengan mengatakan: ‘Muhammad telah mengharamkan menikahi istri-istri anak dan sekarang dia menikahi istri anaknya!, maka turunlah ayat Allah,

مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَٰكِن رَّسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا


“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi.” (QS. Al-Ahzab: 40)
Dan Allah berfirman

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ ۚ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا


“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah.” (QS. Al-Ahzab: 5)

Maka sejak saat itu Zaid dipanggil dengan Zaid bin Haritsah yang dia sebelumnya biasa dipanggil dengna Zaid bin Muhammad (Al-Isti’ab, 4:1849-1850)

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Zainab bintu Jahsy adalah seorang wanita yang sangat dermawan dan rajin berpuasa. Meskipun ia bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, namun ia tidak menggunakannya untuk berfoya-foya melainkan untuk disedekahkan kepada fakir miskin.

Oleh sebab itu, Rasulullah SAW pernah berkata pada suatu hari bahwa yang akan meninggal pertama kali diantara para istri-istrinya adalah ia yang panjang tangannya. Sehingga para istri Rasulullah pun mengukur dan membandingkan panjang tangan mereka. Dan yang paling panjang tangannya adalah Saudah ra.

Tetapi ternyata yang meninggal pertama kali setelah Rasulullah adalah Zainab bintu Jahsy ra. Dengan demikian barulah mereka mengerti bahwa, panjang tangan yang dimaksud adalah dia yang paling dermawan.