Pertanyaan : Asslamu’alaikum. Jika kita mau mengganti nama anak, yang telah di aqiqah, bagaimana hukum dan caranya? Dan apakah harus aqiqah lagi ?
Jawaban:
Mengganti Nama Apakah Aqiqah Lagi?
Wa’alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ada beberapa ibadah yang dikaitkan dengan sebab tertentu. Baik ibadah fisik, maupun ibadah harta.
Misalnya, perintah shalat tahiyatul masjid, dikaitkan dengan posisi seseorang yang baru masuk masjid, atau perintah memberi makan 10 orang miskin, dikaitkan dengan pelanggaran sumpah.
Aqiqah adalah ibadah yang dikaitkan dengan kelahiran anak dan bukan karena pemberian nama. Diantara dalil bahwa aqiqah dikaitkan dengan kelahiran anak adalah
Pertama, hadis dari Buraidah bin Hashib al-Aslami, beliau menceritakan,
كُنَّا فِى الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا وُلِدَ لأَحَدِنَا غُلاَمٌ ذَبَحَ شَاةً وَلَطَخَ رَأْسَهُ بِدَمِهَا فَلَمَّا جَاءَ اللَّهُ بِالإِسْلاَمِ كُنَّا نَذْبَحُ شَاةً وَنَحْلِقُ رَأْسَهُ وَنَلْطَخُهُ بِزَعْفَرَانٍ
Dulu di masa jahiliyah, apabila anak kami baru dilahirkan, maka kami menyembelih seekor kambing, dan kami lumuri kepala bayi itu dengan darah kambing. Ketika islam datang, kami tetap menyembelih kambing aqiqah, kami gundul kepala bayi, dan kami lumuri dengan za’faran. (HR. Abu Daud 2845 dan dinilai hasan shahih oleh al-Albani).
Kedua, hadis dari Salman bi Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَةٌ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى
Untuk setiap kelahiran anak ada aqiqahnya. Karena itu, sembelih hewan untuknya dan buang kotoran darinya. (HR. Ahmad 18359, Bukhari 5472, dan yang lainnya).
Ketiga, hadis dari Samurah bin Jundub, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, untuk disembelih di hari ketujuh kelahirannya, digundul rambutnnya, dan diberi nama. (HR. Ahmad 20616, Abu Daud 2840, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Semua hadis di atas menunjukkan bahwa perintah aqiqah, dikaitkan dengan kelahiran anak dan bukan pemberian nama atau pergantian nama.
Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang mengganti nama-nama sahabat yang artinya bermasalah. Karena terkadang orang jahiliyah menamakan anak mereka dengan bentuk penghambaan kepada selain Allah, seperti Abdul Uzza (hamba Uzza) atau Abdul Ka’bah (hamba Ka’bah). Atau nama-nama yang buruk lainnya.
Sahabat Abdurrahman bin Auf, di zaman Jahiliyah bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama Abdurrahman. (al-Mu’jam al-Wasith, 253)
Sahabat Abdurrahman bin Abu Bakr, dulu bernama Abdul Uzza. Setelah masuk islam diganti oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Abdurrahman. (al-Mustadrak, 3/538)
Sahabat Muthi bin al-Aswad. Dulu bernama al-‘Ash (tukang maksiat). Setelah masuk islam diganti Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Muthi’ (orang yang taat). (al-Mu’jam al-Kabir, 691).
Ada sahabat namanya Hazn (susah), diganti oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Sahl (mudah). Beliau juga mengganti sahabat yang bernama Harb (perang), dengan Salm (tenang). (HR. Abu Daud 4958)
Ada sahabat wanita yang dulunya bernama ‘Ashiyah (tukang maksiat), kemudian diganti dengan Jamilah (wanita cantik). (HR. Muslim 5727)
Ada juga sahabat yang dulunya bernama Ashram (melarat), kemudian diganti dengan Zur’ah (subur). (HR. Abu Daud 4956).
Dan masih banyak lagi yang lainnya
Namun kita tidak menjumpai riwayat, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh mereka untuk menyembelih aqiqah karena ganti nama.
Untuk itu, jika ada orang yang ganti nama, karena nama sebelumnya bermasalah secara arti, maka cukup dia umumkan kepada rekan-rekannya. Sehingga mereka tidak lagi memanggil namanya yang lama, tapi mengenalnya dengan nama yang baru. Untuk masalah KTP dan administrasi lainnya, dia bisa urus sesuai prosedur yang berlaku.
Allahu a’lam.