Sesungguhnya Poligami dan Monogami (kalau boleh saya sebut untuk 1 pria dng 1 istri) telah diatur dalam Al Qur'an Keduanya diperbolehkan, dan diatur dalam Al Qur'an Kita tidak boleh mengharamkan poligami ataupun menyalahkan monogami.
Semua ada sebab dan akibat, dan diatur semuanya dalam Al Qur'an Boleh jadi kita tidak suka sesuatu, namun padahal itu baik bagi kita, dan mungkin kita suka sesuatu padahal itu tidak baik bagi kita, yang Maha Mengetahui sesuatu itu baik atau tidak hanyalah Allah
Pengertian dari Poligami adalah perkawinan seorang suami dengan istri lebih dari satu, sementara untuk poliandri adalah perkawinan antara seorang istri dengan lebih dari satu suami.
Allah berfirman,
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)
Sesungguhnya syariat poligami yang telah Allah perbolehkan, di dalamnya terdapat manfaat yang sangat besar walaupun ada beberapa mudarat yang ditimbulkan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dengan syariat tersebut. Sebagai contoh misalnya: terkadang terjadi kasus saling cemburu di antara para istri karena beberapa permasalahan, maka hal ini adalah mudarat yang ditimbulkan dari praktek poligami. Namun, manfaat yang didapatkan dengan berpoligami untuk kaum muslimin berupa bertambahnya banyaknya jumlah kaum muslimin dan terjaganya kehormatan wanita-wanita muslimah baik yang belum menikah maupun para janda merupakan kebaikan dan maslahat yang sangat besar bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, jika kita melihat kebanyakan orang-orang yang menentang syariat poligami adalah orang-orang yang lemah pembelaannya terhadap syariat Islam bahkan terkadang melecehkan syariat Islam. Pemikiran mereka terpengaruh dengan pemikiran orang-orang kafir yang jelas-jelas tidak menghendaki kebaikan bagi kaum muslimin.
Bolehnya melakukan poligami dalam Islam berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa: 3)
Keterangan ayat:
Ayat diatas tidak menyuruh untuk berpoligami secara mutlak, walaupun ada kata perintah dalam bentuk amar yakni fankihuu ... . Juga tidak melarang untuk berpoligami, bagi seorang laki-laki.
Namun, ayat diatas menunjuk langsung kepada para pelaku poligami, supaya berlaku adil dan tidak zhalim. Sehingga, bagi para pelaku poligami diberi batasan untuk menikahi wanita yang disenangi, maksimal adalah sebanyak 4 saja. Namun jika tidak bisa berlaku adil, maka sebaiknya 1 saja. Untuk makna "adil" bisa dibaca pada uraian setelah ini.
Sebagai tambahan: "in" dan "idza" dlm bhs. arab memiliki arti yg hampir sama, yakni "jika/apabila", namun untuk "in" memiliki kemungkinannya sangat kecil terjadinya, berbeda dengan "idza" yg memiliki kemungkinan lebih besar terjadinya.
Sebagai tambahan: "in" dan "idza" dlm bhs. arab memiliki arti yg hampir sama, yakni "jika/apabila", namun untuk "in" memiliki kemungkinannya sangat kecil terjadinya, berbeda dengan "idza" yg memiliki kemungkinan lebih besar terjadinya.
Perhatikan pula Ayat Berikut ini:
وَلَن تَسْتَطِيعُوا أَن تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ ۖ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ ۚ وَإِن تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا - 4:129
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An nisa: 129)
Keterangan:
Ayat diatas (berlaku adil), mengarah pada hati (masalah kecintaan). Sehingga, seseorang yg berpoligami, walaupun berkeinginan dan bertekad untuk adil, namun ternyata untuk masalah hati pasti tidak akan bisa adil, karena hati adalah milik Allah, dan dalam kekuasaan Allah. Manusia tidak akan dapat menjadikan hati/kecintaannya terhadap istri2nya adalah sama (kadarnya). Pasti si Suami tidak akan mampu berlaku adil dalam perkara hati atau kecintaan, karena hal ini adalah perkara hati yang berada di luar batas kemampuan manusia.
Ayat diatas (berlaku adil), mengarah pada hati (masalah kecintaan). Sehingga, seseorang yg berpoligami, walaupun berkeinginan dan bertekad untuk adil, namun ternyata untuk masalah hati pasti tidak akan bisa adil, karena hati adalah milik Allah, dan dalam kekuasaan Allah. Manusia tidak akan dapat menjadikan hati/kecintaannya terhadap istri2nya adalah sama (kadarnya). Pasti si Suami tidak akan mampu berlaku adil dalam perkara hati atau kecintaan, karena hal ini adalah perkara hati yang berada di luar batas kemampuan manusia.
Namun demikian, seorang suami di WAJIBKAN adil dalam masalah lahiriah (yakni pembagian giliran dan nafkah). Tidak boleh menjadikan istri yang lain terkatung-katung, hanya karena tidak/kurang cinta. Bagaimanapun juga, cinta atau kurang cinta, tetap harus dan wajib adil dalam masalah pembagian giliran dan nafkah (lahiriah).
Sehingga dapat dikatakan harus adil dalam memberikan nafkah sesuai dengan kemampuan, dan adil dalam pembagian kebutuhan biologis pada istri-istrinya, juga dalam kasih-sayang terhadap semua anak-anaknya. Barangsiapa mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan dan ketidakadilan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Bolehnya syariat poligami ini juga dikuatkan dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan para sahabat sesudah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata, “Anehnya para penentang poligami baik pria maupun wanita, mayoritas mereka tidak mengerti tata cara wudhu dan sholat yang benar, tapi dalam masalah poligami, mereka merasa sebagai ulama besar!!” (Umdah Tafsir I/458-460 seperti dikutip majalah Al Furqon Edisi 6 1428 H, halaman 62).
Perkataan beliau ini, kiranya cukup menjadi bahan renungan bagi orang-orang yang menentang poligami tersebut, hendaknya mereka lebih banyak dan lebih dalam mempelajari ajaran agama Allah kemudian mengamalkannya sampai mereka menyadari bahwa sesungguhnya aturan Allah akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Berikut kami sebutkan beberapa hikmah dan manfaat poligami yang kami ringkas dari tulisan Ustadz Kholid Syamhudi yang berjudul “Keindahan Poligami Dalam Islam” yang dimuat pada majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H sebagai berikut:
- Poligami adalah syariat yang Allah pilihkan pada umat Islam untuk kemaslahatan mereka.
- Seorang wanita terkadang mengalami sakit, haid dan nifas. Sedangkan seorang lelaki selalu siap untuk menjadi penyebab bertambahnya umat ini. Dengan adanya syariat poligami ini, tentunya manfaat ini tidak akan hilang sia-sia. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
- Jumlah lelaki yang lebih sedikit dibanding wanita dan lelaki lebih banyak menghadapi sebab kematian dalam hidupnya. Jika tidak ada syariat poligami sehingga seorang lelaki hanya diizinkan menikahi seorang wanita maka akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami sehingga dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan kotor dan berpaling dari petunjuk Al Quran dan Sunnah. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
- Secara umum, seluruh wanita siap menikah sedangkan lelaki banyak yang belum siap menikah karena kefakirannya sehingga lelaki yang siap menikah lebih sedikit dibandingkan dengan wanita. (Sahih Fiqih Sunnah 3/217).
- Syariat poligami dapat mengangkat derajat seorang wanita yang ditinggal atau dicerai oleh suaminya dan ia tidak memiliki seorang pun keluarga yang dapat menanggungnya sehingga dengan poligami, ada yang bertanggung jawab atas kebutuhannya. Kami tambahkan, betapa banyak manfaat ini telah dirasakan bagi pasangan yang berpoligami.
- Poligami merupakan cara efektif menundukkan pandangan, memelihara kehormatan dan memperbanyak keturunan. Kami tambahkan, betapa telah terbaliknya pandangan banyk orang sekarang ini, banyak wanita yang lebih rela suaminya berbuat zina dari pada berpoligami, Laa haula wa laa quwwata illa billah.
- Menjaga kaum laki-laki dan wanita dari berbagai keburukan dan penyimpangan.
- Memperbanyak jumlah kaum muslimin sehingga memiliki sumbar daya manusia yang cukup untuk menghadapi musuh-musuhnya dengan berjihad. Kami tambahkan, kaum muslimin dicekoki oleh program Keluarga Berencana atau yang semisalnya agar jumlah mereka semakin sedikit, sementara jika kita melihat banyak orang-orang kafir yang justru memperbanyak jumlah keturunan mereka.
Sebagaimana syariat lainnya, dalam menjalankan poligami ini, ada syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum melangkah untuk melakukannya. Ada dua syarat bagi seseorang untuk melakukan poligami yaitu (kami ringkas dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari dalam majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H):
- Berlaku adil pada istri dalam pembagian giliran dan nafkah. Dan tidak dipersyaratkan untuk berlaku adil dalam masalah kecintaan. Karena hal ini adalah perkara hati yang berada di luar batas kemampuan manusia.
- Mampu untuk melakukan poligami yaitu: pertama, mampu untuk memberikan nafkah sesuai dengan kemampuan, misalnya jika seorang lelaki makan telur, maka ia juga mampu memberi makan telur pada istri-istrinya. Kedua, kemampuan untuk memberi kebutuhan biologis pada istri-istrinya.
Adapun adab dalam berpoligami bagi orang yang melakukannya adalah sebagai berikut (kami ringkas dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari dalam majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H):
- Berpoligami tidak boleh menjadikan seorang lelaki lalai dalam ketaatan pada Allah.
- Orang yang berpoligami tidak boleh beristri lebih dari empat dalam satu waktu.
- Jika seorang lelaki menikahi istri ke lima dan dia mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka dia dirajam. Sedangkan jika dia tidak mengetahui, maka dia terkena hukum dera.
- Tidak boleh memperistri dua orang wanita bersaudara (kakak beradik) dalam satu waktu.
- Tidak boleh memperistri seorang wanita dengan bibinya dalam satu waktu.
- Walimah dan mahar boleh berbeda dia antara para istri.
- Jika seorang pria menikah dengan gadis, maka dia tinggal bersamanya selama tujuh hari. Jika yang dinikahi janda, maka dia tinggal bersamanya selama 3 hari. Setelah itu melakukan giliran yang sama terhadap istri lainnya.
- Wanita yang dipinang oleh seorang pria yang beristri tidak boleh mensyaratkan lelaki itu untuk menceraikan istri sebelumnya (madunya).
- Suami wajib berlaku adil dalam memberi waktu giliran bagi istri-istrinya.
- Suami tidak boleh berjima’ dengan istri yang bukan gilirannya kecuali atas seizin dan ridha istri yang sedang mendapatkan giliran.
- Hendaknya menyiarkannya (dengan walimah) untuk istri ke-2 hingga ke-4 seperti walimah yg dilakukan untuk istri pertama tanpa membeda-bedakannya.
>> Jika seseorang Tidak Bisa memenuhi syarat² berpoligami, dan dikuatirkan tidak bisa berlaku adil, maka sebaiknya menikah hanya dengan 1 istri saja, seperti yg disebutkan dalam (QS. An Nisaa: 3) diatas.
------------------------
------------------------
Peringatan bagi Para Istri
Hannad menceritakan kepada kami, Jarir memberitahukan kepada kami dari Manshur, dari Hilal bin Yasaf, dari Ziyad bin Abu Ja'ad, dari Amr bin Al Haris bin Al Musthaliq, ia berkata, "Dikatakan bahwa manusia yang paling berat siksaannya adalah dua orang, yaitu seorang wanita yang durhaka kepada suaminya dan imam suatu kaum tapi mereka membencinya."(Sanadnya Shahih dari Shahih sunan Tirmidzi no:359)
Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Ismail bin Ayyas memberitahukan kepada kami dari Bahir bin Sa'ad, dari Khalid bin Ma'dan, dari Katsir bin Murrah Al Hadhrami, dari Mu'adz bin Jabal, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tidaklah seorang perempuan menyakiti suaminya di dunia, melainkan istri bidadarinya (di surga nanti) akan berkata, 'Janganlah engkau menyakitinya Semoga Allah membalasmu, karena sesungguhnya dia disampingmu sebagai tamu, yang sebentar lagi akan berpisah darimu dan akan datang kepadaku'."
(Shahih: Ibnu Majah no:2041)
(Shahih: Ibnu Majah no:2041)
Abdul Wahhab menceritakan kepada kami, Ayyub menceritakan kepada kami dari Abu Qilabah, dari orang yang menceritakan kepadanya, dari Tsauban, ia mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Setiap perempuan yang menggugat cerai suaminya tanpa ada sebab, maka haram baginya bau surga." (Shahih: Ibnu Majah no.2055)
Peringatan bagi Para Suami
Abu Kuraib menceritakan kepadaku, Abdah bin Sulaiman memberitahukan kepadaku dari Muhammad bin Amr, Abu Salamah memberitahukan kepadaku dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Seorang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya'."(Hasan Shahih: Silsilah Alhadits Shahihah no.284)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barang siapa memiliki dua orang istri dan ia condong kepada salah satunya, ia akan datang pada hari kiamat dengan tubuh miring."
(Riwayat Ahmad dan Imam Empat, dan sanadnya shahih)
Keterangan:
Maksud dari 'condong kepada salah satunya (diantara istri2nya)', adalah suami tidak adil dalam perkara lahir, yakni jadwal giliran terhadap istri2nya. Dimana, suami memilih untuk tinggal bersama lebih lama terhadap salah satu istrinya, tanpa ijin/persetujuan istri lainnya. Juga masalah nafkah lahir, yang cenderung tidak adil.
(Riwayat Ahmad dan Imam Empat, dan sanadnya shahih)
Keterangan:
Maksud dari 'condong kepada salah satunya (diantara istri2nya)', adalah suami tidak adil dalam perkara lahir, yakni jadwal giliran terhadap istri2nya. Dimana, suami memilih untuk tinggal bersama lebih lama terhadap salah satu istrinya, tanpa ijin/persetujuan istri lainnya. Juga masalah nafkah lahir, yang cenderung tidak adil.
'Aisyah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu membagi giliran terhadap para istrinya dengan adil. Beliau bersabda: "Ya Allah, inilah pembagianku sesuai dengan yang aku miliki, maka janganlah Engkau mencela dengan apa yang Engkau miliki dan aku tidak memiliknya."
(Riwayat Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim)
Keterangan:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu membagi giliran terhadap para istrinya dengan Adil, namun beliau tidak bisa memberikan secara adil akan perasaan Cinta terhadap isteri2 beliau. Karena Perasaan Cinta adalah milik Allah, dan bukan termasuk kekuasaan manusia, walau ia seorang Nabi-pun.
Memang perasaan cinta yg terdapat pada qalbu/hati seseorang itu sesungguhnya benar2 milik Allah. Siapakah yang dapat membolak-balikkan qalbu/hati selain Allah sendiri?
(Riwayat Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim)
Keterangan:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam selalu membagi giliran terhadap para istrinya dengan Adil, namun beliau tidak bisa memberikan secara adil akan perasaan Cinta terhadap isteri2 beliau. Karena Perasaan Cinta adalah milik Allah, dan bukan termasuk kekuasaan manusia, walau ia seorang Nabi-pun.
Memang perasaan cinta yg terdapat pada qalbu/hati seseorang itu sesungguhnya benar2 milik Allah. Siapakah yang dapat membolak-balikkan qalbu/hati selain Allah sendiri?
Bolehnya menikahi wanita bukan karena agamanya.
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu: Dari Nabi Shallallahu alaihi wassalam beliau bersabda: Wanita itu dinikahi karena empat perkara; karena harta bendanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, maka kamu akan beruntung. (Shahih Muslim No.2661)
Keterangan:
Hadits diatas menunjukkan bolehnya menikahi wanita, karena harta bendanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Tidak dilarang menikahi wanita bukan karena agamanya, namun lebih utama dan sebaiknya adalah karena agamanya.
Mengapa? karena dari agama yg baik itu, seorang suami bisa mendapatkan 'surganya' dunia, dimana apabila suami sedang lemah iman, maka si istri akan menasehatinya supaya segera mendekat kepada Allah. Rumah tangga akan dijaga oleh si istri dng sangat amanah, dan si istri juga dapat mendidik anak² mereka supaya bisa menjadi anak² yg sholih-sholihah, dan berbakti pada orang tua. Pendek kata, jika menikah karena agama, maka antara suami dan istri bisa saling menasehati untuk menuju keridloan Allah. Menuju 'Surga dunia' dan juga 'Surga akhirat'.
Menikah karena agamanya, juga dapat diartikan, menikah dng wanita yg berakhlak yg baik. Karena dengan akhlak yg baik, akan muncul dan tumbuh agama yg baik. Dan begitu juga sebaliknya, dengan agama yg baik, akan muncul dan tumbuh akhlak yg baik pula.
Hadits diatas menunjukkan bolehnya menikahi wanita, karena harta bendanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Tidak dilarang menikahi wanita bukan karena agamanya, namun lebih utama dan sebaiknya adalah karena agamanya.
Mengapa? karena dari agama yg baik itu, seorang suami bisa mendapatkan 'surganya' dunia, dimana apabila suami sedang lemah iman, maka si istri akan menasehatinya supaya segera mendekat kepada Allah. Rumah tangga akan dijaga oleh si istri dng sangat amanah, dan si istri juga dapat mendidik anak² mereka supaya bisa menjadi anak² yg sholih-sholihah, dan berbakti pada orang tua. Pendek kata, jika menikah karena agama, maka antara suami dan istri bisa saling menasehati untuk menuju keridloan Allah. Menuju 'Surga dunia' dan juga 'Surga akhirat'.
Menikah karena agamanya, juga dapat diartikan, menikah dng wanita yg berakhlak yg baik. Karena dengan akhlak yg baik, akan muncul dan tumbuh agama yg baik. Dan begitu juga sebaliknya, dengan agama yg baik, akan muncul dan tumbuh akhlak yg baik pula.
Bab:Nasehat bagi Laki² yg bertakwa dalam mendidik wanita:
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Sesungguhnya wanita itu seperti tulang rusuk. Jika kamu berusaha meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya. Tetapi kalau kamu biarkan saja, maka kamu akan menikmatinya dengan tetap dalam keadaan bengkok. (Shahih Muslim No.2669)
Keterangan:
Intinya, janganlah mendidik mereka dengan keras dan jangan pula membiarkan mereka, namun didiklah dng bijaksana dan dengan do'a.
------------------------
Intinya, janganlah mendidik mereka dengan keras dan jangan pula membiarkan mereka, namun didiklah dng bijaksana dan dengan do'a.
------------------------
Hukum Poliandri (menikahi lebih dari dari satu suami)
Hukum bagi wanita yang mempunyai suami lebih dari satu adalah haram berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Hukum bagi wanita yang mempunyai suami lebih dari satu adalah haram berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Jika poliandri benar- benar terjadi maka secara hukum pernikahan yang sah adalah pernikahan yang pertama . Ini berdasarkan hadits riwayat AHMAD yang bisa dijadikan dalil.
Dari Hasan dari Uqbah bin Amir bahwasanya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika dua orang wali menikahkan, maka yang sah adalah yang pertama kali menikahkan. Dan jika seorang menjual sesuatu kepada dua orang, maka yang sah adalah orang yang pertama dari keduanya." (HR. Ahmad no 16710)
----------------------
Bab: Beberapa Hal yang Perlu Dipertimbangkan
Memilih unt berpoligami tentunya juga memilih untuk mendapatkan tanggung-jawab yg lebih banyak dan besar. Kelak diakhirat, Allah pasti menagih tanggung-jawab itu. Sehingga hakikat poligami sebenarnya bukan hanya masalah "bersenang-senang", namun lebih banyak ke masalah tanggung-jawab kepemimpinan dan keadilan terhadap istri²nya, yg harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT.
----------------------
Bab: Beberapa Hal yang Perlu Dipertimbangkan
Memilih unt berpoligami tentunya juga memilih untuk mendapatkan tanggung-jawab yg lebih banyak dan besar. Kelak diakhirat, Allah pasti menagih tanggung-jawab itu. Sehingga hakikat poligami sebenarnya bukan hanya masalah "bersenang-senang", namun lebih banyak ke masalah tanggung-jawab kepemimpinan dan keadilan terhadap istri²nya, yg harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT.
Ada beberapa hal yg perlu dipertimbangkan jika ingin berpoligami, misalnya:
- Kemungkinan timbulnya KDRT (kekerasan dalam rumah tangga)
- Kemungkinan terjadinya Perceraian
- Kemungkinan anak - anak mereka terlantar
Dan juga silahkan merenungkan hadits dibawah ini:
- Hadis riwayat Miswar bin Makhramah Radhiyallahu’anhu: Bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda dari atas mimbar: Sesungguhnya keluarga Bani Hisyam bin Mughirah meminta restu kalau mereka akan menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abu Thalib (Ali ra akan dinikahkan lagi, padahal saat itu ia sudah beristri Fatimah binti Muhammad SAW). Tentu saja aku (Muhammad SAW) tidak merestui, aku tidak merestui, sekali lagi aku tidak merestui kecuali jika Ali bin Abu Thalib berkenan menceraikan putriku terlebih dahulu kemudian menikahi putri mereka tersebut. Karena putriku adalah bagian dari diriku, apa yang menggangguku akan mengganggunya dan apa yang menyakitkan aku akan menyakitkan dirinya. (Shahih Muslim No.4482)
Bagaimanakah Apabila Suami-Istri Meninggalkan kewajibannya?
>> Nusyuz: yaitu meninggalkan kewajiban bersuami isteri.
A. Nusyuz dari pihak suami misalnya:
- Bersikap keras terhadap isterinya
- Tidak mau menggaulinya
- Tidak mau memberikan haknya (lahir dan/atau batin).
- Meninggalkan rumah tanpa izin suaminya.
- Tidak tunduk pada perintah suami, dimana perintah itu tidak melanggar syariat agama.
- Tidak mau melayani suaminya dengan baik
ٱلرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ فَٱلصَّـٰلِحَـٰتُ قَـٰنِتَـٰتٌ حَـفِظَـٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ وَٱلَّـٰتِى تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَٱهْجُرُوهُنَّ فِى ٱلْمَضَاجِعِ وَٱضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[Tidak berlaku curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik]. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[meninggalkan kewajiban bersuami isteri], maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." ( QS Surat An Nisa : 4 )
Keterangan:
Untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya, haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.
Namun begitu juga sebaliknya, jika sudah terlalu parah dan berbagai cara yg baik telah dilakukan, namun masih saja terjadi nusyuz (hingga dikuatirkan agamanya akan terganggu/berubah dan bertambah buruk), maka cara terakhir yg dapat ditempuh bagi suami adalah men-talak isterinya (jika istri yg nusyuz) dan bagi isteri dapat meng-khulu' atau menggugat cerai suaminya (jika suami yg nusyuz).
Untuk memberi pelajaran kepada isteri yang dikhawatirkan pembangkangannya, haruslah mula-mula diberi nasehat, bila nasehat tidak bermanfaat barulah dipisahkan dari tempat tidur mereka, bila tidak bermanfaat juga barulah dibolehkan memukul mereka dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas. Bila cara pertama telah ada manfaatnya janganlah dijalankan cara yang lain dan seterusnya.
Namun begitu juga sebaliknya, jika sudah terlalu parah dan berbagai cara yg baik telah dilakukan, namun masih saja terjadi nusyuz (hingga dikuatirkan agamanya akan terganggu/berubah dan bertambah buruk), maka cara terakhir yg dapat ditempuh bagi suami adalah men-talak isterinya (jika istri yg nusyuz) dan bagi isteri dapat meng-khulu' atau menggugat cerai suaminya (jika suami yg nusyuz).
Bolehkah Wanita menggugat Cerai suaminya (Khulu'), karena sesuatu hal (suami yang nusyuz), yang dikawatirkan si Wanita akan Kufur dalam Islam?
Telah menceritakan kepada kami Azhar bin Jamil Telah menceritakan kepada kami Abdul Wahhab Ats Tsaqafi Telah menceritakan kepada kami Khalid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwasanya; Isteri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi wasallam dan berkata, "Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais atas agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku khawatir kekufuran dalam Islam." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apakah kamu mau mengembalikan kebun miliknya itu?" Ia menjawab, "Ya." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu." Abu Abdullah berkata; Tidak ada hadis penguat dari Ibnu Abbas. (No. Hadist: 4867 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)
وَإِنِ ٱمْرَأَةٌ خَـٰفَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزاً أَوْ إِعْرَاضاً فَلاَ جُنَاْحَ عَلَيْهِمَآ أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحاً وَٱلصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ ٱلأنفُسُ ٱلشُّحَّ وَإِن تُحْسِنُواْ وَتَتَّقُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً
"Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya[Seperti isteri bersedia beberapa haknya dikurangi asal suaminya mau baik kembali], dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir[tabi'at manusia itu tidak mau melepaskan sebahagian haknya kepada orang lain dengan seikhlas hatinya, kendatipun demikian jika isteri melepaskan sebahagian hak-haknya, maka boleh suami menerimanya]. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." ( QS Surat An Nisa : 128 )
Andaikata si istri sudah merasa tua, dan tidak mampu melayani suaminya dengan baik (wanita khawatir akan nusyuz), apakah boleh melepaskan haknya dengan memberikan jatah hari gilirnya untuk madunya?
"Telah menceritakan kepada kami Malik bin Isma'il Telah menceritakan kepada kami Zuhair dari Hisyam dari bapaknya dari Aisyah bahwasanya; "Saudah binti Zam'ah, menghibahkan giliran harinya kepada Aisyah. Karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membagi harinya untuk Aisyah dan giliran Saudah juga untuknya (untuk Aisyah).""(No. Hadist: 4811 dari KITAB SHAHIH BUKHARI)