إن الله تجاوز عن أمتي ما حدثت به نفسها ما لم تتكلم به أو تعمل به
"Sesungguhnya Allah memaafkan apa yang terlintas dalam batin umatku selama belum diucapkan atau belum dilakukan." (Muttafaq Alaihi)
Namun jika ia mampu menahan perbuatan tersebut untuk tidak dilakukan maka tercatat baginya satu pahala kebaikan, Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Sayyidina Abbas radhiallahu’anhuma dari Nabi sallallahu’alahi wasallam,
"Sesungguhnya Allah telah menulis kebaikan dan kejelekan, kemudian menjelaskannya. Barangsiapa yang berkeinginan kuat untuk melakukan kebaikan kemudian tidak bisa melakukannya, maka Allah mencatat disisi-Nya satu kebaikan sempurna. Kalau dia berkeinginan untuk melakukan kebaikan kemudian dia melakukannya, maka disisi-Nya sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kebaikan sampai kebaikan yang banyak sekali. Dan barangsiapa yang berkeinginan kuat untuk melakukan kejelekan, kemudian dia tidak jadi melakukan. Maka Allah mencatat di sisi-Nya satu kebaikan yang sempurna. Jikalau berkeinginan melakukan kejelekan dan melakukannya. Allah mencatatnya dengan satu kejelekan saja."
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Bari (11 / 325) : “ Hadits ini merupakan dalil bahwa Malaikat itu mengetahui apa yang ada dalam hati manusia. Bisa jadi kerena Allah memberitahukan kepadanya atau Allah menciptakan ilmu yang bisa mengetahui hal tersebut. Yang menguatkan pertama adalah apa yang dikeluarkan Ibnu Abu Dunya dari Abu Imron Al-Juni berkata :
" Malaikat dipanggil dan diperintahkan : " Tulislah untuk si fulan ini dan itu, dia berkata : Wahai Tuhanku. Dia belum beramal. Kemudian Allah Berkata : " Dia telah meniatkannya ". dikatakan juga ada malaikat untuk orang yang berkeinginan jelek ada bau busuk dan dengan keinginan baik ada bau wangi. Hal ini seperti yang dikeluarkan oleh Thobari dari Abu Ma'syar Al-Madani dan riwayat seperti ini juga dari Sofyan bin Uyainah.
Syaikhul Islam Ibnu Taimaiyah pernah ditanya tentang hadits Rasulullah sallallahu'alaihi wasallam : " Jikalau seorang hamba berkeinginan melakukan kebaikan kemudian dia tidak melakukannya, maka dia dicatat baginya satu kebaikan penuh… " Keinginan adalah hal yang tersembunyi antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Bagaimana Malaikat bisa mengetahuinya ??
Beliau menjawab : " Segala puji hanya milik Allah semata, masalah ini telah dijawab oleh Sofyan bin Uyainah beliau berkata : " Bahwasanya ketika seseorang berkeinginan melakukan kebaikan, Malaikat mencium bau harum dan ketika berkeinginan melakukan kejelekan dia akan mencium bau busuk ".
Yang benar bahwa Allah mampu memberitahukan kepada Malaikat apa-apa yang ada dalam diri seorang hamba bagaimanapun juga caranya " (Majmu' Fatawa : 4 / 252)
Para ulama menyatakan, "Dalam membaca Alquran seorang harus menggerakkan lidah dan kedua bibirnya. Tanpa melakukan itu maka tidak teranggap sebagai bacaan, namun terhitung sebagai tadabbur atau tafakkur. Oleh karenanya seorang yang sedang junub tidak dilarang membaca Alquran dalam hatinya atau orang yang sedang buang hajat tidak dilarang untuk berzikir dalam hati."
Khusus untuk doa dalam hati; tanpa pengucapan di lisan, kami tidak menemukan dalil terkait hal itu. Akan tetapi terdapat dalil yang menerangkan bahwa berzikir dalam hati adalah amalan berpahala. Dan tidak berlebihan apabila hal ini diqiyaskan dengan doa. Dalam sebuah hadis Qudsi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"Allah subhanahu wa taala berfirman, "Aku adalah sebagaimana praduga/prasangka hamba-Ku kepada-Ku, Aku senantiasa menyertainya selama dia mengingat-Ku, maka apabila dia mengingat aku dalam hatinya, Akupun mengingatnya dalam hati, dan bila dia mengingat-Ku dalam keadaan ramai, Akupun mengingatnya dalam keadaan ramai, bahkan lebih baik dari pada pengingatannya." (HR. Bukhori dan Muslim)
Ada pernyataan para ulama yang menerangkan pentingnya amalan hati dalam berdoa, dan bahwasanya ucapan lisan hanya sebagai pengikut saja.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan, "Asalnya doa itu muncul dari hati. Adapun ucapan lisan adalah sebagai pengikut hati. Siapa yang menjadikan konsentrasinya saat berdoa pada pembenahan lisan saja, maka akan melemah munajat hatinya. Oleh karena itu seorang yang berada dalam kondisi genting, berdoa dengan hatinya. Sebuah doa yang membuka pintu kesulitan yang ia alami, yang sebelumnya tidak pernah terbetik dalam benaknya." (Majmu Al Fatawa 2/287). (Rujukan: Fatawa Syabakah Islamiyah no. 117527)
Oleh karenanya, setelah kita mengetahui bahwa berdoa dalam hati tercatat sebagai pahala, artinya hukumnya boleh karena diqiyaskan dengan zikir, maka dianjurkan juga untuk mengangkat tangan ketika berdoa, sebaimana ketika memanjatkan doa dengan lisan kita.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika seorang mengangkat kedua tangannya berdoa kepada-Nya, lalu mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Dzikir Dalam Hati
Dzikir dalam hati tanpa gerakan lisan, maka dia akan mendapatkan pahala. Namun pahalanya berbeda dalam pandangan agama dengan orang yang melafadzkan dengan lisannya. Karena pahala berkaitan dengan perkataan yang diucapkannya.
Sementara ucapan tidak akan bisa tanpa melafadzkan dengan lisan. Akan tetapi sebagian ulama' berpendapat bahwa gerakan lisan saja cukup meskipun tidak keluar suara yang bisa didengar orang yang mengucapkannya.
Pendapat ini adalah dari Malikiyah dan dikuatkan oleh Syekh Islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Muflih rahimahullah berkata di kitab : Furu' " ( 1 / 410 ) Syekh kami – yakni Ibnu Taimiyah _ cukup dengan huruf meskipun tidak terdengar suaranya ".
Akan tetapi Jumhur ulama ( kebanyakan ulama' ) berpendapat harus melafadzkan sampai terdengar pada dirinya. Imam Nawawi berkata dalam Syarh Muhaddzab ( 3 / 120 ) menjelaskan: " Kalau sekiranya tidak terdengar maka itu bukan adzan juga buka ucapan "
Beliau juga berkata lagi : “ Ketahuilah bahwa dzikir-dzikir yang dianjurkan oleh agama baik dalam shalat ataupun yang lainnya, baik yang wajib maupun sunnah. Ia tidak dihitung dan tidak dianggap sampai diucapkan dan didengarkan dirinya dalam kondisi pendengarannya baik tidak cacat “ (Al-Adzkar : 42)
Wallahu A'lam.