RMI Alur Cucur - Tulisan ini saya buat detail untuk menanggapi dan mengkritisi setiap poin tulisan “warisan” milik dik Afi Nihaya Faradisa
Alhamdulillah, saya senang sebelumnya sudah banyak yang ikut menasehati dik Afi seperti kak Gilang Kazuya Shimura dan kak Hilmi Firdausi (maaf susah saya konfirm pertemanannya) lewat tulisan wasirannya. Itu artinya masih banyak orang baik yang peduli dengan adik. Entah dalam persepsi adik, mereka benar atau salah, setidaknya rasa empati kita terpanggil untuk mendengarkan seksama pada mereka yang mendedikasikan tulisan dan waktunya untuk adik. Maka sebagai bentuk apresiasi, adik sudah selaiknya meluangkan waktu untuk membacanya. Tidak hanya sekedar membaca, tapi menelaahnya, tidak hanya sekedar menelaah, tapi juga merenungkannya. Tentu dik Afi sudah membaca tulisan mereka, bukan? Jika dik Afi sebagai anak muda yang kritis merasa terganggu karena tulisan ideologisnya dibenturkan dengan dalil, tidak apple to apple, maka izinkan kak Erwin mencoba mengkritisi tulisan adik dengan pendekatan berfikir seperti adik. Tulisan ini sedikit berat, mohon dibaca ya.
Poin 1 :
Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama islam.
Jawab :
Bagaimana jika kalimat itu diganti begini, “kebetulan saya tidak lahir di Indonesia dan belahan bumi manapun, maka bagaimana saya tahu caranya mensyukuri hidup?”, terasa lebih baik, bukan? Dengan asumsi bahwa dik Afi yakin pada agama adik saat ini, maka kata “kebetulan” di kalimat adik diatas sungguh tidak relevan dengan rasa syukur seorang hamba pada Tuhan yang memberi sebuah kehidupan dari ketiadaan. Sebab Tuhan menetapkan segala sesuatu dengan hikmahNya, tidak ada yang kebetulan. Apa yang terdefinisi baik oleh manusia, belum tentu baik di sisi Tuhan. Apa yang dianggap tidak baik oleh manusia, belum tentu tidak baik di mata Tuhan. Ini kenapa Dia kita panggil Tuhan, bukan akal yang kita panggil Tuhan. Ini kenapa Dia menurunkan utusanNya untuk mengejawentahkan definisi kebenaran versiNya kepada manusia, bukan kita yang tanpa dasar rujukan utusanNya sibuk mengklaim kebenaran. Tentu kebenaran Tuhan agama adik adalah absolute bukan? Atau adik meyakini ada Tuhan lain yang menciptakan kebenaranNya sendiri? Well jika ini terjadi, maka definisi Tuhan itu sendiri terhapus dari muka bumi ini. Karena ternyata Dia tidak lebih kuasa dari Dia yang lainnya dan ini menjadikannya berstatus makhluk. Mana yang dik Afi yakini? Tuhan dengan ketuhanannya, atau Tuhan dengan kemakhlukannya? Jika adik memilih pertama, maka kakak ucapkan selamat dik Afi yakin dengan agama adik. Jika adik memilih kedua, berarti adik seorang agnostik. Kakak rasa tidak perlu menjelaskan makna agnostik untuk dik Afi yang super cerdas ini. Satu hal juga yang perlu dicatat, mengeluhkan “kebetulan” yang diciptakan Tuhan adalah sebuah keterbelakangan beragama untuk kita yang meyakini tengah menjalani kehidupan beragama. Sebab itu akan menodai status kita sebagai hamba yang bertuankan Tuhan. Rasa syukur adalah jawaban, bukan keluhan bertopengkan kata kebetulan.
Poin 2 :
Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga kristen atau yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk islam sebagai agama saya?
Jawab :
Untuk dik Afi yang mengedepankan fakta dan gagasan membangun, kata “seandainya” ini sangat kontraproduktif dengan tulisan-tulisan adik yang berasaskan landasan berfikir secara rasional futuristik. Harusnya adik menanamkan pemikiran pada ratusan ribu follower adik bahwa agama adik adalah agama yang menyejahterakan seluruh dunia! Mulai dari Swedia, Israel hingga penghujung Antartika harus melihat indahnya agama ini! Ini yang harus adik katakan, bukan pengandaian yang menjadikan generasi gagal move on semakin terpuruk dalam kegagal pahamannya pada agama adik. Sekali lagi ini dengan asumsi bahwa dik Afi yakin dengan agama adik yang memiliki kebenaran absolute. Atau adik tidak yakin dengan agama adik karena masih memiliki kekurangan? Coba sebutkan bagian mana mana dari agama adik yang masih kurang? mungkin kakak bisa membantu mencerahkan.
Poin 3 :
Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan dan agama saya juga warisan.
Jawab :
Dik Afi kalau diberi warisan yang baik, senang atau tidak? Kalau senang itu berarti tujuan warisan tercapai. Kalau adik tidak senang dengan warisan agama ini, ada dua kemungkinan kesalahan; Pewarisnya bodoh atau si pewaris tidak mengerti nilai dari warisan ini. Hmm, apakah pewaris agama yang berarti Tuhan dan utusan Tuhan adik adalah orang yang bodoh sehingga memberi warisan kebodohan? Tentu tidak bukan di mata dik Afi? Berarti tinggal pilihan kedua, bahwa kita yang gagal paham dari nilai warisan yang mungkin sangat berharga tersebut! Coba deh untuk dik Afi yang rajin baca buku, rajin berguru dan rajin mencari kebenaran dari siapapun, kakak rekomendasikan belajar agama dari orang yang mungkin adik anggap anti bhinneka, anti pancasila, anti NKRI, anti toleransi, anti keberagaman. Jika mereka semua sama seperti yang adik fikirkan, maka kakak meminta maaf dan tidak layak membuat tulisan ini. Namun, jika ternyata merekalah sebenarnya yang paling cinta pancasila, cinta NKRI, cinta toleransi dan keberagaman, hanya karena hujaman fitnah sajalah sehingga membuat ideologi baik mereka terhalang oleh kepentingan “segelintir orang”, maka berjanjilah adik untuk semakin membuka mata, hati dan fikiran pada mereka yang berbeda pendapat, bahkan dari yang paling bertolak belakang sekalipun. Bisa saja mereka benar, kita lah yang rabun. Bisa saja mereka benar, kita lah yang berpura-pura tuli.
Poin 4 :
Sejak saya masih bayi, saya didoktrin bahwa islam adalah satu-satunya agama yang benar. Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk Neraka. Teman saya yang kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya.
Jawab :
Bagus jika orang tua mendoktrin dik Afi dengan agama adik saat ini. Itu artinya, pertama orang tua sangat sayang pada adik. Terlepas dari apa yang dilakukan orang tua di mata dik Afi apakah benar atau salah, adik harus tetap berbakti pada mereka. Bentuk kasih sayang orang tua itu beragam, dik. Lagipula hidup ini memang tlah dipenuhi oleh doktrin-doktrin orang tua sejak dulu. Kita didoktrin untuk tidak potong kuku malam-malam, karena kita tahu di malam hari yang minim lampu, menggunakan gunting atau pisau bisa terluka. Kita didoktrin agar jangan main terlalu jauh dan malam, karena mereka khawatir kita tertabrak kendaraan, jatuh, dibegal, diculik dan sebagainya. Bentuk doktrin yang dilakukan orang tua adalah kebaikan. Orang tua dik Afi tentu orang baik-baik, bukan? Kedua, jika ada dua doktrin yang saling berhadapan, kita sebagai manusia yang memiliki akal dan kecondongan hati tentu memilih berada di satu pihak yang paling benar. Walaupun persepsi kebenaran seseorang yang berbeda menghantarkan mereka memilih doktrin yang berbeda pula, tapi kebenaran itu tetaplah satu, absolute. Tidak ada dualisme dalam sebuah kebenaran. Silakan adik hakimi dan nilai semua agama, tapi jangan berstandar ganda dengan memilih lebih dari satu agama. Karena itu berarti dik Afi menghapus definisi Tuhan, dan secara tidak sadar, dik Afi menjadi Tuhan itu sendiri karena merasa kebenaran tidak berada di agama manapun juga. Tapi melihat agama adik saat ini, kakak rasa dik Afi tlah menemukan warisan kebenaran. Itu artinya dik Afi tlah berani menunjukkan dan menentukan sikap yang tegas, bukan abu-abu! Oh iya, Jalaluddin Rumi yang adik kutip itu adalah tokoh pendiri tarekat islam yang berpengaruh besar di kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1648, lho. Adik tentu tahu kan beliau ini pemahamannya bagaimana. Beliau adalah orang yang cukup keras menentang pendewaan akal dan indera sebagai rujukan kebenaran yang hakiki, karena menurut beliau hal itu hanya akan melemahkan iman. Itu menurut beliau lho, bukan kakak.
Poin 5 :
Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali mencoba jadi Tuhan. Usah melabeli orang masuk surga atau neraka, sebab kita pun masih menghamba.
Jawab :
Dik Afi, adakah manusia di dunia ini yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan? Tolong dik, jangan kau lukai keyakinan umat agama sebelah. Biarkan engkau dengan keyakinanmu, dan mereka dengan keyakinannya. Jika tidak ada satupun yang berikrar sebagai Tuhan, untuk apa kita membentuk opini seolah-olah ada Tuhan tandingan? Kalau dik Afi masih sering melihat Tuhan di jalan-jalan, tolong titip salam kakak padanya. Jika tidak ada, tolong diamlah dik. Tuhan yang memiliki kebenaran absolute itu tentu murka melihat kesaksianmu melihat Tuhan lain. Tuhan itu Tuhan, bukan Tuhan Tuhan. Jika ada yang menyampaikan gagasannya menurut adik radikal, kita benarkan pemahamannya, jangan justru menghakiminya. Itu sama saja adik sefrekuensi sedang melabeli surga dan neraka pada mereka. Hal yang tentu kontras dengan isi tulisan adik yang katanya tidak merasa paling benar sendiri. Paham, kan?
Poin 6 :
Lantas pertanyaan saya kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para muslim, yahudi, nasrani, buddha, hindu, bahkan atheis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?
Jawab :
Mungkin jika dipahami, pertanyaan adik adalah, “Apakah Tuhan yang menciptakan banyak agama? bukankah kebenaran itu satu?”, tentu Tuhan hanya menurunkan satu agama dik. Satu agama membawa satu “kebenaran” versi mereka masing-masing. Nah, sekarang adik sudah memiliki warisan sebuah agama yang adik anut saat ini kan? Cobalah setia dan berdedikasi untuk memahami keseluruhan agama adik. Fokus pada itu dulu, kalau sudah menjadi ahlinya baru fokus ke agama yang lain. Apakah adik sudah lancar bahasa arab? Apakah adik sudah hafal keseluruhan kitab suci dan kitab hadis agama adik? Apakah adik sudah selesai belajar fikih, faraidh, illat hadis, aqidah, ahwal syakhsiyah yang menjadi pokok bahasan agama adik? Atau adik cuma baru belajar kulitnya saja? Jika belum, kenapa terburu-buru merasa agama adik bukan agama yang paling benar. Coba ditelaah secara komprehensif. Bukankah ini metodologi terbaik untuk membuktikan hipotesa kesalahan dalam sebuah agama? Sekarang tugas adik, buang jauh-jauh semua media yang berpotensi menyebarkan fitnah dan kesalahpahaman. Kakak ingin adik menjadi seorang ahli dulu dalam warisan agama yang adik yakini saat ini. Masih yakin kan sama agamanya?
Poin 7 :
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama. Sebab jangan heran jika sentimen mayoritas vs minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana.
Jawab :
Dik Afi, tidak pernahkah adik marah atau sedih seumur hidup? Pasti pernah, bukan? Lalu apa yang dilakukan dik Afi dan orang lain jika tengah marah? Tentu beragam cara mengekspresikannya dan ketika satu emosi masuk, hampir logika orang beragama manapun pudar seiring semakin tajamnya perasaan. Maka jika ada orang yang seperti itu, jangan salahkan agamanya, tapi nasihati orangnya. Apakah di agama yang adik yakini saat ini ajarannya mendidik untuk berbuat rusuh? Jika tidak, kita bersepakat bahwa ini berarti kesalahpahaman, tidak perlu digeneralisasi ke satu agama tertentu. Orang yang rusuh itu bukan merepresentasikan agamanya, tapi kekhilafannya sebagai manusia. Jika adik salah, tentu bukan keluarga besar adik yang kakak salahkan. Itu namanya tidak fair dan hanya memaksakan kehendak!
Poin 8 :
Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita.
Jawab :
Ini imajinasi terekstrim yang pernah kakak baca. Juga sangat tidak kontraproduktif dengan tulisan hebatmu, dik. Indonesia itu kekayaan toleransi rakyatnya luar biasa, lho. Jangan meremehkan indonesia. Hal seperti ini sudah ada lembaga pengkajiannya. Selama itu baik bagi masa depan Indonesia, adik sebagai warga negara Indonesia tentu bisa berpartisipasi dan melakukan pengawalan dalam setiap kebijakan pemerintah, bahkan bisa ikut memberi usulan kebijakan lewat parlemen dan partai politik. Adik fikir MPR, DPR dan Pemerintah kita bodoh-bodoh sehingga bisa ditakut-takuti? Tentu tidak. Dalam pemerintah sendiri, banyak perwakilan lintas agama. Peran mereka mewakili suara rakyat yang mengusungnya. Justru fikiran adik yang tidak terbuka pada satu gagasan baru, akan menghancurkan Indonesia sendiri! Lebih baik daripada sibuk memikirkan apa yang belum terjadi, yuk adik bermanfaat dan berprestasilah sebanyak mungkin bagi negeri.
Poin 9 :
Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari berbagai keyakinan.
Jawab :
Definisi mengintervensi disini itu bagaimana? Tolong berikan contoh konkretnya dik. Sebab selama hak menyuarakan pendapat itu dilindungi oleh undang-undang, siapapun berhak menuangkan aspirasinya dan itu sah. Bisa jadi karena kita yang terlalu benci, hal yang legal kita anggap ilegal, hal yang baik kita anggap buruk. Karena hidung kita tersumbat kapas yang bau, bukan berarti tempat yang kita singgahi bau, tapi hidung kita lah yang tengah bermasalah. Terima kasih, dik Afi kembali menuangkan minyak pada sebuah api yang mulai mengecil hingga ia kembali membesar dan berpotensi membakar sebuah desa, kota hingga negara. Adik memiliki ratusan ribu follower, menjadi orang yang sangat berpengaruh. Apalah daya kakak yang hanya memiliki 13ribu-an follower saat ini.
Poin 10 :
Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan.
Jawab :
Maaf, adik tidak sedang membicarakan diri sendiri, bukan?
Dari salah satu follower adik yang masih tetanggaan dengan kotamu, yakni Jember.
Semoga adik bisa main-main ke Jember sehingga kakak bisa kenalkan adik dengan orang yang mampu membimbingmu menjadi ahli warisan kebenaran ini.
Semoga adik juga diberikan keluasan hati sehingga mampu memilah kebenaran. Jangan gagal paham dan berpaham gagal ya dik. Kasihan banyak orang yang menuduh adik liberal sekarang.
Tentu kakak percaya adik masih waras, kan?
Akhukum fillah,