Tampilkan postingan dengan label Hadits. Tampilkan semua postingan

Sunnah Rasull yang sering di tinggalkan


Bismillahirrahmanirrahim.
Tanpa kita sadari kita sering meninggalkan Sunnah Rasul, yang padahal hal itu mudah untuk dilakukan.

Berikut 20 sunnah Rasull yang sering di lupakan.

1. Mendahulukan Kaki Kanan Saat Memakai Sandal Dan Kaki Kiri Saat Melepasnya

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kalian memakai sandal maka dahulukanlah kaki kanan, dan jika melepaskannya, maka dahulukanlah kaki kiri. Jika memakainya maka hendaklah memakai keduanya atau tidak memakai keduanya sama sekali.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

2. Menjaga Dan Memelihara Wudhu

Diriwayatkan dari Tsauban Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Istiqamahlah (konsistenlah) kalian semua (dalam menjalankan perintah Allah) dan kalian tidak akan pernah dapat menghitung pahala yang akan Allah berikan. Ketahuilah bahwa sebaik-baik perbuatan adalah shalat, dan tidak ada yang selalu memelihara wudhunya kecuali seorang mukmin.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

3. Bersiwak (Menggosok Gigi dengan Kayu Siwak)

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Siwak dapat membersihkan mulut dan sarana untuk mendapatkan ridha Allah.” (HR. Ahmad dan An-Nasa`i)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Andaikata tidak memberatkan umatku niscaya aku memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Bersiwak disunnahkan setiap saat, tetapi lebih sunnah lagi saat hendak berwudhu, shalat, membaca Al-Qur`an, saat bau mulut berubah, baik saat berpuasa ataupun tidak, pagi maupun sore, saat bangun tidur, dan hendak memasuki rumah.

Bersiwak merupakan perbuatan sunnah yang hampir tidak pernah dilakukan oleh banyak orang, kecuali yang mendapatkan rahmat dari Allah. Untuk itu, wahai saudaraku, belilah kayu siwak untuk dirimu dan keluargamu sehingga kalian bisa menghidupkan sunnah ini kembali dan niscaya kalian akan mendapatkan pahala yang sangat besar.

4. Shalat Istikharah

Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu Anhu bahwa ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kita tata cara shalat istikharah untuk segala urusan, sebagaimana beliau mengajarkan surat-surat Al-Qur`an kepada kami.” (HR. Al-Bukhari)

Oleh karena itu, lakukanlah shalat ini dan berdoalah dengan doa yang sudah lazim diketahui dalam shalat istikharah.

5. Berkumur-Kumur Dan Menghirup Air dengan Hidung Dalam Satu Cidukan Telapak Tangan Ketika Berwudhu

Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berkumur-kumur dan menghirup air dengan hidung secara bersamaan dari satu ciduk air dan itu dilakukan sebanyak tiga kali. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

6. Berwudhu Sebelum Tidur Dan Tidur Dengan Posisi Miring Ke Kanan

Diriwayatkan dari Al-Barra’ bin Azib Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kamu hendak tidur, maka berwudhulah seperti hendak shalat, kemudian tidurlah dengan posisi miring ke kanan dan bacalah, ‘Ya Allah, Aku pasrahkan jiwa ragaku kepada-Mu, aku serahkan semua urusanku kepada-Mu, aku lindungkan punggungku kepada-Mu, karena cinta sekaligus takut kepada-Mu, tiada tempat berlindung mencari keselamatan dari (murka)-Mu kecuali kepada-Mu, aku beriman dengan kitab yang Engkau turunkan dan dengan nabi yang Engkau utus’. Jika engkau meninggal, maka engkau meninggal dalam keadaan fitrah. Dan usahakanlah doa ini sebagai akhir perkataanmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

7. Berbuka Puasa Dengan Makanan Ringan

Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berbuka puasa sebelum shalat maghrib dengan beberapa kurma basah. Jika tidak ada maka dengan beberapa kurma kering. Jika tidak ada, maka beliau hanya meminum beberapa teguk air.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

8. Sujud Syukur Saat Mendapatkan Nikmat Atau Terhindar Dari Bencana

Sujud ini hanya sekali dan tidak terikat oleh waktu. Diriwayatkan dari Abu Bakrah Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendapatkan sesuatu yang menyenangkan atau disampaikan kabar gembira maka beliau langsung sujud dalam rangka bersyukur kepada Allah.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

9. Tidak Begadang Dan Segera Tidur Selesai Shalat Isya`

Hal ini berlaku jika tidak ada keperluan saat begadang. Tetapi jika ada keperluan, seperti belajar, mengobati orang sakit dan lain-lain maka itu diperbolehkan. Dalam hadits shahih dinyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak suka tidur sebelum shalat isya` dan tidak suka begadang setelah shalat isya`.

10. Mengikuti Bacaan Muadzin

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhu bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kalian mendengar adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh muadzin, kemudian bershalawatlah kepadaku. Barangsiapa yang bershalawat kepadaku, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.Kemudian mintakan wasilah untukku, karena wasilah merupakan tempat di surga yang tidak layak kecuali bagi seorang hamba Allah dan aku berharap agar akulah yang mendapatkannya. Barangsiapa yang memintakan wasilah untukku maka ia akan mendapatkan syafaatku (di akhirat kelak).” (HR. Muslim)

11. Berlomba-Lomba Untuk Mengumandangkan Adzan, Bersegera Menuju Shalat, Serta Berupaya Untuk Mendapatkan ShafPertama.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Andaikata umat manusia mengetahui pahala di balik adzan dan berdiri pada shaf pertama kemudian mereka tidak mendapatkan bagian kecuali harus mengadakan undian terlebih dahulu niscaya mereka membuat undian itu. Andaikata mereka mengetahui pahala bergegas menuju masjid untuk melakukan shalat, niscaya mereka akan berlomba-lomba melakukannya. Andaikata mereka mengetahui pahala shalat isya dan subuh secara berjamaah, niscaya mereka datang meskipun dengan merangkak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

12. Meminta Izin Tiga Kali Ketika Bertamu

Jika tidak mendapatkan izin dari tuan rumah, maka konsekuensinya anda harus pergi. Namun, banyak sekali orang yang marah-marah jika mereka bertamu tanpa ada perjanjian sebelumnya, lalu pemilik rumah tidak mengizinkannya masuk. Mereka tidak bisa memaklumi, mungkin pemilik rumah memiliki uzur sehingga tidak bisa memberi izin.
Allah Ta’ala berfirman,

لَّيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ مَسْكُونَةٍ فِيهَا مَتَاعٌ لَّكُمْ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا تَكْتُمُونَ - 24:29

“Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah!” Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nuur: 28)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Adab meminta izin itu hanya tiga kali, jika tidak diizinkan maka seseorang harus pulang.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

13. Mengibaskan Seprai Saat Hendak Tidur

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,“Jika kalian hendak tidur, maka hendaknya dia mengambil ujung seprainya, lalu mengibaskannya dengan membaca basmallah, karena dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi di atas kasurnya. Jika dia hendak merebahkan tubuhnya, maka hendaknya dia mengambil posisi tidur miring ke kanan dan membaca, “Maha Suci Engkau, ya Allah, Rabbku, dengan-Mu aku merebahkan tubuhku, dan dengan-Mu pula aku mengangkatnya. Jika Engkau menahan nyawaku, maka ampunkanlah ia, dan jika Engkau melepasnya, maka lindungilah ia dengan perlindungan-Mu kepada hamba-hamba-Mu yang shalih.” (HR. Muslim)

14. Meruqyah Diri Dan Keluarga

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa ia berkata, “Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa meruqyah dirinya dengan doa-doa perlindungan ketika sakit, yaitu pada sakit yang menyebabkan wafatnya beliau. Saat beliau kritis, akulah yang meruqyah beliau dengan doa tersebut, lalu aku mengusapkan tangannya ke anggota tubuhnya sendiri, karena tangan itu penuh berkah.” (HR. Al-Bukhari)

15. Berdoa Saat Memakai Pakaian Baru

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam jika mengenakan pakaian baru, maka beliau menamai pakaian itu dengan namanya, baik itu baju, surban, selendang ataupun jubah, kemudian beliau membaca, “Ya Allah, hanya milik-Mu semua pujian itu, Engkau telah memberiku pakaian, maka aku mohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan tujuannya dibuat, dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan tujuannya dibuat.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

16. Mengucapkan Salam Kepada Semua Orang Islam Termasuk Anak Kecil

Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan, ”Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ‘Apa ciri keislaman seseorang yang paling baik?’Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Kamu memberikan makanan (kepada orang yang membutuhkan) dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan orang yang tidak kamu kenal.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu Anhu bahwa ia menuturkan, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berjalan melewati kumpulan anak-anak, lalu beliau mengucapkan salam kepada mereka semua.” (HR. Muslim)

17. Berwudhu Sebelum Mandi Besar (Mandi Junub)

Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu Anhu, “Jika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ingin mandi besar, maka beliau membasuh tangannya terlebih dahulu, lalu berwudhu seperti hendak shalat, kemudian memasukkan jemarinya ke airdan membasuh rambutnya dengan air. Selanjutnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menuangkan air tiga ciduk ke kepalanya dengan menggunakan tangannya, lalu mengguyur semua bagian tubuhnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

18. Membaca ‘Amin’ Dengan Suara Keras Saat Menjadi Makmum

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika imam membaca “Amin” maka kalian juga harus membaca “Amin” karena barangsiapa yang bacaan Amin-nya bersamaan dengan bacaan malaikat maka diampunkan dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa kaum salafus-shalih mengeraskan bacaan “Amin” sehingga masjid bergemuruh.

19. Mengeraskan Suara Saat Membaca Zikir Setelah Shalat

Di dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan, “Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma mengatakan, mengeraskan suara dalam berzikir setelah orang-orang selesai melaksanakan shalat wajib telah ada sejak zaman Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ibnu Abbas juga mengatakan, “Aku mengetahui orang-orang telah selesai melaksanakan shalat karena mendengar zikir mereka.” (HR. Al-Bukhari)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Disunnahkan mengeraskan suara saat membaca tasbih, tahmid dan takbir setelah shalat.”

Sunnah ini tidak dilakukan di banyak masjid sehingga tidak dapat dibedakan apakah imam sudah salam atau belum, karena suasananya sepi dan hening. Caranya adalah imam dan makmum mengeraskan bacaan tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah) dan takbir (Allahu Akbar) secara sendiri-sendiri, bukan satu komando dan satu suara. Adapun mengeraskan suara ketika berzikir dengan satu komando, satu suara dan dipimpin oleh imam maka dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang mengatakan sunnah secara mutlak, ada yang memandang sunnah dengan syarat-syarat tertentu dan ada pula yang mengatakan bahwa zikir berjamaah adalah perbuatan bid’ah.

20. Membuat Pembatas Saat Sedang Shalat Fardhu Atau Shalat Sunnah

Diriwayatkan dari Abu Said al-Kudri Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Ketika kalian hendak shalat, maka buatlah pembatas di depannya dan majulah sedikit, dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depannya. Jika ada orang yang sengaja lewat di depannya, maka hendaknya dia menghalanginya karena orang itu adalah setan.” (HR. Abu dawud dan Ibnu Majah)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, ia berkata, “Rasulullah menancapkan tombak di depannya, lalu shalat di belakang tongkat itu.” (HR. Al-Bukhari)

Sunnah ini sering diabaikan, terutama saat melakukan shalat sunnah.

Wahai saudaraku! Jadilah seperti orang yang diungkapkan oleh Abdurrahman bin Mahdi, “Aku mendengar Sufyan berkata, ‘Tiada satu hadits pun yang sampai kepadaku kecuali aku mengamalkannya meskipun hanya sekali.”

Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang mengikuti sunnah rasul-Mu dan mengikuti jejaknya.

Anjuran Berlatih Memanah Menembak dalam Islam


Assalamualaikum Semua, Kembali Lagi bersama RMI Alur Cucur. Kali ini kami akan mendiskusikan tentang "Anjuran Berlatih Memanah Menembak dalam Islam."


Sesuai dengan sabda Rasulullah saw.

"Hendaknya kalian latihan memanah dan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian"


Dicatat oleh Al Bazzar dalam Musnad-nya (1048), Al ‘Athar dalam Juz-nya (52), Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Ausath (2093), dari jalan Hatim bin Laits,

حَاتِمُ بْنُ اللَّيْثِ الْجَوْهَرِيُّ , قَالَ : نا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ , قَالَ : نا أَبُو عَوَانَةَ ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ أَبِيهِ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” عَلَيْكُمْ بِالرَّمْيِ ، فَإِنَّهُ خَيْرٌ لَعِبِكُمْ


“dari Hatim bin Laits Al Jauhari, ia berkata: Yahya bin Hammad menuturkan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Awwanah menuturkan kepada kami, dari Abdul Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu) ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Hendaknya kalian latihan memanah dan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘”

Derajat Hadits

Hadits ini gharib, tidak ada jalan lain selain jalan ini.

  • Hatim bin Laits Al Baghdadi Al Jauhari. Al Khathib berkata: “ia tsiqah tsabat mutqinhafidz“, sebuah pernyataan ta’dil yang tinggi derajatnya.

  • Ad Dzahabi berkata: “ia al hafidz al muktsir ats tsiqah

  • Yahya bin Hammad. Abu Hatim Ar Razi berkata: “ia tsiqah”.

  • Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah, ahli ibadah”.

  • Abu ‘Awwanah Al Wadhah bin Abdillah. Abu Hatim Ar Razi berkata: “kitabnya shahih, namun jika ia menyampaikan hadits dari hafalannya, sering salah. ia statusnya shaduqdan tsiqah. ia lebih bagus hafalannya dari Hammad bin Salamah”.

  • Ibnu Hajar berkata: “iatsiqah tsabat“.

  • Abdul Malik bin ‘Umair Al Farsi. Abu Hatim Ar Razi berkata:shalihul hadits namun hafalannya berubah sebelum wafatnya”.

  • An Nasa-i berkata:laysa bihi ba’san“.

  • Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah, fasih, alim, namun hafalannya berubah dan terkadang melakukan tadlis“.

  • Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah, sering memursalkan hadits dari Ikrimah”. Adz Dzahabi berkata: “ia tsiqah“.

Dari data di atas, nampaknya permasalahan ada pada Abdul Malik bin ‘Umair Al Farsi. Al Albani menyatakan: “Abdul Malik bin ‘Umair hafalannya berubah sebelum wafatnya sehingga aku men-jazm-kan keshahihan sanad ini.

Adapun tentang ia disifati dengan tadlis, ini masih bisa ditoleransi karena hanya sedikit saja tadlis yang ia lakukan. Sebagaimana diisyaratkan oleh Ibnu Hajar dengan perkataan beliau ‘terkadang melakukan tadlis‘”.

Pernyataan beliau juga sejalan dengan yang diisyaratkan dalam komentar Al Mundziri tentang hadits ini: “diriwayatkan oleh Al Bazzar dan Ath Thabrani dalam Al Ausath, dan sanadnyajayyid qawiy” (At Targhib, 2/170). Sehingga tidak ada masalah yang tersisa pada Abdul Malik bin ‘Umair Al Farsi, dengan demikian ia tsiqah.

Kesimpulannya, derajat hadits ini shahih (diringkas dari Silsilah Ash Shahihah, 2/204-205).

Faidah Hadits

  1. Al Munawi rahimahullah menjelaskan:
    hendaknya kalian latihan menembak‘, yaitu dengan panah
    karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘, maksudnya ia adalah lahwun yang paling baik bagi kalian. Asalnya, maknanya lahwun adalah relaksasi jiwa dengan melakukan sesuatu yang tidak ada tujuan khususnya. dan (dalam bahasa arab) alhaaniy asy syai-i dengan alif, artinya ‘hal itu telah menyibukkanku‘ (Faidhul Qadir, 4/340). Dari penjelasan Al Munawi ini, lahwun artinya sesuatu yang bisa merelaksasi jiwa dan menyibukkan.

  2. Makna ar ramyu secara bahasa:

    رَمَى الشيءَ  : ألقاهُ وقَذَفه


    ramaa asy syai-a artinya ‘melempar sesuatu’

    ويقال : رمَى عن القوس وعليها رَميًا : أطلق سَهْمَهَا


    jika dikatakan ramaa ‘anil quusi (busur panah) wa’alaiha ramyan artinya ‘ia menembakkan anak panah’.
    (lihat Mu’jam Al Washith)
    Sehingga yang dimaksud hadits ini adalah melempar atau menembakkan sesuatu yang bisa menjadi senjata melawan musuh, termasuk disini memanah, melempar tombak, termasuk juga menembak dengan pistol atau senapan dan semacamnya. Andai dianggap menembak dengan pistol (atau alat penembak modern lain) tidak termasuk ar ramyu maka tetap dapat di-qiyas-kan dengannya karena memiliki illah yang sama.Wallahu’alam.

  3. Keutamaan skill menembak atau melempar dan anjuran untuk memiliki skill tersebut secara umum.
Dalil-dalil lain tentang hal ini sangat banyak, diantaranya:
Dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir:

سمعتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ، وهو على المنبرِ ، يقول  وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ


“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah di atas mimbar. Tentang ayat ‘dan persiapkanlah bagi mereka al quwwah (kekuatan) yang kalian mampu‘ (QS. Al Anfal: 60) Rasulullah bersabda: ‘ketahuilah bahwa al quwwah itu adalah skill menembak (sampai 3 kali)’” (HR. Muslim 1917)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من تعلَّم الرميَ ثم نسِيَه ؛ فهي نعمةٌ جحَدها


“Barangsiapa yang belajar menembak lalu ia melupakannya, maka itu termasuk nikmat yang ia durhakai” (HR Ath Thabrani dalam Mu’jam Ash Shaghir no.4309, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib 1294)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

اللهْوُ في ثلاثٍ : تأديبُ فرَسِكَ ، و رمْيُكَ بِقوسِكِ ، و مُلاعَبَتُكَ أهلَكَ


“Lahwun (yang bermanfaat) itu ada tiga: engkau menjinakkan kudamu, engkau menembak panahmu, engkau bermain-main dengan keluargamu” (HR. Ishaq bin Ibrahim Al Qurrab [wafat 429H] dalam Fadhail Ar Ramyi no.13 dari sahabat Abud Darda’, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 5498 )

4. Keutamaan skill menembak atau melempar dalam jihad fii sabiilillah.

Dalil-dalil tentang hal ini sangat banyak juga, diantaranya sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

إذا أَكثَبوكم – يعني أكثروكم – فارموهُم ، واستبْقوا نَبْلَكم


“Jika mereka (musuh) mendekat (maksudnya jumlah mereka lebih banyak dari kalian), maka panahlah mereka terus-menerus” (HR. Bukhari 3985)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

ستفتح عليكم أرضون ويكفيكهم الله فلا تعجز أحدكم أن يلهو بسهمه


“Kelak negeri-negeri akan ditaklukkan untuk kalian, dan Allah mencukupkan itu semua atas kalian, maka janganlah salah seorang diantara kalian merasa malas untuk memainkan panahnya” (HR. Muslim 1918)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن بلغَ بسَهْمٍ في سبيلِ اللَّهِ ، فَهوَ لَهُ درجةٌ في الجنَّة فبلَّغتُ يومئذٍ ستَّةَ عشرَ سَهْمًا قالَ : وسَمِعْتُ رسولَ اللَّهِ يقولُ : مَن رمى بسَهْمٍ في سبيلِ اللَّهِ فَهوَ عدلُ محرَّرٍ


“Barangsiapa yang menembak satu panah yang mengenai musuh dalam jihad fii sabilillah, baginya satu derajat di surga. (Abu Najih As Sulami -perawi hadits- berkata) Dan panahku hari ini mengenai musuh sebanyak 16x. Aku juga mendengar Rasulullah bersabda: ‘Barangsiapa yang menembak satu panah dalam jihad fii sabiilillah setara dengan memerdekakan budak‘” (HR. An Nasa-i 3143, dishahihkan Al Albani dalamShahih An Nasa-i)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن رمى العدُوَّ بسَهمٍ فبلغَ سَهمُه العدوَّ أصابَ أو أخطأَ فعدلُ رَقَبةٍ


“Barangsiapa yang menembak satu panah kepada musuh baik kena atau tidak kena, pahalanya setara dengan memerdekakan budak“” (HR. Ibnu Majah 2286, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَن رَمَى بسهْمٍ في سبيلِ اللهِ ؛ كان له نورًا يومَ القيامةِ


“Barangsiapa yang menembak satu panah dalam jihad fii sabilillah ia mendapat satu cahaya di hari kiamat kelak” (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra no.17035, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib 1292)

5. Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits

ألا إنَّ القوةَ الرميُ


“ketahuilah bahwa al quwwah itu adalah skill menembak”

beliau menjelaskan: “Dalam hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna ada keutamaan skill menembak serta keutamaan skill militer, juga anjuran untuk memberi perhatian pada hal tersebut dengan niat untuk jihad fii sabiilillah. Termasuk juga latihan keberanian dan latihan penggunaan segala jenis senjata. Juga perlombaan kuda, serta hal-hal lain yang sudah dijelaskan sebelumnya. Maksud dari semua ini adalah untuk latihan perang, mengasah skill dan mengolah-ragakan badan” (Syarh Shahih Muslim, 4/57).

6. Ali Al Qari ketika menjelaskan hadits

ستفتح عليكم أرضون ويكفيكهم الله فلا تعجز أحدكم أن يلهو بسهمه


Kelak negeri-negeri akan ditaklukkan untuk kalian, dan Allah mencukupkan itu semua atas kalian, maka janganlah salah seorang diantara kalian merasa malas untuk memainkan panahnya

beliau menjelaskan:
“Al Muzhahir berkata, ‘maksudnya orang Romawi sebagian besar dalam perang mereka menggunakan panah. Maka hendaknya kalian belajar memanah sehingga bisa menandingi orang Romawi lalu Allah akan membuka negeri Romawi untuk kalian dan mencegah keburukan orang Romawi atas kalian. Dan jika Romawi sudah ditaklukkan, janganlah tinggalkan latihan memanah dengan berkata, kita sudah tidak butuh lagi skillmemanah untuk memerangi mereka. Jangan begitu, bahkan pelajarilah terus-menerus skill memanah karena itu akan kalian butuhkan selamanya’.

Al Asyraf berkata, ‘Tidak selayaknya kalian malas belajar memanah sampai tiba waktunya untuk menaklukan negeri Romawi, maka Allah pasti menolong kalian untuk menaklukannya. Ini adalah dorongan dari Rasulullah Shalawatullah ‘alaihi untuk berlatih memanah. Artinya, bermain-main dengan panahan itu tidak terlarang’.

Ath Thibi berkata, ‘Nampaknya pandangan yang kedua lebih tepat karena huruf fa dalam kalimat فلا يعجز adalah fa sababiyyah. Seolah-olah beliau berkata, Allah Ta’ala sebentar lagi akan membukan negeri Romawi untuk kalian dan mereka itu ahli memanah. Dan Allah akan mencegah makar mereka atas kalian dengan sebab skill memanah kalian. Oleh karena itu janganlah kalian malas untuk menyibukkan diri dengan panah kalian. Artinya, hendaknya kalian bersemangat dalam perkara panah-memanah, berlatihlah dan pegang skill tersebut dengan gigi geraham. Sampai ketika tiba waktunya untuk memerangi Romawi, kalian sudah hebat dalam hal itu’. Sebab dianjurkan menjadikan panahan sebagai lahwun karena adanya kecenderungan untuk menyukai latihan memanah juga menyukai pertandingan dan perlombaan memanah. Karena jiwa manusia itu punya kecenderungan besar kepada perkara-perkara lahwun” (Mirqatul Mafatih, 6/2499).

7. Islam sangat menganjutkan umatnya untuk memiliki skill yang dapat digunakan untuk melawan musuh.

8. Bermain itu perkara mubah, namun hendaknya memilih permainan yang bermanfaat dalam pandangan syar’i.

Wallahu’alam bis shawab

Sunnah Nabi Di Waktu Maghrib


Berikut ini beberapa adab yang dianjurkan untuk dilakukan di waktu Maghrib. Semoga kita diberi hidayah untuk mengamalkannya.


Pertama: Termasuk sunnah, memasukkan anak-anak ke dalam rumah saat masuknya waktu maghrib

Kedua: Termasuk sunnah, menutup pintu-pintu di awal waktu maghrib sambil menyebut nama Allah ta’ala

Mengerjakan dua adab ini merupakan salah satu upaya menjaga diri dari setan dan jin. Menahan anak-anak di rumah ketika awal waktu maghrib merupakan bentuk upaya menjaga anak-anak dari setan yang berkeliaran di waktu tersebut, demikian pula menutup pintu rumah sambil menyebut nama Allah pada saat tersebut. Dan betapa banyak anak-anak dan rumah-rumah yang dihinggapi setan pada waktu maghrib, sedangkan orang tua si anak dan si empunya rumah tidak menyadarinya. Betapa besarnya penjagaan Islam untuk anak-anak dan rumah-rumah kita.

Dalil perbuatan ini adalah hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu ketika beliau menyampaikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


«إِذَا كَانَ جُنْحُ اللَّيْلِ أَوْ أَمْسـيتُمْفَكُفُّوا صِبْيَانَكُمْ، فَإنَّ الشيطَانَ يَنْتَشـر حِينَئِذٍ، فَإِذَا ذَهَبَ سَاعَةٌ مِنَ اللَّيْلِ فَخَلُّوهُمْ، وَأَغْلِقُوا الأَبْوَابَ، وَاذْكُرُوا اسْمَ اللّهِ، فَإنَّ الشيطَانَ لاَ يَفْتَحُ بَاباً مُغْلَقاً»

Jika masuk awal malam –atau beliau mengatakan: jika kalian memasuki waktu sore- maka tahanlah anak-anak kalian karena setan sedang berkeliaran pada saat itu. Jika sudah lewat sesaat dari awal malam, bolehlah kalian lepaskan anak-anak kalian. Tutuplah pintu-pintu dan sebutlah nama Allah karena setan tidak bisa membuka pintu yang tertutup” (HR. Al-Bukhari no. 3304 dan Muslim no. 2012).

Kata جُنْحُ اللَّيْلِ (awal malam) maksudnya adalah awal malam setelah terbenamnya matahari. Dalam riwayat Muslim terdapat hadits:

«لاَ تُرْسِلُوا فَوَاشـيكُمْ، وَصِبْيَانَكُمْ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ، حَتَّى تَذهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ، فَإِنَّ الشـياطِينَ تَنْبَعِثُ إِذَا غَابَتِ الشَّمْسُ حَتَّى تَذْهَبَ فَحْمَةُ الْعِشَاءِ»


Jangan lepaskan hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian ketika matahari terbenam sampai berlalunya awal isya karena para setan berkeliaran antara waktu terbenamnya matahari sampai berlalunya awal isya.” (HR. Muslim no. 2013).

Imam Nawawi mengatakan, “Maksud ‘tahanlah anak-anak kalian’ adalah larang mereka agar tidak keluar pada waktu itu.”

Sabda Rasulullah “karena sesungguhnya setan sedang berkeliaran” maksudnya adalah bangsa setan dan maknanya: ditakutkan terjadinya gangguan setan pada anak-anak pada waktu tersebut karena banyaknya mereka pada waktu itu, wallahu a’lam.

Mengenai sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

Jangan lepaskan hewan-hewan ternak dan anak-anak kalian ketika matahari terbenam sampai berlalunya awal isya karena para setan berkeliaran antara waktu terbenamnya matahari sampai berlalunya awal isya.” (HR. Muslim no. 2013).

Para ahli bahasa mengatakan, الفواشـي (hewan ternak) adalah semua bentuk harta yang dapat menyebar, seperti onta, kambing, semua hewan ternak, dan sebagainya. Kata الفواشـي adalah bentuk jama’ dari فاشـية, dinamakan demikian karena ia menyebar di muka bumi.

Kata فحمة العشاء maknanya adalah saat gelap gulitanya isya. Sebagian ulama menafsirkan kata ini dalam konteks hadits ini sebagai datangnya waktu malam dan awal gelapnya. Demikian yang disebutkan oleh penulis Nihayatul Gharib, beliau mengatakan, “Ada yang berpendapat bahwa kegelapan antara shalat maghrib dan isya’ disebut fahmah (الفحمة) dan yang antara isya’ dan subuh disebut ‘as’asah (العسعسة)” (Syarh Shahih Muslim karya An-Nawawi, hadits no. 2012, bab al-Amru bi Taghthiyati al-Inaa’ wa Ikaa-I as-Saqaa’).

Setelah berlalu beberapa saat dari waktu masuknya awal malam, tidak mengapa jika melepaskan anak keluar rumah karena waktu berkeliarannya setan telah lewat. Dapat juga dipahami dari sini, wallahu a’lam, bahwa para setan telah mendapat tempat menginap untuk diri mereka.

Hikmah berkeliarannya setan pada waktu ini dan bukan pada waktu siang, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah, adalah karena pergerakan di malam hari lebih memungkinkan mereka daripada di siang hari, hal ini karena kegelapan lebih mengumpulkan kekuatan setan daripada yang lain, begitu pula setiap warna hitam. (Fathul Bari hadits no. 3280, bab Shifatu Iblis wa Junudihi).

Imam ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan,

Di dalam hadits ini terdapat perintah untuk menutup pintu-pintu rumah pada waktu malam hari, dan hal ini merupakan suatu sunnah yang diperintahkan sebagai bentuk kebaikan bagi manusia dalam melawan setan dari jenis jin dan manusia. Adapun sabda beliau, ‘Karena setan tidak dapat membuka pintu yang tertutup dan mengurai ikatan tali’ merupakan sebuah pemberitahuan dan pemberitaan dari beliau akan nikmat Allah ‘azza wa jalla untuk hamba-hambaNya dari golongan manusia dengan tidak diberikannya bangsa jin kemampuan membuka pintu, mengurai ikatan, dan menyingkap tutup bejana, hal-hal ini telah diharamkan bagi mereka. Di sisi lain, bangsa jin diberi kemampuan lebih dibanding manusia berupa kemampuan tidak terlihat oleh manusia dan kemampuan untuk merasuki manusia, sedangkan manusia tidak dapat merasuki.” (Al-Istidzkar, 8/363).

Al-Khatib Asy-Syarbaini Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika malam telah datang, disunnahkan menutup bejana walau dengan meletakkan batang kayu di atasnya. Mengikat kantong air, menutup pintu sambil menyebut nama Allah, memasukkan anak-anak dan memasukkan hewan ternak pada awal malam, serta mematikan lampu ketika hendak tidur.” (Mughnil Muhtaj, 1/31).

Menahan anak-anak supaya tidak keluar rumah dan menutup pintu di awal waktu maghrib merupakan perkara mustahab. (lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 26/317).

Ketiga: Shalat dua rakaat sebelum shalat Maghrib

Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau mengatakan: “Shalatlah sebelum shalat Maghrib” tiga kali dan pada yang ketiga, beliau katakan, “bagi yang mau” karena tidak suka kalau umatnya menjadikan hal itu sebagai suatu kebiasaan.

Juga berdasarkan hadits Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau mengatakan, “Sungguh aku melihat para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang senior saling berlomba mengejar tiang-tiang (untuk dijadikan tempat shalat) ketika masuk waktu maghrib.” (HR. Al-Bukhari no. 503).

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan

«كُنَّا بِالْمَدِينَةِ، فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ لِصَلاَةِ الْمَغْرِبِ ابْتَدَرُوا السَّوَارِيَ، فَيَرْكَعُونَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ، حَتَّى إِنَّ الرَّجُلَ الْغَرِيبَ لَيَدْخُلُ الْمَسْجِدَ فَيَحْسِبُ أَنَّ الصَّلاَةَ قَدْ صُلِّيَتْ، مِنْ كَثْرَةِ مَنْ يُصَلِّيهِمَا»


Kami pernah tinggal di Madinah. Saat muadzin beradzan untuk shalat Maghrib, mereka (para sahabat senior) saling berlomba mencari tiang-tiang lalu mereka shalat dua rakaat dua rakaat sampai ada orang asing yang masuk masjid untuk shalat mengira bahwa shalat Maghrib sudah ditunaikan karena saking banyaknya yang melaksanakan shalat sunnah sebelum Maghrib.” (HR. Muslim no. 837).

Maksud kata يبتدرون adalah يسارعون, yaitu saling berlomba menuju tiang untuk menjadikannya sebagai pembatas shalat, dalam hal ini terdapat penjelasan akan kegigihan para sahabat untuk mencari sutrah shalat.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Di dalam Shahihain terdapat hadits dari Abdullah Al-Muzani dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau mengatakan, ‘Shalatlah sebelum Maghrib! Shalatlah sebelum Maghrib!’ dan beliau katakan di ketiga kalinya, ‘Bagi yang mau’ karena tidak ingin dijadikan kebiasaan oleh umatnya. Inilah yang benar, yakni bahwasannya shalat ini hanya shalat sunnah biasa, bukan termasuk shalat sunnah rawatib seperti shalat sunnah rawatib yang lain.” (Zadul Ma’ad, 1/312).

Juga memang disunnahkan shalat dua rakaat di antara setiap azan dan iqamah, baik shalat dua rakaat ini merupakan shalat rawatib seperti Subuh dan Dzhuhur sehingga dengan mengerjakan dua rakaat rawatib ini telah teranggap melaksanakan sunnah melaksanakan shalat dua rakaat antara azan dan iqamah, atau pun seperti ada orang yang sedang duduk di masjid lalu muadzin mengumandangkan adzan Ashar atau Isya maka sunnah bagi dirinya untuk bangkit berdiri dan shalat dua rakaat.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara setiap dua adzan (adzan dan iqamah –pent.) ada shalat.” Beliau katakan tiga kali dan pada kali ketiga, beliau mengatakan, “Bagi yang mau.” (HR. Al-Bukhari no. 624 dan Muslim no. 838).

Syaikh ibn Baz rahimahullah menjelaskan,

Disyariatkan untuk setiap muslim agar melaksanakan shalat dua rakaat antara dua adzan, baik itu dua rakaat shalat rawatib maupun bukan rawatib, sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Di antara setiap dua adzan terdapat shalat, di antara setiap dua adzan terdapat shalat’ Dan pada kali ketiga beliau mengatakan, ‘Bagi yang mau’, shahih haditsnya disepakati Bukhari dan Muslim. Ini mencakup semua shalat dan maksud dua adzan adalah adzan dan iqamah. Hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna dengannya menunjukkan bahwa shalat sunnah dua rakaat di antara dua adzan itu memang dituntunkan oleh syariat. Dan jika memang dua rakaat tersebut merupakan rawatib seperti shalat sunnah sebelum Subuh dan Dzuhur maka telah mencukupi.” (Majmu’ Fatawa Syaikh ibn Baz, 11/383).

Tidak syak lagi bahwa dua rakaat sebelum Maghrib atau dua rakaat di antara setiap dua adzan bukanlah sunnah yang sangat ditekankan untuk dilaksanakan sebagaimana ditekankannya melaksanakan shalat sunnah rawatib, akan tetapi terkadang boleh ditinggalkan. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada sabda beliau yang ketiga kalinya, “Bagi siapa yang mau” karena tidak suka kalau dianggap umatnya sebagai sunnah yang dikuatkan.

Keempat: Makruh tidur sebelum Isya’

Berdasarkan hadits Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

«أنَّ النَّبيّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ الْعِشَاءَ، قَالَ: وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا، وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا»


Bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka untuk mengakhirkan waktu Isya’, membenci tidur sebelumnya, dan membenci bincang-bincang setelah Isya’.” (HR. Al-Bukhari no. 599 dan Muslim no. 647)

Alasan dibencinya tidur sewaktu Maghrib, yaitu sebelum Isya’, adalah karena tidur pada saat itu dapat menyebabkan luputnya melaksanakan shalat Isya’.

***

Sumber: kitab Al-Minah Al-‘Aliyyah fii Bayani As Sunan Al-Yaumiyyah, Syaikh Abdullah bin Hamud Al Furaih, dinukil dari http://www.alukah.net/sharia/0/91347

Penerjemah: Miftah Hadi Al Maidani

Artikel Muslim.or.id

Menikah Menyempurnakan Setengah Agama


Pertanyaan : Ada hadis yang menyatakan, menikah menyempurnakan setengah agama. Apa itu benar? Lalu apa maksudnya?

Jawab :

Makna Hadis: Menikah Menyempurnakan Setengah Agama

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Hadisnya dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من رزقه الله امرأة صالحة فقد أعانه على شطر دينه فليتق الله في الشطر الباقي

Siapa yang diberi karnia oleh Allah seorang istri yang solihah, berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu, bertaqwalah kepada Allah setengah sisanya. (HR. Baihaqi 1916).

Dalam riwayat lain, juga dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا تزوج العبد فقد استكمل نصف الدين فليتق الله في النصف الباقي

Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya. Maka bertaqwalah kepada Allah pada setengah sisanya.

Status Hadis:

Ulama berbeda pendapat dalam menilai keabsahan hadis ini. Banyak yang menilai hadis ini sebagai hadis yang dhaif. Diantaranya al-Haitsami, Ibnul Jauzi dan al-Iraqi. Sementara itu, ada juga ulama yang menilainya hasan li ghairihi, seperti yang disebutkan dalam Shahih Targhib wa Tarhib ( 2/192).

Makna Hadis

Syahwat manusia dikendalikan 2 hal: perutnya dan kemaluannya.

Dalam hadis dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan pengaruh rakus manusia karena memenuhi kebutuhan perutnya,

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِى غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ

Dua serigala lapar yang dilepas di kandang kambing, tidaklah lebih merusak dibandingkan ketamakan seseorang terhadap dunia dan jabatan, yang bisa merusak agamanya. (Ahmad 16198, Turmudzi 2550, Ibn Hibban 3228 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Sementara syahwat biologis mendorong manusia untuk berbuat zina. Karena itu, orang yang sudah memenuhi kebutuhan biologisnya dengan menikah, berarti dia menyempurnakan setengah agamanya.

Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin mengatakan,

وقال صلى الله عليه وسلم من تزوج فقد أحرز شطر دينه فليتق الله في الشطر الثاني وهذا أيضاً إشارة إلى أن فضيلته لأجل التحرز من المخالفة تحصناً من الفساد فكأن المفسد لدين المرء في الأغلب فرجه وبطنه وقد كفى بالتزويج أحدهما

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Siapa yang menikah, berarti telah melindungi setengah agamanya. Karena itu bertaqwalah kepada Allah untuk setengah agamanya yang kedua.” Ini merupakan isyarat tentang keutamaan nikah, yaitu dalam rangka mlindungi diri dari penyimpangan, agar terhinndar dari kerusakan. Karena yang merusak agama manusia umumnya adalah kemaluannya dan perutnya. Dengan menikah, maka salah satu telah terpenuhi. (Ihya Ulumiddin, 2/22)

Demikian pula penjelasan yang disampaikan Al-Qurthubi. Beliau mengatakan,

من تزوج فقد استكمل نصف الدين فليتق الله في النصف الثاني. ومعنى ذلك أن النكاح يعف عن الزنى، والعفاف أحد الخصلتين اللتين ضمن رسول الله صلى الله عليه وسلم عليهما الجنة فقال: من وقاه الله شر اثنتين ولج الجنة ما بين لحييه وما بين رجليه.

“Siapa yang menikah berarti telah menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu bertaqwalah kepada Allah untuk setengah yang kedua.” Makna hadis ini bahwa nikah akan melindungi orang dari zina. Sementara menjaga kehormatan dari zina termasuk salah satu yang mendapat jaminan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan surga. Beliau mengatakan, ‘Siapa yang dilindungi Allah dari dua bahaya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, yaitu dilindungi dari dampak buruk mulutnya dan kemaluannnya.’   (Tafsir al-Qurthubi, 9/327).

Demikian,

Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

Hadits : Keutamaan Mendahulukan Sebelah Kanan


Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ

“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam amat menyukai memulai dengan kanan dalam mengenakan sandal, menyisir rambut, bersuci dan dalam urusannya yang penting semuanya” (Muttafaqun ‘alaih).

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya dalam Kitabul Wudhu Bab at-Tayammuni fil Wudhu’i wal Ghusli 1/269 hadits no.168, dan Muslim dalam Shahih-nya, dalam Kitabu ath-Thaharati Babut tayammun fith Thahuur wa Ghairih 1/226 hadits no.268.

Biografi Sahabat Periwayat Hadits

Ia adalah seorang wanita Shiddiqah binti Shiddiq, Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma, Ummul Mukminin, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam serta merupakan istri beliau yang paling populer. ‘Aisyah termasuk sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits, terutama hadits-hadits yang berhubungan dengan kehidupan rumah tangga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Aisyah radhiyallahu ‘anha terkenal dengan pemahaman agamanya yang mendalam, ilmu, hafalan dan penguasaan bahasa Arab. Aisyah radhiyallahu ‘anha wafat pada tahun 57 Hijrah. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu memimpin pelaksanaan shalat jenazahnya. (Lihat Siyaru A’lamin Nubala 2/135, Tahdzibut Tahdzib 12/433.)

Kosa Kata

يُعْجِبُهُ: takjub dengan sesuatu artinya menyukainya. Hal ini dikuatkan oleh teks dalam riwayat lain milik Al-Bukhari dan Muslim يُحِبُّ (Lihat Shahih Al-Bukhari hadits no.426 dan Shahih Muslim pada tempat yang sama.)

التَّيَمُّنُ : memulai dengan kanan.

تـَــنَعُّلِهِ: Mengenakan sandal yaitu alas kaki (sepatu). Maksudnya, segala yang dijadikan pelindung kaki dari tanah. Mulai mengenakan sandal untuk kaki sebelah kanan dulu.

تَرَجُّلِهِ: menyisir rambut. Maksudnya merapikan dan meminyakinya.

وَطُهُورِهِ: Kata ini dieja dengan memfathahkan huruf tha` dan mendhommahkannya. Berdasarkan bacaan memfathahkan huruf tha`, maka maksudnya adalah sesuatu yang dipergunakan untuk bersuci seperti air dan tanah. Berdasarkan bacaan mendhommahkan tha` , maknanya perbuatan untuk bersuci seperti mandi, berwudhu dan hal lain yang serupa dengannya. Inilah yang dimaksud dalam hadits. Jadi, memulai dengan sebelah kanan dalam bersuci maksudnya ialah memulai dengan anggota-anggota tubuh sebelah kanan. Memulai dengan tangan kanan dan kaki kanan dalam wudhu. Dan dalam mandi, memulai sisi tubuh sebelah kanan.

وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ : Pengertiannya, beliau memulai dengan sebelah kanan dalam seluruh urusannya. Maksudnya, seluruh perkara yang baik. Syaikh Taqiyyuddin bin Daqiq Al-‘Id rahimahullah mengatakan, “Itu keumuman yang dikhususkan. Karena masuk tempat buang hajat dan keluar dari masjid dan hal lain yang serupa dimulai dengan sebelah kiri”. (Lihat Ihkamul Ahkam Syarhu ‘Umdatil Ahkam 1/91, penjelasan hadits kesembilan. Ibnu Hajar mengutipnya dengan sedikit diringkas dalam Fathul Bari, penjelasan hadits tersebut. Dan dari situ kami mengutipnya).

Kandungan hukum dan bimbingan dalam Hadits

  1. Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang keutamaan para Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anhun, dan secara khusus ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia seorang wanita berilmu lagi paham agama, lagi bertakwa dan wara’. Ia sangat antusias untuk mencari tahu tentang sunnah Nabi dan menyebarkannya, agar umat Islam mengetahui keadaan-keadaan yang mendetail dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga mereka bisa mengikuti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

  2. Hadits ini menunjukkan disunnahkannya memulai dengan sebelah kanan sesuai kandungan dalam hadits, dan apa yang disebutkan dalam hadits di sini hanya bersifat contoh saja, bukan berlaku pada apa yang disebutkan. Kaedah dalam perkara ini bahwa setiap yang berhubungan dengan hal-hal yang mulia dan keindaah dimulai dengan kanan, dan perkara-perkara yang tidak demikian dimulai dengan sebelah kiri.Dan di antara contoh yang dimulai dengan sebelah kiri atau menggunakan tangan kiri, masuk ke toilet, keluar dari masjid, melepas pakaian, bersuci dari hadats, membersihkan rongga hidung dan lain-lain.

    Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaedah syariat yang terus berlaku bahwa segala yang berhubungan dengan kemuliaan dan keindahan dianjurkan untuk memulai dengan sebelah kanan, dan segala yang merupakan kebalikannya dianjurkan memulai dengan sebelah kiri. (Syarah An Nawawi terhadap Shahih Muslim 3/160 dengan sedikit peringkasan. Untuk tambahan pengetahuan, lihat perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu Al-Fatawa 21/108-113.)

    Di antara contoh dianjurkan memulai dengan sebelah kanan atau menggunakan tangan kanan selain yang disebutkan dalam hadits, mengenakan pakaian, masuk masjid, memotong kumis, mencukur rambut kepala, salam dari shalat, makan, minum, mengambil sesuatu dan memberikannya, berjabat-tangan dan lain-lain.

  3. Agama kita, Islam, adalah agama yang sempurna, mengarahkan umatnya kepada segala yang memperbaiki urusan mereka, meninggikan kedudukan mereka dan membedakan mereka dari penganut agama lain, serta memberikan manfaat bagi mereka di dunia dan akhirat. Tidak ada kebaikan kecuali telah menunjukkan umat kepadanya dan tidaklah ada keburukan kecuali telah memperingatkan umat darinya.

  4. Kewajiban seorang muslim untuk mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam seluruh ucapan, tindakan dan jalan hidup dan semua tindak-tanduk belia. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah qudwah (pemimpin) dan uswah (teladan) bagi setiap muslim.

  5. Dalam hadits yang mulia ini tampak jelas kesempurnaan syariat Islam yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, bahkan mencakup perkara-perkara yang mungkin saja seorang manusia tidak memperhatikannya, namun ia mendapatkan arahan tepat dari Islam dalam persoalan tersebut.Seorang muslim akan memperoleh pahala ketika ia mengerjakan hal-hal tersebut selama selalu komitmen dengan syariat Allah Azza wa Jalla dan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

  6. Seorang muslim diperintahkan untuk berpenampilan yang baik. Dahulu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersuci, membersihkan diri, menyisir rambut dan meminyakinya. Akan tetapi, hal ini tidak berarti melakukannya dengan berlebihan hingga mengalahkan seluruh urusan lain yang penting baginya. Ia harus tetap melakukan dengan seimbang, maksudnya perlu juga ia memperhatikan kebersihan tubuhnya, akan tetapi tidak berlebihan dalam urusan itu, sebagaimana disebutkan, agar ia tidak melenceng dari batasan yang diperbolehkan.

Hadits : 2 Kalimat yang Ringan Dilisan

Rasulullah SAW bersabda:
“Dua kalimat yang ringan di lisan, berat dalam timbangan dan dicintai oleh Ar-Rahman (adalah) "Subhanallahi wabihamdihi, subhanallahil ‘azhim.”

(HR. Bukhari Muslim).

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dan mengamalkannya. Allahumma Aamiin..

Penjelasan Hadits: “Jangan Jadikan Rumah Kalian Sebagai Kuburan”


Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا ، وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا ، وَصَلُّوا عَلَيَّ ، فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

“jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan, dan jangan jadikan kuburanku sebagai Id, bershalawatlah kepadaku karena shalawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun engkau berada”
Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2042), Imam Ahmad dalam Musnad-nya (8605), Ath Thabrani dalam Al Ausath (8/81), dan yang lainnya.

Derajat hadits

Semua perawi hadits ini tsiqah kecuali Abdullah bin Nafi’ Al Makhzumi, ia diperselisihkan statusnya. Ibnu Ma’in menganggapnya tsiqah, namun Al Bukhari berkata: “ada kekurangan pada hafalannya”. Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah, shahihul kitab, namun hafalannya layyin (agak lemah)”. Maka perawi yang demikian lebih tepat dihukumi shaduq, hasan haditsnya, wallahu a’lam. Dan terdapat syawahid dari jalan Ali bin Abi Thalib, Al Hasan bin Ali dan sahabat yang lain, sehingga hadits ini terangkat menjadi shahih. Syaikhul Islam dalam Al Iqtidha (2/169) mengatakan: “hadits ini hasan dan memiliki beberapa syawahid“. Hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud (2042).

Bahkan ashl hadits ini terdapat dalam Bukhari-Muslim, dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda

اجعلوا في بيوتِكم من صلاتِكم، ولا تتَّخِذوها قبورًا

“jadikanlah rumah kalian sebagai tempat shalat kalian, jangan jadikan ia sebagai kuburan” (HR. Al Bukhari no. 432, 1187, Muslim no. 777)

Penjelasan “Jangan Jadikan Rumah Kalian Sebagai Kuburan”

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjelaskan:
Par a ulama berbeda pendpat mengenai makna ‘jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan‘ dalam 2 pendapat:

Pendapat pertama: maknanya jangan kalian menguburkan orang yang mati di sana (rumah). Dan ini sesuai dengan zhahir hadits. Namun terdapat hadits lain yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dikubur di rumahnya. Ini dijawab oleh para ulama dengan bahwasanya hal tersebut adalah kekhususan bagi beliau.

Pendapat kedua: maknyanya janganlah kalian menjadikan rumah kalian seperti kuburan, yang disana tidak dilaksanakan shalat. Karena telah menjadi hal yang dipegang oleh para ulama, bahwa di kuburan itu tidak boleh didirikan shalat. Makna ini dikuatkan oleh riwayat dengan jalan yang lain:

اجعلوا في بيوتِكم من صلاتِكم، ولا تتَّخِذوها قبورًا

“jadikanlah rumah kalian sebagai tempat shalat kalian, jangan jadikan ia sebagai kuburan”

Kedua makna di atas benar. Karena menguburkan orang mati di rumah adalah sarana menuju kepada kesyirikan. Karena kebiasaan yang dipraktekkan sejak masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam hingga hari ini bahwa orang mati itu dikuburkan bersama kuburan kaum muslimin yang lain. Dan juga bisa memberikan kesusahan pada keluarga yang ditinggalkannya, karena terkadang melihat kuburannya bisa membuat sedih atau terkadang keluarganya tersebut mengeluarkan kata-kata yang terlarang (contohnya: meratap berlebihan, minta doa, minta hajat, tabarruk, tawassul, pent.). Dan ini semua tidak sesuai dengan maksud syariat, yaitu bahwa kuburan seharusnya menjadi pengingat akan akhirat.

Hadits ini merupakan dalil bahwa kuburan bukanlah tempat untuk shalat. Karena menjadikan kuburan sebagai tempat shalat merupakan penyebab kesyirikan.

Hadits ini juga merupakan dalil bahwa yang afdhal itu seseorang shalat di rumahnya, maksudnya yaitu untuk seluruh shalat sunnah. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

أفضل صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة

“shalat yang afdhal bagi seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat-shalat wajib” (HR. Al Bukhari no. 7290)

kecuali shalat-shalat yang terdapat dalil dari syariat bahwa pelaksanaannya dilakukan di masjid, seperti shalat kusuf, shalat tawarih di bulan Ramadhan. Bahkan, walaupun berada di Mekkah atau Madinah, shalat sunnah di rumah tetap lebih afdhal berdasarkan keumuman hadits di atas. Dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun ketika mensabdakan demikian, beliau berada di Madinah.

(Majmu’ Fatawa war Rasail, 2/235, Asy Syamilah)

Muslim Yang Tidak Mau Masuk Surga


Pertanyaan :
Terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu , bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى، قيل ومن يأبى يا رسول الله؟! قال: من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أبى

“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali orang-orang yang enggan untuk memasukinya. Ada seseorang yang bertanya, siapakah orang yang enggan tersebut wahai Rasulullah ? Beliau bersabda, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk surga, barangsiapa tidak taat kepadaku sungguh dia orang yang enggan masuk surga“

Tolong terangkan kepada kami makna hadits tersebut. Jazaakumullah khair.

Jawab :
Hadits ini hadits yang shahih, diriwaytakan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya. Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبى، قيل ومن يأبى يا رسول الله؟! قال: من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أبى

“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali orang-orang yang enggan untuk memasukinya. Ada seseorang yang bertanya, siapakah orang yang enggan tersebut wahai Rasulullah ? Beliau bersabda, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk surga, barangsiapa tidak taat kepadaku sungguh dia orang yang enggan masuk surga “ (H.R Bukhari)


Makna hadits ini bahwasanya umat beliau yang mentaati dan mengikuti petunjuk beliau akan masuk surga. Barangsiapa yang tidak mengikutinya berarti dia enggan masuk surga. Barangsiapa yang mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mentauhidkan Allah serta istiqomah dalam syariat Allah serta menunaikan shalat, menunanaikan zakat, melaksanakan puasa Ramadhan, berbakti kepada kedua orangtua, menjaga dari perkara yang Allah haramkan seperti perbuatan zina, meminum minuman yang memabukkan, dan perkara haram lainnya, maka akan masuk ke dalam surga. Karena orang tersebut telah mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun orang yang enggan dan tidak mau mentaati syariat maka maknanya orang tersebut enggan untuk masuk surga. Orang tersebut telah mencegah dirinya untuk masuk ke dalam surga dengan amal keburukan yang dia lakukan. Inilah yang dimaksud makna hadits di atas.

Wajib bagi setiap muslim untuk mentaati syariat Allah, serta mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setiap syariat yang beliau bawa. Beliau adalah Rasulullah yang hak, penutup para Nabi ‘alaihis shalatu wa salaam. Allah Ta’ala telah berfirman tentang Nabi-Nya,

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah menyayangimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali ‘Imran :31)


Mencintai Rasulullah adalah di antara sebab timbulnya rasa cinta Allah kepada hamba-Nya dan juga sebab datangnya ampunan, serta sebab masuknya hamba ke dalam surga. Adapun bermaksiat kepada beliau dan menyelisihi beliau merupakan sebab kemurkaan Allah dan sebab terjerumusnya seseorang ke dalam neraka. Barangsiapa melakukan yang demikian itu, dia enggan untuk masuk ke dalam surga. Barangsiapa yang menolak untuk mentaati rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia telah enggan untuk masuk surga.

Wajib bagi setiap muslim, bahkan bagi seluruh penduduk bumi, baik laki-laki maupun perempuan, baik jin maupun manusia, seluruhnya wajib mentaati syariat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengikuti beliau, melaksanakan perintah beliau, dan menjahui seluruh apa yang beliau larang. Ini merupakan sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Allah Ta’ala berfirman,

مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ

“Barangsiapa yang mentaati Rasul sesungguhnya ia telah mentaati Allah “ (QS. An Nisa: 80)

قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِن تَوَلَّوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُم مَّا حُمِّلْتُمْ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ

“Katakanlah: “Taat kepada Allah dan taatlah kepada Rasul. dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan sejelas-jelasnya” (QS. An Nur: 54)

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ يُحْيِـي وَيُمِيتُ فَآمِنُواْ بِاللّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk“(Al A’raf: 158)

Dalam ayat sebelumnya Allah Ta’ala berfirman

فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al A’raf: 57)


وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya” (QS. Al Hasyr:7)


Ayat-ayat yang semakna dengan ini sangat banyak. Maka wajib bagi setiap orang yang mau berpikir dan bagi setiap muslim untuk mentauhidkan Alah dan komitmen di atas ajaran agama Islam, mentatai rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta mentaati perintah beliau, menjauhi apa yang beliau larang. Itu semua merupakan sebab masuk ke dalam surga dan jalan menuju surga. Adapun barangsiapa menolak untuk melakukkannya maka orang tersebut telah enggan untuk masuk surga.
Hanya kepada Allah kita memohon keselamatan.

Oleh : Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baaz rahimahullah

*****

HADIST RAHASIA DI BALIK BULAN MUHARRAM

Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini disebut oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Tentunya, bulan ini memilki keutamaan yang sangat besar. 

Di zaman dahulu sebelum datangnya Nabi Muhammad SAW bulan ini bukanlah dinamakan bulan Al-Muharram, tetapi dinamakan bulan Shafar Al-Awwal, sedangkan bulan Shafar dinamakan Shafar Ats-Tsani. Setelah datangnya Islam kemudian Bulan ini dinamakan Al-Muharram.

Bulan Muharam merupakan bulan berkah dan rahmat kerana dari bulan inilah berlakunya segala kejadian alam ini. Bulan Muharam juga merupakan bulan yang penuh sejarah, di mana banyak peristiwa yang terjadi sebagai petunjuk kekuasaan dan kasih sayang Allah kepada makhluk-nya.

Pada bulan ini juga, Allah mengaruniakan mujizat kepada Nabi-Nabi-nya sebagai penghormatan kepada mereka dan juga limpah kurnianya yang terbesar yaitu ampunan dan keridhaan bagi hambanya. Sebagai tanda kesyukuran kepadanya, maka hamba-hambanya melakukan ibadah mereka (antara mereka dengan Allah) sebagai hadiah kepada Allah, namun dengan itu, masih belum dapat lagi membalas kurniaan Allah yang sungguh bernilai.

Said bin Jubair dari Ibnu Abbas r.a berkata: Ketika Nabi SAW baru berhijrah ke Madinah, maka mereka bertemu kaum Yahudi berpuasa pada hari Asyura (10 Muharam). Maka mereka pun bertanya kepada kaum Yahudi tentang puasa mereka itu. Mereka menjawab, "Hari ini Allah memenangkan Musa dan Bani Israel dari kejahatan Firaun dan kaumnya, maka kami berpuasa sebagai mengagungkan hari ini. Maka sabda Nabi saw:

"Kami lebih layak mengikuti jejak langkah Musa dari kamu."

Maka Nabi SAW pun menyuruh para sahabat agar berpuasa. Antara lain kelebihan 10 Muharam ialah barangsiapa yang melapangkan rezeki pada keluarganya, maka Allah akan meluaskan rezekinya sepanjang tahun ini. Terdapat juga sebuah hadis meriwayatkan, "Barangsiapa yang berpuasa pada hari Asyura, maka dapat menebus dosa satu tahun." Maksud hadis ini ialah hari yang kesepuluh Muharam (Asyura) merupakan hari dan bulan kemuliaan kerana barang siapa yang berpuasa pada hari inilah, Allah membersihkan dan menebus dosa-dosa mereka yang lampau.

Bulan Muharam merupakan satu-satunya bulan yang teristimewa kerana banyak peristiwa yang bersejarah berlaku pada bulan ini disamping pahala yang besar kepada siapa siapa saja umat muslim yang beribadah pada bulan ini sebagaimana terdapat dalam satu hadist.

"Barang siapa yang berpuasa pada hari Asyura (10 Muharam), maka Allah akan memberi kepadanya pahala sepuluh ribu malaikat dan juga akan diberi pahala sepuluh ribu orang berhaji dan berumrah dan sepuluh ribu orang mati syahid. Dan barang siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, maka Allah akan menaikkan dengan tiap anak rambut satu derajat. Barang siapa yang memberi buka puasa pada semua umat Muhammad SAW dan mengenyangkan perut mereka."

Sahabat pun bertanya, "Ya Rasulullah, Allah telah melebihkan hari Asyura, dan menjadikan bukit dari lain-lain hari." Jawab Rasulullah, "benar, Allah telah menjadikan langit dan bumi pada hari Asyura, dan menjadikan bukit-bukit pada hari Asyura dan menjadikan laut pada hari Asyura dan menjadikan Loh Mahfuz dan Qalam pada hari Asyura dan juga menjadikan Adam dan Hawa pada hari Asyura, dan menjadikan syurga dan neraka serta memasukkan Adam ke syurga pada hari Asyura, dan Allah menyelamatkannya dari api pada hari Asyura dan menyembuhkan dari bala pada Nabi Ayub. Pada hari Asyura juga Allah memberi taubat kepada Adam dan diampunkan dosa Nabi Daud, juga kembalinya kerajaan Nabi Sulaiman pada hari Asyura dan kiamat akan terjadi pada hari Asyura." Maka pada hari itu ( 10 Muharam) Nabi Adam dan Nabi Nuh a.s berpuasa kerana bersyukur kepada Allah kerana hari itu merupakan hari taubat mereka diterima oleh Allah setelah beratus-ratus tahun lamanya memohon ampunan. Pada hari itu juga, hari pembebasan bagi orang-orang Islam yang telah sekian lama dikongkong oleh Firaun, di mana hari itu mereka diselamatkan dari kejahatan dan kezaliman Firaun yang selama ini mengancam agama dan menggugat iman mereka. Dengan tenggelamnya Firaun, Haman, Qarun dan istana mereka bererti berakhirlah sudah kezaliman musuh-musuh Allah buat masa itu. Terselamatlah tentera Nabi Musa dari musuh dengan mukjizat yang Allah berikan, maka mereka berpuasa kerana syukur yang tidak terhingga kepada Allah swt.

Banyak peristiwa bersejarah yang terjadi pada 10 Muharam ini, di mana pada hari inilah, Allah telah memuliakan Nabi-Nabi dengan sepuluh kehormatan.

  1. Setelah beratus-ratus tahun meminta ampun dan taubat padaAllah, maka pada hari yang bersejarah 10 Muharam inilah, Allah telah menerima taubat Nabi Adam. Ini adalah satu penghormatan kepada Nabi Adam a.s. Pada 10 Muharam juga, Nabi Idris a.s telah di bawa ke langit, sebagai tanda Allah menaikkan derajat Nabi Nya.
  2. Pada 10 Muharam, berlabuhnya perahu Nabi Nuh a.s kerana banjir yang melanda seluruh dunia di mana hanya ada 40 keluarga termasuk manusia binatang saja yang selamat dari banjir tersebut. Kita merupakan cucu-cicit antara 40 keluarga tadi. Ini merupakan penghormatan kepada Nabi Nuh a.s kerana 40 keluarga ini saja yang selamat dan dipilih oleh Allah. Selain dari itu, mereka adalah orang-orang yang ingkar pada Nabi Nuh a.s.
  3. Nabi Ibrahim dilahirkan pada 10 Muharam dan diangkat sebagaiKhalilullah (kekasih Allah) dan juga hari di mana bagindadiselamatkan dari api yang dinyalakan oleh Namrud. Nabi Ibrahim diberi penghormatan dengan Allah memerintahkan kepada api supaya menjadi sejuk dan tidak membakar Nabi Ibrahim. Maka selamatlah Nabi Ibrahim dari kekejaman Namrud.
  4. Pada 10 Muharam ini juga Allah menerima taubat Nabi Daudkerana Nabi Daud merampas isteri orang walaupun Nabi Daud sendirisudah mempunyai 99 orang isteri, masih ingin memiliki isteri orang. Oleh kerana Nabi Daud telah buat si suami merasa kecil hati, maka Allah turunkan dua malaikat menyamar sebagai manusia untuk menegur dan menyindir atas perbuatan Nabi Daud itu. Dengan itu sedarlah Nabi Daud atas perbuatannya dan memohon ampun pada Allah. Sebagai penghormatan kepada Nabi Daud a.s maka Allah mengampunkan pada 10 Muharam.
  5. Pada 10 Muharam ini juga, Allah mengangkat Nabi Isa kelangit, di mana Allah telah menukarkan Nabi Isa dengan Yudas. Inimerupakan satu penghormatan kepada Nabi Isa dari kekejaman kaum Bani Israil.
  6. Allah juga telah menyelamatkan Nabi Musa pada 10 Muharam daripada kekejaman Firaun dengan mengurniakan mukjizat yaitu tongkatyang dapat menjadi ular besar yang memakan semua ular-ular ahli sihirdan menjadikan laut terbelah untuk dilalui oleh tentera Nabi Musa dan menyatu kembali apabila dilalui oleh Firaun dan tenteranya. Maka tenggelamlah mereka di Laut Merah. Mukjizat yang dikurniakan Allah kepada Nabi Musa ini merupakan satu penghormatan kepada Nabi Musa a.s
  7. Allah juga telah menenggelamkan Firaun, Haman dan Qarunserta kesemua harta-harta Qarun dalam bumi kerana kezaliman mereka.10 Muharam, merupakan berakhirnya kekejaman Firaun di masa itu.
  8. Allah juga telah mengeluarkan Nabi Yunus dari perut ikansetelah berada selama 40 hari di dalamnya. Allah telah memberikanhukuman secara tidak langsung kepada Nabi Yunus dengan cara ikan Nun menelannya. Dan pada 10 Muharam ini, Allah mengurniakan penghormatan kepada beliau dengan mengampun dan mengeluarkannya dari perut ikan Nun.
  9. Allah juga telah mengembalikan kerajaan Nabi Sulaiman a.s pada 10 Muharam sebagai penghormatan kepada beliau. Dengan itu, mereka berpuasa dan beribadah kepada Allah sebagai tanda kesyukuran kepada Allah swt. Nabi saw telah bersabda dengan maksudnya:
"Dulu Saya telah menyuruh kamu berpuasa sebagai perintah wajib puasa Asyura, tetapi kini terserahlah kepada barang siapa yang suka berpuasa, maka dibolehkan berpuasa dan barang siapa yang tidak ingin berpuasa boleh meninggalkannya."

Begitulah sabda Rasulullah, Kalau tidak memberatkan umat baginda, maka diwajibkan. Oleh kerana takut memberatkan umatnya, maka hukumnya adalah sunnah.

HADIST Menyiram Kepala Saat sakit dengan Air sebanyak Tujuh Qirbah


Terdapat hadits shahih riawat Bukhari yang mengisahkan bahwa Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit dan kemudian meminta agar kepalanya diguyur oleh air sebanyak tujuh qirbah. Apakah ini bisa kita gunakan juga jika kita merasa sakit sebagaimana yang disangka oleh sebagian (kecil) orang? Berikut sedikit pembahasannya

Hadistnya sebagai berikut

Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, beliau memerintahkan agar kepalanya disiram dengan air sebanyak tujuh qirbah. Beliau bersabda ketika itu,

هَرِيقُوا عَلَيَّ مِنْ سَبْعِ قِرَبٍ

“Guyurkan kepadaku (air) tujuh qirbah (geriba)”[1]


Mengenai makna tujuh qirbah, Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan dengan mengutip perkataan Al-Khattabi,

يشبه أن يكون خص السبع تبركا بهذا العدد لأن له دخولا في كثير من أمور الشريعة وأصل الخلقة

“(makna tujuh qirbah) adalah mengkhususkan angka tujuh untuk bertabarruk (mencari berkah) dengan jumlah ini karena banyak perkara syariat dan asal penciptaan menggunakan angka tujuh.”[2]


Jadi tujuan beliau adalah agar beliau kembali merasakan segar dengan diguyur air karena beliau hendak keluar menuju manusia dan mengimami shalat. Adapun angka tujuh adalah untuk mencari berkah dan ini bukan metode untuk penyembuhan dan pengobatan.

hadits ini bukan menunjukkan anjuran jika merasa sakit maka caranya mutlak dengan diguyur oleh air sebanyak tujuh qirbah.

Sebagaimana kita ketahui banyak sekali angka tujuh dalah pensyariatan. Misalnya:

-7 lapis langit dan bumi
-penciptaan tujuh fase dan hari
-tujuh kali tawaf, sa’i dan takbiratul ihram pertama shalat ied
-makan tujuh qurma Ajwah

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَصَبَّحَ بِسَبْعِ تَمَرَاتٍ عَجْوَةً، لَمْ يَضُرَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ سُمٌّ وَلاَ سِحْرٌ

“Barangsiapa mengkonsumsi tujuh butir kurma Ajwah pada pagi hari, maka pada hari itu ia tidak akan terkena racun maupun sihir” [3]

-berbagai lafadz dalam Al-Quran

وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Luqman ; 27)

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“ Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja) kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka, yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik” (At-Taubah : 80)

-dan masih banya lagi misalnya:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اَلْمُؤْمِنُ يَأكُلُ فِي مِعً وَاحِدٍ، وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِيْ سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ

“orang mukmin makan dengan satu usus manakala orang kafir makan dengan tujuh usus”[4]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُّوْ هُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعٍ

“Perintahkanlah mereka (anak-anak kalian) untuk shalat pada usia tujuh tahun”[5]

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam

Note :

[1] HR. Bukhari no. 4442, dari Aisyah Radhiallahu ‘anha
[2] Fathul Bari 1/303, Darul Ma’tifah, Beirut, 1379 H, syamilah
[3] HR Bukhari no. 5769 dan Muslim no. 2047
[4] HR Bukhari no. 5393, Muslim no. 2060
[5] HR Ahmad II/187, Shahih Jami’ush Shaghir no. 5867

HADIST Larangan dan akibat Suuzon


Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW pernah berpesan kepada umat Islam untuk menjauhi prasangka buruk, karena prasangka buruk termasuk sedusta-dusta perkataan.


“Dari Abu Hurairah ia berkata telah bersabda Rasululloh.” Jauhkanlah dirikamu daripada sangka (jahat) karena sangka (jahat) itu sedusta-dusta omongan,(hati)”. (HR. Muttafaq Alaih)

“Jauhilah sifat berprasangka karena sifat berprasangka itu adalah sedusta-dusta pembicaraan. Dan janganlah kamu mencari kesalahan, memata-matai,janganlah kamu berdengki-dengkian, janganlah kamu belakang-membelakangi dan janganlah kamu benci-bencian. Dan hendaklah kamu semua wahai hamba-hamba Allahbersaudara.” (HR. Bukhori)

Penjelasan hadits diatas adalah sebagai berikut :
Buruk sangkadi dalam agama Islam disebut suuzan. Kebalikannya adalah Husnuzan artinya baiksangka. Buruk sangka hukumnya haram, karena akan merusak keharmonisan rumahtangga, keluarga, maupun keharmonisan kehidupan masyarakat.

Allah SWT menyerukan kepada orang-orang yang beriman agar menjauhi prasangka, karena prasangka itu termasuk dosa dan kesombongan. Hadits tersebut memberi peringatan dan pelajaran kepada kita semua banyak terjadi persengketaan dalam bermasyarakat karena sikap buruk sangka. Kadang-kadang masalah kecil bisa menjadi besar sehingga timbul rasa dengki dan dendam yang berkepanjangan.

Oleh sebabitu, setiap orang yang ingin mendapat ridha Allah hendaklah selalu berprasangkabaik
(husnuzon). Secara individual prasangka buruk dapat menyebabkan tumbuhnya sikap negatif, rasa curiga, dan ketidak-nyamanan dalam diri sendiri. Orang yang berprasangka buruk dan curiga terhadap orang lain setiap saat akan merasa tidak aman, merasa terancam oleh sesuatu yang sebenarnya hanya ada dalam angan-angan.

Betapa besarnya potensi negatif prasangka buruk terhadap kehidupan manusia baik secara individual maupun sosial, maka wajar kalau Allah memerintahkan ummat Islam untuk menjauhi
prasangka buruk.

Firman Allah,

” WAHai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. …”. [QS Al-Hujuraat :12].