Ringkasan Fikih Puasa Ramadhan


Assalamu'alaikum Saudara/i RMI Alur Cucur, Berikut ini adalah Ringkasan Fikih Puasa Ramadhan yang disarikan dari Mausu'ah Fiqhiyyah Duraris Saniyyah, kitab Ash Shiyam. Semoga menjadi bekal untuk menjalani ibadah puasa Ramadhan.

MAKNA PUASA

Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan Ash Shiyaam (الصيام) atau Ash Shaum (الصوم). Secara bahasa Ash Shiyam artinya adalah al imsaak (الإمساك) yaitu menahan diri. Sedangkan secara istilah, ash shiyaam artinya: beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menahan diri dari makan, minum dan pembatal puasa lainnya, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.

HUKUM PUASA RAMADHAN

Puasa Ramadhan hukumnya wajib berdasarkan firman Allah Ta’ala:

يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصّيَام كما كُتب على الذين من قبلكم لعلّكم تتّقون

“wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalian bertaqwa” (QS. Al Baqarah: 183).

Dan juga karena puasa ramadhan adalah salah dari rukun Islam yang lima.

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

بُني الإِسلام على خمس: شهادة أن لا إِله إِلا الله وأنّ محمّداً رسول الله، وإقام الصلاة، وإِيتاء الزكاة، والحجّ، وصوم رمضان

“Islam dibangun di atas lima rukun: syahadat laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, haji dan puasa Ramadhan” (HR. Bukhari – Muslim).

KEUTAMAAN PUASA

1. Puasa adalah ibadah yang tidak ada tandingannya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda kepada Abu Umamah Al Bahili:

عليك بالصيام فإنه لا مثل له

“hendaknya engkau berpuasa karena puasa itu ibadah yang tidak ada tandingannya” (HR. Ahmad, An Nasa-i. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i)

2. Allah Ta’ala menyandarkan puasa kepada diri-Nya.

قال الله عز وجل: كل عمل ابن آدم له إلا الصوم، فإنه لي وأنا أجزي به

“Allah ‘azza wa jalla berfirman: setiap amalan manusia itu bagi dirinya, kecuali puasa. Karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalas pahalanya” (HR. Bukhari – Muslim).

3. Puasa menggabungkan 3 jenis kesabaran:
Sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah, sabar dalam menjauhi hal yang dilarang Allah dan sabar terhadap takdir Allah atas rasa lapar dan kesulitan yang ia rasakan selama puasa.

4. Puasa akan memberikan syafaat di hari kiamat.

الصيام والقرآن يشفعان للعبد

“Puasa dan Al Qur’an, keduanya akan memberi syafaat kelak di hari kiamat” (HR. Ahmad, Thabrani, Al Hakim. Al Haitsami mengatakan: “semua perawinya dijadikan hujjah dalam Ash Shahih“).

5. Orang yang berpuasa akan diganjar dengan ampunan dan pahala yang besar.
Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al Ahzab: 35)

6. Puasa adalah perisai dari api neraka.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الصيام جُنة

“puasa adalah perisai” (HR. Bukhari – Muslim)

7. Puasa adalah sebab masuk ke dalam surga
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

في الجنة ثمانية أبواب، فيها باب يسمى الريان، لا يدخله إلا الصائمون

“di surga ada delapan pintu, diantaranya ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan. Tidak ada yang bisa memasukinya kecuali orang-orang yang berpuasa” (HR. Bukhari).

HIKMAH DISYARIATKANNYA PUASA

  1. Puasa adalah wasilah untuk mengokohkan ketaqwaan kepada Allah
  2. Puasa membuat orang merasakan nikmat dari Allah Ta’ala
  3. Mendidik manusia dalam mengendalikan keinginan dan sabar dalam menahan diri
  4. Puasa menahan laju godaan setan
  5. Puasa menimbulkan rasa iba dan sayang kepada kaum miskin
  6. Puasa membersihkan badan dari elemen-elemen yang tidak baik dan membuat badan sehat

RUKUN PUASA

  1. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa
  2. Menepati rentang waktu puasa

Awal dan akhir bulan Ramadhan (bulan puasa)

Wajib menentukan awal bulan Ramadhan dengan ru’yatul hilal, bila hilal tidak terlihat maka bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. Para ulama ijma akan hal ini, tidak ada khilaf di antara mereka.

Para ulama mensyaratkan minimal satu orang yang melihat hilal untuk bisa menetapkan terlihatnya hilal Ramadhan.

Jika ada seorang yang mengaku melihat hilal Ramadhan sendirian, ulama khilaf. Jumhur ulama mengatakan ia wajib berpuasa sendirian berdasarkan ru’yah-nya. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Al Utsaimin. Sebagian ulama berpendapat ia wajib berpuasa bersama jama’ah kaum Muslimin. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Baz.

Rukyah hilal suatu negeri berlaku untuk seluruh negeri yang lain (ittifaqul mathali’), ataukah setiap negeri mengikuti rukyah hilal masing-masing di negerinya (ikhtilaful mathali’)? Para ulama khilaf dalam masalah ini. Jumhur ulama berpendapat rukyah hilal suatu negeri berlaku untuk seluruh negeri yang lain. Adapun Syafi’iyyah dan pendapat sebagian salaf, setiap negeri mengikuti rukyah hilal masing-masing. Pendapat kedua ini dikuatkan oleh Ash Shanani dan juga Ibnu Utsaimin.

Wajib menentukan akhir bulan Ramadhan dengan ru’yatul hilal, bila hilal tidak terlihat maka bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari. Para ulama ijma akan hal ini, tidak ada khilaf di antara mereka.

Jumhur ulama mensyaratkan minimal dua orang yang melihat hilal untuk bisa menetapkan terlihatnya hilal Syawal.

Jika ada seorang yang mengaku melihat hilal Syawal sendirian, maka ia wajib berbuka bersama jama’ah kaum Muslimin.

Jika hilal Syawal terlihat pada siang hari, maka kaum Muslimin ketika itu juga berbuka dan shalat Id, jika terjadi sebelum zawal (bergesernya mata hari dari garis tegak lurus).

Rentang Waktu Puasa

Puasa dimulai ketika sudah terbit fajar shadiq atau fajar yang kedua. Allah Ta’ala berfirman:

فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. Al Baqarah: 187).

Yang dimaksud dengan khaythul abyadh di sini adalah fajar shadiq atau fajar kedua karena berwarna putih dan melintang di ufuk seperti benang. Adapun fajar kadzib atau fajar pertama itu bentuknya seperti dzanabus sirhan (ekor serigala). Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

الفجر فجران: فأما الفجر الذي يكون كذنب السرحان فلا يحل الصلاة ولا يحرم الطعام، وأما الفجر الذي يذهب مستطيلا في الأفق فإنه يحل الصلاة و يحرم الطعام

“Fajar itu ada dua: pertama, fajar yang bentuknya seperti ekor serigala, maka ini tidak menghalalkan shalat (shubuh) dan tidak mengharamkan makan. Kedua, fajar yang memanjang di ufuk, ia menghalalkan shalat (shubuh) dan mengharamkan makan (mulai puasa)” (HR. Al Hakim, Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’).

Puasa berakhir ketika terbenam matahari. Allah Ta’ala berfirman:

ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“lalu sempurnakanlah puasa hingga malam” (QS. Al Baqarah: 187).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

إذا أقبل الليل من هاهنا وأدبر النهار من هاهنا، وغربت الشمس، فقد أفطر الصائم

“jika datang malam dari sini, dan telah pergi siang dari sini, dan terbenam matahari, maka orang yang berpuasa boleh berbuka” (HR. Bukhari – Muslim).

SYARAT SAH PUASA

  1. Islam
  2. Baligh
  3. Berakal
  4. Muqim (tidak sedang safar)
  5. Suci dari haid dan nifas
  6. Mampu berpuasa
  7. Niat

Sunnah - Sunnah Ketika Puasa

Sunnah-sunnah terkait berbuka puasa

  • Disunnahkan menyegerakan berbuka
  • Berbuka puasa dengan beberapa butir ruthab (kurma segar), jika tidak ada maka denganbeberapa butir tamr (kurma kering), jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air putih
  • Berdoa ketika berbuka dengan doa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam:

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

“telah hilang rasa haus, telah basah tenggorokan, dan telah diraih pahala, insya Allah” (HR. Abu Daud, An Nasa-i, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Sunnah-sunnah terkait makan sahur
  • Makan sahur hukumnya sunnah muakkadah. Dianggap sudah makan sahur jika makan atau minum di waktu sahar, walaupun hanya sedikit. Dan di dalam makanan sahur itu terdapat keberkahan
  • Disunnahkan mengakhirkan makan sahur mendekati waktu terbitnya fajar, pada waktu yang tidak dikhawatirkan datangnya waktu fajar ketika masih makan sahur.
  • Disunnahkan makan sahur dengan tamr (kurma kering).
Orang yang berpuasa wajib meninggalkan semua perbuatan yang diharamkan agama dan dianjurkan untuk memperbanyak melakukan ketaatan seperti: bersedekah, membaca Al Qur’an, shalat sunnah, berdzikir, membantu orang lain, i’tikaf, menuntut ilmu agama, dll

Membaca Al Qur’an adalah amalan yang lebih dianjurkan untuk diperbanyak di bulan Ramadhan. Bahkan sebagian salaf tidak mengajarkan ilmu di bulan Ramadhan agar bisa fokus memperbanyak membaca Al Qur’an dan mentadabburinya.

Orang - Orang yang Dibolehkan Tidak Berpuasa

1. Orang sakit yang bisa membahayakan dirinya jika berpuasa.
  • Jumhur ulama mengatakan bahwa orang sakit yang boleh meninggalkan puasa adalah yang jika berpuasa itu dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan serius pada kesehatannya.
  • Adapun orang yang sakit ringan yang jika berpuasa tidak ada pengaruhnya sama sekali atau pengaruhnya kecil, seperti pilek, sakit kepala, maka ulama empat madzhab sepakat orang yang demikian wajib tetap berpuasa dan tidak boleh meninggalkan puasa.
Terkait adanya kewajiban qadha atau tidak, orang sakit dibagi menjadi 2 macam:
  • Orang yang sakitnya diperkirakan masih bisa sembuh, maka wajib meng-qadha ketika sudah mampu untuk menjalankan puasa. Ulama ijma akan hal ini.
  • Orang yang sakitnya diperkirakan tidak bisa sembuh, maka membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan. Diqiyaskan dengan keadaan orang yang sudah tua renta tidak mampu lagi berpuasa. Ini disepakati oleh madzhab fikih yang empat.
2. Musafir.
Orang yang bersafar boleh meninggalkan puasa Ramadhan, baik perjalanannya sulit dan berat jika dilakukan dengan berpuasa, maupun perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan berpuasa.

Namun jika orang yang bersafar itu berniat bermukim di tempat tujuan safarnya lebih dari 4 hari, maka tidak boleh meninggalkan puasa sejak ia sampai di tempat tujuannya.

Para ulama khilaf mengenai musafir yang perjalanannya ringan dan tidak berat jika dilakukan dengan berpuasa, semisal menggunakan pesawat atau kendaraan yang sangat nyaman, apakah lebih utama berpuasa ataukah tidak berpuasa. Yang lebih kuat, dan ini adalah pendapat jumhur ulama, lebih utama tetap berpuasa.

Orang yang hampir selalu bersafar setiap hari, seperti pilot, supir bus, supir truk, masinis, dan semacamnya, dibolehkan untuk tidak berpuasa selama bersafar, selama itu memiliki tempat tinggal untuk pulang dan menetap. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al Utsaimin.

3. Orang yang sudah tua renta

Orang yang sudah tua renta dan tidak lagi mampu untuk berpuasa dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan. Ulama ijma akan hal ini.

Wajib bagi mereka untuk membayar fidyah kepada satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.

4. Wanita hamil dan menyusui

Wanita hamil atau sedang menyusui boleh meninggalkan puasa Ramadhan, baik karena ia khawatir terhadap kesehatan dirinya maupun khawatir terhadap kesehatan si bayi.

Ulama berbeda pendapat mengenai apa kewajiban wanita hamil dan menyusui ketika meninggalkan puasa.

Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup membayar fidyah tanpa qadha, ini dikuatkan oleh Syaikh Al Albani.

Sebagian ulama berpendapat bagi mereka cukup meng-qadha tanpa fidyah, ini dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Al Utsaimin, Syaikh Shalih Al Fauzan, Al Lajnah Ad Daimah, juga pendapat Hanafiyah dan Malikiyah.

Sebagian ulama madzhab juga berpendapat bagi mereka qadha dan fidyah jika meninggalkan puasa karena khawatir akan kesehatan si bayi.

Yang lebih rajih –insya Allah– adalah pendapat kedua, bagi mereka wajib qadha saja tanpa fidyah.

5. Orang yang memiliki sebab-sebab yang membolehkan tidak berpuasa, diantaranya:

Orang yang pekerjaannya terasa berat. Orang yang demikian tetap wajib meniatkan diri berpuasa dan wajib berpuasa. Namun ketika tengah hari bekerja lalu terasa sangat berat hingga dikhawatirkan dapat membahayakan dirinya, boleh membatalkan puasa ketika itu, dan wajib meng-qadha-nya di luar Ramadhan.

Orang yang sangat kelaparan dan kehausan sehingga bisa membuatnya binasa. Orang yang demikian wajib berbuka dan meng-qadha-nya di hari lain.

Orang yang dipaksa untuk berbuka atau dimasukan makanan dan minuman secara paksa ke mulutnya. Orang yang demikian boleh berbuka dan meng-qadha-nya di hari lain dan ia tidak berdosa karenanya.

Mujahid fi sabilillah yang sedang berperang di medan perang. Dibolehkan bagi mereka untuk meninggalkan berpuasa. Berdasarkan hadits:

إنكم قد دنوتم من عدوكم، والفطر أقوى لكم، فكانت رخصة

“sesungguhnya musuh kalian telah mendekati kalian, maka berbuka itu lebih menguatkan kalian, dan hal itu merupakan rukhshah” (HR. Muslim).

HAL HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

  • Makan dan minum dengan sengaja
  • Keluar mani dengan sengaja
  • Muntah dengan sengaja
  • Keluarnya darah haid dan nifas
  • Menjadi gila atau pingsan
  • Riddah (murtad)
  • Berniat untuk berbuka
  • Merokok
  • Jima (bersenggama) di tengah hari puasa. Selain membatalkan puasa dan wajib meng-qadha puasa, juga diwajibkan menunaikan kafarah membebaskan seorang budak, jika tidak ada maka puasa dua bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin.
  • Hijamah (bekam) diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat jumhur ulama, hijamah tidak membatalkan puasa. Sedangkan pendapat Hanabilah bekam dapat membatalkan puasa. Pendapat kedua ini dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah, Ibnu Baz dan Ibnu Al Utsaimin.
  • Masalah donor darah merupakan turunan dari masalah bekam. Maka donor darah tidak membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat jumhur ulama, dan bisa membatalkan puasa dengan men-takhrij pendapat Hanabilah.
  • Inhaler dan sejenisnya berupa aroma yang dimasukan melalui hidung, diperselisihkan apakah dapat membatalkan puasa atau tidak. Pendapat jumhur ulama ia dapat membatalkan puasa, sedangkan sebagian ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah mengatakan tidak membatalkan. Pendapat kedua ini juga dikuatkan oleh Ibnu Taimiyah.

Yang bukan merupakan pembatal puasa sehingga dibolehkan melakukannya

  • Mengakhirkan mandi hingga terbit fajar, bagi orang yang junub atau wanita yang sudah bersih dari haid dan nifas. Puasanya tetap sah.
  • Berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung)
  • Mandi di tengah hari puasa atau mendinginkan diri dengan air
  • Menyicipi makanan ketika ada kebutuhan, selama tidak masuk ke kerongkongan
  • Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang mampu mengendalikan birahinya
  • Memakai parfum dan wangi-wangian
  • Menggunakan siwak atau sikat gigi
  • Menggunakan celak
  • Menggunakan tetes mata
  • Menggunakan tetes telinga
  • Makan dan minum 5 menit sebelum terbit fajar yang ditandai dengan adzan shubuh, yang biasanya disebut dengan waktu imsak. Karena batas awal rentang waktu puasa adalah ketika terbit fajar yang ditandai dengan adzan shubuh.

Yang di MAKRUHKAN ketika puasa

  • Terlalu dalam dan berlebihan dalam berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air ke hidung)
  • Puasa wishal, yaitu menyambung puasa selama dua hari tanpa diselingi makan atau minum sama sekali.
  • Menyicipi makanan tanpa ada kebutuhan, walaupun tidak masuk ke kerongkongan
  • Bercumbu dan mencium istri, bagi orang yang tidak mampu mengendalikan birahinya
  • Bermalas-malasan dan terlalu banyak tidur tanpa ada kebutuhan
  • Berlebihan dan menghabiskan waktu dalam perkara mubah yang tidak bermanfaat

Beberapa kesalah-pahaman dalam ibadah puasa

  1. Niat puasa tidak perlu dilafalkan, karena niat adalah amalan hati. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga tidak pernah mengajarkan lafal niat puasa. Menetapkan itikad di dalam hati bahwa esok hari akan berpuasa, ini sudah niat yang sah.
  2. Berpuasa namun tidak melaksanakan shalat fardhu adalah kesalahan fatal. Diantara juga perilaku sebagian orang yang makan sahur untuk berpuasa namun tidak bangun shalat shubuh. Karena dinukil bahwa para sahabat berijma tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, sehingga tidak ada faedahnya jika ia berpuasa jika statusnya kafir. Sebagian ulama berpendapat orang yang meninggalkan shalat tidak sampai kafir namun termasuk dosa besar, yang juga bisa membatalkan pahala puasa.
  3. Berbohong tidak membatalkan puasa, namun bisa jadi membatalkan atau mengurangi pahala puasa karena berbohong adalah perbuatan maksiat.
  4. Sebagian orang menahan diri melakukan perbuatan maksiat hingga datang waktu berbuka puasa. Padahal perbuatan maksiat tidak hanya terlarang dilakukan ketika berpuasa, bahkan terlarang juga setelah berbuka puasa dan juga terlarang dilakukan di luar bulan Ramadhan. Namun jika dilakukan ketika berpuasa selain berdosa juga dapat membatalkan pahala puasa walaupun tidak membatalkan puasanya.
  5. Hadits “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah” adalah hadits yang lemah. tidur adalah perkara mubah (boleh) dan bukan ritual ibadah. Maka, sebagaimana perkara mubah yang lain, tidur dapat bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana penunjang ibadah. Misalnya, seseorang tidur karena khawatir tergoda untuk berbuka sebelum waktunya, atau tidur untuk mengistirahatkan tubuh agar kuat dalam beribadah. Sebaliknya, tidak setiap tidur orang berpuasa itu bernilai ibadah. Sebagai contoh, tidur karena malas, atau tidur karena kekenyangan setelah sahur. Keduanya, tentu tidak bernilai ibadah, bahkan bisa dinilai sebagai tidur yang tercela. Maka, hendaknya seseorang menjadikan bulan ramadhan sebagai kesempatan baik untuk memperbanyak amal kebaikan, bukan bermalas-malasan.
  6. Tidak ada hadits “berbukalah dengan yang manis“. Pernyataan yang tersebar di tengah masyarakat dengan bunyi demikian, bukanlah hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
  7. Tidak tepat mendahulukan berbuka dengan makanan manis ketika tidak ada kurma. Lebih salah lagi jika mendahulukan makanan manis padahal ada kurma. Yang sesuai sunnah Nabi adalah mendahulukan berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma maka dengan air minum. Adapun makanan manis sebagai tambahan saja, sehingga tetap didapatkan faidah makanan manis yaitu menguatkan fisik.
Wallahu ta’ala a’lam.

***

Diringkas dari Mausu’ah Fiqhiyyah Duraris Saniyyah, Kitab Ash Shiyam, ensiklopedi fikih yang disusun dibawah bimbingan Syaikh Alwi bin Abdil Qadir As Segaf, di alamat: http://www.dorar.net/enc/feqhia/1690, dengan beberapa tambahan dari penyusun.

Selamat Idul Fitri 1438 H

Hasil gambar untuk Selamat Idul Fitri 1438 H

Selamat Idul Fitri 1438 H

RMI Alur Cucur – Gema takbir berkumandang di seantero dunia, sebagai tanda penyempurnaan amaliyah Ramadhan tahun ini, juga tahun-tahun sebelumnya. Walitukmilul ‘iddata walitukabbirullaha ‘ala ma hadakum wala’allakum tasykurun.


شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٖ مِّنَ ٱلۡهُدَىٰ وَٱلۡفُرۡقَانِۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهۡرَ فَلۡيَصُمۡهُۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ وَلِتُكۡمِلُواْ ٱلۡعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمۡ وَلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah:185)

Idul Fitri 1438 H ini menjadi berbeda dengan idul fitri tahun-tahun sebelumnya. Berbeda bukan karena musibah dan serangan teror kepada umat Islam, tapi berbeda warna dan posisi umat Islam di dunia modern ini.

Rangkaian derita dan musibah serta kezhaliman yang diterima umat Islam belakangan ini mungkin terasa sangat menyesakkan dada buat mereka yang masih peduli dengan saudaranya. Man la yahtammu biamril muslimina laisa minhum, barang siapa yang tidak peduli dengan keadaan saudaranya sesama muslim, maka dia bukanlah golongan muslim.

Serangan bom yang terjadi di tanah suci (tanah haram) Madinah dan beberapa tempat umat Islam di akhir bulan Ramadhan 1438 H ini seakan pil pahit yang harus ditelan umat Islam. Disadari atau tidak, konspirasi dunia kepada umat Islam terus bergulir dengan sistematis dan terencana. Apakah respon dunia Islam dan elit pemimpinnya akan mendatangkan maslahat ataukah sebaliknya? Hanya waktu yang akan membuktikan tangga perjalanan umat Islam kontemporer saat ini.

Kita berharap akan ada sesuatu yang mendatangkan kebaikan buat umat. Kepada Allahlah kita menggantungkan sandaran dan harapan, wamakaru wamakarallahu. Wallahu khairul makirin, mereka merencakana konspirasi (kepada kaum muslimin) dan Allah (juga) mempunyai rencana. Dan Allahlah sebaik-baik yang berbuat makar (konspirasi untuk memenangkan kaum muslimin). (Ali Imran: 54)

Hanya itu yang bisa kita respon. Selebihnya, biarlah ini menjadi masuliyah (tanggung jawab) para elit dunia. Di depan kita ada tanggung jawab lain yang tidak bisa kita hindari sebagai bagian dari umat. Peduli dan berdoa untuk kebaikan umat.

Di hari “kembalinya fitrah manusia” ini, pada hari raya Idul Fitri 1438 H ini, kami seluruh kru dan personil website RMI Alur Cucur mengucapkan “Selamat Idul Fitri 1438 H. Taqabbalallahu minna waminkum. Mohon maaf lahir batin. Semoga kita semua menjadi manusia-manusia baru yang terlahir kembali ke dunia dengan segala harap dan optimis berkontribusi untuk kebaikan umat, negara dan bangsa, amin.”

Kepada seluruh pembaca RMI Alur Cucur, doakan kami agar dapat terus meningkatkan kualitas dan kuantitas konten website ini untuk informasi, edukasi, aspirasi dan konsultasi sebagai jalan perjuangan literasi ini.

Kepada lebih dari dua ribu kontributor RMI Alur Cucur, kami ucapkan, jazakumullahu khairan atas kontribusi berharga yang telah diberikan kepada kami. Semoga Allah melipatgandakan kebaikan mereka dan semoga menjadi amal jariyah yang terus mengalir buat mereka, amin.

Pada kesempatan yang baik ini, marilah kita terus berjuang untuk kesatuan dan persatuan umat, wama nuridu illal ishlah. Dan semoga RMI Alur Cucur dapat terus berjalan dinamis mewujudkan slogan, Menuju Kesatuan Umat. (MM/RMI Alur Cucur)

Penukaran Uang Lebaran, Tradisi Riba


RMI Alur Cucur - Assalamualaikum, lebaran biasanya identik dengan pembagian uang THR. banyak pasti diantara kita Penukaran Uang Lebaran, Tradisi Riba. Kan biasanya kita nukar uang lebaran ke BANK, tapi kalau BANK udah pada tutup terpaksa lah.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du



Allah mengingatkan kepada orang yang beriman, agar setiap kali terjadi benturan antara aturan syariat dengan tradisi, mereka harus mengedepankan aturan syariat.


Alah berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا


“Demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. an-Nisa: 65).

Dalam ilmu hukum, kita diajarkan, jika hukum yang lebih rendah bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi, maka hukum yang lebih tinggi harus dikedepankan.

Hukum syariat datang dari Allah, sementara hukum tradisi buatan manusia. Secara usia, di tempat kita, hukum syariat lebih tua, dia ditetapkan 14 abad silam. Sementara tradisi, umumnya datang jauh setelah itu.

Secara hierarki, hukum syariat jauh lebih tinggi. Karena Allah yang menetapkan. Karena itulah, tradisi yang melanggar syariat, tidak boleh dipertahankan. Sekalipun itu tradisi pribumi.


Tukar-menukar Uang

Dalam kajian ekonomi islam, kita diperkenalkan dengan istilah barang ribawi (ashnaf ribawiyah).  Dan barang ribawi itu ada 6: emas, perak, gandum halus, gandum kasar, kurma, dan garam.

Keenam benda ribawi ini disebutkan dalam hadis dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ


“Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur (gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar dengan gandum syair, korma ditukar dengan korma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai” (HR. Muslim 4147).

Dalam riwayat lain, Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ


“Jika emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya’ir (gandum kasar) ditukar dengan sya’ir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam, takaran atau timbangan harus sama dan dibayar tunai. Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Ahmad 11466 & Muslim 4148)

Juga disebutkan dalam riwayat dari Ma’mar bi Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«الطَّعَامُ بِالطَّعَامِ مِثْلاً بِمِثْلٍ ». قَالَ وَكَانَ طَعَامُنَا يَوْمَئِذٍ الشَّعِيرَ.


“Jika makanan dibarter dengan makanan maka takarannya harus sama”. Ma’mar mengatakan, “Makanan pokok kami di masa itu adalah gandum syair” (HR. Muslim 4164).

Berdasarkan hadis di atas,

Dari keenam benda ribawi di atas, ulama sepakat, barang ribawi dibagi 2 kelompok:

Kelompok 1:

Emas dan Perak. Diqiyaskan dengan kelomok pertama adalah mata uang dan semua alat tukar. Seperti uang kartal di zaman kita.

Kelompok  2:

Bur, Sya’ir, Kurma, & Garam. Diqiyaskan dengan kelompok kedua adalah semua bahan makanan yang bisa disimpan (al-qut al-muddakhar). Seperti beras, jagung, atau thiwul.


Aturan Baku yang Berlaku

Dari hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ketentuan

1. Tukar menukar itu dilakukan untuk barang yang sejenis


Ada 2 syarat yang harus dipenuhi, wajib sama dan tunai. Misalnya: emas dengan emas, perak dengan perak, rupiah dengan rupiah, atau kurma jenis A dengan kurma jenis B, dst.  dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan, harus

مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ


takarannya harus sama, ukurannya sama dan dari tangan ke tangan (tunai).
Dan jika dalam transaksi itu ada kelebihan, statusnya riba. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,

فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ


“Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.”


2. Barter dilakukan antar barang yang berbeda, namun masih satu kelompok.

Syaratnya satu: wajib tunai. Misal: Emas dengan perak. Boleh beda berat, tapi wajib tunai. Termasuk rupiah dengan dolar. Sama-sama mata uang, tapi beda nilainya. Boleh dilakukan tapi harus tunai.

Dalam hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,

فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan tunai”

Terdapat kaidah,

إذا بيع ربوي بجنسه وجب التماثل والتقابض، وبغير جنسه وجب التقابض فقط


Apabila barang ribawi ditukar dengan yang sejenis, wajib sama dan tunai. Dan jika ditukar dengan yang tidak sejenis, wajib tunai.


Barter dilakukan untuk benda yang beda kelompok.

Tidak ada aturan khusus untuk ini. Sehingga boleh tidak sama dan boleh tidak tunai. Misalnya, jual beli beras dengan dibayar uang atau jual beli garam dibayar dengan uang. Semua boleh terhutang selama saling ridha.


Tukar Menukar Uang Receh

Tukar menukar uang receh yang menjadi tradisi di masyarakat kita, dan di situ ada kelebihan, termasuk riba. Rp 100rb ditukar dengan pecahan Rp 5rb, dengan selisih 10rb atau ada tambahannya. Ini termasuk transaksi riba. Karena berarti tidak sama, meskipun dilakukan secara tunai.

Karena rupiah yang ditukar dengan rupiah, tergolong tukar menukar yang sejenis, syaratnya 2: sama nilai dan tunai. Jika ada tambahan, hukumnya riba.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan,

فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ


“Siapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan transaksi riba. Baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.”


Riba tetap Riba, sekalipun Saling Ridha

Bagaimana jika itu dilakukan saling ridha? Bukankah jika saling ridha menjadi diperbolehkan. Karena yang dilarang jika ada yang terpaksa dan tidak saling ridha.

Dalam transaksi haram, sekalipun pelakunya saling ridha dan ikhlas, tidak mengubah hukum. Karena transaksi ini diharamkan bukan semata terkait hak orang lain. Tapi dia diharamkan karena melanggar aturan syariat.

Orang yang melakukan transaksi riba, sekalipun saling ridha, tetap dilarang dan nilainya dosa besar.

Transaksi jual beli khamr atau narkoba, hukumnya haram, sekalipun pelaku transaksi saling ridha.

Bagaimana dengan firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ


“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan saling ridha di antara kalian.” (QS. an-Nisa: 29)

Jawab:
Ayat ini kita yakini benar. aturannya juga benar. Namun Saling ridha yang menjadi syarat halal transaksi yang disebutkan dalam ayat ini, berlaku hanya untuk transaksi yang halal. Seperti jual beli barang dan jasa. Sementara transaksi haram, seperti riba, tidak berlaku ketentuan saling ridha. Karena semata saling ridha, tidak mengubah hukum.


Itu Upah Penukaran Uang

Ada yang beralasan, kelebihan itu sebagai upah karena dia telah menukarkan uang di bank. Dia harus ngantri, harus bawa modal, dst. jadi layak dapat upah.

Jelas ini alasan yang tidak benar. Karena yang terjadi bukan mempekerjakan orang untuk nukar uang di bank. tapi yang terjadi adalah transaksi uang dengan uang. Dan bukan upah penukaran uang. Upah itu ukurannya volume kerja, bukan nominal uang yang ditukar.

Misalnya, Pak Bos meminta Paijo menukarkan sejumlah uang ke bank. Karena tugas ini, Paijo diupah Rp 50 rb. Kita bisa memastikan, baik Pak Bos menyerahkan uang 1 juta untuk ditukar atau 2 juta, atau 3 juta, upah yang diserahkan ke Paijo tetap 50 rb. Karena upah berdasarkan volume kerja Paijo, menukarkan uang ini ke bank dalam sekali waktu.

Sementara kasus tukar menukar ini niainya flat, setiap 100rb, harus ada kelebihan 10rb atau 5rb. Ini transaksi riba, dan bukan upah.


Sayangi Pahala Puasa Anda

Riba termasuk salah satu dosa besar. Bahkan salah satu dosa yang diancam dengan perang oleh Allah.

Allah berfiman,

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ


Jika kalian tidak meninggalkan riba, maka umumkan untuk berperang dengan Allah dan Rasul-Nya (al-Baqarah: 279)

Ibnu Abbas menjelaskan ayat ini,

يُقَالُ يَومَ القِيَامَةِ لِآكلِ الرِّبَا: خُذْ سِلَاحَكَ لِلحَرْبِ


Besok di hari kiamat para pemakan riba akan dipanggil, “Ambil senjatamu, untuk perang!” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/716)

Dalam hadis, dosa riba disetarakan seperti berzina dengan ibunya

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الرِّبَا ثَلَاثَةٌ وَسَبعُونَ بَابًا أَيسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّه


Riba itu ada 73 pintu. Pintu riba yang paling ringan, seperti seorang lelaki yang berzina dengan ibunya. (HR. Hakim 2259 dan dishahihkan ad-Dzahabi).

Karena itulah, para salaf menyebut dosa riba lebih parah dari pada zina,

Ada pernyataan Ka’ab al-Ahbar,

دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةٍ وَثَلاَثِينَ زَنْيَةً


Satu dirham riba yang dimakan seseorang, sementara dia tahu, lebih buruk dari pada 36 kali berzina. (HR. Ahmad 21957, dan ad-Daruquthni 2880)

Sementara dosa dan maksiat adalah sumber terbesar kegagalan puasa manusia. Dosa merupakan sebab pahala yang kita miliki berguguran. Ketika ramadhan kita penuh dengan dosa, puasa kita menjadi sangat tidak bermutu. Bahkan sampai Allah tidak butuh dengan ibadah puasa yang kita kerjakan.

Semacam inilah yang pernah diingatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis shahih riwayat Bukhari dan yang lainnya, dari sahabat Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ


“Siapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta, dan semua perbuatan dosa, maka Allah tidak butuh dengan amalnya (berupa) meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya).” (HR. Bukhari 1903)

Ketika ada orang yang berzina di malam ramadhan, apa yang bisa dibayangkan dengan nasib puasanya?

Bisa jadi hilang semua pahalanya.
Apa yang bisa anda bayangkan, ketika orang melakukan transaksi riba, yang dosanya lebih sangar dari pada zina, dilakukan terang-terangan di siang bolong ramadhan?

Membaca al-Quran sambil Tiduran

Bolehkah Membaca Al-Quran Sambil Tiduran?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Allah berfirman memuji orang yang rajin berdzikir dalam setiap kesempatan,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ‏

“Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring.” (QS. Ali Imran: 191).


Allah juga memerintahkan kita untuk berdzikir dalam semua keadaan,


فَاذْكُرُواْ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ

“Apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (QS. an-Nisa’: 103)


فالأمر في هذا واضح، وذكر الله يشمل القرآن ويشمل أنواع الذكر من التسبيح والتهليل والتحميد والتكبير، فالله -جل وعلا- وسَّع الأمر

Perintahnya dalam ayat ini sangat jelas. Dzikrullah mencakup al-Quran dan mencakup semua bentuk dzikir, baik tasbih, tahlil, tahmid, maupun takbir. Allah Ta’ala memberi kelonggaran dalam masalah dzikir. (Fatawa Ibnu Baz – http://www.binbaz.org.sa/noor/2388)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah membaca al-Quran sambil berbaring. Aisyah bercerita,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَتَّكِئُ فِى حَجْرِى وَأَنَا حَائِضٌ ، ثُمَّ يَقْرَأُ الْقُرْآ

Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berbaring di pangkuanku ketika aku sedang haid, lalu beliau membaca al-Quran. (HR. Bukhari 297 & Muslim 719)

An-Nawawi mengatakan,

فيه جواز قراءة القرآن مضطجعا ومتكئاً

Hadis ini menunjukkan bolehnya membaca al-Quran sambil tiduran dan bersadar. (Syarh Shahih Muslim, 3/211).

Allahu a’lam.

Tanda Puasa Diterima oleh Allah


Assalamualaikum, kali ini RMI Alur Cucur akan membagikan tentang

Tanda Puasa Diterima oleh Allah

Bulan Ramadan menjadi bulan yang sangat istimewa bagi Umat Islam. Pada bulan ini kaum mukmin berlomba-lomba mengerjakan amal kebaikan. Puasa menjadi ibadah wajib yang dilaksanakan satu bulan penuh. Amalan ini dijanjikan pahala kebaikan berlipat ganda dari Allah SWT.


Namun, apakah puasa anda diterima atau ditolak? Pertanyaan ini tentu cukup mengejutkan, mengingat perkara diterima atau ditolaknya suatu amal adalah hak prerogatif Allah SWT. Namun, siapapun tentu ingin tahu apakah puasanya berbuah pahala atau justru hanya menyisakan lapar dan dahaga.

Ternyata ada pertanda yang menunjukan bahwa puasa yang dijalankan diterima atau ditolak. Tanda ini bisa dirasakan dan teliti kepada diri sendiri. Seperti apa tanda tersebut? Berikut informasi selengkapnya.

Tanda yang bisa membedakan antara amalan diterima atau ditolak suatu amal adalah perbuatan setelahnya. Allah SWT akan memberikan taufik kepada seseorang setelah mereka melakukan kebijikan jika amal mereka diterima.

Menurut Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah.

“Kembali lagi melakukan puasa setelah puasa Ramadhan, itu tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan. Karena Allah jika menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberi taufik untuk melakukan amalan shalih setelah itu. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama, ‘Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.’ Oleh karena itu, siapa yang melakukan kebaikan lantas diikuti dengan kebaikan selanjutnya, maka itu tanda amalan kebaikan yang pertama diterima. Sedangkan yang melakukan kebaikan lantas setelahnya malah ada kejelekan, maka itu tanda tertolaknya kebaikan tersebut dan tanda tidak diterimanya.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 388).

Atau perkataan yang lainnya yang diutarakan oleh Ibnu Katsir ketika membahas tafsir surat Al-Lail : “Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 583).

Artinya tanda jika amalan puasa Ramadhan diterima adalah menjadi lebih baik selepas itu atau paling tidak mempertahankan kebaikan yang sudah dijalankan. Salah satu contohnya adalah melakukan puasa Syawal yang kerap terlewat oleh sebagian besar umat.
Tanda amalan kita di bulan Ramadhan tidak diterima adalah setelah Ramadhan tidak lagi ada kebaikan, bahkan sampai meninggalkan kewajiban seperti kewajiban shalat lima waktu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: amal yang paling dicintai Allah adalah yang paling konsisten meskipun sedikit. Muttafaqun ‘alaihi.

Dan ingat, para salaf selama 6 bulan mereka berdoa supaya bisa berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan dan 6 bulan tersisa mereka berdoa supaya amalan mereka diterima. Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan.

Shalat Tarawih di Rumah


Bolehkah Shalat Tarawih di Rumah?

Assalamu'alaikum wr wb. RMI Alur Cucur, Kali ini akan menbahas Shalat tarawih dirumah. Maksudnya apakah kita harus shalat tarawih di masjid, jika di tempat tinggal kita enggak ada masjid atau mushola gimana.? ada yang mengakali dengan cara shalat tarawih di lapangan, lantaran enggak ada mesjid atau mushola di sekitar daerah tempat tinggal kita.



Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kaum muslimin sepakat bahwa shalat taraweh hukumnya sunah, dan tidak wajib. Karena itu, shalat tarawih mengikuti hukum shalat sunah pada umumnya, yang tidak harus dilakukan di masjid.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اجْعَلُوا مِنْ صَلاَتِكُمْ فِى بُيُوتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا


Berikan jatah sebagian shalat sunah kalian di rumah kalian. Dan jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan. (HR. Muslim 1856 dan Ahmad 4653)
Hanya saja, ulama berbeda pendapat, mana yang lebih afdhal, shalat tarawih di rumah atau di masjid?

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,

قال بعض أهل العلم: صلاتها في البيت أفضل، وهو قول مالك والشافعي .وقال آخرون: صلاتها في المسجد أفضل، لأن الصحابة رضي الله عنهم كانوا يفعلونها في المسجد أوزاعا في جماعات متفرقة حتى جمعهم عمر رضي الله عنه على إمام واحد، وتابعه الصحابة على ذلك ومن بعدهم.


Sebagian ulama mengatakan, shalat tarawih di rumah lebiih afdhal. Ini merupakan pendapat Imam Malik dan Imam as-Syafi’i.

Ulama lain mengatakan, shalat tarawih di masjid lebih afdhal. Karena dulu para sahabat melakukannya di masjid, berjamaah kelompok kecil-kecil. Kemudian mereka disatukan  oleh Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu dengan satu imam. Kemudian diikuti sahabat yang lain, dan generasi setelahnya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 40359)


Jika Ada Kepentingan, di Rumah Lebih Afdhal

Keterangan di atas berlaku, jika di sana tidak ada kepentingan apapun. Namun jika ada kepentingan tertentu untuk dilakukan di selain masjid, misalnya, memotivasi keluarga dan masyarakat sekitar untuk tarawih berjamaah, atau tujuan lainnya, maka tarawih sebaiknya dikerjakan di selain masjid.

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah dinyatakan,

وصلاة الرجل التراويح في البيت أفضل إذا كانت بنية حث أهل البيت عليها، ورغبة في عدم تركهم لها، لما في ذلك من إعانتهم على إحياء السنة، وتحصيل الخير


Shalat tarawih yang diakukan di rumah lebih afdhal apabila diniatkan untuk memotivasi keluarga di rumah untuk shalat, dan membiasakan mereka untuk tidak meninggalkan tarawih. Karena ini berarti membantu mereka untuk menghidupkan sunah dan mendapatkan kebaikan. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 13031)


Catatan:

Keterangan di atas hanya belaku untuk shalat tarawih. Untuk shalat isya, tetap harus dilakukan di masjid.

Tanggapan Tentang Tulisan Afi Soal Agama Warisan, Oleh Erwin Pandu Pratama


RMI Alur Cucur - Tulisan ini saya buat detail untuk menanggapi dan mengkritisi setiap poin tulisan “warisan” milik dik Afi Nihaya Faradisa

Alhamdulillah, saya senang sebelumnya sudah banyak yang ikut menasehati dik Afi seperti kak Gilang Kazuya Shimura dan kak Hilmi Firdausi (maaf susah saya konfirm pertemanannya) lewat tulisan wasirannya. Itu artinya masih banyak orang baik yang peduli dengan adik. Entah dalam persepsi adik, mereka benar atau salah, setidaknya rasa empati kita terpanggil untuk mendengarkan seksama pada mereka yang mendedikasikan tulisan dan waktunya untuk adik. Maka sebagai bentuk apresiasi, adik sudah selaiknya meluangkan waktu untuk membacanya. Tidak hanya sekedar membaca, tapi menelaahnya, tidak hanya sekedar menelaah, tapi juga merenungkannya. Tentu dik Afi sudah membaca tulisan mereka, bukan? Jika dik Afi sebagai anak muda yang kritis merasa terganggu karena tulisan ideologisnya dibenturkan dengan dalil, tidak apple to apple, maka izinkan kak Erwin mencoba mengkritisi tulisan adik dengan pendekatan berfikir seperti adik. Tulisan ini sedikit berat, mohon dibaca ya. 

Poin 1 :
Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama islam.

Jawab :
Bagaimana jika kalimat itu diganti begini, “kebetulan saya tidak lahir di Indonesia dan belahan bumi manapun, maka bagaimana saya tahu caranya mensyukuri hidup?”, terasa lebih baik, bukan? Dengan asumsi bahwa dik Afi yakin pada agama adik saat ini, maka kata “kebetulan” di kalimat adik diatas sungguh tidak relevan dengan rasa syukur seorang hamba pada Tuhan yang memberi sebuah kehidupan dari ketiadaan. Sebab Tuhan menetapkan segala sesuatu dengan hikmahNya, tidak ada yang kebetulan. Apa yang terdefinisi baik oleh manusia, belum tentu baik di sisi Tuhan. Apa yang dianggap tidak baik oleh manusia, belum tentu tidak baik di mata Tuhan. Ini kenapa Dia kita panggil Tuhan, bukan akal yang kita panggil Tuhan. Ini kenapa Dia menurunkan utusanNya untuk mengejawentahkan definisi kebenaran versiNya kepada manusia, bukan kita yang tanpa dasar rujukan utusanNya sibuk mengklaim kebenaran. Tentu kebenaran Tuhan agama adik adalah absolute bukan? Atau adik meyakini ada Tuhan lain yang menciptakan kebenaranNya sendiri? Well jika ini terjadi, maka definisi Tuhan itu sendiri terhapus dari muka bumi ini. Karena ternyata Dia tidak lebih kuasa dari Dia yang lainnya dan ini menjadikannya berstatus makhluk. Mana yang dik Afi yakini? Tuhan dengan ketuhanannya, atau Tuhan dengan kemakhlukannya? Jika adik memilih pertama, maka kakak ucapkan selamat dik Afi yakin dengan agama adik. Jika adik memilih kedua, berarti adik seorang agnostik. Kakak rasa tidak perlu menjelaskan makna agnostik untuk dik Afi yang super cerdas ini. Satu hal juga yang perlu dicatat, mengeluhkan “kebetulan” yang diciptakan Tuhan adalah sebuah keterbelakangan beragama untuk kita yang meyakini tengah menjalani kehidupan beragama. Sebab itu akan menodai status kita sebagai hamba yang bertuankan Tuhan. Rasa syukur adalah jawaban, bukan keluhan bertopengkan kata kebetulan.


Poin 2 :
Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga kristen atau yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk islam sebagai agama saya?

Jawab :
Untuk dik Afi yang mengedepankan fakta dan gagasan membangun, kata “seandainya” ini sangat kontraproduktif dengan tulisan-tulisan adik yang berasaskan landasan berfikir secara rasional futuristik. Harusnya adik menanamkan pemikiran pada ratusan ribu follower adik bahwa agama adik adalah agama yang menyejahterakan seluruh dunia! Mulai dari Swedia, Israel hingga penghujung Antartika harus melihat indahnya agama ini! Ini yang harus adik katakan, bukan pengandaian yang menjadikan generasi gagal move on semakin terpuruk dalam kegagal pahamannya pada agama adik. Sekali lagi ini dengan asumsi bahwa dik Afi yakin dengan agama adik yang memiliki kebenaran absolute. Atau adik tidak yakin dengan agama adik karena masih memiliki kekurangan? Coba sebutkan bagian mana mana dari agama adik yang masih kurang? mungkin kakak bisa membantu mencerahkan.

Poin 3 :
Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan dan agama saya juga warisan.

Jawab :
Dik Afi kalau diberi warisan yang baik, senang atau tidak? Kalau senang itu berarti tujuan warisan tercapai. Kalau adik tidak senang dengan warisan agama ini, ada dua kemungkinan kesalahan; Pewarisnya bodoh atau si pewaris tidak mengerti nilai dari warisan ini. Hmm, apakah pewaris agama yang berarti Tuhan dan utusan Tuhan adik adalah orang yang bodoh sehingga memberi warisan kebodohan? Tentu tidak bukan di mata dik Afi? Berarti tinggal pilihan kedua, bahwa kita yang gagal paham dari nilai warisan yang mungkin sangat berharga tersebut! Coba deh untuk dik Afi yang rajin baca buku, rajin berguru dan rajin mencari kebenaran dari siapapun, kakak rekomendasikan belajar agama dari orang yang mungkin adik anggap anti bhinneka, anti pancasila, anti NKRI, anti toleransi, anti keberagaman. Jika mereka semua sama seperti yang adik fikirkan, maka kakak meminta maaf dan tidak layak membuat tulisan ini. Namun, jika ternyata merekalah sebenarnya yang paling cinta pancasila, cinta NKRI, cinta toleransi dan keberagaman, hanya karena hujaman fitnah sajalah sehingga membuat ideologi baik mereka terhalang oleh kepentingan “segelintir orang”, maka berjanjilah adik untuk semakin membuka mata, hati dan fikiran pada mereka yang berbeda pendapat, bahkan dari yang paling bertolak belakang sekalipun. Bisa saja mereka benar, kita lah yang rabun. Bisa saja mereka benar, kita lah yang berpura-pura tuli.

Poin 4 :
Sejak saya masih bayi, saya didoktrin bahwa islam adalah satu-satunya agama yang benar. Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk Neraka. Teman saya yang kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya.

Jawab :
Bagus jika orang tua mendoktrin dik Afi dengan agama adik saat ini. Itu artinya, pertama orang tua sangat sayang pada adik. Terlepas dari apa yang dilakukan orang tua di mata dik Afi apakah benar atau salah, adik harus tetap berbakti pada mereka. Bentuk kasih sayang orang tua itu beragam, dik. Lagipula hidup ini memang tlah dipenuhi oleh doktrin-doktrin orang tua sejak dulu. Kita didoktrin untuk tidak potong kuku malam-malam, karena kita tahu di malam hari yang minim lampu, menggunakan gunting atau pisau bisa terluka. Kita didoktrin agar jangan main terlalu jauh dan malam, karena mereka khawatir kita tertabrak kendaraan, jatuh, dibegal, diculik dan sebagainya. Bentuk doktrin yang dilakukan orang tua adalah kebaikan. Orang tua dik Afi tentu orang baik-baik, bukan? Kedua, jika ada dua doktrin yang saling berhadapan, kita sebagai manusia yang memiliki akal dan kecondongan hati tentu memilih berada di satu pihak yang paling benar. Walaupun persepsi kebenaran seseorang yang berbeda menghantarkan mereka memilih doktrin yang berbeda pula, tapi kebenaran itu tetaplah satu, absolute. Tidak ada dualisme dalam sebuah kebenaran. Silakan adik hakimi dan nilai semua agama, tapi jangan berstandar ganda dengan memilih lebih dari satu agama. Karena itu berarti dik Afi menghapus definisi Tuhan, dan secara tidak sadar, dik Afi menjadi Tuhan itu sendiri karena merasa kebenaran tidak berada di agama manapun juga. Tapi melihat agama adik saat ini, kakak rasa dik Afi tlah menemukan warisan kebenaran. Itu artinya dik Afi tlah berani menunjukkan dan menentukan sikap yang tegas, bukan abu-abu! Oh iya, Jalaluddin Rumi yang adik kutip itu adalah tokoh pendiri tarekat islam yang berpengaruh besar di kekhalifahan Turki Utsmani pada tahun 1648, lho. Adik tentu tahu kan beliau ini pemahamannya bagaimana. Beliau adalah orang yang cukup keras menentang pendewaan akal dan indera sebagai rujukan kebenaran yang hakiki, karena menurut beliau hal itu hanya akan melemahkan iman. Itu menurut beliau lho, bukan kakak.

Poin 5 :
Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali mencoba jadi Tuhan. Usah melabeli orang masuk surga atau neraka, sebab kita pun masih menghamba.

Jawab :
Dik Afi, adakah manusia di dunia ini yang mengklaim dirinya sebagai Tuhan? Tolong dik, jangan kau lukai keyakinan umat agama sebelah. Biarkan engkau dengan keyakinanmu, dan mereka dengan keyakinannya. Jika tidak ada satupun yang berikrar sebagai Tuhan, untuk apa kita membentuk opini seolah-olah ada Tuhan tandingan? Kalau dik Afi masih sering melihat Tuhan di jalan-jalan, tolong titip salam kakak padanya. Jika tidak ada, tolong diamlah dik. Tuhan yang memiliki kebenaran absolute itu tentu murka melihat kesaksianmu melihat Tuhan lain. Tuhan itu Tuhan, bukan Tuhan Tuhan. Jika ada yang menyampaikan gagasannya menurut adik radikal, kita benarkan pemahamannya, jangan justru menghakiminya. Itu sama saja adik sefrekuensi sedang melabeli surga dan neraka pada mereka. Hal yang tentu kontras dengan isi tulisan adik yang katanya tidak merasa paling benar sendiri. Paham, kan?

Poin 6 :
Lantas pertanyaan saya kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para muslim, yahudi, nasrani, buddha, hindu, bahkan atheis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?

Jawab :
Mungkin jika dipahami, pertanyaan adik adalah, “Apakah Tuhan yang menciptakan banyak agama? bukankah kebenaran itu satu?”, tentu Tuhan hanya menurunkan satu agama dik. Satu agama membawa satu “kebenaran” versi mereka masing-masing. Nah, sekarang adik sudah memiliki warisan sebuah agama yang adik anut saat ini kan? Cobalah setia dan berdedikasi untuk memahami keseluruhan agama adik. Fokus pada itu dulu, kalau sudah menjadi ahlinya baru fokus ke agama yang lain. Apakah adik sudah lancar bahasa arab? Apakah adik sudah hafal keseluruhan kitab suci dan kitab hadis agama adik? Apakah adik sudah selesai belajar fikih, faraidh, illat hadis, aqidah, ahwal syakhsiyah yang menjadi pokok bahasan agama adik? Atau adik cuma baru belajar kulitnya saja? Jika belum, kenapa terburu-buru merasa agama adik bukan agama yang paling benar. Coba ditelaah secara komprehensif. Bukankah ini metodologi terbaik untuk membuktikan hipotesa kesalahan dalam sebuah agama? Sekarang tugas adik, buang jauh-jauh semua media yang berpotensi menyebarkan fitnah dan kesalahpahaman. Kakak ingin adik menjadi seorang ahli dulu dalam warisan agama yang adik yakini saat ini. Masih yakin kan sama agamanya?

Poin 7 :
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama. Sebab jangan heran jika sentimen mayoritas vs minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana.

Jawab :
Dik Afi, tidak pernahkah adik marah atau sedih seumur hidup? Pasti pernah, bukan? Lalu apa yang dilakukan dik Afi dan orang lain jika tengah marah? Tentu beragam cara mengekspresikannya dan ketika satu emosi masuk, hampir logika orang beragama manapun pudar seiring semakin tajamnya perasaan. Maka jika ada orang yang seperti itu, jangan salahkan agamanya, tapi nasihati orangnya. Apakah di agama yang adik yakini saat ini ajarannya mendidik untuk berbuat rusuh? Jika tidak, kita bersepakat bahwa ini berarti kesalahpahaman, tidak perlu digeneralisasi ke satu agama tertentu. Orang yang rusuh itu bukan merepresentasikan agamanya, tapi kekhilafannya sebagai manusia. Jika adik salah, tentu bukan keluarga besar adik yang kakak salahkan. Itu namanya tidak fair dan hanya memaksakan kehendak!

Poin 8 :
Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita.

Jawab :
Ini imajinasi terekstrim yang pernah kakak baca. Juga sangat tidak kontraproduktif dengan tulisan hebatmu, dik. Indonesia itu kekayaan toleransi rakyatnya luar biasa, lho. Jangan meremehkan indonesia. Hal seperti ini sudah ada lembaga pengkajiannya. Selama itu baik bagi masa depan Indonesia, adik sebagai warga negara Indonesia tentu bisa berpartisipasi dan melakukan pengawalan dalam setiap kebijakan pemerintah, bahkan bisa ikut memberi usulan kebijakan lewat parlemen dan partai politik. Adik fikir MPR, DPR dan Pemerintah kita bodoh-bodoh sehingga bisa ditakut-takuti? Tentu tidak. Dalam pemerintah sendiri, banyak perwakilan lintas agama. Peran mereka mewakili suara rakyat yang mengusungnya. Justru fikiran adik yang tidak terbuka pada satu gagasan baru, akan menghancurkan Indonesia sendiri! Lebih baik daripada sibuk memikirkan apa yang belum terjadi, yuk adik bermanfaat dan berprestasilah sebanyak mungkin bagi negeri.

Poin 9 :
Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari berbagai keyakinan.

Jawab :
Definisi mengintervensi disini itu bagaimana? Tolong berikan contoh konkretnya dik. Sebab selama hak menyuarakan pendapat itu dilindungi oleh undang-undang, siapapun berhak menuangkan aspirasinya dan itu sah. Bisa jadi karena kita yang terlalu benci, hal yang legal kita anggap ilegal, hal yang baik kita anggap buruk. Karena hidung kita tersumbat kapas yang bau, bukan berarti tempat yang kita singgahi bau, tapi hidung kita lah yang tengah bermasalah. Terima kasih, dik Afi kembali menuangkan minyak pada sebuah api yang mulai mengecil hingga ia kembali membesar dan berpotensi membakar sebuah desa, kota hingga negara. Adik memiliki ratusan ribu follower, menjadi orang yang sangat berpengaruh. Apalah daya kakak yang hanya memiliki 13ribu-an follower saat ini.

Poin 10 :
Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan.

Jawab :
Maaf, adik tidak sedang membicarakan diri sendiri, bukan?
Dari salah satu follower adik yang masih tetanggaan dengan kotamu, yakni Jember.
Semoga adik bisa main-main ke Jember sehingga kakak bisa kenalkan adik dengan orang yang mampu membimbingmu menjadi ahli warisan kebenaran ini.
Semoga adik juga diberikan keluasan hati sehingga mampu memilah kebenaran. Jangan gagal paham dan berpaham gagal ya dik. Kasihan banyak orang yang menuduh adik liberal sekarang.
Tentu kakak percaya adik masih waras, kan?

Akhukum fillah,

Oleh Erwin Pandu Pratama

Jilbab Ku Mahkota Ku


Jilbab Ku Mahkota Ku

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ...  Assalamu'alaikum wr wb

"Tulisan ini saya persembahkan untuk kalian yang menemui keraguan untuk berhijab."
4 April 2010, pada hari itu saya memutuskan memakai hijab. Sekitar 2,5 tahun lalu, dan alhamdulillah sampai sekarang saya tetap istiqomah dan tidak ada keraguan di dalamnya untuk semakin mencintai hijab saya.

Saat ini, kepada kalian semua saya ingin mengungkapkan, "how much I love my hijab". Betapa bangganya saya memakai mahkota ini. Alasan terbesar saya pada waktu itu memutuskan berhijab yaitu, "aku ingin mengubah hidup dan kehidupanku," dan, "aku ingin merasa berharga dan dihargai".

Tidak ada yang salah pada kehidupanku sebelum memakai hijab. Pada waktu itu, mungkin umurku sekitar 17-18 tahunan, umur di mana seorang anak remaja tengah mencari jati dirinya. Memang benar adanya, aku menemukan suatu pelajaran kehidupan yang sangat luar biasa yang menjadikanku bisa seperti sekarang.

Dulu, betapa bangganya aku pergi dengan celana pendek (hot pants) dan mini dress. Betapa hebatnya aku jika pulang semakin larut malam, dan betapa bisa dibilang "gaulnya" aku mempunyai teman-teman yang rock 'n roll.
Sambil mengetik tulisan baris terakhir ini, aku sambil tersenyum-senyum sendiri mengingat-ingat kebandelan remajaku pada waktu itu. Yang terkadang membuat orang tuaku dag dig dug... hehe..

Semuanya berlalu menjadi kisah lalu.
Untuk yang sering bertanya kepadaku, "waktu itu kamu hijabin hati atau langsung action berhijab, Sa?"

Saya akan menjawab, "aku langsung action memakai, karena berpikiran hijabin hati dulu justru tidak ada. Yang ada dalam pikiranku, aku hanya ingin merasa dihargai dan merubah kehidupanku. Karena jujur saja, pada waktu itu aku sudah merasa risih dengan pandangan lawan jenis terhadapku karena sering memakai pakaian yang kurang bahan."

Untuk yang sering berargumen kepadaku, "aku belum siap Sa pakai hijab. Sholatku saja masih suka bolong-bolong."

Kalian mau dengar ceritaku? Baca dengan hati ya dan jangan lupa tissue-nya.

Long story dimulai ...

Selama 3 hari setelah berhijab, aku sama sekali belum menjalankan sholat 5 waktu (perlu diketahui, sebelum berhijab aku juga masih malas-malasan untuk sholat karena belum sadar sholat itu kewajiban).

Berarti, kalian lebih baik daripada aku. Kalian hanya "bolong-bolong", sedangkan aku "sama sekali". Betapa banyak ya dosaku hehe...

Hari ke-4, hatiku mulai terketuk. Di saat aku bercermin, aku lihat ada selembar kain menutupi kepalaku. Seharusnya, aku pun malu jika kelakuanku "sama saja" sebelum aku menutup auratku.

Oke, perubahan yang harus kulakukan pertama kali adalah "AKU HARUS SHOLAT 5 WAKTU", mau tidak mau harus tidak boleh bolong lagi. Tiga bulan pertama, aku mati-matian belajar sholat 5 waktu dan tidak boleh bolong.

Mau tahu rumus apa yang kugunakan?

Satu kali sholat hanya 5 menit, jika 5x sholat dalam sehari berarti 25 menit. Sedangkan dalam satu hari, kita punya waktu 24 jam. 25 menit dibanding 24 jam tidak ada apa-apanya. Betapa kikirnya kita jika tidak mau ber-"sedekah" 25 menit untuk-Nya.

Got your answer tentang masalah ibadah yang masih bolong-bolong? Jangan bosan membaca dulu ya, aku harap kalian membacanya sampai akhir.

Ternyata semua seperti "setrum" otomatis. Ibadah memang membuat ketagihan. Setelah tiga bulan pertama belajar sholat 5 waktu, aku menemukan keasyikan tersendiri untuk belajar ibadah-ibadah wajib dan sunnah lainnya.

Prosesnya sangat luar biasa, aku hanya bisa berucap, "Subhanallah, sungguh Agung kebesaran-Mu Ya Allah".

Ini mungkin cerita serunya, tapi ada juga yang bertanya kepadaku, "apa rintangan terberatmu saat pertama kali berhijab? Aku masih susah berhijab, lingkungan pergaulanku masih belum mendukung."

Aku jawab ya, tetapi semoga kalian tetap ber-khusnudzon mendengar ceritaku.

"Siapa bilang tidak ada rintangan dalam memutuskan untuk berhijab. Tentunya, pasti ada rintangannya ketika kita memutuskan untuk berjalan di jalan kebaikan.

Rintangan terberatku, pada waktu itu aku pernah di-'judge' tidak pantas memakai hijab oleh beberapa orang yang tidak akan kusebut namanya. Waktu itu batin ikut menangis, entah dosa apa aku ini. Tetapi, sekarang berpikiran itu memang pikulan 'judge' masyarakat, karena aku sendiri yang kadang berpakaian dengan yang mini-mini."

Ada yang kuanggap sebagai rintangan terlucu. Sahabat dekatku sendiri pada waktu itu mencibirku, "Resa.. Resa.. paling kamu ini tahan pakai jilbab cuma seminggu terus lepas lagi!"

Hehe... mungkin kalau sahabatku membaca ini dan melihatku sekarang hanya cengar-cengir. Dan di penghujung ceritaku, alasan paling kuatku untuk tetap mempertahankan mahkota hijabku sampai sekarang... aku pernah bersimpuh maaf di telapak kaki ibuku dan beliau berkata, "Kamu itu 'manequin'-nya Ibu, berpakaianlah yang pantas, maka Ibu akan membanggakanmu". Kata-kata ini luar biasa dan akan selalu terkenang sampai kapan pun.

Untuk Bapak dan Ibuku, terima kasih untuk segalanya yang tidak dapat kusebutkan. Semoga setiap karya sederhanaku akan jadi pemberat timbangan kebaikan kalian di akhirat nanti.. Aamiin. Untuk para sahabat dan teman-temanku, terima kasih untuk pelajaran kehidupannya.

Dan sekarang ...

Untuk yang masih menemui keraguan dalam berhijab: ...
  1. Untuk yang masih ragu karena malu akan masa lalunya, Allah tidak pernah tidur, setiap orang punya kisah masa lalu dan harus berlalu, kalian berhak jadi apa pun untuk masa depan kalian;

  2. Untuk yang masih ragu ingin berhijab hati dulu sebelum menutup aurat, dengan hijab menutup aurat, insyaAllah hati kalian akan terhijabi secara otomatis;

  3. Untuk yang sudah istiqomah berhijab, mari menginsipirasi Muslimah lainnya untuk menjadi "perhiasan" yang sesungguhnya.

"Jika kamu menginginkan perubahan diri, tetapi lingkungan tidak mendukungmu, maka tinggalkan (untuk sementara) dan kembalilah setelah siap kembali dengan metamorfosismu."

Semoga tulisan saya ini menginspirasi bagi siapa pun yang membacanya, karena sesuai hadist riwayat, "Sebaik-baiknya Muslim adalah yang memberi manfaat untuk Muslim lainnya".

Wassalamu'alaikum wr. wb ..

Menikahi Wanita Hamil Korban Zina


Pertanyaan: Mau tanya, saya seorang suami dengan usia pernikahan baru 1 tahun lebih. Istri saya pergi meninggalkan saya karena tidak mencintai saya. Dan pergi memilih laki-laki lain. Saya menikahi istri saya untuk menutup aibnya karena sudah hamil 3 bulan dengan pacarnya yang tidak mau bertanggung jawab. Apakah saya bisa menikah lagi dan apakah saya yang harus menuntut cerai?
Dari: Ray 

Menikahi Wanita Hamil Korban Zina


Jawaban :

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Diantara nikmat besar yang Allah berikan kepada umat manusia adalah Allah halalkan mereka untuk menikah. Allah yang Maha Tahu sangat memahami karakter hamba-Nya yang membutuhkan pasangan dalam hidupnya. Di surat Ar-Rum, Allah menyebutkan sederet kenikmatan yang Dia berikan kepada hamba-Nya, salah satunya,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً

Diantara tanda kekauasan-Nya, Dia ciptakan untuk kalian pasangan dari diri kalian (jenis manusia), agar kalian merasakan ketenangan dengannya, dan Dia menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara kalian.” (QS. Ar-Rum: 21).

Namun tentu saja untuk mewujudkan hal ini ada syaratnya. Ketenangan yang Allah ciptakan pada pasangan suami-istri akan terwujud, jika pernikahan yang dilangsungkan adalah pernikahan yang sah, memenuhi syarat-syarat nikah. Terlebih jika syarat ini dilengkapi dengan pemahaman tentang hak dan kewajiban sebagai suami-istri oleh calon pengantin, surga dunia dalam berkeluarga akan bisa Anda nikmati.

Menyadari hal ini, setiap muslim yang ingin membangun bahtera keluarga, dintuntut untuk memahami aturan syariah terkait pernikahan yang akan dia langsungkan. Jika tidak, bisa jadi keluarga yang akan dia jalani, justru menjadi sumber masalah baru bagi hidupnya.

Terkait pernikahan yang anda sampaikan dalam pertanyaan, ada beberapa catatan yang bisa Anda perhatikan:


Pertama, Menikahi wanita hamil

Menikahi wanita hamil, korban perbuatan zina dengan lelaki lain, statusnya pernikahan yang batal. Para lelaki dilarang melakukan hubungan dengan wanita yang hamil dengan mani orang lain. Dari Ruwaifi’ bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يسقي ماءه زرع غيره

Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah dia menuangkan air maninya pada tanaman orang lain.” (HR. Ahmad 16542)

Yang dimaksud tanaman orang lain adalah janin yang disebabkan air mani orang lain. Ancaman dalam hadis ini menunjukkan larangan.

Karena itu, tidak ada istilah menolong wanita hamil korban hasil zina dengan bentuk menikahinya. Menikahi wanita hamil, justru menjerumuskannya pada perbuatan zina yang dilegalkan dengan pernikahan yang batal.


Kedua, tidak boleh menikahi wanita pezina kecuali dia telah bertaubat

Dalam pernikahan, Islam memperhatikan adanya kesepadanan dalam kehormatan. Orang yang menjaga kehormatan, hanya akan dipasangkan dengan pasangan yang juga juga menjaga kehormatan. Untuk itulah, Islam melarang lelaki yang baik, menikahi wanita pezina, atau sebaliknya, wanita yang baik, menikah dengan lelaki pezina. Allah berfirman,

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

Lelaki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik. Wanita pezina tidak boleh dinikahi kecuali oleh lelaki pezina atau lelaki musyrik. Dan hal itu diharamkan untuk orang yang beriman.” (QS. An-Nur: 3)

Seseorang disebut pezina, ketika dia pernah berzina meskipun sekali, sementara dia belum bertaubat. Dan selama belum bertaubat, predikat sebagai pezina akan senantiasa melekat pada dirinya.

Sebagai regulasi yang diberikan dalam Islam terhadap keutuhan sebuah keluarga, Islam melarang lelaki atau wanita yang baik, menikah dengan model pasangan pezina.

Karena dikhawatirkan, orang yang pernah berzina, sementara dia belum bertaubat, kemudian dia menikah, bisa jadi penyakit zinanya akan kambuh, dan terjadilah luka mengerikan, yang kita kenal dengan istilah ‘selingkuh’.

Sebagai nasihat kepada para pemuda, ketika Anda hendak menikah dengan pasangan yang pernah terjebak dalam perbuatan nista berupa zina, pastikan dulu bahwa pasangan Anda telah bertaubat. Pastikan bahwa dia telah menjadi sosok yang berbeda dari pada sebelumnya. Jika dia wanita, pastikan bahwa dirinya telah menutup aurat dengan sempurna dan berusaha menjaga pergaulannya. Jika dia lelaki, pastikan bahwa dirinya telah bergaul dengan komunitas yang baik, dan tidak pergaul dengan wanita yang bukan mahramnya.

Ketiga, Pernikahan yang batal

Mengingat pernikahan Anda tidak memenuhi syarat yang berlaku, maka status pernikahan Anda batal. Wanita itu bukan istri Anda, demikian pula si anak yang dia lahirkan, juga bukan anak Anda. Kami sarankan, lepaskan wanita itu bersama anaknya, karena mereka bukan keluarga Anda. Dengan demikian, Anda bisa menikah dengan wanita yang lebih baik agama dan akhlaknya.

Untuk itu, berusahalah untuk menjadi lelaki yang baik, karena Allah memberikan jaminan bahwa lelaki yang baik, yang menjaga kehormatannya akan dipasangkan dengan wanita yang baik, yang menjaga kehormatannya. Sebaliknya, wanita yang buruk, yang tidak menjaga kehormatannya, akan dipasangkan dengan lelaki yang sama karakternya. Allah berfirman:

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ

Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)…(QS. An-Nur: 26)

Ketika Anda berharap untuk mendapatkan pasangan yang baik, istri yang sholihah atau suami yang sholih, jadilah manusia yang baik, yang sholih, menjaga kehormatan, menjaga aturan Allah Ta’ala.

Allahu a’lam