Khulafaur Rasyidin Utsman bin Affan


Nasab & Keturunan Beliau

Utsman bin Affan bin Abil 'Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luwa'i bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma'addu bin Adnan.

Abu Amr, Abu Abdullah al-Quraisy, al-Umawi Amirul mukminin Dzun Nurain yang telah berhijrah dua kali dan suami dari dua orang putri Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Ibu beliau bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabi'ah bin Hubaib bin Abdusy Syams dan neneknya bernama Ummu Hakim Bidha' binti Abdul Muththalib paman Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

Beliau salah seorang dari sepuluh sahabat yang diberitakan masuk surga dan salah seorang anggota dari enam orang anggota Syura serta salah seorang dari tiga orang kandidat khalifah dan akhirnya terpilih menjadi khalifah sesuai dengan kesepakatan kaum Muhajirin dan Anshar رضي الله عنهم juga merupakan khulafaur Rasyidin yang ketiga, imam mahdiyin yang diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka.

Ciri-Ciri & Akhlak Beliau

Beliau رضي الله عنه adalah seorang yang rupawan, lembut, mempunyai jenggot yang lebat, berperawakan sedang, mempunyai tulang persendian yang besar, berbahu bidang, berambut lebat, bentuk mulut bagus yang berwarna sawo matang. Dikatakan pada wajah beliau رضي الله عنه terdapat bekas cacar.

Dari az-Zuhry berkata, "Beliau berwajah rupawan, bentuk mulut bagus, berbahu bidang, berdahi lebar dan mempunyai kedua telapak kaki lebar.

Beliau رضي الله عنه memiliki akhlak yang mulia, sangat pemalu, dermawan dan terhormat, mendahulukan kebutuhan keluarga dan familinya dengan mem-berikan perhiasan dunia yang fana. Mungkin beliau bermaksud untuk men-dorong mereka agar lebih mendahulukan sesuatu yang kekal daripada sesuatu yang fana. Sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah صلى الله عليه وسلم terkadang beliau memberikan harta kepada suatu kaum dan tidak memberi kaum yang lain karena khawatir mereka akan dimasukkan oleh Allah ke dalam neraka. Sebagian kaum memprotes beliau karena perlakuan tersebut sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Khawarij terhadap Rasulullah صلى الله عليه وسلم atas pembagian harta rampasan perang Hunain.

Imam Ahmad berkata, "Telah mengatakan kepada kami Isma'il bin Ibrahim ia berkata, telah mengatakan kepada kami Yunus yakni Ibnu 'Ubaid ia berkata, telah mengatakan kepadaku 'Atha' bin Farrarakh Maula Qurasyiyin bahwa Utsman bin Affan menjual sebidang tanah kepada seseorang hanya saja orang itu terlambat menerimanya, ketika beliau bertemu dengannya beliau menanyakan sebabnya, 'Apa yang menyebabkan kamu terlambat menerima hartamu?' Ia menjawab, 'Engkau telah menipuku! Setiap aku bertemu dengan seseorang ia menyesalkan pembelian tanah tersebut.' Beliau berkata, 'Apa hanya itu yang membuatmu terlambat?' Jawabnya, 'Benar.' Beliau berkata, 'Kamu boleh pilih apakah kamu mau meminta uang itu kembali atau mengambil tanah.'

Kemudian 'Atha' bin Farrarakh Maula Qurasyiyin berkata, 'Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Allah memasukkan ke dalam surga seorang mempermudah jual beli, menghukum dan terhukum."

Diriwayatkan dari Ibnu Jarir bahwa Thalhah رضي الله عنه datang menemui Utsman bin Affan رضي الله عنه di luar masjid dan berkata kepada beliau, "Uang lima puluh ribu yang dulu aku pinjam sekarang sudah ada, kirimlah utusanmu untuk datang mengambilnya!" Beliau menjawab, "Uang tersebut sudah kami hibahkan untukmu karena kepahlawananmu."

Ash-Sham'i berkata, "Ibnu 'Amir mengangkat Quthn bin 'Auf al-Hilaly sebagai gubernur di daerah Karman. Maka datanglah pasukan kaum muslimin yang berkekuatan empat ribu personil. Ketika itu ada sebuah lembah sedang dialiri air yang menghalangi perjalanan tentara tersebut. Karena khawatir mereka terlambat maka ia berkata, "Barangsiapa yang berhasil melintas sampai ke seberang maka ia akan mendapat hadiah sebanyak seribu dirham." Mereka harus melewati tantangan yang besar ini. Setiap kali orang berhasil melintasinya Quthn berkata, "Berikan hadiahnya!" Hingga semua pasukan berhasil melintasi aliran air tersebut, Jumlahnya sebanyak empat juta dirham, namun lbnu 'Amir enggan untuk memberikannya, lantas ia mengirim surat kepada Utsman bin Affan, beliau menjawab, "Berikanlah uangnya karena ia telah membantu kaum muslimin yang sedang berada di jalan Allah" Mulai hari itu dinamakanlah hadiah itu dengan nama hadiah penyeberangan lembah.

Islam & Jihad Ustman bin Affan radhiyallahu 'anhu

Utsman bin Affan masuk Islam melalui dakwah Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliau adalah orang pertama yang hijrah ke negri Ethiopia bersama istrinya Ruqayah binti Rasulullah صلى الله عليه وسلم, kemudian kembali ke Makkah dan hijrah ke Madinah. Beliau tidak dapat ikut serta pada perang Badar karena sibuk mengurusi putri Rasulullah صلى الله عليه وسلم (istri beliau) yang sedang sakit, jadi beliau hanya tinggal di Madinah. Rasulullah صلى الله عليه وسلم Memberikan bagian dari harta rampasan dan pahala perang tersebut kepada beliau dan beliau dianggap ikut serta dalam peperangan. Ketika istri beliau meninggal, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menikahkannya dengan adik istrinya yang bernama Ummu Kaltsum yang pada akhirnya juga meninggal ketika masih menjadi istri beliau. Beliau ikut serta dalam peperangan Uhud, Khandaq, Perjanjian Hudaibiyah yang pada waktu itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم membai'atkan untuk Utsman dengan tangan beliau sendiri. Utsman bin Affan juga ikut serta dalam peperangan Khaibar, Tabuk, dan beliau juga pernah memberikan untuk pasukan 'Usrah sebanyak tiga ratus ekor unta dengan segala perlengkapannya.

Dari Abdurrahman bin Samurah bahwa pada suatu hari Utsman bin Affan datang membawa seribu dinar dan meletakkannya di kamar Rasulullah صلى الله عليه وسلم Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Tidak ada dosa bagi Utsman setelah ia melakukan ini (diucapkan dua kali)."

Rasulullah صلى الله عليه وسلم pergi menunaikan haji Wada' bersama beliau. Rasulullah صلى الله عليه وسلم wafat dalam keadaan ridha terhadap Utsman bin Affan. Kemudian beliau menemani Abu Bakar dengan baik dan Abu Bakar wafat dalam keadaan ridha terhadap Utsman bin Affan. Beliau menemani Umar dengan baik dan Umar wafat dalam keadaan ridha terhadap Utsman bin Affan, serta menetapkan bahwa beliau adalah salah seorang dari enam orang anggota Syura dan beliau sendiri adalah orang yang paling istimewa di antara anggota lainnya.

Utsman bin Affan menjadi khalifah setelah Umar رضي الله عنه. banyak menaklukkan berbagai negara melalui tangan beliau. Semakin lebarlah wilayah negara Islam dan bertambah luaslah negara Muhammadiyah ini serta sampailah misi Rasulullah صلى الله عليه وسلم ke sebelah timur dan barat bumi ini. Nampaklah kebenaran Firman Allah سبحانه و تعالى,

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nur: 55).

Firman Allah سبحانه و تعالى ,

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

"Dia-lah yang mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci." (Ash-Shaf: 9).

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
"jika Kaisar mati maka tida lagi kaisar setelahnya dan jika Kisra meninggal maka tiada lagi Kisra setelahnya, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya harta-harta karun mereka akan di gunakan untuk perang di jalan Allah."

Semua ini terjadi dan terbukti pada zaman Utsman bin Affan رضي الله عنه

Keistimewaan Ustman bin Affan radhiyallahu 'anhu 

Imam al-Bukhari berkata dalam Shahihnya, "Bab Manaqib Utsman bin Affan Abi Amr al-Quraisy." 

*Berita Gembira Bahwa Beliau adalah Penduduk Surga 

1. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: 
"Siapa saja yang menggali Sumur Rumata maka untuknya surga." Maka sumur tersebut digali oleh Utsman. 

2. Beliau bersabda lagi: 
"Barangsiapa yang mendanai pasukan 'Usrah maka untuknya surga." Maka Utsman bin Affan mendanai pasukan tersebut. 

3. Dari Abu Musa al-Asy'ary رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم masuk ke dalam sebuah kebun dan memerintahkanku untuk menjaga pintu kebun tersebut. Kemudian datang seorang lelaki meminta izin untuk masuk, beliau bersabda: 

"Izinkan ia masuk kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga." Ternyata' lelaki tersebut adalah Abu Bakar. Lantas datang lelaki lain meminta izin agar diizinkan masuk, beliau bersabda, "Izinkan ia masuk kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga." Ternyata lelaki tersebut adalah Umar bin Khaththab. Kemudian datang seorang lelaki meminta izin untuk masuk, beliau terdiam sejenak lalu bersabda, "Izinkan ia masuk kemudian beritakan kepadanya bahwa ia masuk surga disertai dengan cobaan yang menimpanya." Ternyata lelaki tersebut adalah Utsman bin Affan. 

Hammad berkata, "Telah mengatakan kepada kami 'Ashim al-Ahwal dan Ali bin al-Hakam, mereka berdua telah mendengar bahwa Abu Utsman al-Hindy menceritakan dari Abu Musa seperti hadits tersebut dan Ashim manambahkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم sedang duduk di suatu tempat yang disana terdapat air sambil menyingkapkan kedua betis beliau -atau lututnya- di saat Utsman bin Affan ra. masuk beliau menutup lututnya. 

*Utsman Adalah Salah Seorang yang Memenuhi Panggilan Allah dan RasulNya dan Berhijrah Dua Kali. 

4. Dari Ibnu Syihab ia berkata,'"Urwah telah mengabarkan kepadaku bahwa Ubaidillah bin 'Ady bin al-Khiyar telah mengabarkan kepadaku bahwa Miswar bin Makhramah dan Abdur Rahman bin al-Aswad bin Abdul Yaghuts telah berkata, 'Apa yang menghalangimu untuk berbicara kepada Utsman tentang saudaranya al-Walid, karena orang-orang sedang sibuk membicarakan tentang permasalahan tersebut. Aku berniat menemui Utsman hingga ia keluar untuk mengerjakan shalat. Kukatakan kepadanya, 'Ada yang perlu aku bicarakan denganmu yang isinya merupakan nasihat untukmu. Beliau berkata, 'Hai lelaki menjauhlah!' -Ma'mar berkata, 'Aku mengira beliau berkata, 'Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu.'- Kemudian aku pun kembali menemui keduanya. Kemudian datanglah utusan dari Utsman dan aku mendekatinya. Ia berkata, 'Apa isi nasihatmu?' Aku katakan, 'Se-sungguhnya Allah سبحانه و تعالى telah mengurus Muhammad صلى الله عليه وسلم dengan membawa kebenaran serta menurunkan kitab kepada beliau sedang kamu adalah salah seorang yang memenuhi panggilan Allah dan RasulNya صلى الله عليه وسلم, engkau juga telah melakukan hijrah dua kali, telah menemani Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan telah melihat langsung sunnah beliau. Lihatlah masyarakat sedang sibuk membicarakan tentang kasus Al-Walid.' Ia bertanya, 'Apakah engkau sempat menemui Rasulullah صلى الله عليه وسلم?' Aku jawab, Tidak, tetapi ilmu beliau yang murni telah sampai kepadaku sebagaimana sucinya seorang perawan dibalik hijabnya.' 

Ia berkata, 'Amma Ba'du, Sesungguhnya Allah سبحانه و تعالى telah mengutus Muhammad صلى الله عليه وسلم dengan membawa kebenaran dan aku termasuk salah seorang yang memenuhi panggilan Allah dan RasulNya, aku beriman dan apa yang dibawa beliau, aku juga melakukan hijrah dua kali -sebagaimana yang telah engkau katakan- dan aku juga telah menemani dan membai'at Rasulullah صلى الله عليه وسلم . Demi Allah aku tidak pernah mendurhakai dan mengkhianati beliau hingga Allah mewafatkan beliau, demikian juga Abu Bakar dan Umar, kemudian aku diangkat menjadi khalifah, bukankah aku memiliki haq seperti haq mereka?' Aku jawab, 'Benar.' Ia berkata lagi, 'Ada apa dengan berita-berita yang sampai kepadaku? Adapun tentang permasalahan al-Walid akan kita selesaikan dengan benar insya Allah.' Kemudian beliau memanggil Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه dan memerintahkannya agar mendera al-Walid sebanyak delapan puluh kali" 

*Kabar Gembira Bahwa Beliau Mati Syahid 

5. Diriwayatkan dari Qatadah bahwa Anas bin Malik رضي الله عنه berkata, "Rasulullah صلى الله عليه وسلم memanjat gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman lantas gunung tersebut bergetar. Beliau bersabda: 
"Tenanglah wahai Uhud! -aku perkirakan beliau menghentakkan kakinya- tidak ada siapa-siapa di atasmu melainkan hanya seorang Nabi, Ash-Shiddiq dan dua orang syahid." 

* Tingkat Keistimewaan Beliau 

6. Diriwayatkan dari Ibnu Umar رضي الله عنهما berkata, "Pada zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم kami tidak menyamakan Abu Bakar dengan sahabat yang lain kemudian Umar dan kemudian Utsman. Setelah itu kami tidak mengistimewakan antara satu sahabat dengan sahabat yang lain." 

* Persaksian Ibnu Umar tentang Keistimewaan Utsman dan Pembelaannya Terhadap Beliau 

7. Diriwayatkan dari Utsman bin Mauhab ia berkata, "Seorang lelaki datang dari Mesir untuk melaksanakan haji, lantas ia melihat suatu kaum sedang duduk-duduk, ia bertanya, 'Siapa mereka?' Mereka mengatakan, 'Mereka adalah kaum Quraisy.' Ia bertanya lagi, 'Siapa yang paling alim di antara mereka?' Mereka jawab, 'Abdullah bin Umar' Kemudian ia berkata kepadanya, 'Wahai Ibnu Umar, aku ingin bertanya sesuatu kepada anda maka tolong dijawab! Apakah anda tahu bahwa Utsman lari meninggalkan pasukan pada perang Uhud?' Ibnu Umar menjawab, 'Benar.' Ia kembali bertanya, 'Apakah anda tahu bahwa ia tidak ikut dalam perang Badar?' Ibnu Umar menjawab, 'Benar.' Ia kembali bertanya, 'Apakah anda tahu bahwa ia tidak ikut pada Bai'at Ridhwan?' Ibnu Umar menjawab, 'Benar.' Lelaki itu berkata, 'Allahu Akbar.' Ibnu Umar berkata, 'Kemarilah aku akan jelaskan kepadamu tentang permasalahan tersebut. Adapun mengenai larinya beliau dari perang Uhud sesungguhnya ia telah mendapat ampunan dari Allah, ia tidak dapat ikut serta dalam perang Badar karena ia sedang disibukkan mengurus istri beliau yakni putri Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang sedang sakit dan Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda kepadanya, 
"Sesungguhnya engkau mendapatkan pahala seorang yang ikut serta dalam perang Badar dan engkau juga mendapatkan bagian pada harta rampasannya.' 
Adapun ketidak ikutsertaan beliau pada Bai'at Ridhwan, kalaulah sekiranya ada seorang yang lebih terhormat di Kota Makkah selain Utsman tentunya Rasulullah صلى الله عليه وسلم akan menggantikan Utsman dengan orang tersebut. Namun Rasulullah صلى الله عليه وسلم tetap mengirimkan Utsman ke Makkah dan Bai'at Ridhwan terjadi setelah kepergian Utsman ke Makkah, Rasulullah mengisyaratkan dengan tangan kanannya seraya bersabda, 'Ini adalah tangan Utsman.' Lantas menepukkannya dengan tangan beliau dan bersabda,'Ini adalah bai'at Utsman.' Ibnu Umar berkata kepada lelaki itu, 'Nah bawalah berita ini karena sekarang engkau sudah tahu'." 

* Rasa Malu yang Dimiliki Utsman bin Affan 

8. Imam Ahmad berkata, "Hajjaj telah mengatakan kepada kami dan berkata, Laits telah mengatakan kepada kami dan berkata, Uqail telah mangabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab dari Yahya bin Sa'id bin al-'Ash bahwa Sa'id bin al-'Ash telah menceritakan kepadaku bahwa 'Aisyah Istri Nabi صلى الله عليه وسلم dan Utsman telah menceritakan kepadanya bahwa Abu Bakar me minta izin kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan beliau sedang berbaring di tempat tidurnya sambil berselimut dengan selimut 'Aisyah رضي الله عنها Rasulullah memberinya izin dan beliau masih dalam posisi semula. Setelah Abu Bakar menyelesaikan hajatnya, ia pun pergi. Kemudian Umar datang meminta izin kepada Rasulullah. Rasulullah صلى الله عليه وسلم memberinya izin dan beliau masih dalam posisi semula. Setelah Umar menyelesaikan hajatnya, ia pun pergi. Lalu Utsman berkata, 'Lantas aku pun minta izin lalu Rasulullah duduk dan bersabda kepada 'Aisyah, 'Ambillah selimutmu!' Setelah aku menyelesaikan hajatku, akupun pergi. 'Aisyah berkata, 'Ya Rasulullah! Aku melihat engkau menyambut Abu Bakar dan Umar tidak seperti sambutanmu terhadap Utsman?' Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya Utsman adalah seorang pemalu, aku khawatir jika aku menyambutnya dalam posisi seperti itu, ia tidak jadi mengungkapkan keperluannya.' 

Laits berkata, 'Sekelompok orang berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda kepada 'Aisyah, "Tidakkah aku merasa malu sebagaimana malunya malaikat terhadap dirinya?".

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Muhammad bin Abi Har-malah dari 'Atha' dan Sulaiman (keduanya adalah anak Yasar) dan Abi Salamah bin Abdur Rahman dari 'Aisyah ra.. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Ya'la al-Mushily dari Suhail dan Ayahnya dari 'Aisyah رضي الله عنها . Dan diriwayatkan Jubair bin Nufair dan 'Aisyah binti Thalhah dari 'Aisyah رضي الله عنها" 

9. Imam Ahmad berkata, "Waqi' telah mengatakan kepada kami dari Sufyan dari Khalid al-Hadzdza' dari Abi Qilabah dari Anas, ia berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, 
"Orang yang paling penyayang di antara umatku adalah Abu Bakar, yang paling tegas terhadap agama Allah adalah Umar, yang paling pemalu adalah Utsman, yang paling mengetahui tentang halal dan haram adalah Mu'adz bin Jabal, yang paling hafal tentang al-Qur'an adalah Ubay dan yang paling mengetahui tantang ilmu waris adalah Zaid bin Tsabit. Setiap umat mem-punyai seorang yang terpercaya dan orang yang terpercaya di kalangan umatku adalah Abu 'Ubaidah bin al-Jarrah. "

Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah, dari hadits Khalid al- Hadzdza'. At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih."11 

* Kedudukan Utsman bin Affan di Tengah Umat 

10. Imam Ahmad berkata, "Abu Dawud -Umar bin Sa'ad- telah mengatakan kepada kami, 'Badar bin Utsman telah mengatakan kepada kami dari Ubaidah bin Marwan dari Abi 'Aisyah dari Umar ia berkata, 'Rasulullah صلى الله عليه وسلم keluar mendatangi kami setelah terbit matahari dan bersabda, 
"Aku melihat sebelum fajar seakan-akan aku diberi al-maqalid dan timbangan. Adapun almaqalid adalah kunci-kunci dan timbangan adalah alat yang biasa kalian pakai untuk menimbang. Kemudian aku diletakkan pada daun timbangan yang satu dan umatku diletakkan - pada daun timbangan yang lain dan ternyata aku lebih berat. Kemudian didatangkan Abu Bakar dan ditimbang dengan mereka, ternyata Abu Bakar lebih berat dari mereka. Lantas didatangkan Umar dan ditimbang dengan mereka, ternyata Umar lebih berat dari mereka. Lalu didatangkan Utsman dan ditimbang dengan mereka, ternyata Utsman lebih berat dari mereka. Kemudian mimpi tersebut terputus.' 

Hadits hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad'."12 

11. Sufyan bin Ya'qub berkata, "Hisyam bin 'Ammar telah mengatakan kepada kami dan berkata,' Amr bin Waqqid telah mengatakan kepada kami dan berkata, 'Yunus bin Maisarah telah mengatakan kepada kami dari Abi Idris dari Mu'adz bin Jabal berkata, 'Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, 
" Sesungguhnya aku melihat bahwa aku diletakkan di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan pada daun timbangan yang lain ternyata aku lebih berat dari mereka. Kemudian diletakkan Abu Bakar di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan pada daun timbangan yang lain ternyata dia lebih berat dari mereka. Lantas diletakkan Umar di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan pada daun timbangan yang lain ternyata dia lebih berat dari mereka. Lalu diletakkan Utsman di sebuah daun timbangan dan umatku diletakkan pada daun timbangan yang lain ternyata dia lebih berat dari mereka. "

* Wasiat Nabi Kepada Utsman bin Affan Agar Tetap Sabar dan Tidak Memenuhi Tuntutan Agar la Turun dari Jabatan 

12. Imam Ahmad berkata, "Abul Mughirah telah mengatakan kepada kami dan berkata, al-Walid bin Sulaiman telah mengatakan kepada kami dan berkata, Rabi'ah bin Yazid telah mengatakan kepadaku dari Abdullah bin 'Amir dari an-Nu'man bin Basyir dari Aisyah ia berkata, 'Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengutus kepada Utsman bin Affan agar ia datang menghadap. Ketika ia datang Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyambut kedatangannya. Setelah kami melihat Rasulullah menyambutnya maka salah seorang kamipun menyambut kedatangan yang lain dan ucapan terakhir yang diucapkan Rasulullah sambil menepuk pundaknya, 'Wahai Utsman mudah-mudahan Allah akan memakaikan untukmu sebuah pakaian dan orang-orang munafik ingin melepaskan pakaian tersebut maka jangan engkau lepaskan hingga engkau menemuiku (meninggal).' Tiga kali. 

Aku katakan, 'Ya Ummul Mukminin hadits ini aku riwayatkan darimu.' Aisyah menjawab, 'Demi Allah aku sudah lupa.' Kemudian aku beritakan hal tersebut kepada Mu'awiyah bin Abi Sufyan, namun ia kurang yakin hingga ia menulis surat kepada Ummul Mukminin, Tuliskan untukku tentang hadits ini!' Maka Ummul Mukminin menuliskan tentang hadits tersebut."

Abu Abdullah al-Jasry telah meriwayatkan dari 'Aisyah dan Hafshah seperti hadits telah lalu. Qais bin Abi Hazim18 dan Abu Sahlah dari 'Aisyah رضي الله عنها  

Abu Shalah meriwayatkan dari Utsman bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengambil suatu perjanjian dariku agar aku sabar melaksanakannya. 

Faraj bin Fudhalah meriwayatkan dari Muhammad bin al-Walid az-Zubaidy dari Zuhry dari 'Urwah dari Aisyah رضي الله عنها kemudian menyebutkan hadits tersebut." 

Adalah Darul Quthny berkata, "Hanya al-Faraj bin Fudhalah yang meriwayatkan hadits ini."

*Persaksian 'Aisyah Terhadap Utsman bin Affan رضي الله عنه 

Imam Ahmad berkata, "Abdush Shamad telah mengatakan kepada kami dan berkata, Fathimah binti Abdurrahman telah mengatakan kepadaku bahwa ia berkata, Ibuku telah menceritakan kepadaku bahwa ia pernah bertanya kepada 'Aisyah رضي الله عنها dengan mengutus pamannya, 'Salah seorang anakmu mengirimkan salam untukmu dan bertanya tentang Utsman yang sedang dicela oleh banyak orang.' Beliau menjawab, 'Semoga Allah سبحانه وتعالى melaknat orang yang melaknat Utsman. Demi Allah waktu itu ia sedang duduk di sisi Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan Rasulullah sedang menyandarkan punggungnya kepadaku dan Jibril sedang menyampaikan wahyu al-Qur'an, beliau bersabda, Tulislah wahyu tersebut ya 'Utsaim (Utsman).' 'Aisyah berkata, 'Tidaklah Allah menempatkan seseorang pada kedudukan seperti itu melainkan orang tersebut telah bersikap mulia terhadap Allah dan RasulNya'." 

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan dari Yunus dari Umar bin Ibrahim al-Yasykary dari ibunya bahwa ia bertanya kepada Aisyah tentang Utsman di dekat Ka'bah. Kemudian ia menyebutkan hadits tersebut.

* Berita Tentang Terjadinya Fitnah yang Menyebabkan terbunuhnya Utsman dan Beliau Berada di Atas Kebenaran 

Imam Ahmad berkata, "Aswad bin Amir telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Sinan bin Harun telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Kulaib bin Waail telah mengatakan kepada kami dari Ibnu Umar ia berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah menceritakan tentang fitnah dan beliau bersabda, 
"Orang yang menyelimuti mukanya ini, akan terbunuh secara zhalim pada waktu itu." 
Lalu aku melihat orang tersebut, ternyata ia adalah Utsman bin Affan رضي الله عنه" 

Hadits ini juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Ibrahim bin Sa'ad dari Syadzan. Beliau mengatakan, "Hadits ini hasan gharib dari sisi ini dari hadits Ibnu Umar"27 

15. Imam Ahmad berkata, "Affan telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Wuhaib telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Musa bin 'Utbah telah mengatakan kepada kami, kakekku dan bapak ibuku Abu Habibah telah mengatakan kepadaku bahwa ia masuk ke dalam rumah dan Utsman sedang terkepung di dalamnya. Beliau mendengar Abu Hurairah yang meminta izin untuk bicara maka beliau mengizinkannya. Ia berdiri seraya memuji Allah سبحانه و تعالى lantas berkata, "Aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, 

"Sesungguhnya engkau akan menemui fitnah dan perselisihan setelahku nanti atau beliau berkata perselisihan dan fitnah- salah seorang bertanya, "Siapa yang harus kami ikuti ya Rasulullah?' Beliau menjawab, "Ikutilah al-Amin ini dan para sahabatnya." Sambil menunjuk kepada Utsman'."

Ibnu Katsir berkata, "Hanya Ahmad yang meriwayatkan hadits ini dengan sanad yang hasan jayyid. Tidak ada yang mengeluarkannya dari jalur ini." 

16. Imam Ahmad berkata, "Abu Usamah Hamad bin Usamah telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Kahmas bin al-Hasan telah mengatakan kepada kami dari Abdullah bin Syaqiq ia berkata, Harmy bin Harits dan Usamah bin Khuraim (pada saat itu sedang berperang) telah mengatakan kepadaku dan mereka berdua mengisahkan satu hadits, mereka tidak menyangka bahwa masing-masing mereka telah menceritakan hadits tersebut kepadaku dari Murrah al-Bahzy ia berkata, 'Di saat kami bersama Rasulullah di sebuah jalan yang ada di Madinah beliau bersabda, 
"Apa yang akan kalian lakukan jika fitnah menerjang seluruh penjuru bumi bagaikan tanduk sapi?" mereka bertanya, "Apa yang harus kami lakukan ya Rasululah?" Beliau menjawab, "Ikutilah orang ini dan sahabat-sahabatnya." Akupun mempercepat jalanku agar jelas bagiku hingga aku mendekati lelaki tersebut lalu kukatakan, "Apakah dia yang engkau maksud ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, " Ya dia." Ternyata lelaki itu adalah Utsman bin Affan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم berkata lagi, "Ya dia dan sahabat-sahabatnya."

17. At-Tirmidzi berkata dalam Jami'nya, "Muhammad bin Basyar telah mengatakan kepada kami, 'Abdul Wahhab Ats-Tsaqafy telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, 'Ayyub telah mengatakan kepada kami dari Abu Qilabah dari Abi al-'Ats'ats ash- Shan'any, bahwa para khatib berbicara di negeri Syam dan di antara mereka ada sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم kemudian berdiri orang yang terakhir bernama Murrah bin Ka'ab seraya berkata, 'Kalau tidak karena hadits dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم aku tidak akan berbicara. Lantas ia menyebutkan tentang fitnah dan menyebutkan seorang lelaki yang sedang menyelimuti mukanya dengan kain, kemudian Rasulullah صلى الله عليه وسلم, bersabda, Adapun dia ini pada saat itu berada di atas petunjuk.' Maka akupun mendatanginya yang ternyata adalah Utsman bin Affan, lalu aku menghadap Rasulullah, dan kukatakan, 'Apa dia yang engkau maksud?' Beliau menjawab, 'Benar'." 

Kemudian at-Tirmidzi berkata, "Hadits ini sanadnya hasan shahih."31 

* Kesungguhan Beliau Dalam Beribadah 

Telah diriwayatkan dari berbagai jalur bahwa beliau pernah shalat dengan mambaca semua al-Qur'an pada satu rakaat di kamar al-Aswad pada musim haji. Dan ini adalah ketekunan beliau رضي الله عنه. 

Kami telah meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia berkata tentang Firman Allah سبحانه وتعالى 

أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ ۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

" (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (adzab) akhirat dan mengharapkan rahmat Rabbnya." (Az-Zumar ra.: 9). 

"Bahwa yang dimaksud dalam ayat itu adalah Utsman bin Affan"

Ibnu Abbas dalam mengomentari Firman Allah سبحانه و تعالى, 

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا رَّجُلَيْنِ أَحَدُهُمَا أَبْكَمُ لَا يَقْدِرُ عَلَىٰ شَيْءٍ وَهُوَ كَلٌّ عَلَىٰ مَوْلَاهُ أَيْنَمَا يُوَجِّههُّ لَا يَأْتِ بِخَيْرٍ ۖ هَلْ يَسْتَوِي هُوَ وَمَن يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ ۙ وَهُوَ عَلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

"Dan Allah (juga) membuat perumpamaan, dua orang laki-laki, yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu dan dia menjadi beban penanggungnya, ke mana saja dia disuruh (oleh penanggungnya itu), dia sama sekali tidak dapat mendatangkan suatu kebaikan. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada di jalan yang lurus?" (An-Nahl: 76). 

Ia berkata, "Maksudnya adalah Utsman bin Affan" 

Hassan رضي الله عنه berkata, 

Berkorban hingga beruban sebagai tanda sujud, Memotong malam dengan bertasbih dan membaca al-Qur 'an.

Istri & Putra-Putri Beliau

  • -Beliau menikahi Ruqayah binti Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan dianugrahi seorang anak yang bernama Abdullah dan menjadikannya sebagai kuniyah. Pada masa jahiliyah beliau berkuniah Abu 'Amr.
  • -Setelah Ruqayah wafat, beliau menikahi adiknya yang bernama Ummu Kaltsum dan kemudian Ummu Kaltsum pun wafat.
  • -Kemudian beliau menikahi Fakhitah binti Ghazwan bin Jabir dan dianugrahi seorang anak yang bernama Abdullah al-Ashghar.
  • -Lantas beliau menikahi Ummu 'Amr binti Jundub bin 'Amr al-Azdyah dan dianugrahi beberapa orang anak yang bernama 'Amr, Khalid, Aban, 'Umar dan Maryam.
  • -Lalu beliau menikah dengan Fathimah binti Al-Walid bin Abdusy Syamsy bin al-Mughirah al-Makhzumiyah dan lahirlah Al-Walid, Sa'id dan Ummu Utsman.
  • -Kemudian menikahi Ummu al-Banin binti 'Uyainah bin Hishn al-Fazariyah dan dianugerahi seorang anak yang bernama Abdul Malik dan dikatakan 'Utbah.
  • -Lantas beliau menikahi Ramlah binti Syaibah bin Rabi'ah bin Abdusy Syamsy bin Abdul Manaf bin Qushay dan lahir beberapa orang anak yang bernama 'Aisyah, Ummu Aban, Ummu 'Amr dan Banat Utsman.
  • -Lalu beliau menikah dengan Na'ilah binti al-Farafishah bin al-Ahwash bin 'Amr bin Tsa'labah bin al-Harits bin Hishn bin Dhamdham bin 'Ady bin Junab bin Kalb dan dianugerahi seorang anak yang bernama Maryam dan dikatakan juga dengan 'Anbasah.

Ketika terbunuh, beliau رضي الله عنه memiliki empat orang istri: Na'ilah, Ramlah, Ummul Banin dan Fakhitah.

Dikatakan bahwa beliau telah mencerai Ummul Banin di saat beliau se-dang terkepung.

Wasiat-Wasiat Ustman bin Affan Radhiyallahu 'Anhu

Hisyam bin 'Urwah berkata dari ayahnya bahwa Utsman رضي الله عنه memberikan wasiat kepada Zubair. 37

Al-Ashma'i berkata, "Dari al-'Ala' bin al-Fadhl dari ayahnya berkata, "Ketika Utsman bin Affan terbunuh mereka memeriksa lemari-lemarinya dan mereka dapati di dalamnya sebuah kotak yang terkunci. Setelah mereka buka ternyata isinya adalah selembar kertas yang bertuliskan:

* Ini adalah wasiat Utsman

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang
"Utsman bin Affan bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata tiada sekutu bagiNya dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Surga itu benar adanya dan neraka itu juga benar adanya. Bahwasanya Allah akan membangkitkan manusia dari dalam kubur di hari yang tidak diragukan lagi dan Allah tidak akan menyelisihi janjiNya. Di atasnya manusia hidup dan di atasnya pula manusia mati dan di atasnya juga akan dibangkitkan kembali insya Allah"

Masa Kekhalafahan & Umur Beliau radhiyallahu 'anhu

Masa khilafahnya adalah sebelas tahun sebelas bulan dan tujuh belas hari. Beliau dibai'at pada awal bulan Muharram tahun dua puluh empat Hijriyah dan terbunuh pada tanggal delapan belas Dzulhijjah tahun tiga puluh lima hijrah.

Adapun usia beliau telah mencapai lebih dari delapan puluh tahun. Shalih bin Kaisan berkata, "Beliau wafat pada usia delapan puluh tahun beberapa bulan." Dikatakan, "delapan puluh empat tahun." Qatadah berkata, "Beliau meninggal pada usia delapan puluh delapan tahun atau sembilan puluh tahun."

Foot Note:

35 Lihat tentang istri-istri dan anak-anak beliau: Mush'ab Zubairy. Nashab Quraisy, 104-105 tetapi ia bercabang pada anaknya dari Na'ilah ia berkata, "Ummu Khalid, Arwa, Ummu Abaan ash-Shughra, Banat Utsman ibu mereka Na'ilah binti al-Farafishah." Lihat juga Ibnu Jarir, Tarikh ar-Rusul wal Muluk, 4/420 dengan sedikit perbedaan pada nama anak-anak beliau.

36 Ibnu Jarir Tarikh ar-Rusul wal Muluk, 4/421, dan Ibnul Jauzy, al-Muntazhim fi Tarikh al-Mulk wal Umam, 4/336.

37 Mush'ab Zubairy, Nashab Quraisy, 106

38 Ini merupakan riwayat kebanyakan ahli sejarah sebagaimana yang telah disebutkan oleh ath-Thabari, 4/415.

Do’a Khatam Al Qur’an



Kaum muslimin di negeri kita punya kebiasaan mengkhatamkan Al Qur’an, artinya membaca Al Qur’an seluruhnya hingga tuntas. Yang paling seringnya dilakukan di bulan Ramadhan penuh barokah. Setelah khatam ada do’a yang sering dibaca yang pasti di antara kita pernah mendengarnya,

اللهم ارحمني بالقرآن, واجعله لي إماماً, ونوراً, وهدى ورحمةً, اللهم ذَكِّرْني منه ما نسيت, وعلّمني منه ما جهلت, وارزقني تلاوته آناء الليل, واجعله لي حجة يا رب العالمين


“Allhummarhamni bilqur’an. Waj‘alhu li imaman wa nuran wa hudan wa rohmah. Allhumma dzakkirni minhu ma nasitu wa ‘allimni minhu ma jahiltu warzuqni tilawatahu aana-allaili waj‘alhu li hujatan ya rabbal ‘alamin” [Ya Allah sayangilah aku dengan sebab Al Qur’an dan jadikanlah Al Qur’an untukku sebagai pemimpin, cahaya, petunjuk dan rahmat. Ya Allah, ingatkanlah aku akan ayat-ayat al Qur’an yang kulupa, ajarilah aku tentang isi Al Qur’an yang tidak aku ketahui dan berilah aku nikmat bisa membacanya di waktu malam. Jadikanlah Al Qur’an sebagai membelaku wa tuhan semesta alam].

Bagaimana dengan do’a di atas? Lalu adakah tuntunan atau do’a khusus setelah mengkhatamkan Al Qur’an? Simak bahasan sederhana berikut.

Perlu diketahui bahwa dalam ajaran nabi kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam– tidak ada do’a khusus setelah mengkhatamkan Al Qur’an. Bahkan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sekalipun atau pula para imam yang terkemuka tidak mengajarkan do’a khusus kala itu. Adapun katanya ada do’a khusus seperti yang termaktub di akhir mushaf Al Qur’an, bahkan ini disandarkan pada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah-, hal itu sama sekali tidaklah benar. [Lihat Fatwa Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, 14/226].

Macam Do’a Khatam Al Qur’an

Do’a khatam Al Qur’an ada dua macam. Ada yang membacanya setelah mengkhatamkan Al Qur’an ketika shalat, ada pula yang membacanya karena telah mengkhatamkan di luar shalat. Mengenai do’a karena mengkhatamkan Al Qur’an dalam shalat, maka ini sama sekali tidak ada asal usulnya. Adapun untuk mengkhatamkan Al Qur’an di luar shalat, maka ada riwayat dalam hal ini sebagaimana yang dipraktekkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Nantikan riwayat Anas di akhir bahasan.

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apa hukum membaca do’a khatam Al Qur’an pada shalat malam di bulan Ramadhan?”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Saya tidak mengetahui adanya tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai do’a khatam Al Qur’an ketika shalat malam di bulan Ramadhan. Aku pun tidak mengetahui dari para sahabat akan hal ini. Yang ada adalah riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, di mana Anas ketika mengkhatamkan Al Qur’an, beliau mengumpulkan keluarganya, lalu mendo’akan kebaikan bagi mereka. Dan ingat ini dilakukan karena mengkhatamkan Al Qur’annya di luar shalat (bukan di dalam shalat). [Fatawa Arkanil Islam, hal. 354]

Riwayat Hadits Senandung Al Qur’an

Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah memiliki risalah yang bermanfaat dalam hal ini, dengan judul “Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, wa Hukmuha Dakhilus Sholah wa Khorijuha” (Bahasan khusus tentang riwayat-riwayat do’a khatam Al Qur’am, dan bagaimana hukumnya di dalam dan luar shalat). Di dalamnya beliau rahimahullah menyinggung do’a “Allahummar hamnii bil qur’aan …”, yang lebih ma’ruf di kalangan kita disebut dengan “senandung Al Qur’an”. Bagaimana status riwayat do’a tersebut? Benarkah shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Perlu diketahui bahwa hadits yang membicarakan do’a tersebut termasuk hadits mu’dhol yang dibawakan oleh Daud bin Qois. Hadits mu’dhol adalah di antara hadits yang lemah karena sanadnya terputus, yaitu ada dua perowi terputus secara berturut-turut.

Hadits di atas disebutkan oleh Al Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin 1/278. Tatkala as Subki membahas biografi Al Ghazali dalam Thabaqat As Syafi’iyyah Al Kubro 6/286-386, beliau menyebutkan hadits-hadits yang tercantum dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin namun pada realitanya tidak memiliki sanad. Di antara yang hadits yang disebutkan oleh as Subki adalah hadits di atas. Lihat Thabaqat As Syafi’iyyah Al Kubro 6/301.

Namun dalam Takhrij kitab Ihya ‘Ulumuddin untuk hadits-hadits yang ada dalam kitab Ihya’ ‘Ulumuddin pada 1/287 al Hafizh al ‘Iraqi mengatakan, “Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Manshur Al Muzhaffar bin Al Husain Al Arjani dalam kitabnya Fadha-il Al Qur’an dan Abu Bakr bin al Dhahhak dalam Asy Syama-il. Sanad yang ada di dua kitab tersebut semuanya bersumber dari Abu Dzar Al Harawi dari Dawud bin Qois secara mu’dhol (ada dua perawi dalam sanadnya yang gugur secara berturut-turut)”.

Sedangkan Az Zarkasyi dalam buku Al Burhan 1/475 mengatakan bahwa hadits di atas diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Dala-il An Nubuwwah. Akan tetapi aku tidak menjumpai hadits tersebut dalam kitab Dala-il An Nubuwwah yang dicetak tahun 1405 H. Hadits di atas juga disebutkan oleh Al Ghafiqi dalam kitabnya Fadha-il Al Qur’an -yang masih berupa manuskrip-, akan tetapi beliau tidak menyebutkan siapa yang meriwayatkannya sebagaimana kebiasaan beliau. [Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an[1], hal. 256-257]

3 Riwayat Do’a Setelah Khatam Al Qur’an

Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah, beliau katakan bahwa riwayat tentang do’a khatam Al Qur’an ada tiga macam:

Pertama, riwayat yang menunjukkan bhwa do’a khatam Al Qur’an adalah di antara waktu diijabahinya (terkabulnya) do’a. Riwayat tersebut berasal dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ada dua riwayat. Juga terdapat dalam riwayat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Jabir radhiyallahu ‘anhu, Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dan perkataan Mujahid rahimahullah.

Kesimpulan Syaikh Bakr Abu Zaid mengenai macam riwayat pertama ini, “Tidak ada satu pun hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membicarakan bahwa do’a saat khatam Al Qur’an adalah do’a yang mustajab. Hadits yang menerangkan hal itu boleh jadi mawdhu’ (diriwayatkan oleh seorang pendusta) atau hanya perkataan Jabir. Tidak ada yang shahih kecuali hanya perkataan Mujahid (yang hanya seorang tabi’in).” [Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, hal. 264]

Kedua, riwayat yang menjelaskan adanya do’a khusus setelah khatam Al Qur’an (sebagaimana senandung qur’an yang telah kami singgung di atas, pen). Hal ini terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Wazir bin Hubaisy dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, hadits mursal dari ‘Ali bin Al Husain rahimahullah, hadits mu’dhol dari Daud bin Qois rahimahullah.

Syaikh Bakr Abu Zaid menjelaskan mengenai macam riwayat yang membicarakan ada do’a khusus setelah khatam Al Qur’an, “Ada yang berasal dari hadits Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, dalam sanadnya ada perowi yang pendusta (hadits mawdhu’). Ada pula dari hadits Abu Hurairah, namun tidak diketahui siapa yang mengeluarkan hadits itu. Ada juga hadits dari ‘Ali bin Al Husain yang hukumnya mursal (seorang tabi’in berkata langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) dan di dalamnya juga ada perowi yang dituduh berdusta dan dituduh berpaham Rofidhah (Syi’ah). Juga ada hadits dari Daud bin Qois di mana haditsnya mu’dhol (dua orang perowi yang berturu-turut terputus, artinya sanadnya tidak bersambung, pen). Begitu pula hadits Wazir bin Hubaisy dari ‘Ali sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu An Najaar dalam “Dzail Tarikh Baghdad”, namun nyatanya tidak ada dalam cetakan kitab tersebut. Dan bila disandarkan pada kitab tersebut, itu sudah menunjukkan dho’if (lemah)-nya.” [Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, hal. 264]

Intinya, macam riwayat kedua ini tidak ada satu pun yang shahih, semuanya bermasalah. Sehingga kita katakan bahwa tidak ada hadits shahih yang membicarakan adanya do’a khusus setelah khatam Al Qur’an.

Ketiga, riwayat yang menjelaskan dikumpulkannya keluarga dan anak-anak lalu berdo’a kebaikan untuk mereka. Riwayat ini dari Anas radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan mauquf (perkataan sahabat), juga ada riwayat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.

Syaikh Bakr Abu Zaid membicarakan mengenai macam riwayat terakhir ini, “Riwayat yang membicarakan dikumpulkannya keluarga dan anak-anak ketika khatam Al Qur’an (lalu berdo’a kala itu, tanpa do’a yang dikhususkan, pen), maka riwayat tersebut berasal dari perbuatan sahabat –yang mulia- Anas radhiyallahu ‘anhu. Sedangkan jika dikatakan itu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka riwayat tersebut tidak shahih (intinya, hanya perbuatan sahabat Anas saja, pen). Dan dalam atsar Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang menerangkan hal yang sama ada ‘illah (cacat di dalamnya), yaitu adanya inqitho’ (terputus) dan dalam sanadnya ada perowi matruk (yang dituduh berdusta).” [Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, hal. 264]

Kesimpulan

Yang tepat, asal do’a setelah khatam Al Qur’an tidak diterangkan dalam satu hadits pun dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ada hanyalah riwayat sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu yang jadi perbuatan beliau. Riwayat Anas tersebut diriwayatkan oleh Tsabit Al Banani, Qotadah, Ibnu ‘Athiyah dan selainnya,

كَانَ إِذَا خَتَمَ الْقُرْآنَ جَمَعَ أَهْلَهُ وَوَلَدَهُ ، فَدَعَا لَهُمْ

“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah ketika khatam Al Qur’an mengumpulkan keluarga dan anaknya, lalu Anas berdoa untuk kebaikan mereka.” (HR. Ibnul Mubarok, Ibnu Abi Syaibah, Ibnu Nashr, Ibnu ‘Ubaid, Ibnu Adh Dhurais, Ibnu Abi Daud, Al Faryabi, Ad Darimi, Sa’id bin Manshur, Ath Thobroni, Al Anbari. Al Haitsami katakan bahwa dalam periwayat dalam sanad Thobroni adalah tsiqoh, kredible. Syaikh Al Albani katakan bahwa dalam riwayat Ad Darimi sanadnya shahih)

Dalam kesimpulan terakhir, Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah menjelaskan, “Riwayat dalam masalah do’a setelah khatam Al Qur’an tidak shahih sama sekali jika disandarkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihatlah bagaimana berbagai kitab-kitab ulama Islam yang terkenal seperti kutubus sittah, Muwattho’, musnad Ahmad, berbagai tulisan ulama dalam Bab dzikir (seperti Ibnu Daqiq Al ‘Ied dalam Al Ilmam, Al Majd Ibnu Taimiyah dalam Al Muntaqo, Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom, dan selainnya), dalam kitab-kitab tersebut tidak menerangkan adanya do’a (khusus) setelah khatam Al Qur’an.” [Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, hal. 265]

Jika ada yang mempraktekan seperti Anas bin Malik, yaitu dengan mengumpulkan keluarga lalu mendo’akan kebaikan bagi mereka, maka itu baik. Do’anya ini sifatnya umum dan tidak dikhususkan pada satu do’a saja.

Wallahu waliyyut taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Reference:
  • Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 65581, Syaikh Sholeh Al Munajjid, Asy Syamilah
  • Al Ajza’ Al Haditsiyah, Juz-u fii Marwiyaat Du’a Khatmi al Qur’an, wa Hukmuha Dakhilus Sholah wa Khorijuha, Syaikh Bakr Abu Zaid, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, 1416 H
  • During Maghrib-Isya @ Riyadh-KSA, 3 Jumadal Awwal 1432 H (06/04/2011)
  • [1] Kitab ini merupakan bagian dari kumpulan risalah Syaikh Bakr Abu Zaid tentang Masalah Hadits dalam kitab Al Ajza’ Al Haditsiyah, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, 1416 H

Umamah binti Abu al-Ash, cucu perempuan Rasulullah



Umamah binti Abu al-Ash merupakan salah seorang cucu kesayangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pernah menggendongnya tatkala shalat. Sehingga kita pun tahu tata cara shalat sambil menggendong bayi. Berikut ini kisah singkat tentang keluarga nabi ini.

Nasabnya

Umamah merupakan putri dari Abu al-Ash bin ar-Rabi’ bin Abdu al-Uzza bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay. Ibunya adalah Zainab putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umamah adalah cucu pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga wajar ia disebut sebagai kesayangan Nabi. Sebagaimana umumnya seorang kakek mendapatkan cucu pertama.

Dari sisi nasab, tentulah Umamah memiliki nasab terbaik. Ia terlahir dari keluarga terbaik. Kakeknya manusia paling mulia. Dan neneknya, Ummul Mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha, juga merupakan wanita terbaik di dunia dan akhirat. Dan ibunya adalah putri tertua Nabi.

Sementara ayahnya, Abu al-Ash, adalah seorang laki-laki Mekah yang dikenal memiliki akhlak mulia. Ia juga digelari al-amin (yang jujur dan terpercaya) oleh penduduk Mekah. Seorang pedagang yang jujur. Menunaikan hak-hak orang lain. Ia sangat menaruh hormat dan cinta kepada mertuanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terbukti dengan seringnya ia berkunjung ke rumah ayah mertuanya itu karena menaruh hormat pada beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memujinya di depan para sahabat:

حَدَّثَنِي فَصَدَقَنِي، وَوَعَدَنِي فَأَوْفَى لِي …

“Ia berkata padaku dengan jujur. Dan memenuhi janjinya padaku…” (Muttafaqun ‘alaih: al-Bukhari No.2943 dan Muslim No. 2449).

Kedudukan Umamah di Hati Rasulullah

Umamah adalah cucu kesayangan Rasulullah. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah binti Abu al-Ash di bahu beliau. Apabila rukuk, beliau letakkan. Saat berdiri, beliau gendong kembali (ath-Thabaqat al-Kubra Cet. al-‘Alamiyah 8/23).

Diriwayatkan dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah diberikan sebuah kalung oleh seorang perempuan. Belau bersabda,

لَأَدْفَعَنَّهَا إِلَى أَحَبِّ أَهْلِي إِلَيَّ

“Aku akan memberikan hadiah ini kepada keluargaku yang paling aku cintai.”

Aisyah pergi bersamanya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Umamah putri Zainab, dan mengelungkan hadiah itu di lehernya (al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ash-hab 4/1789. Riwayat Ahmad dalam Musnadnya 6/101. Syaikh Syu’aib al-Arnauth mengomentari: sanadnya dhaif).

Dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau bercerita bahwa an-Najasyi memberi hadiah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perhiasan. Di antara perhiasan tersebut adalah sebuah cincin emas. Beliau ambil cincin itu dan mengirimkannya kepada putrinya Zainab. Beliau berkata,

تَحَلِّي بِهَذَا يَا بُنَيَّةُ”

“Berhiaslah dengan ini wahai cucuku.” (ath-Thabaqat al-Kubra Cet. al-‘Alamiyah 8/186. Sunan Abu Dawud No.4235, 2/493, dihasankan oleh al-Albani).

Umamah pun mengenakannya. Dan menikmati kasih sayang, perhatian, dan kelembutan kakeknya.

Pernikahan Umamah

Fatimah binti Rasulullah radhiallahu ‘anha -bibi Umamah- berwasiat agar Ali bin Abu Thalib menikahi Umamah sepeninggal beliau. Setelah Fatimah wafat, Ali pun menikai Umamah. Sepeninggal Ali, Umamah dinikahi az-Zubair bin al-Awwam kemudian al-Mughirah bin Naufal radhiallahu ‘anhuma.

Ia tidak memiliki keturunan dari pernikahannya. Sehingga Zainab putri Rasulullah tidak memiliki cucu (al-Isti’ab fi Ma’rifati al-Ash-hab 4/1789).

Wafatnya

Umamah binti Abu al-Ash radhiallahu ‘anhwa wafat tatkala berstatus sebagai istri al-Mughirah bin Naufal bin al-Harits radhiallahu ‘anhu. Dan referensi-referensi sejarah tidak menyebutkan detil tentang wafatnya.

Diterjemahkan secara bebas dari: https://islamstory.com/ar/artical/3408150/امامة-بنت-ابى-العاص
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)

KHULAFAUR RASYIDIN UMAR BIN KHATAB



Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 – November 644) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad S.A.W yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu di antara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin). Ia memiliki panggilan (kuniyyah) Abu Hafshoh.

Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim, dari marga Bani Makhzum. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Nabi Muhammad yaitu Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka.


Riwayat hidup

  • Sebelum memeluk Islam, Umar adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah. Umar juga dikenal sebagai seorang peminum berat, beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-Islam (Jahiliyyah), Umar suka meminum anggur. Setelah menjadi seorang Muslim, ia tidak menyentuh alkohol sama sekali, meskipun belum diturunkan larangan meminum khamar (yang memabukkan) secara tegas. 
Memeluk Islam
  • Ketika Nabi Muhammad S.A.W menyebarkan Islam secara terbuka di Mekkah, Umar bereaksi sangat antipati terhadapnya, beberapa catatan mengatakan bahwa kaum Muslim saat itu mengakui bahwa Umar adalah lawan yang paling mereka perhitungkan, hal ini dikarenakan Umar yang memang sudah mempunyai reputasi yang sangat baik sebagai ahli strategi perang dan seorang prajurit yang sangat tangguh pada setiap peperangan yang ia lalui. Umar juga dicatat sebagai orang yang paling banyak dan paling sering menggunakan kekuatannya untuk menyiksa pengikut Nabi Muhammad S.A.W.
  • Pada puncak kebenciannya terhadap ajaran Nabi Muhammad S.A.W, Umar memutuskan untuk mencoba membunuh Nabi Muhammad S.A.W, namun saat dalam perjalanannya ia bertemu dengan salah seorang pengikut Nabi Muhammad S.A.W bernama Nu’aim bin Abdullah yang kemudian memberinya kabar bahwa saudara perempuan Umar telah memeluk Islam, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W yang ingin dibunuhnya saat itu. Karena berita itu, Umar terkejut dan pulang ke rumahnya dengan dengan maksud untuk menghukum adiknya, diriwayatkan bahwa Umar menjumpai saudarinya itu sedang membaca Al Qur’an surat Thoha ayat 1-8, ia semakin marah akan hal tersebut dan memukul saudarinya. Ketika melihat saudarinya berdarah oleh pukulannya ia menjadi iba, dan kemudian meminta agar bacaan tersebut dapat ia lihat, diriwayatkan Umar menjadi terguncang oleh apa yang ia baca tersebut, beberapa waktu setelah kejadian itu Umar menyatakan memeluk Islam, tentu saja hal yang selama ini selalu membelanyani membuat hampir seisi Mekkah terkejut karena seseorang yang terkenal paling keras menentang dan paling kejam dalam menyiksa para pengikut Nabi Muhammad S.A.W kemudian memeluk ajaran yang sangat dibencinya tersebut, akibatnya Umar dikucilkan dari pergaulan Mekkah dan ia menjadi kurang atau tidak dihormati lagi oleh para petinggi Quraisy yang selama ini diketahui selalu membelanya.

Kehidupan di Madinah

  • Pada tahun 622 M, Umar ikut bersama Nabi Muhammad S.A.W dan pemeluk Islam lain berhijrah (migrasi) (ke Yatsrib (sekarang Madinah) . Ia juga terlibat pada perang Badar, Uhud, Khaybar serta penyerangan ke Syria. Ia dianggap sebagai seorang yang paling disegani oleh kaum Muslim pada masa itu karena selain reputasinya yang memang terkenal sejak masa pra-Islam, juga karena ia dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad S.A.W dan ajaran Islam pada setiap kesempatan yang ada bahkan ia tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama mereka ia ikut menyiksa para pengikutnya Nabi Muhammad S.A.W.
Wafatnya Nabi Muhammad
  • Pada saat kabar wafatnya Nabi Muhammad S.A.W pada 8 Juni 632 M (12 Rabiul Awal, 10 Hijriah) suasana sedih dan haru menyelimuti kota Madinah,sambil berdiri termenung Umar dikabarkan sebagai salah seorang yang paling terguncang atas peristiwa itu, ia menghambat siapapun memandikan atau menyiapkan jasadnya untuk pemakaman. Akibat syok yang ia terima, Umar berkata “Sesungguhnya beberapa orang munafik menganggap bahwa Nabi Muhammad S.A.W.telah wafat.Sesungguhnya dia tidak wafat,tetapi pergi ke hadapan Tuhannya,seperti dilakukan Musa bin Imran yang pergi dari kaumnya.Demi Allah dia benar-benar akan kembali.Barang siapa yang beranggapan bahwa dia wafat,kaki dan tangannya akan kupotong.”
  • Abu Bakar yang mendengar kabar bergegas kembali dari Madinah, ia menjumpai Umar sedang menahan Muslim yang lain dan lantas mengatakan
  • “Saudara-saudara! Barangsiapa mau menyembah Nabi Muhammad S.A.W, Nabi Muhammad S.A.W sudah meninggal dunia. Tetapi barangsiapa mau menyembah Allah, Allah hidup selalu tak pernah mati!” —Abu Bakar ash-Shiddiq
  • Abu Bakar mengingatkan kepada para pemeluk Islam yang sedang terguncang, termasuk Umar saat itu, bahwa Nabi Muhammad S.A.W, seperti halnya mereka, adalah seorang manusia biasa, Abu Bakar kemudian membacakan ayat dari Al Qur’an[3] dan mencoba untuk mengingatkan mereka kembali kepada ajaran yang diajarkan Nabi Muhammad S.A.W yaitu kefanaan makhluk yang diciptakan. Setelah peristiwa itu Umar menyerah dan membiarkan persiapan penguburan dilaksanakan.

Masa kekhalifahan Abu Bakar

  • Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Setelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.
Menjadi khalifah
  • Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar.
  • Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
  • Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.
  • Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
  • Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
  • Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Wafatnya
  • Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah wafat, jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.

WASIAT UMAR 

Semasa Umar masih hidup Umar meninggalkan wasiat yaitu:
  • Bila engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
  • Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
  • Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah Allah. Karena tiada seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah.
  • Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
  • Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiaplah untuk mati. Karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi, dan penuh penyesalan.
  • Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.

Ketika Lupa Jumlah Nominal Utang


Lupa Jumlah Nominal Utang

Bagaimana jika mau bayar utang, tp kita lupa jumlah nominalnya..

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Sebelumnya kita akan mempelajari bagaimana cara yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyelesaikan sengketa.

Dalam hadits dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu‘anhuma, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْبَيِّنَةُ عَلَى الْمُدَّعِى وَالْيَمِينُ عَلَى الْمُدَّعَى عَلَيْهِ

“Bukti itu menjadi tanggung jawab penuntut (mudda’i) dan sumpah menjadi pembela bagi yang dituntut (mudda’a ‘alaih).” (HR. Turmudzi 1391, Daruquthni 4358 dan dishahihkan al-Albani).

Pelajaran dari hadis:

Dalam sebuah sengketa, di sana ada 2 pihak,

[1] Pihak yang menuntut. Dialah yang mengajukan klaim. Dalam hadis di atas, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya dengan mudda’i.

[2] Pihak yang dituntut. Dia yang diminta untuk memenuhi klaim. Dalam hadits di atas, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya dengan mudda’a alaih.

Kewajiban dan tanggung jawab masing-masing berbeda,

[1] Untuk pihak penuntut (mudda’i), dia diminta mendatangkan bukti atau saksi.

[2] Untuk pihak yang dituntut (mudda’a alaih), ada 2 kemungkinan posisi;

(a) Jika mudda’i bisa mendatangkan bukti yang bisa diterima, maka dia bertanggung jawab memenuhi tuntutannya.

(b) Sebaliknya, Jika mudda’i tidak bisa mendatangkan bukti yang dapat diterima, maka mudda’a alaih diminta untuk bersumpah dalam rangka membebaskan dirinya dari tuntutan. Jika dia bersumpah maka dia bebas tuntutan.

Kita akan melihat kasus di atas lebih dekat, ketika lupa jumlah nominal utang

Sebagai ilustrasi:

Rudi berutang ke Wawan, dan pernah dicicil sekian ratus ribu. Suatu ketika. Keduanya lupa, berapa nominal nilai utang dan berapa kekurangan cicilannya. Sementara keduanya tidak memiliki bukti.[1]

Penyelesaian Kasus:

Baik Rudi maupun Wawan, mereka yakin bahwa Rudi pernah berutang ke Wawan. Hanya saja mereka lupa berapa nominal utangnya. Dalam kasus ini, yang dijadikan acuan adalah keterangan debitur (Rudi). Karena uang itu terakhir dibawa Rudi. Terdapat kaidah yang mengatakan,

الأصل في كل حادث تقديره بأقرب زمن

Hukum asal, untuk semua kejadian, diasumsikan terjadi pada waktu yang lebih dekat. (al-Wajiz fi Idhah Qawaid al-Fiqh al-Kulliyah, hlm. 187).

Karena itulah, para ulama mengambil pengakuan Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,

إذا اختلف الدائن والمدين ولا بينة لهما، فالقول قول المدين مع يمينه في الصفة، والقدر

Apabila terjadi perbedaan pendapat antara yang memberi utang dan orang yang berutang, sementara keduanya tidak memiliki bukti, maka dimenangkan keterangan pihak yang menerima utang (debitor) terkait kriteria dan kuantitas (barang yang diutang) disertai sumpah. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 3/269).

Pertama, Bagaimana jika kreditor tidak menerima pengakuan debitor?

Rudi menyatakan bahwa utangnya ke Wawan antara 1jt – 1,5jt. Sementara Wawan tidak menerima pengakuan ini, dan mengklaim bahwa nilai utangnya lebih dari 2jt.

Jika Wawan tidak menerima pengakuan Rudi, maka Wawan harus mendatangkan bukti atau saksi. Karena hukum asalnya, Rudi terbebas dari tanggungan.

Az-Zarkasyi rahimahullah mengatakan,

إذا اختلف الغارم والمغروم له في القيمة ، فالقول قول الغارم ؛ لأن الأصل براءة ذمته من الزيادة

Ketika terjadi perbedaan antara kreditor dan debitor mengenai nominal utang, maka yang dikuatkan adalah keterangan debitor. Karena hukum asalnya seseorang terbebas dari beban tambahan utang. (al-Mantsur fi al-Qawaid, 1/150).

Ketika Rudi menyatakan, utangnya tidak lebih dari 1,5jt, jika dia diminta untuk membayar lebih dari itu, harus mendatangkan bukti.

Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah menyatakan,

الغارم لا يُلزَم بأكثر مما أقرَّ به ؛ لأن الأكثر مما أقرَّ به دعوى تحتاج إلى بينة

Orang yang berutang tidak diwajibkan untuk membayar lebih dari pengakuannya. Karena lebih dari pengakuannya adalah klaim yang butuh bukti. (as-Syarh al-Mumthi’, 8/353).

Hanya saja, Rudi diminta untuk bersikap terbaik, mengambil posisi yakin bahwa tidak ada hak orang lain pada dirinya. Sehingga, ketika dia ragu nominal utangnya antara 1 jt sampai 1,5 jt, lebih baik ia membayar 1,5 jt, agar dia semakin yakin, tidak ada hak orang lain yang belum dia kembalikan.

Kedua, ditagih punya utang tanpa bukti

Ilustrasi: Paijo menagih utang Mukimin senilai 1 juta. Sementara Mukimin merasa tidak ada utang 1 jt ke Paijo. Akhirnya mereka berselisih. Bagaimana cara penyelesaiannya?

Kita akan merunut sebagai berikut:

[1] Hukum asal manusia adalah tidak memiliki utang. Sehingga bebas utang adalah status normal manusia. ketika ada orang mengatakan, si A itu punya utang, berarti ini tidak sejalan kondisi normal. Sehingga tuntutan ini harus mendatangkan bukti.

[2] Kepada Paijo diminta untuk mendatangkan bukti bahwa Mukimin pernah utang 1 juta kepadanya. Jika Paijo punya bukti yang bisa diterima, maka Mukimin wajib bayar utang.

[3] Jika Paijo tidak punya bukti maupun saksi, maka Mukimin diminta bersumpah bahwa dirinya tidak pernah berutang ke Paijo. Jika Mukimin bersumpah, maka dia tidak berkewajiban membayar utang 1 jt itu, dan dalam kasus ini Mukimin dimenangkan.

Ketiga, Mengklaim sudah lunas, kreditor menyatakan belum lunas

Kita ilustrasikan sebagai berikut :

Fafa menagih kekurangan pembayaran utang ke Lala. Tapi Lala mengaku utangnya sudah lunas. Akhirnya keduanya ragu…

Urutan penyelesaian:

Baik Fafa maupun Lala, mereka yakin pernah melakukan transaksi utang-piutang. Dimana Lala pernah utang ke Fafa. Hanya saja, mereka ragu, apakah Lala sudah melunasi utangnya atau belum?

Status utangnya yakin. Status lunasnya, meragukan. Sehingga pengakuan Lala adalah klaim yang butuh bukti. Jika Lala tidak bisa mendatangkan bukti bahwa utangnya telah lunas, maka Fafa cukup bersumpah bahwa utang Lala belum lunas..

Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

إذا كان على الإنسان دين، وشك في تسديده، فالأصل بقاؤه، حتى يتيقن أنه قد سدده

“Bila seseorang memiliki utang, namun dia ragu apakah dia telah melunasinya atau belum, maka hukum asalnya dia masih berutang sampai dia yakin bahwa dia telah melunasinya.” (Fatawa Nur ala ad-Darb, Fatawa Mutafarriqat, Bab at-Taubah, no. 47)

Keempat, Mau melunasi utang, tapi tidak jumpa pemiliknya

Mengembalikan barang atau harta milik orang lain, bisa dilakukan dengan 3 urutan cara berikut:

[1] Dikembalikan ke pemilik langsung. Jika tidak bisa,

[2] Dikembalikan ke ahli waris atau keluarganya. Jika tidak bisa,

[3] Dikembalikan dalam bentuk pahala, dengan cara disedekahkan atas nama pemilik. Meskipun pilihan terakhir ini masih harus menunggu kerelaan pemilik, jika di kemudian hari berhasil dijumpai.

Dalil mengenai hal ini adalah riwayat dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Bahwa beliau pernah membeli budak. Ketika beliau masuk rumah untuk menghitung uang pembayarannya, ternyata si penjual budak pergi. Beliau lalu menunggunya, hingga Ibnu Mas’ud putus asa dia akan kembali. Akhirnya Ibnu Mas’ud menyedekahkan uang pembayaran budak itu, dan beliau mengatakan,

اللهم هذا عن رب الجارية، فإن رضي فالأجر له، وإن أتى فالأجر لي وله من حسناتي بقدره

Ya Allah, ini atas nama tuannya si budak. Jika dia ridha, maka dia mendapatkan pahalanya. Namun jika dia datang, pahala itu untukku dan dia berhak mendapat pahalaku senilai sedekah itu. (Madarijus Salikin, 1/388).

Cara ini yang bisa kita jadikan acuan ketika kita hendak melunasi utang, namun kesulitan untuk menemukan pemiliknya.
Jika masih diharapkan bisa ketemu pemilik, harus ditunggu sampai bisa diserahkan ke pemilik.
Jika putus asa bisa bertemu pemilik, dikembalikan ke ahli warisnya.
Jika tidak kenal ahli warisnya satupun, disedekahkan atas nama pemilik.
Jika nanti di kemudian hari bertemu pemilik, dia bisa sampaikan ke pemilik bahwa hartanya telah disedekahkan atas nama dirinya.
Selanjutnya pemilik bisa memilih, jika ridha dengan sedekah itu, dia berhak mendapat pahalanya. Jika tidak, dia berhak untuk tetap menagih utang, dan pahala sedekah menjadi milik yang berutang.

Dalam Fatawa al-Muamalat Syakh Dr. Ali Salman, beliau ditanya tentang orang yang ingin membayar utang, namun kesulitan bertemu pemiliknya. Apa yang harus dilakukan.

Jawaban beliau,

من اقترض مالاً يجب عليه ردُّ مثله إلى من اقترض منه، فإن لم يجده وقت الوفاء لكن يرجو أن يلقاه؛ فعليه أن ينتظر حتى يجده، فإن فقد الأمل في لقائه ردَّه إلى ورثته إن عرفهم، فإن لم يعرفهم تصدَّق به على أهل بلده أو حارته، فإن لم يعرف بلده تصدَّق به على فقراء المسلمين،

Orang yang berutang harta, dia wajib mengembalikannya seperti yang pernah dia utang. Jika tidak menjumpai pemilik ketika melunasi, namun masih ada harapan bertemu pemilik, maka dia wajib menunggunya sampai ketemu pemilik. Jika putus asa untuk bertemu pemilik, dia serahkan ke ahli warisnya, jika kenal. Jika tidak kenal mereka, disedekahkan ke penduduk kampung asal pemilik. Jika tidak diketahui asalnya, bisa disedekahkan kepada fakir miskin.

Beliau melanjutkan,

فإن ظهر صاحب القرض بعد ذلك أخبره بالحال، وأنّه قد تصدَّق به. وصاحب المال بعد ذلك بالخيار: إما أن يعتبر القرض صدقة عنه ويسامح من استقرض منه، وإما أن يطالب المقترض بالمال، وعندها يجب أداؤه إليه

“Jika pemiliknya ketemu setelah itu, maka dia diberi tahu, bahwa hartanya telah disedekahkan dan pemilik harta bisa memilih, dia menerima sedekah tsb atas namanya, dan memaafkan yang berutang. Atau tetap menagih utang dari debitor senilai harta yang pernah diberikan, dan debitor wajib melunasinya.”

(Fatawa al-Muamalah, Syaikh Dr. Ali Salman, no. 28)

Demikian, Allahu a’lam.

[1] Idealnya, dalam utang piutang ada pencatatan. Agar lebih mudah mendapatkan penyelesaian ketika terjadi sengketa.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Rekam Jejak Retorika dan Strategi Dakwah Ustadz Abdul Somad Lc. MA


Salah seorang da’i yang kini menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat adalah Ustadz Abdul Somad, seorang da’i muda kelahiran 1977 lulusan Al Azhar Kairo dan Darul Hadist Maroko. Bagaimana kiprah Ustadz yang sering di sapa “UAS” itu dalam dunia dakwah? Dan bagaimana penilaian umat kepada beliau?

Sebagai muqoddimah, saya sendiri belum terlalu lama mengenal beliau, baru 2 tahun. Yaitu saat guru saya Ustadz Ahmad Khusyairy Lc di Tembilahan pada tahun 2015 memberikan beberapa arahan dan masukan, kemana saya akan melangkah setelah menjadi alumni Gontor. Saat itu pula beliau menyebutkan beberapa orang yang kiprahnya cukup membanggakan, salah satunya Ustadz Abdul Somad. Dengan berbagai macam prestasi dan prestise yang di capai. Artinya Ustadz Ahmad Khusyairy mendorong untuk bisa mengenyam pendidikan di Maroko atau Mesir agar dapat menjadi seperti sosok yang beliau ceritakan, yaitu Ustadz Abdul Somad. Dalam hati saya, betapa tawadhu’ dan rendah hati sekali kedua guru saya ini.

Selama beberapa bulan, saya hanya bisa melihat Ustadz Abdul Somad di beberapa video yang ada di youtube. Dan mencoba mencari akun facebook nya. Dengan terkejut, ketika saya ingin menambahkan pertemanan di Facebook, beliau lebih dulu menambahkan pertemana di FB saya. Dari sini sudah tercium aroma ketawadhu’an beliau. Hanya itu media yang dapat menyambungkan saya dengan beliau. Akhirnya Allah pertemukan saya dengan Ustadz Abdul Somad pada Bulan Ramadhan 2016. Saya sisihkan beberapa hari waktu libur di Gontor untuk mengikuti dan menghadiri kajian-kajian beliau di Pekan Baru. Saat itulah muncul rasa bahagia, karna bisa bertatap muka langsung dengan singa vodium bumi Lancang Kuning itu.

Usai ceramah beliau, saya di ajak ke rumahnya, padahal waktu itu sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Dengan rasa segan saya katakan “ustadz, ini sudah larut malam untuk antum istirahat. Ana pamit pulang dulu saja, besok kesini lagi”. Spontan beliau menjawab, “Laa, anta tamsyi ma’ii” (jangan, habis ini kamu ikut saya). Dalam hati saya bertanya-tanya, “apakah bener yang di ceritakan bahwa beliau adalah Ulama yang tawadhu’?

Saat itu saya di dampingi oleh sahabat saya Ikhlas Apriandi . Sampai di dalam rumah, beliau pun sangat terbuka menerima kedatangan kami untuk silaturahim. Sekaligus berbincang bincang seputar pengalaman dan meminta nasehat. Ternyata benar beliau adalah sosok ‘Alim yang tawadhu’. Tidak ada gengsi dalam diri beliau, padahal saya siapa dan beliau sudah dimana. Ternyata bukan saja Ilmunya yang tinggi, tapi akhlaknya pun luar biasa.

Begitu pula cerita yang di sampaikan beberapa jama’ah yang kebetulan wali santri yang anak nya belajar di Gontor. Ketika saya masih di berikan izin untuk mengabdikan diri mengajar di pondok. Saya bertemu wali santri yang juga berasal dari Riau, tepatnya Pekanbaru dan sekitarnya, yang sedang menjenguk anak nya di Gontor. Saat sharing tentang anak nya di pondok, beberapa wali santri yang sering hadir di Masjid Agung An-nur ini pun menceritakan tentang Ustadz Dr. Musthofa Umar Lc MA yang merupakan salah satu Putra terbaik Gontor dengan kiprahnya yang gemilang di Riau, beliau adalah pakar Tafsir (sedang menulis Tafsir Al Ma’rifah dan Tafsir digital) ketua MUI Riau sekaligus Imam besar Masjid Agung An-nur, dan beliau juga yang menjadi pimpinan redaksi Tafaqquh yang menjadi lahan dakwah guru-guru kita di Riau.

Kemudian di sambung dengan cerita tentang ketawadhu’an sosok Ustadz Abdul Somad. Dari cara beliau berbicara dengan jama’ah, cara beliau menyambut tamu, atau pun penilaian masyarakat mengenai penampilan beliau. Dan Setau saya, sejauh apapun jarak yang di tempuh beliau untuk ceramah. Beliau tidak mau di jemput oleh siapapun, selagi beliau mampu untuk berangkat sendiri. Terkadang masyarakat pun khawatir kalau beliau pergi sendiri, tapi Alhamdulillah di perjalanan selalu ada yang mendampingi beliau. Yaitu akhi Bismar, atau Ustadz Dayat dan tim Redaksi Tafaqquh lainnya.

Baiklah, pembahasan pertama. Kita masuk pada retorika dakwah Ustadz Abdul Somad.

Retorika di sini maksudnya adalah seni dalam berbicara. Tidak banyak orang yang memiliki kemampuan retorika dalam berbicara. Karna ada orang yang punya Ilmu, namun ketika diminta menyampaikan di depan umum tidak bisa. Ada juga yang hanya punya skil, tapi ilmu nya tidak ada. Ada juga yang tak punya skil, juga tak punya ilmu, jenis yang ketiga ini mungkin termasuk saya sendiri.

Retorika dakwah beliau yang begitu memukau bagi siapa saja yang mendengarnya. Dengan penyesuaian tinggi rendah nya nada, bahasa tubuh yang sinkron dengan isi, di tambah beliau kaya dengan perbendaharaan kata, penjabaran yang luas, sumber atau referensi kitab yang begitu banyak, segudang pengalaman dan perjalanan hidup, serta kisah kisah menarik yang di tuangkan. Menjadikan setiap ceramah beliau dapat di kemas dengan renyah dan menarik. Kalau di dalam Ilmu Tarbiyah namanya “Murattab Manthiqiy” yaitu tersusun rapi, logis dan mudah di cerna. Beliau tidak akan pindah ke point selanjutnya, sebelum point pertama di bahas tuntas, sehingga pembahasan meruncing kepada tema, dan tidak melebar kemana mana. Ini lah yang sulit bagi para da’i kalau tidak menguasai materi dan permasalahan.

Apalagi saat beliau menyampaikan khutbah Jum’at yang tidak pernah sama sekali menggunakan teks, saya yakin beliau meniru guru-guru atau para Masyayikh Azhar yang juga tidak pernah menggunakan teks dalam khutbah.

Saya sendiri yang menjelajahi semua isi ceramah beliau yang ada di youtube. Saya membaca satu persatu gaya bahasa beliau. Bagi orang yang pertama kali mengintip ceramah UAS di youtube, biasanya langsung berkomentar bahwa ceramah beliau selain menambah tsaqofah (wawasan), ceramah beliau juga tidak membosankan. Karna terkadang kita akan terhibur dengan logat bawaan beliau yang khas melayu. Atau beliau membuat hadirin semua tertawa dengan guyonan-guyonan yang spontanitas. Bukan karna di buat buat. Artinya, beliau termasuk orang yang punya skil juga punya ilmu.

Padahal beliau tidak pernah belajar public speaking, melainkan beliau belajar dari senior atau guru beliau Dr. Musthofa Umar Lc MA, dan Dr. Mawardi Muhammad Shaleh Lc MA. Belajar mengenai senam muka dan lain lain, juga pernah di minta untuk menjadi pembawa acara di TVRI. Hanya itu saja latihan beliau, pada hal orang orang yang pernah mondok di pesantren bertahun tahun belajar cara berorasi di vodium. Mestinya kita terpacu untuk lebih baik.

Dengan pakaian beliau yang sederhana dan rapi, dengan baju koko dan peci berwarna hitam. Kita dapat membuktikan bahwa kualitas seseorang tidak di lihat dari penampilan. Namun UAS tetap menganjurkan untuk tetap memakai pakaian sunnah. Karna Allah itu indah dan mencintai keindahan.

Selanjutnya, betul pepatah Arab yang mengatakan “Al Insaan Ibnu ‘awaaidihi” (manusia adalah anak atau buah dari kebiasaannya). Maksudnya ala bisa karna biasa, karna beliau sudah terbiasa diminta ceramah oleh masyarakat kemana-mana tanpa pilih-pilih. Maka semakin lama semakin dipoles gaya ceramah beliau, sampai akhirnya fiks dan itu menjadikan ceramah adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi beliau.

Demam panggung, sebenarnya itu bukan faktor karna tidak adanya skil. Mungkin karna kurang biasa, atau belum meluruskan niat. Kalau berdakwah karna Allah bukan karna ingin dilihat baik oleh manusia, tentunya akan menjadikan kita bebas dan leluasa saat menyampaikan dakwah. Karna hanya berharap penilaian dari Allah sehingga di mudahkan lisan, fikiran, dan hati kita oleh Allah. Saya melihat tamu yang hadir saat beliau tausiah, ada dari kalangan pejabat kapolda, bupati, walikota, gubernur, bahkan menteri. Ada juga dari kalangan tokoh umat, KH. Arifin Ilham, Ustadz Felix Siauw, Ustadz Solmed, dan lain sebagainya. Tapi beliau tidak sedikitpun terlihat kaku dan tetap lantang menyuarakan kebenaran.

Terlepas dari pada itu, Mungkin terkadang beliau banyak menyinggung ormas atau seseorang mungkin, tanpa menggunakan perantara Uslub Balagiyyah atau ilustrasi yang tepat sehingga banyak pihak-pihak yang tersinggung. Tapi itulah manusia, tempat salah dan lupa, maka sebaik baik orang yang berbuat salah itu adalah orang yang meminta maaf dan meminta ampun.

Mengenai beliau dakwah tidak pilih-pilih maksudnya adalah, beliau tidak membedakan antara surau yang kecil dengan Masjid yang besar. Pernah suatu ketika pemerintah daerah mengundang beliau untuk ceramah, lalu pada jadwal yang di minta itu beliau sudah punya jadwal tausiyah di surau. Meskipun di minta untuk menggeser, tapi beliau tetap memilih untuk di surau, dan menolak untuk tawaran lain. Karna itulah bentuk pengabdian kepada umat. Meskipun ada tawaran di televisi, beliau tetap mengutamakan jadwal yang sudah di mintakan masyarakat. Karna kepercayaan masyarakat ini jauh lebih mahal. Semoga Allah perbanyak da’i seperti mu tuan guru.

Mengenai strategi dakwah Ustadz Abdul Somad, 

menurut hemat saya selama ini, beliau memakai strategi yang sudah di ajarkan Al Azhar yaitu Manhaj Wasatiyyah. Maksud wasatiyyah di sini adalah “Laa syarqiyyah walaa Ghorbiyyah” (tidak ketimur-timuran tidak pula kebarat-baratan) artinya berada di tengah- tengah. Tidak “tasyaddud” (asal mengahramkan, menbid’ahkan, menkafirkan) sehingga umat merasa takut dan cemas, tidak pula “tasayyur” (mudah menghalalkan apa saja tanpa hujjah dan dalil yang jelas). Ingin lebih jelas lagi mengenai pembahasan ini bisa kita buka kitab إعلام الموقعين milik Imam Ibnu Al Qoyyim Al Jauzi, mengenai orang orang yang asal menentukan hukum halal dan haram dengan mudahnya.

Wasatiyyah yang beliau pakai adalah untuk menyatukan dan merekatkan umat. Agar umat ini tidak saling menyalahkan dan meributkan perkara-perkara yang sebenarnya para Ulama sudah tuntas membahas nya. Ketika saya menghadiri majlis Istifta’ Syeikh Ali Jum’ah Bulan yang lalu, di akhir pertemuan beliau berpsan,

خروج من الخلاف مستحب

“Keluar dari perbedaan adalah di anjurkan”

Sehingga, ketika ada berbagai macam bentuk perbedaan pendapat. Ambil pendapat dari para Ulama yang menurut kita arjah. Maka kita sudah keluar dari lingkaran perbedaan, dengan tanpa menyalahkan pendapat yang lain. Karna tidak mungkin ulama madzhab itu menentang sunnah.

Alangkah indahnya kalau kita lapang dada menerima perbedaan, dan menghindari perpecahan. Jangan hanya sibuk membidik sesama Muslim, jangan jadikan taring kita hanya tajam kepada Mu’min, tapi tumpul kepada yang kafir. Jangan sampai umat ini mau digiring untuk over toleran kepada yang tidak seakidah, dan intoleran kepada yang seakidah. Kapan umat ini bisa bersatu ? Lalu bagaimana perasaan baginda Rasulullah jika mengetahui umat nya terpecah belah?

Padahal yang mabuk dan judi masih banyak, kenapa yang Qunut diributkan? Padahal tentara zionis sudah menembak mati, dan mencabik cabik jati diri umat Islam. Lalu kita masih meributkan Maulid, menyesatkan Tasawwuf, dan lain sebagainya. Padahal kalau saja kita mau mendengarkan pendapat orang lain yang juga memiliki hujjah serta dalil. Tidak mungkin kita akan menyudutkan yang tak sepemahaman dengan kita. Kalau kita menolak kebenaran ini, serta menyepelekan orang lain. Maka hati-hati, bisa saja kita jatuh pada dua ciri orang yang dimaksudkan Nabi sebagai orang yang sombong yang tidak akan masuk surga walaupun rasa sombong itu sebesar biji sawi. Yaitu , بطر الحق (menolak kebenaran), و غمط الناس (merendahkan orang lain). Wal ‘iyaadzu billah.

Maka dalam kesempatan beliau belajar ke Mesir di musim panas ini, beliau menyempatkan menerima undangan Mahasiswa Al Azhar dari Indonesia untuk memberikan nasehat dan motivasi. Memenuhi undangan panitia Majlis Sholawat Sahah Indonesia, Darrasah Kairo.

Saya menangkap, bahwa beliau mengatakan “dakwah kita adalah Bayaan (menjelaskan) bukan “hujum” (menyerang), bukan tabdi’ (menbid’ahkan), bukan takfiir (mengkafirkan)”.

Dakwah yang mencerdaskan, bukan menyalahkan. Dakwah yang menyejukkan, bukan menyudutkan, dakwah yang membangun persaudaraan bukan yang menjatuhkan lawan, dakwah yang merangkul bukan memukul, dakwah yang mengajak bukan mengejek. Agar sama sama meraih predikat taqwa di sisi Allah. Seringkali beliau mengutarakan di penghujung ceramah beliau, “kalau ada sesuatu yang tidak sesuai, maka dialog dan diskusi itu lebih baik, bukan dengan hujat menghujat”.

Satu hal yang banyak orang lupa, semua yang beliau sampaikan dalam ceramah, tidak lain adalah mengutip pendapat-pendapat guru atau masyayikh beliau di Mesir dulu. Bukan pendapat sendiri, saya ulangi “Bukan pendapat sendiri”. Karna beliau sendiri bukan Mujtahid. Jadi salah kalau anda yang nyinyir mentahdziir dan menyudutkan Ustadz Abdul Somad. Karna pendapat beliau adalah pendapat para Ulama yang sanad keilmuannya tidak di ragukan lagi.

Tawassuth ini pun, bisa kita lihat dari tulisan-tulisan beliau. Dalam buku yang beliau tulis. Sempat beliau hadiahkan kepada saya “37 masalah populer”. Kita bisa menela’ah, bahwa beliau juga mengutip pendapat-pendapat Ulama-ulama mu’tabar dari kalangan Salafy. Seperti Syeikh Nashiruddin Al Bani, Syeikh Abdul Aziz Ibnu Baz, Syeikh Ibnu Utsaimin, bahkan Imam Ibnu Taimiyyah, Rahimahumullah. Karna beliau tidak memposisikan Ulama sebagai Malaikat yang tak punya salah, tidak pula Iblis yang selalu berbuat salah. Tapi beliau memposisikan Ulama seperti manusia yang “yukhti’ wa yushiib” (kadang salah, kadang benar). Tidak ada Ulama’ yang ma’shum. Selagi pendapat itu baik, maka di ambil. Kalau yang tidak sesuai, maka di tinggalkan. Artinya, kalau ada kuku yang panjang, gunting yang panjang itu, jangan potong tangannya. Sehingga jangan sampai kita menjadi orang yang membesarkan satu kesalahan, tapi melupakan seribu kebaikan.

Beliau tidak melarang siapa pun bahkan menganjurkan untuk terus belajar, bisa jadi kita ingin mengambil ilmu dari Ustadz Dr. Khalid Bassalamah, Dr. Syafiq Riza Bassalamah, Dr. Arifin Badri, dan lain lain. Selagi itu membahas masalah Fiqh Madzhab, hikmah kehidupan, nasehat untuk menghidupkan cahaya iman. Tapi biasanya orang yang belajar kalau sudah masuk ke ranah aqidah, dia akan berhati-hati. Salafy masih masuk ranah Ahlussunnah, Ustadz Abdul Somad tak pernah mengeluarkan Salafy dari Ahlussunnah. Seperti yang di lakukan kelompok sebelah yang mengatakan Tauhid Asy’ariyyah sesat, bahkan mengeluarkan dari Ahlussunah. Tauhid Ibnu Taimiyyah adalah Ijtihad, Asy’ariyyah juga Ijtihad. Mengenai Ta’wiil dan Tafwidh adalah tradisi Salafussholih. Kalau mengaku pengikut salaf, mestinya tidak menentang pendapat Salaf.

Strategi ini cukup tepat, karna yang banyak menyalahkan, membid’ahkan, dan mentahdzir. Adalah kelompok yang menamakan dirinya salafy dan menganggap ulama mereka yang saya sebutkan tadi sebagi Ulama yang kokoh dengan sunnah. Lalu UAS pun mengutip pendapat ulama mu’tabar mereka, padahal jendralnya saja mensetujui, kenapa yang kopralnya menentang.

Lalu ada yang nyinyir “alah, ustadz somad itu asal comot-comot fatwa”. Terkadang saya tertawa melihat komentar yang begini, mereka sendiri banyak mengutip pendapat Imam Ibnu Hajar Al ‘Astqolany, Imam Jalaluddin As-suyuthi. Tapi pendapat Imam Ibnu Hajar dan Imam Suyuthi tentang Maulid tidak bid’ah mereka tinggalkan. Aneh kan?

Meskipun hujatan, tahdzir, fitnah yang datang silih berganti kepada Ustadz Abdul Somad. Sepatah kata pun tak pernah keluar dari bibir beliau untuk menyuruh para jama’ah untuk ikut mentahdzir. Tidak pernah! Meskipun kalau mau di lakukan itu bisa. Tapi apakah demikian yang di ajarkan oleh Rasulullah? Apakah begitu akhlak Salafussholih? Bahkan kalau ingin menegur dan mengkritisi itu Imam Syafi’i mengajarkan untuk menasehatinya di belakang, bukan di depan umum. Allah saja senantiasa menutupi kesalahan dan aib hambanya dengan Rahmat dan Kasih sayangnya. Lalu ada manusia yang baru lahir mengoyak ngoyak harga diri orang lain dengan su’ul adab. Apalagi kepada Ulama. Sudah belajar Ta’liimul Muta’allim saudaraku?

Dan itupun hanya berani mengkritisi masalah jenggot, Isbal, Maulid. Tapi kenapa tidak berani mengkritisi kutipan beliau mengenai amalan khsusus Abu Hurairah, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Taimiyyah, dan lain lain baik dari kalangan salaf mau pun khalaf?

Apa tidak berani? Atau memang memang menutupi dalil? Atau masih bertahan dengan slogan “apa yang tidak pernah di lakukan nabi adalah Bid’ah”. Beranikah mengatakan Imam Ibnu Taimiyyah Ahli bid’ah? Tidak mungkin Ulama sekelas beliau tidak mengerti sunnah, dan tak paham bid’ah. Jadi apa yang maksud sunnah dan bid’ah itu?

Ta’riif atau pengertian bid’ah itu sendiri bermacam-macam. Kemarin di halaqoh Syeikh Musthofa Ala Naimah beliau adalah pengasuh Ruwaq Azhar di Iskandariyyah. Beliau memberikan penjelasan mengenai hadist Rasulullah. Dalam kitab Arba’in Annawawy Syarh Ibnu Daqiq. Bahwa maksud hadist :

من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Beliau melemparkan pertanyaan, apakah dalam hadist ini di sebutkan فيه atau منه ? Kalaulah yang sebutkan, فيه maka maksud nya perkara yang tidak ada di zaman Nabi. Tapi yang di sebutkan di situ adalah منه , yaitu perkara yang tidak ada Sumber dari agama (AlQuran dan Al Hadist). Karna dhomir “ه” kembali pada agama.

Sehingga, yang di maksud bid’ah adalah yang tidak ada Sumber dari agama. Bukan yang tidak pernah di contohkan Nabi.

Kita kembali kepada yang saya tegaskan bahwa, beliau menyampaikan dakwah bukan pendapat sendiri. Melainkan mengutip pendapat para Ulama. Lalu kenapa beliau yang menjadi sasaran fitnah dan caci maki oleh kelompok yang menamakan dirinya salafy?

Saya tidak menuduh, tapi saya khawatirkan. Ada sifat ghil atau hasad dalam hati mereka, sehingga berupaya untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap UAS yang kini ceramah nya menjadi pilihan Umat Islam Indonesia yang mayoritas Aqidahnya Asy’ariyyah. Tapi umat ini cerdas, umat ini pandai menilai, umat pandai memilih.

Yang saya lihat di lapangan, pengikut salafy mayoritas adalah anak-anak muda yang baru belajar, atau baru hijrah, yang tentunya semangatnya masih menggebu-gebu. Dan semangat menbid’ahkan pun menggebu-gebu. Hanya bermodalkan menonton video dan membaca tulisan ustadz sunnah, mereka berani ikut ikutan mentahdzir. Akhlak mana yang mereka ikuti? Hati-hati hasad yang akan membakar dan menggerogoti amalan amalan kita, dan akan menjadikan kita termasuk orang yang muflish (bangkrut) di akhirat nanti, karna pahala kita sudah kita setorkan dan kita transfer kepada orang yang kita fitnah dan caci maki.

Strategi dakwah wasatiyyah beliau selanjutnya adalah tidak pernah menggiring untuk fanatik terhadap satu madzhab. Al Azhar sendiri merangkul semua madzhab, karna Madzhab Hanafi dan Maliki lebih dulu memasuki Mesir. Sehingga tidak adil kalau Azhar hanya berdiri dengan satu madzhab. Begitu keterangan dari Dr. Ahmad Ikhwani Lc MA yang juga merupakan sahabat beliau, saat saya dan kawan kawan berbincang mengenai manhaj Al Azhar.

Sehingga ketika UAS menerangkan suatu perkara yang ada berbagai macam pendapat, beliau sebutkan semuanya. Tanpa menyuruh “ikut hanbali saja” , atau “ikut syafi’i saja” meskipun madzhab yang ada Indonesia mayoritas menggunakan Syafi’iyyah. Guna untuk menjelaskan kepada Umat, bahwa semuanya benar karna ijtihadnya berpatokan kepada Al Quran dan Al Hadist. Dan khidmah serta pelestarian madzhab oleh murid dari masing masing Imam madzhab sangat terjaga.

Adapun mengenai tuduhan bahwa beliau adalah HTI, itu tidak benar. Beliau ingin merangkul semuanya, dan akan mengatakan benar kalau ada kebenaran di dalamnya. Waktu acara Hizbuttahrir beliau di undang untuk datang, dalam moment tersebut bukan beliau saja yang di undang, ada juga dari PERTI, dan ormas lainnya. Namun orang yang tidak bertanggung jawab, mengupload video beliau saja, sehingga menjadi acuan bahwa beliau adalah bagian dari HTI. Padahal beliau secara struktur keorganisasian bukan HTI, beliau hanya menyampaikan ada dalil tentang khilafah, tapi tidak menyeberangi pancasila sehingga merongrong kebhinekaan seperti yang di tuduhkan kaum liberal. Beliau sendiri sering menjelaskan dari mana sumber pancasila dan bagaimana penafsirannya. Justru beliau Cinta dengan tanah air.

Bukan saja HTI, beliau juga mengisi ceramah di Masjid Muhammadiyah selama 2 tahun, apa beliau Muhammadiyah?

Beliau merangkul Jama’ah tabligh, dan menjelaskan dari mana Sumbernya sehingga muncul jama’ah Tabligh. Beliau sampaikan sisi positif dan kebenarannya. Apa beliau jama’ah tabligh? Beliau menjadi bagian dari Bahtsul Matsaa’il Nahdhotul Ulama. Bukan berarti beliau menyudutkan yang lain. Maka tawassuth itu tetap beliau bawa.

Bahkan beliau memiliki sahabat baik dari kalangan salafy, seperti Ustadz Abdullah Shalih Hadrami, Ustadz Omar Mita Hafidzohumallah. Lalu beliau menegaskan tidak semua Salafy itu Mutasyaddid. Ada juga yang Lunak, toleran. Dan lain lain. Jadi jangan digeneralisir bahwa semua Salafy itu ekstrim, mereka semua saudara kita.

Dan beliau mendatang kan pendapat Syeikh Athiyyah Saqar Rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa Al Azhar. Bahwa Salafy kalau masih bisa diajak diskusi dan tidak gampang manyalahkan, maka itu baik. Karna mereka membahas dan memberantas Tahayyul dan bid’ah khurafat. Kalau di Indonesia seperti aliran-aliran kebathinan.

Begitu indah kalau kita saling mencintai karna Allah dalam ikatan tali ukhuwwah Islamiyyah. Tuduhan dan caci maki boleh, tapi kepada diri kita sendiri saja. Bukan kepada orang lain, apa lagi Ulama. Sebagai bahan muhasabah diri, apakah diri kita sudah benar? Apakah kita lebih suci dari pada Ulama? Apakah kualitas dzikir, shalat, puasa, dan ibadah kita lainnya lebih baik dari orang lain?

Oleh karna itu, strategi dakwah Tuan Guru Abdul Somad adalah merekatkan Umat. Dan menjelaskan kembali apa yang sudah di ijtihadkan para Ulama, serta mereview ulang apa yang di ajarkan Ulama kita di Indonesia dulu, yang datang membawa ajaran Islam yang sampai sekarang masih utuh.

Pesan KH. Hasyim Muzadi Rahimahullah, bahwa Ulama dahulu datang ke Indonesia mengislamkan yang kafir, dan itu tanpa perang. Apa kita tega mengkafirkan yang sudah Islam. Doronglah sesama mukmin untuk masuk ke dalam surga bersama-sama tanpa harus menkapling-kaplingkan tanah di surga. Umat Islam adalah saudara kita, bukan musuh. Musuh kita adalah Kafir Zionis, Syi’ah, Komunis, Kristenisasi, Liberalisme, Pluralisme, dan kedzoliman fitnah media.

UAS mengingatkan bahwa masih banyak saudara kita yang belum mengenal Islam. Dan tidak usah jauh-jauh, salah satu daerah di Riau ketika UAS berdakwah memasuki kawasan terpencil melewati hutan belantara dan sungai kecil yang sangat jauh. Ada suku Akit, suku Sakai, dan Talang Mamak, yang di situ Muslim hanya mayoritas. Sedangkan kekuatan kristenisasi lebih unggul. Sebagian lainnya adalah penyembah Batang kayu dan Jin. Di situlah beberapa hari beliau berdakwah dan menyampaikan kepada umat semua bahwa ini merupakan tanggung jawab kita semua. Apakah masih terfikir oleh mu untuk semudah membalikkan telapak tangan mengeluarkan orang lain dari Ahlussunnah saudaraku?

Begitu lah, rekam jejak retorika dan strategi dakwah Ustadz Abdul somad. Banyak Ilmu yang saya download dari beliau, mulai dari nasehat dan petuahnya yang luar biasa. Juga dari ketawadhu’an beliau, sampai sekarang Mahasiswa Al Azhar berbondong-bondong untuk berfoto dengan beliau, beliau dengan senang hati menerima permintaan itu bahkan sampai larut malam. Begitulah cara untuk memuliakan Ilmu dan Ulama. Saya tidak tau, apakah ihtirom murid beliau di UIN Suska Riau juga demikian?

Sampai akhirnya, saat pertama kali berjumpa. Saya meminta agar di anggap sebagai murid beliau. Saya baru sadar ketika kiyai saya pimpinan Gontor.
KH. Hasan Abdullah Sahal berpesan saat melepas kami ke Mesir. Bahwa tingkatan penuntut ilmu itu ada 3,
  1. Pertama adalah, تكبر “Takabbara” (sombong). Setelah belajar Ilmu merasa sudah bnyak memiliki ilmu.
  2. Fase yang kedua, تواضع “Tawaadho’a” (rendah hati). Setelah banyak ilmu yang di miliki, ternyata masih banyak yang belum di kuasai, maka muncul rasa rendah hati.
  3. Yang terakhir yaitu, علم أن لا علم له “Alima An Laa ‘Ilma lahu” (Merasa dia tidak punya ilmu). Setelah melihat ada yang lebih tinggi ilmunya, maka kita merasa diri ini tak ada ilmu sama sekali. 
Semoga kita semua tergolong yang ketiga.

Saat duduk di hadapan beliau, saya hanya bisa mendengarkan. Tidak berani untuk mengeluarkan kata-kata yang mengarah kepada menggurui. Karna kewajiban seorang murid adalah mendengarkan, memperhatikan dan berakhlak yang baik kepada sang guru. Pesan sayyidina Ali Radhiyallahu ‘anhu.

من علمني حرفا صرت له عبدا

“Siapa yang mengajarkanku satu huruf, aku bersedia menjadi pelayan nya”

Begitulah seharusnya sikap dan bakti kita kepada orang yang telah mengajarkan kita Ilmu. Semakin hari, umat semakin mencintai beliau. Saya melihat dari komentar-komentar di lapangan yang ada di FP dan di youtube. Atau dalam dunia nyata. Doa-doa yang selalu di lantunkan oleh jama’ah itulah yang membuat beliau di berikan Allah kekuatan lahir dan bathin. Semoga kita di pertemukan di Surga bersama orang orang yang Sholih.

Pesan saya kepada teman teman agar meminimalisir pertanyaan kepada beliau yang berbau sensitif atau berpotensi menimbulkan respon negatif dari orang yang tidak senang dengan beliau. Bertanyalah pertanyaan yang dapat menambah keimanan dan semangat dalam beribadah. Dan bagi yang suka mengupload video beliau di sosial media agar jangan sampai memberikan judul video yang aneh hanya untuk kepentingan pribadi dan na’udzubillah akan bertambah fitnah yang Di tujukan kepada beliau.

Adapun harapan kepada Tuan guru, agar tetap sabar menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari jama’ah yang mungkin itu sudah berkali kali diulang. Sehingga terkadang timbul rasa geram, dan beliau menaikkan nada berbicara. Mungkin saja jama’ah yang bertanya itu baru kali itu datang ke majlis beliau. Dan mungkin datang dari tempat yang sangat jauh terpencil, sehingga untuk menyelami samudera keilmuan yang ada di youtube dia tidak bisa, di karenakan tidak ada sinyal. Atau mungkin karna sudah tua renta sehingga pertanyaan sebelumnya belum bisa di tangkap langsung, dan butuh pengulangan. Semoga tuan guru tetap di beri kesabaran.

Beliau tidak pernah berdakwah untuk di kenal manusia, karna saya masih ingat postingan beliau mengenai nasehat Syeikh Musthofa Ala Naimah. Bahwa “engkau di jadikan Allah Masyhur adalah untuk mengenalkan Allah, bukan untuk mengenalkan dirimu” (akun FB pribadi beliau sebelum beliau hapus). Adapun ketika banyak orang mengagumi, memuliakan, mencintai beliau, itu karna karunia dan janji Allah yang akan mengangkat derajat orang yang berilmu.


Foto di atas adalah saat saya dan teman teman mendampingi beliau menemui Syeikh Ali Jum’ah, usai menghadiri majlis istifta’ beliau. Tampak dari kamera , mata Ustadz Abdul Somad berkaca kaca, mungkin karna rasa haru dan bahagia yang bercampur dapat kembali duduk belajar di hadapan para Ulama Azhar, dan beliau hampir menangis saat Syeikh Ali Jum’ah membahas tentang Al Quds (Al Aqsha) dan fitnah kepada syeikh Ali Jum’ah saat keberadaan beliau di Al Quds.

Tentunya menjadi Batu loncatan dan motivasi bagi kita semua pada umumnya, dan mahasiswa Al Azhar pada khusunya. Bahwa beliau saja masih haus akan ilmu, jauh-jauh pergi ke Mesir hanya ingin duduk bersama Ulama untuk belajar. Bagaimana dengan kita, yang bekalnya belum seberapa untuk terjun ke masyarakat. Bahkan ada yang bermukim di Mesir , tapi enggan berkunjung kepada para ulama untuk belajar. Kami sangat mencintaimu gurunda Ustadz Abdul Somad.

Orang yang membencimu hanya segelintir. Kami ingat pesanmu bhwa, “ingat selalu firman Allah”

ألا إن أولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون.

Ketahuilah bahwa Orang orang yang menolong agama Allah tidak ada rasa takut dalam hati mereka, dan mereka tidak bersedih hati.

Kami tidak berada di belakang mu gurunda, tapi kami ada di barisan terdepan menyuarakan yang haq. Semoga Allah senantiasa memberkahimu kesehatan lahir dan bathin. Amin

(Mahasiswa Al Azhar, Kairo)
suaramuslim.net