Kerap dalam shalat jenazah, ada beberapa orang yang datang terlambat, sehingga mereka pun tertinggal beberapa takbir dari imam. Bagaimana mereka mengerjakan takbir yang terlewat?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ ، وَأْتُوهَا تَمْشُونَ عَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا ، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
“Jika shalat telah didirikan (terdengar iqamat), maka janganlah mendatanginya dengan berlari (tergesa-gesa). Dan datangilah shalat itu dengan berjalan tenang. Apa yang kamu dapati dari imam, maka kerjakanlah sepertinya, dan apa yang terlewatkan darimu maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no. 908 dan Muslim no. 151)
Perkataan Nabi “فَصَلُّوا” (maka shalatlah sepertinya) dalam hadits di atas, menunjukkan bahwa orang yang terlambat ikut shalat jenazah hendaknya langsung bertakbir dan shalat bersama imam, tidak menunggu imam melakukan takbir berikutnya.
Perkataan Nabi “وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا” (dan apa yang terlewatkan darimu maka sempurnakanlah) menunjukkan bahwa orang yang terlambat ikut shalat jenazah tidak mencukupkan diri dengan takbir yang ia dapatkan. Takbir yang sudah terlewat dan masing-masing bacaannya tetap harus dikerjakan setelah imam salam. Ini pendapat Sa’id bin Al-Musayyib, Atha, An-Nakha’i, Az-Zuhriy, Qatadah, Ibnu Sirin, Ats-Tsauriy, Ishaq, ulama Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan salah satu riwayat dari Hanabilah.
Anggaplah ia masuk ketika imam telah berada pada takbir ketiga. Apakah shalatnya dihitung sesuai kondisinya (takbir lalu membaca Al-Fatihah), ataukah dihitung sesuai kondisi imam (takbir lalu membaca sesuai bacaan imam)?
Penggalan perkataan Nabi “فَأَتِمُّوا” (…maka sempurnakanlah!) menunjukkan bahwa shalat makmum masbuq dihitung sesuai kondisi dirinya dan kondisi imam. Artinya, makmum bertakbir lalu membaca Al-Fatihah. Setelah itu mengerjakan takbir lanjutan beserta bacaannya, yaitu shalawat Nabi pada takbir kedua dan doa untuk mayyit pada takbir ketiga, sekalipun bacaan imam berbeda dengannya. Di antara ulama belakangan yang berpendapat demikian adalah Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin rahimahullah.
Namun, perlu diketahui bahwa terdapat riwayat lain dari hadits ini yang berbunyi:
إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ وَعَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَاقْضُوا
“Jika kalian mendatangi shalat, maka janganlah mendatanginya dengan berlari (tergesa-gesa). Datangilah shalat itu dengan berjalan tenang. Apa yang kamu dapati dari imam, maka shalatlah (kerjakanlah sepertinya), dan apa yang terlewatkan darimu maka tunaikanlah.” (HR. An-Nasai no. 860, Ahmad no. 7452, Ibnu Hibban no. 518)
Perkataan Nabi “فَاقْضُوا” (…maka tunaikanlah!) menunjukkan bahwa shalat makmum masbuq dihitung sesuai kondisi imam, bukan kondisi makmum. Jadi, ia bertakbir lalu membaca sesuai dengan bacaan imam (shalawat Nabi pada takbir kedua dan doa untuk mayyit pada takbir ketiga). Setelah imam salam, ia bertakbir dan membaca Al-Fatihah. Di antara ulama belakangan yang berpendapat demikian adalah Syaikh Abdurrahman Al-Barrak.
Lalu, manakah takbir dan bacaan yang hendaknya diikuti oleh makmum masbuq?
Kedua riwayat tersebut adalah shahih dan lafazh “tunaikanlah” dapat ditafsirkan dengan lafazh “sempurnakanlah”. Hal ini sebagaimana tafsir “menunaikan” terhadap makna “menyempunakan” dalam firman Allah U:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُوا اللهَ …
“Maka apabila kamu telah menunaikan shalat, ingatlah Allah.” (QS. An-Nisaa: 103)
Karenanya, salah satu dari kedua pendapat di atas boleh diamalkan tanpa mengingkari orang yang menyelisihi.
Akan tetapi, riwayat فَأَتِمُّوا lebih banyak dalam sisi periwayatan daripada riwayat فَاقْضُوا (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Qdalam Majmu’ Fatawa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah jilid 25). Karenanya, penulis lebih memilih pendapat pertama, dimana orang yang terlambat shalat jenazah menghitung shalat sesuai kondisi dirinya. Di takbir manapun imam berada, ia melakukan takbir pertama diikuti dengan membaca Al-Fatihah. Manakala imam telah salam, maka dia menambah takbir yang kurang beserta bacaannya.
Penulis mendengar penjelasan ini dari Syaikh Muhammad Mukhtar Asy-Syinqithy dalam kajian kitab ‘Umdatul Fiqh, bab Adab Berjalan Menuju Shalat (Masjid) di kota Riyadh, 7 Rabi’uts Tsani 1434 H.
Tambahan faedah:
Penulis juga pernah mendengar Syaikh Saad Asy-Syitsriy 5, dalam tanya jawab kajian harian kitab Dalil Ath-Thalib bersama beliau, tanggal 29 Syawwal 1432 H, menukil perkataan sebagian ahli fiqih, bahwa orang yang terlambat shalat jenazah, hendaknya ia bertakbir dan menyesuaikan bacaan dengan kondisi imam. Jika ia masuk dalam takbir ketiga, maka hendaknya dia membaca doa dan bukan membaca Al-Fatihah, karena menyesuaikan bacaan imam. Manakala imam telah salam, maka ia sempurnakan takbir yang kurang (yaitu takbir pertama beserta bacaan Al-Fatihah dan seterusnya). Adapun jika sudah sangat terlambat dan khawatir jenazah akan segera diangkat sebelum selesai shalatnya, maka cukup baginya bertakbir secara berturut-turut (tanpa bacaan) lalu salam.
Kesimpulan:
- Orang yang terlambat ikut shalat jenazah hendaknya langsung bertakbir dan shalat bersama imam, tidak menunggu imam melakukan takbir berikutnya.
- Orang yang terlambat ikut shalat jenazah tetap harus mengerjakan takbir yang terlewatkan dan membaca bacaan masing-masing takbir tersebut setelah imam salam.
- Ada dua pendapat tentang cara makmum masbuq mengejar ketertinggalan dalam shalat jenazah: (1) Menghitung sesuai kondisinya (takbir lalu membaca Al-Fatihah); (2) Menghitung sesuai kondisi imam (takbir lalu membaca sesuai bacaan imam). Salah satu dari kedua pendapat boleh diamalkan tanpa mengingkari orang yang menyelisihi.
- Riwayat hadits yang menjadi dalil pendapat pertama lebih banyak daripada riwayat untuk pendapat kedua. Maka menghitung sesuai kondisi diri makmum (takbir lalu membaca Al-Fatihah) lebih utama dikerjakan.
- Jika sudah sangat terlambat dan khawatir jenazah akan segera diangkat sebelum makmum masbuq selesai shalat, maka cukup baginya bertakbir secara berturut-turut tanpa bacaan lalu salam.
Demikian apa yang dapat kami tuliskan. Semoga Allah menjadikan tulisan ini sebagai sarana dakwah yang ikhlas untuk agama-Nya dan menambah faedah ilmu bagi saudara-saudara kami yang membacanya.