"Pemerintahan gubernur Nusa Tenggara Barat bisa dijadikan contoh bagi negara-negara Islam, bahkan dunia, bukan hanya buat Indonesia."
Itu bukan komentar saya. Itu komentar Prof Dr Syekh Abdul Fadhil el Qoushi. El Qoushi bukanlah profesor sembarangan. Ia ulama besar al-Azhar, Mesir. Ia wakil ketua Organisasi Internasional Alumni al-Azhar. Ia pernah menjabat menteri Wakaf Mesir. Sedangkan, gubernur NTB yang dimaksud adalah Dr Tuan Guru Haji Muhammad Zainul Majdi dan akrab dipanggil Tuan Guru Bajang alias TGB.
El Qoushi menyampaikan komentarnya itu saat memberi sambutan pada pertemuan akbar Organisasi Internasional Alumni al-Azhar cabang Indonesia di Mataram, 18 Oktober lalu. Pertemuan dua hari itu dibungkus dalam bentuk konferensi internasional "Moderasi Islam: Dimensi dan Orientasi". Pertemuan dan konferensi ditutup Presiden Joko Widodo pada Kamis lalu.
Moderasi Islam atau Islam moderat sengaja diangkat sebagai tema karena inilah yang dibutuhkan dunia saat ini, termasuk Indonesia. Islam moderat juga menjadi sikap Lembaga Pendidikan dan Dakwah al-Azhar, Mesir, sejak berdiri lebih dari seribu tahun lalu. Bahkan, Syekh el Qoushi menegaskan, moderasi Islam inilah yang menjadi benteng kokoh keberadaan al-Azhar selama ini.
Dan, kata Syekh el Qoushi, TGB telah berhasil, bukan hanya sebagai pakar atau akademisi, melainkan juga menerjemahkan Islam moderat di bumi NTB. Islam moderat yang didefinisikan TGB—dalam sambutannya sebelum Syekh el Qoushi—sebagai toleran, jalan tengah, ramah dan mengayomi, membawa kedamaian, saling menghormati dan menerima segala perbedaan. Bukan Islam yang justru mengancam, saling menegasikan, dan menebar ketakutan.
Bahkan, menurut TGB, moderasi Islam dengan segala maknanya merupakan syarat utama dalam pembangunan. Termasuk, ketika ia menerima amanah memimpin NTB sekitar sembilan tahun lalu. "Tanpa kedamaian dan kerukunan di masyarakat yang merupakan salah satu bentuk moderasi Islam, mustahil kami bisa membangun NTB," ujarnya di depan hadirin yang sebagian besar alumni al-Azhar, Mesir, lintas generasi. Termasuk di antara mereka adalah delegasi alumni al-Azhar dari lebih 20 negara. Juga, para pejabat teras al-Azhar, Mesir.
Menurut Syekh el Qoushi, moderasi Islam sangat dibutuhkan di tengah dunia yang terkoyak oleh berbagai paham, aliran, dan kelompok yang serbaekstrem, baik kanan maupun kiri. Dari liberalisme, antiagama, hingga Islamofobia. Dari takfiri (menganggap orang lain kafir), tadhlili (menganggap orang lain sesat), hingga yang menganggap dirinya paling benar dan orang lain salah.
Serbaekstrem itu bukan hanya terjadi di kalangan umat Islam, melainkan juga di kalangan agama lain. Di Myanmar, misalnya. Pun di negara-negara Eropa dan kawasan lain, terutama Timur Tengah. Karena itu, lanjut El Qoushi, dunia sangat membutuhkan pemerintahan seperti yang dihadirkan gubernur NTB.
Yang lebih menggembirakan, lanjut ulama senior al-Azhar ini, Gubernur TGB bukan hanya berhasil menghadirkan kedamaian dan kerukuman di kalangan masyarakat NTB, melainkan juga berhasil membangun dan memajukan sektor-sektor lain, terutama di bidang ekonomi.
Dalam tiga tahun berturut-turut, ekonomi NTB tumbuh di atas rata-rata nasional, yaitu di atas lima persen. Pada 2016 mencapai angka 5,28 persen, sementara pertumbuhan nasional di bawah angka lima persen. Sedangkan, tingkat pengangguran terbuka dengan indeks Rasio Gini sebesar 0,36, lebih baik dari rata-rata nasional yang berada pada angka 0,40. Angka kemiskinan sejak 2008 sampai dengan 2016 juga berhasil diturunkan dari 23,4 persen menjadi 16,02 persen.
"Saya mewakili al-Azhar akan selalu gembira mendengar keberhasilan negara Islam (mayoritas penduduk Muslim--pen). Termasuk, keberhasilan Gubernur NTB yang merupakan anak didik al-Azhar," kata Syekh el Qoushi.
TGB tampak menyimak pidato Syekh el Qoushi, takzim. Ia pun merendah saat menyinggung keberhasilannya sebagai gubernur. Menurutnya, semua itu tak lepas dari didikan, bimbingan, dan keberkahan para ulama, terutama ulama al-Azhar. "Setiap alumni al-Azhar, di mana pun ditempatkan akan mampu menjalankan amanat. Gubernur NTB hanya salah satunya,’’ ujar TGB dalam sambutannya. Untuk kesekian kali, ruang konferensi pun membahana oleh tepuk tangan. Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid juga alumnus al-Azhar.
Ia menambahkan, selain sektor ekonomi, NTB juga telah berhasil menyabet predikat sebagai destinasi wisata halal terbaik sedunia dan destinasi wisata bulan madu halal terbaik dunia. "Ini bukan berarti NTB hanya cocok buat pasangan muda. Bagi para alumni senior yang ingin mengulang bulan madu, juga silakan datang ke sini," ia berpromosi.
TGB memang lengkap sebagai umara sekaligus ulama. Kakeknya, TGH M Zainudin Abdul Majid, adalah Tuan Guru Pancor. Ia pendiri organisasi Islam terbesar di NTB, Nahdlatul Wathan (NW). Ia juga pendiri Pesantren Darun Nahdlatain. Tuan Guru merupakan gelar bagi para pemimpin agama yang membina, membimbing, dan mengayomi masyarakat.
Dalam keluarga yang agamais itulah Muhammad Zainul Majdi dididik. Di masa yang masih sangat muda, ia pun sudah hafal Alquran. Pendidikan hingga tingkat SMA ia tempuh di lingkungan NW. Gelar S-1 dan S-2 ia peroleh di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Tafsir dan Ilmu-ilmu Alquran di Fakultas Ushuludin adalah jurusan yang ia pilih. Ia meraih gelar MA (Master of Art) dengan predikat baik sekali.
Sedangkan, gelar S-3/doktor ia peroleh pada 2011 di universitas yang sama, ketika ia menjabat sebagai gubernur. Desertasinya berjudul "Studi Metologis dan Analitis Tafsir Ibu Kamal Basya". Ia memperoleh predikat summa cum laude.
Bergelar Tuan Guru, akademisi dan sekaligus ulama, serta latar belakang keluarga yang berpengaruh, ia pun dengan mudah melenggang ke Senayan dan kemudian terpilih sebagai gubernur hingga dua periode. Tapi, menurut TGB, tidak mudah ketika ia baru terpilih menjadi gubernur. Tak sedikit yang mencibir, merendahkan, bahkan mengejek.
"Waktu itu, saya masih sangat muda, santri, dan belum berpengalaman. Mereka bilang, ‘Apa yang bisa dikerjakan anak muda yang masih ingusan ini?’ Namun, dengan kerja keras dan bimbingan serta doa para ulama, kritik itu pun hilang dengan sendirinya," ujar TGB yang selama pidato dari awal hingga akhir menggunakan bahasa Arab dengan fasih. Waktu terpilih menjadi gubernur, TBG berusia 36 tahun. Ia gubernur termuda di Indonesia saat itu.
Pada Rabu malam lalu para alumni dengan aklamasi menyetujui penunjukan TGB sebagai nahkoda baru Organisasi Internasional Alumni al-Azhar cabang Indonesia. Pada awalnya ia menolak ketika ditunjuk Dr Quraish Shihab, sebagai ketua lama, untuk menggantikannya. Alasan Ustaz Quraish karena ia sudah tua dan ingin memberi kesempatan kepada yang lebih muda. Sedangkan, alasan penolakan TGB karena ia bukan yang terbaik. Apalagi, yang digantikannya adalah seorang ulama sekaliber Ustaz Quraish Shihab.
Namun, ketika jalan tengah ditemukan, yaitu dengan ‘menaikkan’ Ustaz Quraish sebagai mustasyar atau ketua kehormatan, TGB pun tidak bisa menampik. Apalagi, para alumni segera membaca al-Fatihah, tanda persetujuan dan doa agar ia berhasil menahkodai kapal alumni al-Azhar.
Kini, tugas TGB sangatlah penting. Mengajak 30 ribu lebih para alumni al-Azhar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia untuk menebarkan moderasi Islam di tengah masyarakat. Moderasi Islam yang menjadi perhatian utama al-Azhar. Moderasi Islam yang dibutuhkan Indonesia dalam bingkai NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, dan UUD 1945. Moderasi Islam untuk menciptakan Indonesia yang aman, damai, saling menghormati, dan menerima segala perbedaan.