Hukum Investasi BOT



Investasi BOT

Si A memiliki lahan, tapi tidak bisa mengembangkan karena masalah modal. Datang si B sebagai investor. Dia akan membangun hotel di lahan si A. dengan perjanjian, untuk hasil 20 tahun pertama, semua hasil milik si B (investor). Tahun selanjutnya, hotel menjadi milik si A (pemilik lahan). Apakah investasi dengan cara seperti ini dibolehkan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Diantara metode yang kami gunakan dalam memahami akad adalah melihat akad berdasarkan konsekuensinya. Karena menentukan akad itu melihat hakekatnya, bukan semata melihat namanya. Dalam hal ini berlaku kaidah fiqhiyah yang berlaku dalam kajian fiqh muamalah maliyah,

العبرة في العقود بالمقاصد والمعاني لا بالألفاظ والمباني

“Yang menjadi acuan dalam akad melihat maksud dan hakekat akad, bukan berdasarkan lafadz dan kalimat” (al-Wajib fi Idhah al-Qawaid al-Kulliyah, hlm. 147).

Bisa jadi konsumen menyebutnya ‘minta’, padahal hakekatnya beli. Bisa juga konsumen menyebutnya ‘pinjam’, tapi hakekatnya sewa. Semua itu melihat konsekuensi dan hakekat akad.

Sebagai contoh, si A pinjam mobil ke si B untuk dipakai perjalanan dari Jakarta ke Bogor. Si B mensyaratkat, boleh pinjam mobil asal BBM diisi pertamax penuh ketika dikembalikan. Padahal saat dibawa, BBM mobil di bawah garis merah.

Sekilas transaksi yang terjadi adalah pinjam meminjam. Namun yang benar tidak, karena pinjaman yang disyaratkan harus memberikan imbalan (iwadh), statusnya sewa. Sehingga yang benar, si A sewa mobil ke si B dengan harga BBM pertamax penuh 1 tanki mobil.

Investasi BOT

Kita ulang pertanyaan di atas,

Si A memiliki lahan, tapi tidak bisa mengembangkan karena kendala modal. Datang si B sebagai investor. Dia akan membangun hotel di lahan si A. dengan perjanjian, untuk hasil 20 tahun pertama, semua hasil milik si B (investor). Tahun selanjutnya, hotel menjadi milik si A (pemilik lahan).

Ada 2 kemungkinan pendekatan untuk memahami akad seperti yang anda ceritakan;

[1] Akad yang terjadi adalah akad musyarakah

Si A dan si B melakukan syirkah, dengan modal yang berbeda. Modal si A dalam bentuk lahan, modal si B dalam bentuk bangunan.

[2] Akad yang terjadi adalah sewa menyewa

Si B sebagai pemilik bangunan, menyewa lahan milik si A untuk didirikan hotel, selama 20 tahun, dengan pembayaran dalam bentuk bangunan hotel di usia 20 tahun.

Penjelasan:

Jika kita pahami sebagai akad musyarakah, di sana ada kesepakatan yang cacat. Karena dalam akad musyarakah, salah satu pihak tidak boleh menguasai hasil di rentang tertentu tanpa melibatkan pihak kedua. Sehingga ketika si B sebagai pemilik bangunan meminta agar hasil selama 20 tahun menjadi milik dia, akad yang berlangsung bukan lagi musyarakah yang sah. Karena kita tidak tahu, di tahun berapa usaha ini bisa memberikan hasil yang lebih.

Penjelasan selengkapnya, bisa anda pelajari di:

Bagi Hasil Beda Tahap

Si A dan si B melakukan transaksi mudharabah. Si A sbg pemodal dan si B sbg mudharib. Si A membuat perjajian, untuk masa usaha 1 tahun pertama, bagi hasilnya 90:10. Dimana 90% menjadi...
Read More

Karena itu, yang lebih mendekati, dalam transaksi BOT (build operate transfer), akad yang terjadi adalah akad sewa menyewa. Di mana pengembang (kontraktor) menyewa lahan dari pemilik untuk dijadikan properti selama waktu tertentu, dengan pembayaran properti yang dibangun di usia ketika transfer.

Dalam kasus di atas, si B menyewa lahan dari si A selama 20 tahun, dengan pembayaran berupa hotel di usia 20 tahun. Ini lebih sejalan dengan aturan yang berlaku dalam akad sewa, dibandingkan akad musyarakah.

Hanya saja, ada bagian aturan akad yang perlu disempurnakan, terutama di posisi hotel sebagai alat pembayaran.

Dalam akad ijarah (sewa), nilai sewa harus jelas. Jika nilai sewa tidak jelas, berarti akad yang dilakukan statusnya gharar.

As-Sarkhasi mengatakan,

وجهالة الأجرة تفسد الإجارة

Tidak diketahuinya nilai ujrah, menyebabkan akad sewa menjadi batal. (al-Mabsuth, 15/157).

Sewa lahan di atas dibayar dengan hotel. Sehingga kriteria hotel yang akan dijadikan alat pembayaran harus jelas. Terutama nilai hotel yang dimaksud di usia 20 tahun dalam kondisi normal. Mereka harus memiliki gambaran, semisal melalui informasi dari appraisal. Ini semua dalam rangka menghindari gharar.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Assalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah Saya ucapkan kepada Allah dan Solawat Beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW

0 komentar: