Rekam Jejak Retorika dan Strategi Dakwah Ustadz Abdul Somad Lc. MA


Salah seorang da’i yang kini menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat adalah Ustadz Abdul Somad, seorang da’i muda kelahiran 1977 lulusan Al Azhar Kairo dan Darul Hadist Maroko. Bagaimana kiprah Ustadz yang sering di sapa “UAS” itu dalam dunia dakwah? Dan bagaimana penilaian umat kepada beliau?

Sebagai muqoddimah, saya sendiri belum terlalu lama mengenal beliau, baru 2 tahun. Yaitu saat guru saya Ustadz Ahmad Khusyairy Lc di Tembilahan pada tahun 2015 memberikan beberapa arahan dan masukan, kemana saya akan melangkah setelah menjadi alumni Gontor. Saat itu pula beliau menyebutkan beberapa orang yang kiprahnya cukup membanggakan, salah satunya Ustadz Abdul Somad. Dengan berbagai macam prestasi dan prestise yang di capai. Artinya Ustadz Ahmad Khusyairy mendorong untuk bisa mengenyam pendidikan di Maroko atau Mesir agar dapat menjadi seperti sosok yang beliau ceritakan, yaitu Ustadz Abdul Somad. Dalam hati saya, betapa tawadhu’ dan rendah hati sekali kedua guru saya ini.

Selama beberapa bulan, saya hanya bisa melihat Ustadz Abdul Somad di beberapa video yang ada di youtube. Dan mencoba mencari akun facebook nya. Dengan terkejut, ketika saya ingin menambahkan pertemanan di Facebook, beliau lebih dulu menambahkan pertemana di FB saya. Dari sini sudah tercium aroma ketawadhu’an beliau. Hanya itu media yang dapat menyambungkan saya dengan beliau. Akhirnya Allah pertemukan saya dengan Ustadz Abdul Somad pada Bulan Ramadhan 2016. Saya sisihkan beberapa hari waktu libur di Gontor untuk mengikuti dan menghadiri kajian-kajian beliau di Pekan Baru. Saat itulah muncul rasa bahagia, karna bisa bertatap muka langsung dengan singa vodium bumi Lancang Kuning itu.

Usai ceramah beliau, saya di ajak ke rumahnya, padahal waktu itu sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Dengan rasa segan saya katakan “ustadz, ini sudah larut malam untuk antum istirahat. Ana pamit pulang dulu saja, besok kesini lagi”. Spontan beliau menjawab, “Laa, anta tamsyi ma’ii” (jangan, habis ini kamu ikut saya). Dalam hati saya bertanya-tanya, “apakah bener yang di ceritakan bahwa beliau adalah Ulama yang tawadhu’?

Saat itu saya di dampingi oleh sahabat saya Ikhlas Apriandi . Sampai di dalam rumah, beliau pun sangat terbuka menerima kedatangan kami untuk silaturahim. Sekaligus berbincang bincang seputar pengalaman dan meminta nasehat. Ternyata benar beliau adalah sosok ‘Alim yang tawadhu’. Tidak ada gengsi dalam diri beliau, padahal saya siapa dan beliau sudah dimana. Ternyata bukan saja Ilmunya yang tinggi, tapi akhlaknya pun luar biasa.

Begitu pula cerita yang di sampaikan beberapa jama’ah yang kebetulan wali santri yang anak nya belajar di Gontor. Ketika saya masih di berikan izin untuk mengabdikan diri mengajar di pondok. Saya bertemu wali santri yang juga berasal dari Riau, tepatnya Pekanbaru dan sekitarnya, yang sedang menjenguk anak nya di Gontor. Saat sharing tentang anak nya di pondok, beberapa wali santri yang sering hadir di Masjid Agung An-nur ini pun menceritakan tentang Ustadz Dr. Musthofa Umar Lc MA yang merupakan salah satu Putra terbaik Gontor dengan kiprahnya yang gemilang di Riau, beliau adalah pakar Tafsir (sedang menulis Tafsir Al Ma’rifah dan Tafsir digital) ketua MUI Riau sekaligus Imam besar Masjid Agung An-nur, dan beliau juga yang menjadi pimpinan redaksi Tafaqquh yang menjadi lahan dakwah guru-guru kita di Riau.

Kemudian di sambung dengan cerita tentang ketawadhu’an sosok Ustadz Abdul Somad. Dari cara beliau berbicara dengan jama’ah, cara beliau menyambut tamu, atau pun penilaian masyarakat mengenai penampilan beliau. Dan Setau saya, sejauh apapun jarak yang di tempuh beliau untuk ceramah. Beliau tidak mau di jemput oleh siapapun, selagi beliau mampu untuk berangkat sendiri. Terkadang masyarakat pun khawatir kalau beliau pergi sendiri, tapi Alhamdulillah di perjalanan selalu ada yang mendampingi beliau. Yaitu akhi Bismar, atau Ustadz Dayat dan tim Redaksi Tafaqquh lainnya.

Baiklah, pembahasan pertama. Kita masuk pada retorika dakwah Ustadz Abdul Somad.

Retorika di sini maksudnya adalah seni dalam berbicara. Tidak banyak orang yang memiliki kemampuan retorika dalam berbicara. Karna ada orang yang punya Ilmu, namun ketika diminta menyampaikan di depan umum tidak bisa. Ada juga yang hanya punya skil, tapi ilmu nya tidak ada. Ada juga yang tak punya skil, juga tak punya ilmu, jenis yang ketiga ini mungkin termasuk saya sendiri.

Retorika dakwah beliau yang begitu memukau bagi siapa saja yang mendengarnya. Dengan penyesuaian tinggi rendah nya nada, bahasa tubuh yang sinkron dengan isi, di tambah beliau kaya dengan perbendaharaan kata, penjabaran yang luas, sumber atau referensi kitab yang begitu banyak, segudang pengalaman dan perjalanan hidup, serta kisah kisah menarik yang di tuangkan. Menjadikan setiap ceramah beliau dapat di kemas dengan renyah dan menarik. Kalau di dalam Ilmu Tarbiyah namanya “Murattab Manthiqiy” yaitu tersusun rapi, logis dan mudah di cerna. Beliau tidak akan pindah ke point selanjutnya, sebelum point pertama di bahas tuntas, sehingga pembahasan meruncing kepada tema, dan tidak melebar kemana mana. Ini lah yang sulit bagi para da’i kalau tidak menguasai materi dan permasalahan.

Apalagi saat beliau menyampaikan khutbah Jum’at yang tidak pernah sama sekali menggunakan teks, saya yakin beliau meniru guru-guru atau para Masyayikh Azhar yang juga tidak pernah menggunakan teks dalam khutbah.

Saya sendiri yang menjelajahi semua isi ceramah beliau yang ada di youtube. Saya membaca satu persatu gaya bahasa beliau. Bagi orang yang pertama kali mengintip ceramah UAS di youtube, biasanya langsung berkomentar bahwa ceramah beliau selain menambah tsaqofah (wawasan), ceramah beliau juga tidak membosankan. Karna terkadang kita akan terhibur dengan logat bawaan beliau yang khas melayu. Atau beliau membuat hadirin semua tertawa dengan guyonan-guyonan yang spontanitas. Bukan karna di buat buat. Artinya, beliau termasuk orang yang punya skil juga punya ilmu.

Padahal beliau tidak pernah belajar public speaking, melainkan beliau belajar dari senior atau guru beliau Dr. Musthofa Umar Lc MA, dan Dr. Mawardi Muhammad Shaleh Lc MA. Belajar mengenai senam muka dan lain lain, juga pernah di minta untuk menjadi pembawa acara di TVRI. Hanya itu saja latihan beliau, pada hal orang orang yang pernah mondok di pesantren bertahun tahun belajar cara berorasi di vodium. Mestinya kita terpacu untuk lebih baik.

Dengan pakaian beliau yang sederhana dan rapi, dengan baju koko dan peci berwarna hitam. Kita dapat membuktikan bahwa kualitas seseorang tidak di lihat dari penampilan. Namun UAS tetap menganjurkan untuk tetap memakai pakaian sunnah. Karna Allah itu indah dan mencintai keindahan.

Selanjutnya, betul pepatah Arab yang mengatakan “Al Insaan Ibnu ‘awaaidihi” (manusia adalah anak atau buah dari kebiasaannya). Maksudnya ala bisa karna biasa, karna beliau sudah terbiasa diminta ceramah oleh masyarakat kemana-mana tanpa pilih-pilih. Maka semakin lama semakin dipoles gaya ceramah beliau, sampai akhirnya fiks dan itu menjadikan ceramah adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi beliau.

Demam panggung, sebenarnya itu bukan faktor karna tidak adanya skil. Mungkin karna kurang biasa, atau belum meluruskan niat. Kalau berdakwah karna Allah bukan karna ingin dilihat baik oleh manusia, tentunya akan menjadikan kita bebas dan leluasa saat menyampaikan dakwah. Karna hanya berharap penilaian dari Allah sehingga di mudahkan lisan, fikiran, dan hati kita oleh Allah. Saya melihat tamu yang hadir saat beliau tausiah, ada dari kalangan pejabat kapolda, bupati, walikota, gubernur, bahkan menteri. Ada juga dari kalangan tokoh umat, KH. Arifin Ilham, Ustadz Felix Siauw, Ustadz Solmed, dan lain sebagainya. Tapi beliau tidak sedikitpun terlihat kaku dan tetap lantang menyuarakan kebenaran.

Terlepas dari pada itu, Mungkin terkadang beliau banyak menyinggung ormas atau seseorang mungkin, tanpa menggunakan perantara Uslub Balagiyyah atau ilustrasi yang tepat sehingga banyak pihak-pihak yang tersinggung. Tapi itulah manusia, tempat salah dan lupa, maka sebaik baik orang yang berbuat salah itu adalah orang yang meminta maaf dan meminta ampun.

Mengenai beliau dakwah tidak pilih-pilih maksudnya adalah, beliau tidak membedakan antara surau yang kecil dengan Masjid yang besar. Pernah suatu ketika pemerintah daerah mengundang beliau untuk ceramah, lalu pada jadwal yang di minta itu beliau sudah punya jadwal tausiyah di surau. Meskipun di minta untuk menggeser, tapi beliau tetap memilih untuk di surau, dan menolak untuk tawaran lain. Karna itulah bentuk pengabdian kepada umat. Meskipun ada tawaran di televisi, beliau tetap mengutamakan jadwal yang sudah di mintakan masyarakat. Karna kepercayaan masyarakat ini jauh lebih mahal. Semoga Allah perbanyak da’i seperti mu tuan guru.

Mengenai strategi dakwah Ustadz Abdul Somad, 

menurut hemat saya selama ini, beliau memakai strategi yang sudah di ajarkan Al Azhar yaitu Manhaj Wasatiyyah. Maksud wasatiyyah di sini adalah “Laa syarqiyyah walaa Ghorbiyyah” (tidak ketimur-timuran tidak pula kebarat-baratan) artinya berada di tengah- tengah. Tidak “tasyaddud” (asal mengahramkan, menbid’ahkan, menkafirkan) sehingga umat merasa takut dan cemas, tidak pula “tasayyur” (mudah menghalalkan apa saja tanpa hujjah dan dalil yang jelas). Ingin lebih jelas lagi mengenai pembahasan ini bisa kita buka kitab إعلام الموقعين milik Imam Ibnu Al Qoyyim Al Jauzi, mengenai orang orang yang asal menentukan hukum halal dan haram dengan mudahnya.

Wasatiyyah yang beliau pakai adalah untuk menyatukan dan merekatkan umat. Agar umat ini tidak saling menyalahkan dan meributkan perkara-perkara yang sebenarnya para Ulama sudah tuntas membahas nya. Ketika saya menghadiri majlis Istifta’ Syeikh Ali Jum’ah Bulan yang lalu, di akhir pertemuan beliau berpsan,

خروج من الخلاف مستحب

“Keluar dari perbedaan adalah di anjurkan”

Sehingga, ketika ada berbagai macam bentuk perbedaan pendapat. Ambil pendapat dari para Ulama yang menurut kita arjah. Maka kita sudah keluar dari lingkaran perbedaan, dengan tanpa menyalahkan pendapat yang lain. Karna tidak mungkin ulama madzhab itu menentang sunnah.

Alangkah indahnya kalau kita lapang dada menerima perbedaan, dan menghindari perpecahan. Jangan hanya sibuk membidik sesama Muslim, jangan jadikan taring kita hanya tajam kepada Mu’min, tapi tumpul kepada yang kafir. Jangan sampai umat ini mau digiring untuk over toleran kepada yang tidak seakidah, dan intoleran kepada yang seakidah. Kapan umat ini bisa bersatu ? Lalu bagaimana perasaan baginda Rasulullah jika mengetahui umat nya terpecah belah?

Padahal yang mabuk dan judi masih banyak, kenapa yang Qunut diributkan? Padahal tentara zionis sudah menembak mati, dan mencabik cabik jati diri umat Islam. Lalu kita masih meributkan Maulid, menyesatkan Tasawwuf, dan lain sebagainya. Padahal kalau saja kita mau mendengarkan pendapat orang lain yang juga memiliki hujjah serta dalil. Tidak mungkin kita akan menyudutkan yang tak sepemahaman dengan kita. Kalau kita menolak kebenaran ini, serta menyepelekan orang lain. Maka hati-hati, bisa saja kita jatuh pada dua ciri orang yang dimaksudkan Nabi sebagai orang yang sombong yang tidak akan masuk surga walaupun rasa sombong itu sebesar biji sawi. Yaitu , بطر الحق (menolak kebenaran), و غمط الناس (merendahkan orang lain). Wal ‘iyaadzu billah.

Maka dalam kesempatan beliau belajar ke Mesir di musim panas ini, beliau menyempatkan menerima undangan Mahasiswa Al Azhar dari Indonesia untuk memberikan nasehat dan motivasi. Memenuhi undangan panitia Majlis Sholawat Sahah Indonesia, Darrasah Kairo.

Saya menangkap, bahwa beliau mengatakan “dakwah kita adalah Bayaan (menjelaskan) bukan “hujum” (menyerang), bukan tabdi’ (menbid’ahkan), bukan takfiir (mengkafirkan)”.

Dakwah yang mencerdaskan, bukan menyalahkan. Dakwah yang menyejukkan, bukan menyudutkan, dakwah yang membangun persaudaraan bukan yang menjatuhkan lawan, dakwah yang merangkul bukan memukul, dakwah yang mengajak bukan mengejek. Agar sama sama meraih predikat taqwa di sisi Allah. Seringkali beliau mengutarakan di penghujung ceramah beliau, “kalau ada sesuatu yang tidak sesuai, maka dialog dan diskusi itu lebih baik, bukan dengan hujat menghujat”.

Satu hal yang banyak orang lupa, semua yang beliau sampaikan dalam ceramah, tidak lain adalah mengutip pendapat-pendapat guru atau masyayikh beliau di Mesir dulu. Bukan pendapat sendiri, saya ulangi “Bukan pendapat sendiri”. Karna beliau sendiri bukan Mujtahid. Jadi salah kalau anda yang nyinyir mentahdziir dan menyudutkan Ustadz Abdul Somad. Karna pendapat beliau adalah pendapat para Ulama yang sanad keilmuannya tidak di ragukan lagi.

Tawassuth ini pun, bisa kita lihat dari tulisan-tulisan beliau. Dalam buku yang beliau tulis. Sempat beliau hadiahkan kepada saya “37 masalah populer”. Kita bisa menela’ah, bahwa beliau juga mengutip pendapat-pendapat Ulama-ulama mu’tabar dari kalangan Salafy. Seperti Syeikh Nashiruddin Al Bani, Syeikh Abdul Aziz Ibnu Baz, Syeikh Ibnu Utsaimin, bahkan Imam Ibnu Taimiyyah, Rahimahumullah. Karna beliau tidak memposisikan Ulama sebagai Malaikat yang tak punya salah, tidak pula Iblis yang selalu berbuat salah. Tapi beliau memposisikan Ulama seperti manusia yang “yukhti’ wa yushiib” (kadang salah, kadang benar). Tidak ada Ulama’ yang ma’shum. Selagi pendapat itu baik, maka di ambil. Kalau yang tidak sesuai, maka di tinggalkan. Artinya, kalau ada kuku yang panjang, gunting yang panjang itu, jangan potong tangannya. Sehingga jangan sampai kita menjadi orang yang membesarkan satu kesalahan, tapi melupakan seribu kebaikan.

Beliau tidak melarang siapa pun bahkan menganjurkan untuk terus belajar, bisa jadi kita ingin mengambil ilmu dari Ustadz Dr. Khalid Bassalamah, Dr. Syafiq Riza Bassalamah, Dr. Arifin Badri, dan lain lain. Selagi itu membahas masalah Fiqh Madzhab, hikmah kehidupan, nasehat untuk menghidupkan cahaya iman. Tapi biasanya orang yang belajar kalau sudah masuk ke ranah aqidah, dia akan berhati-hati. Salafy masih masuk ranah Ahlussunnah, Ustadz Abdul Somad tak pernah mengeluarkan Salafy dari Ahlussunnah. Seperti yang di lakukan kelompok sebelah yang mengatakan Tauhid Asy’ariyyah sesat, bahkan mengeluarkan dari Ahlussunah. Tauhid Ibnu Taimiyyah adalah Ijtihad, Asy’ariyyah juga Ijtihad. Mengenai Ta’wiil dan Tafwidh adalah tradisi Salafussholih. Kalau mengaku pengikut salaf, mestinya tidak menentang pendapat Salaf.

Strategi ini cukup tepat, karna yang banyak menyalahkan, membid’ahkan, dan mentahdzir. Adalah kelompok yang menamakan dirinya salafy dan menganggap ulama mereka yang saya sebutkan tadi sebagi Ulama yang kokoh dengan sunnah. Lalu UAS pun mengutip pendapat ulama mu’tabar mereka, padahal jendralnya saja mensetujui, kenapa yang kopralnya menentang.

Lalu ada yang nyinyir “alah, ustadz somad itu asal comot-comot fatwa”. Terkadang saya tertawa melihat komentar yang begini, mereka sendiri banyak mengutip pendapat Imam Ibnu Hajar Al ‘Astqolany, Imam Jalaluddin As-suyuthi. Tapi pendapat Imam Ibnu Hajar dan Imam Suyuthi tentang Maulid tidak bid’ah mereka tinggalkan. Aneh kan?

Meskipun hujatan, tahdzir, fitnah yang datang silih berganti kepada Ustadz Abdul Somad. Sepatah kata pun tak pernah keluar dari bibir beliau untuk menyuruh para jama’ah untuk ikut mentahdzir. Tidak pernah! Meskipun kalau mau di lakukan itu bisa. Tapi apakah demikian yang di ajarkan oleh Rasulullah? Apakah begitu akhlak Salafussholih? Bahkan kalau ingin menegur dan mengkritisi itu Imam Syafi’i mengajarkan untuk menasehatinya di belakang, bukan di depan umum. Allah saja senantiasa menutupi kesalahan dan aib hambanya dengan Rahmat dan Kasih sayangnya. Lalu ada manusia yang baru lahir mengoyak ngoyak harga diri orang lain dengan su’ul adab. Apalagi kepada Ulama. Sudah belajar Ta’liimul Muta’allim saudaraku?

Dan itupun hanya berani mengkritisi masalah jenggot, Isbal, Maulid. Tapi kenapa tidak berani mengkritisi kutipan beliau mengenai amalan khsusus Abu Hurairah, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Taimiyyah, dan lain lain baik dari kalangan salaf mau pun khalaf?

Apa tidak berani? Atau memang memang menutupi dalil? Atau masih bertahan dengan slogan “apa yang tidak pernah di lakukan nabi adalah Bid’ah”. Beranikah mengatakan Imam Ibnu Taimiyyah Ahli bid’ah? Tidak mungkin Ulama sekelas beliau tidak mengerti sunnah, dan tak paham bid’ah. Jadi apa yang maksud sunnah dan bid’ah itu?

Ta’riif atau pengertian bid’ah itu sendiri bermacam-macam. Kemarin di halaqoh Syeikh Musthofa Ala Naimah beliau adalah pengasuh Ruwaq Azhar di Iskandariyyah. Beliau memberikan penjelasan mengenai hadist Rasulullah. Dalam kitab Arba’in Annawawy Syarh Ibnu Daqiq. Bahwa maksud hadist :

من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Beliau melemparkan pertanyaan, apakah dalam hadist ini di sebutkan فيه atau منه ? Kalaulah yang sebutkan, فيه maka maksud nya perkara yang tidak ada di zaman Nabi. Tapi yang di sebutkan di situ adalah منه , yaitu perkara yang tidak ada Sumber dari agama (AlQuran dan Al Hadist). Karna dhomir “ه” kembali pada agama.

Sehingga, yang di maksud bid’ah adalah yang tidak ada Sumber dari agama. Bukan yang tidak pernah di contohkan Nabi.

Kita kembali kepada yang saya tegaskan bahwa, beliau menyampaikan dakwah bukan pendapat sendiri. Melainkan mengutip pendapat para Ulama. Lalu kenapa beliau yang menjadi sasaran fitnah dan caci maki oleh kelompok yang menamakan dirinya salafy?

Saya tidak menuduh, tapi saya khawatirkan. Ada sifat ghil atau hasad dalam hati mereka, sehingga berupaya untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap UAS yang kini ceramah nya menjadi pilihan Umat Islam Indonesia yang mayoritas Aqidahnya Asy’ariyyah. Tapi umat ini cerdas, umat ini pandai menilai, umat pandai memilih.

Yang saya lihat di lapangan, pengikut salafy mayoritas adalah anak-anak muda yang baru belajar, atau baru hijrah, yang tentunya semangatnya masih menggebu-gebu. Dan semangat menbid’ahkan pun menggebu-gebu. Hanya bermodalkan menonton video dan membaca tulisan ustadz sunnah, mereka berani ikut ikutan mentahdzir. Akhlak mana yang mereka ikuti? Hati-hati hasad yang akan membakar dan menggerogoti amalan amalan kita, dan akan menjadikan kita termasuk orang yang muflish (bangkrut) di akhirat nanti, karna pahala kita sudah kita setorkan dan kita transfer kepada orang yang kita fitnah dan caci maki.

Strategi dakwah wasatiyyah beliau selanjutnya adalah tidak pernah menggiring untuk fanatik terhadap satu madzhab. Al Azhar sendiri merangkul semua madzhab, karna Madzhab Hanafi dan Maliki lebih dulu memasuki Mesir. Sehingga tidak adil kalau Azhar hanya berdiri dengan satu madzhab. Begitu keterangan dari Dr. Ahmad Ikhwani Lc MA yang juga merupakan sahabat beliau, saat saya dan kawan kawan berbincang mengenai manhaj Al Azhar.

Sehingga ketika UAS menerangkan suatu perkara yang ada berbagai macam pendapat, beliau sebutkan semuanya. Tanpa menyuruh “ikut hanbali saja” , atau “ikut syafi’i saja” meskipun madzhab yang ada Indonesia mayoritas menggunakan Syafi’iyyah. Guna untuk menjelaskan kepada Umat, bahwa semuanya benar karna ijtihadnya berpatokan kepada Al Quran dan Al Hadist. Dan khidmah serta pelestarian madzhab oleh murid dari masing masing Imam madzhab sangat terjaga.

Adapun mengenai tuduhan bahwa beliau adalah HTI, itu tidak benar. Beliau ingin merangkul semuanya, dan akan mengatakan benar kalau ada kebenaran di dalamnya. Waktu acara Hizbuttahrir beliau di undang untuk datang, dalam moment tersebut bukan beliau saja yang di undang, ada juga dari PERTI, dan ormas lainnya. Namun orang yang tidak bertanggung jawab, mengupload video beliau saja, sehingga menjadi acuan bahwa beliau adalah bagian dari HTI. Padahal beliau secara struktur keorganisasian bukan HTI, beliau hanya menyampaikan ada dalil tentang khilafah, tapi tidak menyeberangi pancasila sehingga merongrong kebhinekaan seperti yang di tuduhkan kaum liberal. Beliau sendiri sering menjelaskan dari mana sumber pancasila dan bagaimana penafsirannya. Justru beliau Cinta dengan tanah air.

Bukan saja HTI, beliau juga mengisi ceramah di Masjid Muhammadiyah selama 2 tahun, apa beliau Muhammadiyah?

Beliau merangkul Jama’ah tabligh, dan menjelaskan dari mana Sumbernya sehingga muncul jama’ah Tabligh. Beliau sampaikan sisi positif dan kebenarannya. Apa beliau jama’ah tabligh? Beliau menjadi bagian dari Bahtsul Matsaa’il Nahdhotul Ulama. Bukan berarti beliau menyudutkan yang lain. Maka tawassuth itu tetap beliau bawa.

Bahkan beliau memiliki sahabat baik dari kalangan salafy, seperti Ustadz Abdullah Shalih Hadrami, Ustadz Omar Mita Hafidzohumallah. Lalu beliau menegaskan tidak semua Salafy itu Mutasyaddid. Ada juga yang Lunak, toleran. Dan lain lain. Jadi jangan digeneralisir bahwa semua Salafy itu ekstrim, mereka semua saudara kita.

Dan beliau mendatang kan pendapat Syeikh Athiyyah Saqar Rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa Al Azhar. Bahwa Salafy kalau masih bisa diajak diskusi dan tidak gampang manyalahkan, maka itu baik. Karna mereka membahas dan memberantas Tahayyul dan bid’ah khurafat. Kalau di Indonesia seperti aliran-aliran kebathinan.

Begitu indah kalau kita saling mencintai karna Allah dalam ikatan tali ukhuwwah Islamiyyah. Tuduhan dan caci maki boleh, tapi kepada diri kita sendiri saja. Bukan kepada orang lain, apa lagi Ulama. Sebagai bahan muhasabah diri, apakah diri kita sudah benar? Apakah kita lebih suci dari pada Ulama? Apakah kualitas dzikir, shalat, puasa, dan ibadah kita lainnya lebih baik dari orang lain?

Oleh karna itu, strategi dakwah Tuan Guru Abdul Somad adalah merekatkan Umat. Dan menjelaskan kembali apa yang sudah di ijtihadkan para Ulama, serta mereview ulang apa yang di ajarkan Ulama kita di Indonesia dulu, yang datang membawa ajaran Islam yang sampai sekarang masih utuh.

Pesan KH. Hasyim Muzadi Rahimahullah, bahwa Ulama dahulu datang ke Indonesia mengislamkan yang kafir, dan itu tanpa perang. Apa kita tega mengkafirkan yang sudah Islam. Doronglah sesama mukmin untuk masuk ke dalam surga bersama-sama tanpa harus menkapling-kaplingkan tanah di surga. Umat Islam adalah saudara kita, bukan musuh. Musuh kita adalah Kafir Zionis, Syi’ah, Komunis, Kristenisasi, Liberalisme, Pluralisme, dan kedzoliman fitnah media.

UAS mengingatkan bahwa masih banyak saudara kita yang belum mengenal Islam. Dan tidak usah jauh-jauh, salah satu daerah di Riau ketika UAS berdakwah memasuki kawasan terpencil melewati hutan belantara dan sungai kecil yang sangat jauh. Ada suku Akit, suku Sakai, dan Talang Mamak, yang di situ Muslim hanya mayoritas. Sedangkan kekuatan kristenisasi lebih unggul. Sebagian lainnya adalah penyembah Batang kayu dan Jin. Di situlah beberapa hari beliau berdakwah dan menyampaikan kepada umat semua bahwa ini merupakan tanggung jawab kita semua. Apakah masih terfikir oleh mu untuk semudah membalikkan telapak tangan mengeluarkan orang lain dari Ahlussunnah saudaraku?

Begitu lah, rekam jejak retorika dan strategi dakwah Ustadz Abdul somad. Banyak Ilmu yang saya download dari beliau, mulai dari nasehat dan petuahnya yang luar biasa. Juga dari ketawadhu’an beliau, sampai sekarang Mahasiswa Al Azhar berbondong-bondong untuk berfoto dengan beliau, beliau dengan senang hati menerima permintaan itu bahkan sampai larut malam. Begitulah cara untuk memuliakan Ilmu dan Ulama. Saya tidak tau, apakah ihtirom murid beliau di UIN Suska Riau juga demikian?

Sampai akhirnya, saat pertama kali berjumpa. Saya meminta agar di anggap sebagai murid beliau. Saya baru sadar ketika kiyai saya pimpinan Gontor.
KH. Hasan Abdullah Sahal berpesan saat melepas kami ke Mesir. Bahwa tingkatan penuntut ilmu itu ada 3,
  1. Pertama adalah, تكبر “Takabbara” (sombong). Setelah belajar Ilmu merasa sudah bnyak memiliki ilmu.
  2. Fase yang kedua, تواضع “Tawaadho’a” (rendah hati). Setelah banyak ilmu yang di miliki, ternyata masih banyak yang belum di kuasai, maka muncul rasa rendah hati.
  3. Yang terakhir yaitu, علم أن لا علم له “Alima An Laa ‘Ilma lahu” (Merasa dia tidak punya ilmu). Setelah melihat ada yang lebih tinggi ilmunya, maka kita merasa diri ini tak ada ilmu sama sekali. 
Semoga kita semua tergolong yang ketiga.

Saat duduk di hadapan beliau, saya hanya bisa mendengarkan. Tidak berani untuk mengeluarkan kata-kata yang mengarah kepada menggurui. Karna kewajiban seorang murid adalah mendengarkan, memperhatikan dan berakhlak yang baik kepada sang guru. Pesan sayyidina Ali Radhiyallahu ‘anhu.

من علمني حرفا صرت له عبدا

“Siapa yang mengajarkanku satu huruf, aku bersedia menjadi pelayan nya”

Begitulah seharusnya sikap dan bakti kita kepada orang yang telah mengajarkan kita Ilmu. Semakin hari, umat semakin mencintai beliau. Saya melihat dari komentar-komentar di lapangan yang ada di FP dan di youtube. Atau dalam dunia nyata. Doa-doa yang selalu di lantunkan oleh jama’ah itulah yang membuat beliau di berikan Allah kekuatan lahir dan bathin. Semoga kita di pertemukan di Surga bersama orang orang yang Sholih.

Pesan saya kepada teman teman agar meminimalisir pertanyaan kepada beliau yang berbau sensitif atau berpotensi menimbulkan respon negatif dari orang yang tidak senang dengan beliau. Bertanyalah pertanyaan yang dapat menambah keimanan dan semangat dalam beribadah. Dan bagi yang suka mengupload video beliau di sosial media agar jangan sampai memberikan judul video yang aneh hanya untuk kepentingan pribadi dan na’udzubillah akan bertambah fitnah yang Di tujukan kepada beliau.

Adapun harapan kepada Tuan guru, agar tetap sabar menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari jama’ah yang mungkin itu sudah berkali kali diulang. Sehingga terkadang timbul rasa geram, dan beliau menaikkan nada berbicara. Mungkin saja jama’ah yang bertanya itu baru kali itu datang ke majlis beliau. Dan mungkin datang dari tempat yang sangat jauh terpencil, sehingga untuk menyelami samudera keilmuan yang ada di youtube dia tidak bisa, di karenakan tidak ada sinyal. Atau mungkin karna sudah tua renta sehingga pertanyaan sebelumnya belum bisa di tangkap langsung, dan butuh pengulangan. Semoga tuan guru tetap di beri kesabaran.

Beliau tidak pernah berdakwah untuk di kenal manusia, karna saya masih ingat postingan beliau mengenai nasehat Syeikh Musthofa Ala Naimah. Bahwa “engkau di jadikan Allah Masyhur adalah untuk mengenalkan Allah, bukan untuk mengenalkan dirimu” (akun FB pribadi beliau sebelum beliau hapus). Adapun ketika banyak orang mengagumi, memuliakan, mencintai beliau, itu karna karunia dan janji Allah yang akan mengangkat derajat orang yang berilmu.


Foto di atas adalah saat saya dan teman teman mendampingi beliau menemui Syeikh Ali Jum’ah, usai menghadiri majlis istifta’ beliau. Tampak dari kamera , mata Ustadz Abdul Somad berkaca kaca, mungkin karna rasa haru dan bahagia yang bercampur dapat kembali duduk belajar di hadapan para Ulama Azhar, dan beliau hampir menangis saat Syeikh Ali Jum’ah membahas tentang Al Quds (Al Aqsha) dan fitnah kepada syeikh Ali Jum’ah saat keberadaan beliau di Al Quds.

Tentunya menjadi Batu loncatan dan motivasi bagi kita semua pada umumnya, dan mahasiswa Al Azhar pada khusunya. Bahwa beliau saja masih haus akan ilmu, jauh-jauh pergi ke Mesir hanya ingin duduk bersama Ulama untuk belajar. Bagaimana dengan kita, yang bekalnya belum seberapa untuk terjun ke masyarakat. Bahkan ada yang bermukim di Mesir , tapi enggan berkunjung kepada para ulama untuk belajar. Kami sangat mencintaimu gurunda Ustadz Abdul Somad.

Orang yang membencimu hanya segelintir. Kami ingat pesanmu bhwa, “ingat selalu firman Allah”

ألا إن أولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون.

Ketahuilah bahwa Orang orang yang menolong agama Allah tidak ada rasa takut dalam hati mereka, dan mereka tidak bersedih hati.

Kami tidak berada di belakang mu gurunda, tapi kami ada di barisan terdepan menyuarakan yang haq. Semoga Allah senantiasa memberkahimu kesehatan lahir dan bathin. Amin

(Mahasiswa Al Azhar, Kairo)
suaramuslim.net

Dari Tuan Guru Bajang untuk Dunia


Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

"Pemerintahan gubernur Nusa Tenggara Barat bisa dijadikan contoh bagi negara-negara Islam, bahkan dunia, bukan hanya buat Indonesia."
Itu bukan komentar saya. Itu komentar Prof Dr Syekh Abdul Fadhil el Qoushi. El Qoushi bukanlah profesor sembarangan. Ia ulama besar al-Azhar, Mesir. Ia wakil ketua Organisasi Internasional Alumni al-Azhar. Ia pernah menjabat menteri Wakaf Mesir. Sedangkan, gubernur NTB yang dimaksud adalah Dr Tuan Guru Haji Muhammad Zainul Majdi dan akrab dipanggil Tuan Guru Bajang alias TGB.

El Qoushi menyampaikan komentarnya itu saat memberi sambutan pada pertemuan akbar Organisasi Internasional Alumni al-Azhar cabang Indonesia di Mataram, 18 Oktober lalu. Pertemuan dua hari itu dibungkus dalam bentuk konferensi internasional "Moderasi Islam: Dimensi dan Orientasi". Pertemuan dan konferensi ditutup Presiden Joko Widodo pada Kamis lalu.

Moderasi Islam atau Islam moderat sengaja diangkat sebagai tema karena inilah yang dibutuhkan dunia saat ini, termasuk Indonesia. Islam moderat juga menjadi sikap Lembaga Pendidikan dan Dakwah al-Azhar, Mesir, sejak berdiri lebih dari seribu tahun lalu. Bahkan, Syekh el Qoushi menegaskan, moderasi Islam inilah yang menjadi benteng kokoh keberadaan al-Azhar selama ini.

Dan, kata Syekh el Qoushi, TGB telah berhasil, bukan hanya sebagai pakar atau akademisi, melainkan juga menerjemahkan Islam moderat di bumi NTB. Islam moderat yang didefinisikan TGB—dalam sambutannya sebelum Syekh el Qoushi—sebagai toleran, jalan tengah, ramah dan mengayomi, membawa kedamaian, saling menghormati dan menerima segala perbedaan. Bukan Islam yang justru mengancam, saling menegasikan, dan menebar ketakutan.

Bahkan, menurut TGB, moderasi Islam dengan segala maknanya merupakan syarat utama dalam pembangunan. Termasuk, ketika ia menerima amanah memimpin NTB sekitar sembilan tahun lalu. "Tanpa kedamaian dan kerukunan di masyarakat yang merupakan salah satu bentuk moderasi Islam, mustahil kami bisa membangun NTB," ujarnya di depan hadirin yang sebagian besar alumni al-Azhar, Mesir, lintas generasi. Termasuk di antara mereka adalah delegasi alumni al-Azhar dari lebih 20 negara. Juga, para pejabat teras al-Azhar, Mesir.

Menurut Syekh el Qoushi, moderasi Islam sangat dibutuhkan di tengah dunia yang terkoyak oleh berbagai paham, aliran, dan kelompok yang serbaekstrem, baik kanan maupun kiri. Dari liberalisme, antiagama, hingga Islamofobia. Dari takfiri (menganggap orang lain kafir), tadhlili (menganggap orang lain sesat), hingga yang menganggap dirinya paling benar dan orang lain salah.

Serbaekstrem itu bukan hanya terjadi di kalangan umat Islam, melainkan juga di kalangan agama lain. Di Myanmar, misalnya. Pun di negara-negara Eropa dan kawasan lain, terutama Timur Tengah. Karena itu, lanjut El Qoushi, dunia sangat membutuhkan pemerintahan seperti yang dihadirkan gubernur NTB.

Yang lebih menggembirakan, lanjut ulama senior al-Azhar ini, Gubernur TGB bukan hanya berhasil menghadirkan kedamaian dan kerukuman di kalangan masyarakat NTB, melainkan juga berhasil membangun dan memajukan sektor-sektor lain, terutama di bidang ekonomi.

Dalam tiga tahun berturut-turut, ekonomi NTB tumbuh di atas rata-rata nasional, yaitu di atas lima persen. Pada 2016 mencapai angka 5,28 persen, sementara pertumbuhan nasional di bawah angka lima persen. Sedangkan, tingkat pengangguran terbuka dengan indeks Rasio Gini sebesar 0,36, lebih baik dari rata-rata nasional yang berada pada angka 0,40. Angka kemiskinan sejak 2008 sampai dengan 2016 juga berhasil diturunkan dari 23,4 persen menjadi 16,02 persen.

"Saya mewakili al-Azhar akan selalu gembira mendengar keberhasilan negara Islam (mayoritas penduduk Muslim--pen). Termasuk, keberhasilan Gubernur NTB yang merupakan anak didik al-Azhar," kata Syekh el Qoushi.

TGB tampak menyimak pidato Syekh el Qoushi, takzim. Ia pun merendah saat menyinggung keberhasilannya sebagai gubernur. Menurutnya, semua itu tak lepas dari didikan, bimbingan, dan keberkahan para ulama, terutama ulama al-Azhar. "Setiap alumni al-Azhar, di mana pun ditempatkan akan mampu menjalankan amanat. Gubernur NTB hanya salah satunya,’’ ujar TGB dalam sambutannya. Untuk kesekian kali, ruang konferensi pun membahana oleh tepuk tangan. Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid juga alumnus al-Azhar.

Ia menambahkan, selain sektor ekonomi, NTB juga telah berhasil menyabet predikat sebagai destinasi wisata halal terbaik sedunia dan destinasi wisata bulan madu halal terbaik dunia. "Ini bukan berarti NTB hanya cocok buat pasangan muda. Bagi para alumni senior yang ingin mengulang bulan madu, juga silakan datang ke sini," ia berpromosi.

TGB memang lengkap sebagai umara sekaligus ulama. Kakeknya, TGH M Zainudin Abdul Majid, adalah Tuan Guru Pancor. Ia pendiri organisasi Islam terbesar di NTB, Nahdlatul Wathan (NW). Ia juga pendiri Pesantren Darun Nahdlatain. Tuan Guru merupakan gelar bagi para pemimpin agama yang membina, membimbing, dan mengayomi masyarakat.

Dalam keluarga yang agamais itulah Muhammad Zainul Majdi dididik. Di masa yang masih sangat muda, ia pun sudah hafal Alquran. Pendidikan hingga tingkat SMA ia tempuh di lingkungan NW. Gelar S-1 dan S-2 ia peroleh di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Tafsir dan Ilmu-ilmu Alquran di Fakultas Ushuludin adalah jurusan yang ia pilih. Ia meraih gelar MA (Master of Art) dengan predikat baik sekali.

Sedangkan, gelar S-3/doktor ia peroleh pada 2011 di universitas yang sama, ketika ia menjabat sebagai gubernur. Desertasinya berjudul "Studi Metologis dan Analitis Tafsir Ibu Kamal Basya". Ia memperoleh predikat summa cum laude.

Bergelar Tuan Guru, akademisi dan sekaligus ulama, serta latar belakang keluarga yang berpengaruh, ia pun dengan mudah melenggang ke Senayan dan kemudian terpilih sebagai gubernur hingga dua periode. Tapi, menurut TGB, tidak mudah ketika ia baru terpilih menjadi gubernur. Tak sedikit yang mencibir, merendahkan, bahkan mengejek.

"Waktu itu, saya masih sangat muda, santri, dan belum berpengalaman. Mereka bilang, ‘Apa yang bisa dikerjakan anak muda yang masih ingusan ini?’ Namun, dengan kerja keras dan bimbingan serta doa para ulama, kritik itu pun hilang dengan sendirinya," ujar TGB yang selama pidato dari awal hingga akhir menggunakan bahasa Arab dengan fasih. Waktu terpilih menjadi gubernur, TBG berusia 36 tahun. Ia gubernur termuda di Indonesia saat itu.

Pada Rabu malam lalu para alumni dengan aklamasi menyetujui penunjukan TGB sebagai nahkoda baru Organisasi Internasional Alumni al-Azhar cabang Indonesia. Pada awalnya ia menolak ketika ditunjuk Dr Quraish Shihab, sebagai ketua lama, untuk menggantikannya. Alasan Ustaz Quraish karena ia sudah tua dan ingin memberi kesempatan kepada yang lebih muda. Sedangkan, alasan penolakan TGB karena ia bukan yang terbaik. Apalagi, yang digantikannya adalah seorang ulama sekaliber Ustaz Quraish Shihab.

Namun, ketika jalan tengah ditemukan, yaitu dengan ‘menaikkan’ Ustaz Quraish sebagai mustasyar atau ketua kehormatan, TGB pun tidak bisa menampik. Apalagi, para alumni segera membaca al-Fatihah, tanda persetujuan dan doa agar ia berhasil menahkodai kapal alumni al-Azhar.

Kini, tugas TGB sangatlah penting. Mengajak 30 ribu lebih para alumni al-Azhar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia untuk menebarkan moderasi Islam di tengah masyarakat. Moderasi Islam yang menjadi perhatian utama al-Azhar. Moderasi Islam yang dibutuhkan Indonesia dalam bingkai NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, dan UUD 1945. Moderasi Islam untuk menciptakan Indonesia yang aman, damai, saling menghormati, dan menerima segala perbedaan.

Makna Ulul Albab dalam al-Qur’an


Ulul Albab

Apa makna Ulul Albab dan Siapakah mereka?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Kata ulul albab terdiri dari kata ulu [أولو] dan al-albab [الألباب].

Kata ulu [أولو] adalah bentuk jamak – yang tidak memiliki mufrad (kata tunggal) –, artinya ashab (pemilik). Dan kata ulu dalam penggunaannya dijadikan frase dengan isim dzahir (kata benda selain kata ganti). Seperti Ulu al-Quwwah [أولو القوة] artinya pemilik kekuatan, Ulu al-Maal [أولو المال] artinya pemilik harta, dst. Ditulis dengan ada huruf wawu yang pertama [أولو], namun tidak dibaca.

Kata yang kedua adalah kata al-Albab [الألباب]. Kata ini adalah bentuk jamak, dan memiliki 2 kata mufrad (kata tunggal)

[1] Mufradnya adalah kata al-Labab [اللَّبَبُ] yang artinya bagian dada binatang yang diikat tali agar pelana tidak lepas.

[2] Mufradnya adalah kata al-Lubb [اللُّبُّ] yang artinya inti dari segala sesuatu.

Kata lubbur rajul [لُبُّ الرَّجُل] artinya akal seseorang. Karena inti manusia adalah akalnya.

(Lisanul Arab, Ibnul Mandzur).

Dalam al-Quran, kata Ulul Albab diterjemahkan dengan orang yang berakal.

Kaitannya penggunaan kata ini dengan makna bahasa, orang yang berakal disebut ulul albab, karena mereka adalah orang yang menggunakan akalnya dan akal adalah yang menjadi pengikat bagi manusia agar dia tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan atau tindakan memalukan.

Siapakah Ulul Albab?

Ayat pertama yang menyebutkan kata ulul albab adalah firman Allah di surat al-Baqarah: 179.

Allah berfirman,

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.

Imam as-Sa’di – rahimahullah – menjelaskan tafsir ayat ini,

ولما كان هذا الحكم، لا يعرف حقيقته، إلا أهل العقول الكاملة والألباب الثقيلة، خصهم بالخطاب دون غيرهم، وهذا يدل على أن الله تعالى، يحب من عباده، أن يعملوا أفكارهم وعقولهم، في تدبر ما في أحكامه من الحكم، والمصالح الدالة على كماله، وكمال حكمته وحمده، وعدله ورحمته الواسعة، وأن من كان بهذه المثابة فقد استحق المدح بأنه من ذوي الألباب


Mengingat hukum ini – qishas – tidak diketahui hakekatnya kecuali orang yang memiliki akal sempurna dan logika yang sehat, Allah mengarahkan ayat ini kepada mereka dan bukan manusia secara umum. Dan ini menunjukkan bahwa Allah memotivasi para hambanya, agar mereka menggunakan pikiran dan akal mereka untuk merenungkan hukum-hukumnya, kemaslahatan hukum yang menunjukkan kesempurnaan-Nya, kesempurnaan hikmah-Nya dan pujian-Nya, keadilan dan Rahmat-Nya yang luas. Dan orang yang memiliki kedudukan semacam ini, dia berhak mendapatkan pujian dan itulah pemilik al-Albab. (Tafsir as-Sa’di, hlm. 84).

Kata Ulul Albab atau Ulil Albab disebutkan oleh Allah sebanyak 16 kali dalam al-Qur’an. Dan jika kita perhatikan penggunaan kata ini dalam al-Qur’an, kita bisa menyimpulkan, hakekat ulul albab adalah orang yang menggunakan akalnya untuk mengenal siapakah Allah, bagaimana keagungan-Nya, bagaimana kebijaksanaan-Nya, keadilan-Nya, dengan melihat ayat-ayat Allah. Baik ayat kauniyah (ciptaan-Nya) maupun ayat Syar’iyah (hukum Allah). Sehingga dia akan semakin tunduk dan taat kepada Allah.

Sementara orang yang menggunakan logikanya untuk mengakali syariat, yang justru membuat dia semakin jauh dari aturan, semakin liberal, mereka bukan ulul albab. Karena ada yang cacat pada logikanya.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Akidah Trinitas, Hakikatnya Dan Bukti Kekeliruannya



Syaikh Dr. Khalid bin Abdillah bin Abdil Aziz Al Qasim

الحمد لله، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدًا عبده ورسوله

Amma ba’du,

Yang pertama kali mesti kita lakukan adalah mendefinisikan trinitas yang diimani oleh kaum Nasrani. Karena mereka pun berselisih dalam banyak pendapat mengenai definisi trinitas itu sendiri. Yang akan kami paparkan adalah definisi yang disepakati oleh mayoritas Nasrani. Bahkan ini adalah akidah yang mereka sepakati dalam Konsili Nicea pertama tahun 325 Masehi. Dan ini adalah teks yang paling tegas yang mereka tetapkan serta menjadi rujukan utama mereka dalam menjelaskan kitab-kitab suci mereka dan perkataan-perkataan Nabi mereka.

Berikut ini adalah pernyataan dalam Konsili Nicea:
“Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, semua kelihatan dan yang tak kelihatan.
Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah Yang Tunggal, lahir dari Sang Bapa sebelum ada segala zaman. Allah dari Allah, Terang dari Terang. Allah Yang Sejati dari Allah Yang Sejati, diperanakkan, bukan dibuat; sehakikat dengan Sang Bapa, yang dengan perantaraan-Nya segala sesuatu dibuat.
Ia telah turun dari sorga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita; dan menjadi daging oleh Roh Kudus dari anak dara Maria; dan menjadi manusia.
Ia disalibkan bagi kita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus; menderita dan dikuburkan; yang bangkit pada hari ketiga, sesuai dengan isi kitab-kitab, dan naik ke sorga.
Ia duduk di sebelah kanan Sang Bapa dan akan datang kembali dengan kemuliaan untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati; yang kerajaan-Nya takkan berakhir.
Aku percaya kepada Roh Kudus, Tuhan yang menguasai dan menghidupkan, yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak, yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak disembah dan dimuliakan; yang telah berfirman dengan perantaraan para nabi”.
Maka dari sini kita lihat bahwa mayoritas Nasrani, dari Katolik, Ortodoks dan Protestan, dan mayoritas gereja di timur dan di barat, beriman bahwa Tuhan itu satu namun terdiri dari tiga pribadi (hipostasis). Sebagaimana akidah kaum Nasrani terdahulu. Sesembahan mereka memiliki tiga bagian, yaitu tiga dzat yang terpisah namun hakikatnya satu menurut mereka. Yaitu: Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Ruh Kudus.

Dari sini maka kita katakan:

Pertama:

Akidah ini merupakan bid’ah (sesuatu yang diada-adakan dalam agama) yang besar, yang dibuat oleh mereka. Akidah ini tidak dikenal dalam agama samawi manapun. Juga tidak dikenal oleh para Nabi Allah terdahulu, padahal Nabi-Nabi ini dikenal oleh Yahudi dan Nasrani. Seperti: Nuh, Ibrahim, Luth, Ishaq, Ya’qub ‘alahissalam. Bahkan juga tidak dikenal oleh para Nabi Bani Israil yang telah sampai kabarnya kepada kaum Nasrani. Seperti Ya’qub, Yusuf, Musa, Harun, Daud dan Sulaiman ‘alaihissalam.

Keyakinan ini juga tidak terdapat dalam kitab-kitab Perjanjian Lama yang diimani oleh kaum Nasrani yang juga memuat kabar-kabar tentang para Nabi dan dakwah mereka. Tidak terdapat di sana bahwa mereka mendakwahkan akidah trinitas, atau mengucapkan kata-kata trinitas atau yang semakna dengannya. Bahkan mutawatir (sangat banyak kabarnya) bahwa mereka mendakwahkan akidah yang didakwahkan oleh para Nabi sejak Nuh sampai Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam. Yaitu mendakwahkan untuk menyembah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya. Ini pun terdapat dalam kitab-kitab Perjanjian Lama milik Yahudi dan Nasrani.

Diantaranya:
  1. Firman Allah kepada Ibrahim ‘alahissalam dalam Perjanjian Lama, Kitab Kejadian (17:7): “Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allah-mu dan Allah keturunanmu”
  2. Firman Allah kepada Nabi Musa ‘alaihissalam di bukit Thursina, sebagaimana dalam Perjanjian Lama, Kitab Keluaran (3:15): “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun-temurun”
  3. Dalam Kitab Keluaran (4:5), firman Allah kepada Musa: “supaya mereka percaya, bahwa TUHAN, Allah nenek moyang mereka, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub telah menampakkan diri kepadamu”
  4. Dalam Kitab Yesaya (44:6): “Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: “Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku”
  5. Salah satu Nabi mereka, Hezekiah, juga berkata sebagaimana dalam Kitab Yesaya (37:16): “Hanya Engkau sendirilah Allah”
Maka meyakini akidah trinitas berkonsekuensi meyakini bahwa para Nabi dan Rasul ini sesat dan menyesatkan pemahamannya terhadap ilah mereka, terhadap Rabb mereka dan Pencipta mereka. Dan kaum Nasrani yang didakwahkan para Nabi tersebut baru tercerahkan pada abad ke 4 Masehi!

Kedua

Akidah trinitas bertentangan dengan agama Isa Al Masih ‘alaihissalam. Beliau tidak pernah menyatakan mengenai penyembahan kepada Tuhan yang terdiri dari tiga hipostasis. Bahkan Isa mengingkari trinitas sebagaimana terdapat dalam Injil, dan Injil adalah sumber akidah kaum Nasrani.

Dalam Encyclopedia of European Social History dalam bahasa Perancis disebutkan tentang akidah trinitas:

“Akidah ini tidak ada dalam kitab-kitab Perjanjian Baru, juga tidak ada dalam amalan para Bapa Rasuli dan juga para murid dekat mereka. Namun gereja Katolik dan satu sekte dalam aliran Protestan mereka menyatakan bahwa akidah trinitas itu diterima oleh semua kaum Nasrani di setiap zaman”.

Juga terdapat dalam Bustani’s Encyclopedia (19/28): “Kata-kata ‘tiga yang satu‘ tidak ada dalam kitab-kitab suci. Adapun yang menjadi dalil bagi kaum Nasrani dari Injil adalah perkataan Isa Al Masih ‘alaihissalam: “Manusia berpegang pada nama Bapa, nama Anak, dan Ruh Kudus” (Matius, 28:19).

Maka di sini perlu diperhatikan dua hal:

  1. Perlu dibuktikan validitas perkataan Isa Al Masih tersebut. Dan perkataan ini tidak terdapat dalam semua Injil. Telah kita ketahui bersama bahwa Injil mengalami banyak perbedaan dan pengubahan, bahkan kehilangan banyak teks aslinya. Karena Injil ditulis dengan bahasa Aramaic, dan injil ini sudah hilang. Injil yang ada adalah dengan bahasa Yunani menurut pengakuan kaum Nasrani.
  2. Kita wajib menafsirkan perkataan Isa Al Masih (jika valid), atau perkataan-perkataan lain yang samar, dengan membawanya kepada ayat-ayat yang tegas. Yaitu ayat-ayat yang mengajak untuk menyembah Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Sebagaimana yang ada dalam Yohannes (17:3) mengenai perkataan Isa ‘alaihissalam ketika berbicara kepada Allah dalam keadaan kepalanya melihat ke langit. Isa Al Masih mengatakan: “Inilah hidup yang kekal sehingga mereka mengenal Anda, satu-satunya Allah yang benar dan Al Masih yang telah Engkau utus“

Ketiga:

Kata-kata “hipostasis”, yang merupakan inti dari akidah trinitas, juga tidak terdapat dalam Injil. Bahkan juga tidak terdapat dalam kitab-kitab para Nabi mereka. Juga tidak ada dalam perkataan para Hawariyyin (Bapa Rasuli) mereka. Bahkan juga tidak terdapat dalam statement-statement akidah mereka yang mereka ada-adakan dahulu. Kata-kata “hipostasis” baru muncul setelah masa-masa itu.

Keempat:

Lafadz “anak Allah” yang ada dalam sebagian ayat Injil semestinya dikembalikan kepada perkataan Isa Al Masih ‘alaihissalam. Dan juga dikembalikan kepada kitab-kitab samawi yang lain, yang disana “anak Allah” dimaknai sebagai perlindungan dan kecintaan. Dan “perlindungan dan kecintaan” ini tidak khusus terdapat dalam diri Isa Al Masih saja. Bahkan di Perjanjian Lama yang diimani oleh kaum Nasrani, Allah berfirman kepada Daud ‘alaihissalam: “Engkau adalah anak-Ku. Hari ini, Aku telah memperanakkanmu. Mintalah kepada-Ku, dan Aku akan memberikan bangsa-bangsa kepadamu sebagai warisanmu” (Mazmur, 2:7-8). Bahkan Al Masih mengatakan: “Diberkatilah mereka yang membawa damai sebab mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius, 5:9). Beliau juga mengatakan: “Anak-anak Allah adalah orang-orang yang beriman dengan nama-Nya” (Yohannes, 1:38).

Kelima:

Konteks dari pernyataan Isa Al Masih ‘Manusia berpegang pada nama Bapa, nama Anak, dan Ruh Kudus‘ maksudnya adalah pembaptisan, bukan maknanya penyembahan namun tabarruk dan bersumpah dengan nama mereka.

Sebagaimana makna “Bapa” maknanya adalah dzat yang mencintai dan memelihara. Terdapat dalam kitab Yohannes (20:17): “pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakan kepada mereka, ‘Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu“.

Bahkan sifat “anak Tuhan” ini dalam Pernjanjian Lama disematkan kepada semua anak Adam. Sebagaimana dalam kitab Kejadian bab ke 6, di bagian awalnya. Ketika berbicara tentang manusia setelah Adam: “(1) Ketika manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, dan bagi mereka lahir anak-anak perempuan, (2) maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka“.

Juga dalam kitab Yesaya (64:8), perkataan Yesaya: “Ya Tuhan, engkau adalah Bapa kami“.

Dan Injil juga dipenuhi dengan berbagai pernyataan bahwa Isa ‘alaihissalam adalah anak manusia, ini ada di puluhan tempat, diantaranya: Lukas (17:22), Lukas (18:8), Markus (2: 28), Matius (12:33), Matius (18:21), Yohanes (19:27).

Sebagaimana perkataan Isa Al Masih kepada orang orang yang ingin membunuhnya: “kamu berusaha membunuh Aku; Aku, seorang manusia yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah” (Yohanes, 8:40). Kemudian beliau berkata: “Bapa kami satu, yaitu Allah” (Yohanes, 8:41). Bahkan ketika ada yang mengatakan kepada Isa bahwa ia adalah anak Allah, maka di akhir jawabannya Isa ia mengatakan bahwa ia anak manusia semata (Yohanes, 1:49-50). Dan makna perkataan “Rabbi” jika disematkan kepada Isa Al Masih, maka maknanya adalah “wahai guru”. Sebagaimana terdapat dalam Yohannes (1:38). Demikianlah, ayat yang muhkam (tegas) menafsirkan yang mutasyabih (samar).

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingkari bahwa Allah memiliki anak, dalam firman-Nya:

وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا * لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا * تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنشَقُّ الأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا * أَن دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا * وَمَا يَنبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا

“Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak”. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak” (QS. Maryam: 88-92).

Klaim adanya anak bagi Allah adalah bentuk tahrif (penyelewengan perkataan) dari para Nabi. Karena Allah Ta’ala telah mengingkari bahwa para Nabi berkata demikian:

وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاء اللّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُم بِذُنُوبِكُم بَلْ أَنتُم بَشَرٌ مِّمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَن يَشَاء وَيُعَذِّبُ مَن يَشَاء وَلِلّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan:”Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu)” (QS. Al Maidah: 18).

Adapun bahwasanya terdapat ruh Allah dalam diri Isa Al Masih, maka terdapat ayat juga dalam Injil bahwa dalam diri Yusuf terdapat ruh Allah, sebagaimana terdapat dalam Perjanjian Lama kitab Kejadian (41:38).

Keenam:

Akidah trinitas bertentangan dengan akal dan bertentangan dengan kesempurnaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kalau ditanyakan kepada mereka: “apakah Tuhan kalian itu diri dari tiga bagian?”.

Kalau mereka menjawab: “Ya benar, Tuhan kami menyatakan dirinya terdiri dari beberapa bagian dan masing-masing bagiannya saling membutuhkan kepada yang lainnya”. Maka ini jelas bertentangan dengan akal dan bertentangan dengan kesempurnaan Tuhan.

Kalau mereka menjawab: “Allah itu satu tapi tiga”, sebagaimana keyakinan kebanyakan mereka dan keyakinan mereka ini juga disebutkan oleh Allah dalam Al Qur’an, maka kita jawab: “Berarti kalian menyatakan bahwa Tuhan kalian itu bukan Allah semata, namun ada Tuhan yang lain. Dan inilah inti kesyirikan yang bertentangan dengan pernyataan kalian sendiri bahwa kalian menyembah Tuhan yang Esa”.

Kalau mereka menjawab: “Tuhan kami terdiri dari tiga pribadi (hipostasis) yang menyatu menjadi satu”. Maka kita jawab: “bagaimana keadaan Tuhan sebelum adanya penyatuan ini? Apakah Ia dalam keadaan kekurangan dan butuh pada penyatuan? Ataukah Ia sudah sempurna andaikan tidak terjadi penyatuan?”.

Ketujuh:

Dalam akidah trinitas terdapat kontradiksi dan pertentangan. Karena mereka berkeyakinan bahwa Tuhan itu satu namun mereka juga mengatakan: “kami beriman kepada Tuhan yang Esa, yaitu Tuhan Bapa, Tuhan Anak dan Ruh Kudus”.

Jika mereka mengatakan: “Tiga hal ini adalah sifat bagi Tuhan yang Esa”, sebagaimana perkataan sebagian mereka dalam perdebatan. Maka kita katakan: “Tiga hal ini adalah dzat yang terpisah sebagaimana telah jelas dalam teks-teks akidah mereka, dan ini juga sudah menjadi pengetahuan semua orang”.

Demikian juga sifat Allah itu tidak terbatas pada tiga saja, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu Maha Sempurna, memiliki sifat-sifat yang lebih tinggi dari tiga sifat tersebut (andaikan dianggap sebagai sifat), seperti sifat Al Ilmu (Maha Mengetahui), Ar Rahmah (Maha Penyayang), dan sifat-sifat yang lainnya.

Kedelapan:

Mengenai akidah al hulul. Yaitu keyakinan menitisnya Tuhan kepada makhluknya, mereka mengatakan inilah yang terjadi pada Isa Al Masih. Karena ia terdiri dari lahut (sisi ketuhanan) dan nasut (sisi manusiawi). Keyakinan al hulul ini merupakan sesuatu yang mereka sepakati dan merupakan bagian dari iman mereka. Padahal keyakinan ini memiliki landasan akal maupul naql(dalil). Yang Maha Pencipta tidak mungkin bercampur dengan makhluk. Dan tidak mungkin bersatu sebagaimana ini mudah dipahami oleh akal yang jernih. Oleh karena itu tidak ada Nabi yang mengatakan bahwa Allah bersatu dengan salah satu makhluk-Nya. Dengan demikian, tidaklah shahih apa yang ada dalam Injil perkataan sebagai berikut: “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya” (Yohanes, 14:10). Juga tidak shahih perkataan Al Masih: “Aku dan Bapa adalah satu” (Yohanes, 10:30).

Karena jika demikian, berarti Isa menitis juga pada diri murid-muridnya. Sebab dikatakan dalam Injil di bab yang sama: “Aku dalam diri Bapaku, dan kalian dalam diriku, dan aku dalam diri kalian“.

Oleh karena itu wajib untuk menafsirkan perkataan “dalam diriku” dan perkataan “bersamaku” dalam Injil, dan yang paling layak menafsirkannya adalah Al Masih sendiri. Dan mereka (kaum Nasrani) pun tidak pernah mengatakan bahwa Al Masih menitis pada diri murid-muridnya, sebagaimana yang bisa dipahami dalam ayat di atas. Maka tafsir perkataan “dalam diriku” ini dikembalikan kepada ayat-ayat yang muhkam, dan puluhan ayat telah menegaskan bahwa Al Masih adalah manusia biasa.

Diantaranya dalam Injil Lukas (24:9) dengan teks yang sangat tegas: “Jesus dari Nazareth, adalah seorang manusia yang merupakan Nabi”. Dan makna dari “Aku dan Bapa adalah satu” adalah sebagaimana dari Al Qur’an:

مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ

“Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah” (QS. An Nisa: 80).

Dan firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ يُبَايِعُونَكَ إِنَّمَا يُبَايِعُونَ اللَّه

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah” (QS. Al Fath: 10).

Dan semisal dengan yang terdapat dalam hadits Qudsi:

فإذا أحببته كنت سمعه الذي يسمع به، وبصره الذي يبصر به

“Jika Aku mencintai seorang hamba, maka Aku adalah pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar. Dan Aku adalah penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat” (HR. Bukhari no. 6502).

Maksudnya dengan cahaya dan petunjuk dari Allah.

Kesembilan:

Kaum Nasrani itu berselisih pendapat dan saling kontradiktif tentang hakikat Rabb mereka yang mereka jadikan tiga bagian tersebut. Kita dapati sekte Nestorian mengatakan: “Tuhan itu tidak dilahirkan, tidak disalib, dan Maryam tidak melahirkan Tuhan, melainkan hanya manusia biasa. Tidak ada lahut dalam dirinya”. Walaupun sekte-sekte Nasrani yang lain mengkafirkan sekte ini dan melaknatnya dalam Konsili Ephesus tahun 431M.

Kita juga mendapati sekte Gereja Timur Mesir mengatakan: “Al Masih memiliki satu sifat saja (manusia), namun daging dan darahnya adalah Tuhan”. Karena sebab inilah diadakan konsili Khalkedon tahun 451M, untuk menetapkan bahwa Al Masih memiliki dua sifat (lahut dan nasut). Maka sekte Gereja Timur Mesir memisahkan diri dari hal ini.

Adapun sekte Maronit di Libanon mereka mengatakan: “Al Masih memiliki dua sifat namun kehendaknya hanya satu”. Sehingga diadakanlah konsili Konstantinopel tahun 680M untuk mengkafirkan mereka (Maronit).

Sektre Ya’kubiyah di Irak mengatakan: “Al Masih memiliki satu sifat yang menggabungkan antara lahut dan nasut”. Ini menyelisihi sekte-sekte lainnya. Dan di abad ke-9 Masehi terdapat perselisihan antara kaum Nasrani mengenai Ruh Kudus, yang merupakan pribadi yang ketiga dari trinitas. Sekte Gereja Timur mengatakan Ruh Kudus ini muncul dari Tuhan Bapa. Sedangkan sekte Gereja Barat mengatakan Ruh Kudus itu muncul dari Tuhan Bapa dan Tuhan Anak. Kemudian mereka memisahkan diri, dan ini dalam konsili Konstantinopel tahun 879M.

Sekte Gereja Ortodoks Timur mengatakan: “Tiga pribadi (hepostasis) adalah tahapan ketika Tuhan berpaling kepada manusia”. Sedangkan Sekte Gereja Ortodoks Barat mengatakan: “Tiga pribadi (hepostasis) adalah tiga dzat yang berbeda”.

Allah Subhanahu wa Ta’ala membantah semua pendapat ini dengan bantahan yang telak:

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam”” (QS. Al Maidah: 72).

Dan bantahan yang kedua:

لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”” (QS. Al Maidah: 73).

Kita juga dapati sekte Remtain yang menyembah Al Masih dan ibunya. Maka Allah Ta’alamembantahnya dengan firman-Nya:

مَّا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَة

“Al Masih putra Maryam hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar” (QS. Al Maidah: 75).

Demikian, jelaslah bahwa akidah trinitas itu secara gamblang telah menyimpang dari ajarannya para Nabi, bertentangan dengan fitrah, bertentangan dengan kesempurnaan Rabb, dan bertentangan dengan akal. Bahkan Al Masih tidak pernah menegaskan akidah ini, bahkan yang ia tegaskan adalah sebaliknya.

Sebagaimana juga kaum Nasrani saling kontradiksi dan berselisihi dalam hal ini, sampai-sampai dikatakan: “kaum Nasrani sebenarnya tidak tahu apa makna dari trinitas itu sendiri”. Ini karena trinitas itu hakikatnya tidak ada, hanya sekedar istilah yang mereka buat-buat, yang tidak pernah Allah turunkan dalil tentangnya.

وفق الله الجميع لما يحبه ويرضاه، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين


Rujukan:
  1. Al Qur’anul Karim
  2. Kitab-kitab tafsir Al Qur’an
  3. Injil Perjanjian Lama
  4. Injil Perjanjian Baru
  5. Al Milal wan Nihal, karya Asy Syahrastani
  6. Ar Radd Al Jamil ‘ala Ilahiyati Isa bi Sharihil Injil, karya Al Ghazali
  7. Al Fashl fil Ahwa wal Milal wan Nihal, karya Ibnu Hazm Al Andalusi
  8. Al Jawabus Shahih liman Baddala Dinal Masih, karya Ibnu Taimiyah
  9. Hidayatul Hayari fi Ajwibatil Yahudi wan Nasrani, karya Ibnul Qayyim
  10. Da’iratul Ma’arif (Ensiklopedia Al Bustani), karya Butrus Al Bustani
  11. Da’iratul Ma’arif Al Qarnil Isyrin (Ensiklopedia Abad 20), karya Farid Wajdi
  12. Izharul Haq, karya Rahmatullah Al Hindi
  13. Al Mausu’ah Al Muyassarah lil Adyan wal Madzahib Al Mu’asharah, karya An Nadwah Al Alamiyah lisy Syabab Al Islami


Penerjemah: Yulian Purnama

Barat Mewaspadai Gerakan Politik Islam


Sebagai sebuah gerakan, Islam Politik menitikberatkan pada konsep islam secara mendasar serta orisinil dari perspektif Islam bukan Barat. Islam dipahami tidak sekedar agama eskatologis (akherat oriented), tetapi juga agama dunia (din, dunya dan daulah). Secara lugas pemikiran inilah yang mendasari definisi Islam Politik yang menyebutkan bahwa Islam adalah agama sekaligus mabda’ yang berbeda dengan yang lain. Islam bukan saja agama yang mengurusi masalah ruhiyyah (spiritual), akan tetapi juga meliputi masalah politik (siyasiyyah), lengkapnya Islam adalah akidah spiritual dan politik (al-aqidah ar-ruhiyyah wa as-siyasiyah). 

Dalam konteks pergerakan (movement), Islam Politik dimaknai oleh Abdurrahman Muhammad Khalid dalam bukunya ‘Soal Jawab Seputar Gerakan Islam (2002) sebagai harokah Islam atau gerakan Islam yang melakukan aktivitas politik. Tidak berhenti sampai di situ, menurutnya kajian selanjutnya adalah meluruskan pemaknaan politik dalam perspektif Islam, dimana pengertian ‘politik’ dalam Islam adalah proses pemeliharaan urusan umat dengan aturan-aturan Islam (ri’ayah syu’unil ummah bil hukmi syar’i), bukan sekedar perebutan kekuasaan. 

Maka tugas gerakan Islam (harokah Islam) selanjutnya adalah melakukan aktivitas politik secara komprehensif menurut pengertian politik yang benar perspektif Islam yaitu melakukan dakwah Islam dan ‘amar makruf nahyi mungkar di tengah-tengah umat. Berlandaskan firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam QS. Ali Imron : 104; 

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada al Khair (Islam), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung. “ (QS. Ali Imron : 104).

Sebagai agama paripurna, Islam memiliki cara pandang yang khas terhadap kehidupan berikut solusi tuntas atas berbagai persoalan yang dihadapi manusia. Hal ini sejalan dengan makna politik itu sendiri. Untuk mengurusi urusan umat, Islam telah menetapkan garis-garis besar mu’alajah (solusi) problematika umat. Inilah modal Kaum muslimin hingga mampu mempertahankan masa kejayaannya hingga kurang lebih 13 abad lamanya. Gerakan Islam politik saat ini mampu membangkitkan pemikiran kaum muslimin dari kemerosotannya, serta mampu membangkitkan kerinduan atas tegaknya kembali kejayaan Islam.

Barat memahami betul gerakan politik yang berupaya membangkitkan pemikiran umat. Sekuat mungkin, barat berupaya untuk meredam kebangkitan Islam politik melalui berbagai cara. War on terorisme yang gencar dilakukan pasca runtuhnya menara kembar WTC sejatinya adalah perang melawan Islam politik. Pada tahun 2005 George W.Bush menyebutkan “para militan meyakini bahwa mengendalikan satu negeri akan mempersatukan umat islam, memungkinkan mereka menggulingkan semua pemerintahan moderat dan menegakkan imperium radikal Islam dari spanyol hingga Indonesia”. Lihatlah framing yang digunakan Bush. Menyebut para pejuang islam dengan sebutan militan dengan konotasi negatif, dan Islam radikal yang bermakna terorisme. 

Ketakutan barat terwujud pada upaya membungkam pergerakan politik secara global. Di Indonesia sendiri, barat melalui antek-anteknya berupaya melakukan provokasi antara negara dengan pejuang Islam kaffah. Upaya tersebut pada akhirnya berhasil membuat negara mengeluarkan perppu yang akhirnya berubah menjadi UU ormas dan menjadi legitimasi untuk membungkam gerakan islam politik. Selain upaya tersebut, Barat juga Menerapkan politik belah bambu melalui pengelompokan islam tradisional, moderat dan radikal, mengkriminalisasi ajaran islam, mengkriminalisasi khilafah, mengkriminalisasi ulama hingga menyebut pejuangnya sebagai kelompok radikal intoleran.

Gerakan Islam politik memahami dengan benar bahwa Negara Islam yang berperan sebagai Negara inti merupakan perisai (junnah) bagi kaum Muslimin. Dengannya, kaum muslimin akan bersatu di bawah komando hingga terealisir ummatan wahidah sang Khoiru ummah. Untuk itu, upaya untuk melanjutkan kehidupan Islam dalam bingkai khilafah Islamiyyah adalah tujuan perjuangan yang tak akan pernah padam. Barat tentu sangat memahami betul apa yang seharusnya mereka lakukan untuk menjegal kebangkitan Islam tersebut. Seolah bertaruh dengan waktu, tiada lelah mereka memburu gerakan Islam politik dengan berbagai cara. Apapun yang dilakukan kafir barat, sesungguhnya tak akan mampu menghalangi datangnya kemenangan yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta'ala dan diberitakan sebagai kabar gembira dari Rasulullah ﷺ.

Hari Jum'at Istimewa



Saudaraku, kabar gembira untuk kita semua bahwa ternyata kita mempunyai hari yang istimewa dalam deretan 7 hari yang kita kenal. Hari itu adalah hari jum’at. Saudaraku, hari jum’at memang istimewa namun tidak selayaknya kita berlebihan dalam menanggapinya. Dalam artian, kita mengkhususkan dengan ibadah tertentu misalnya puasa tertentu khusus hari Jum’at, tidak boleh pula mengkhususkan bacaan dzikir, do’a dan membaca surat-surat tertentu pada malam dan hari jum’at kecuali yang disyari’atkan.

Nah artikel kali ini, akan menguraikan beberapa keutamaan-keutamaan serta amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari jum’at. Semoga dengan kita memahami keutamaannya, kita bisa lebih bersemangat untuk memaksimalkan dalam melaksanakan amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari itu, dan agar bisa meraih keutamaan-keutamaan tersebut.

Keutamaan Hari Jum’at

1. Hari paling utama di dunia

Ada beberapa peristiwa yang terjadi pada hari jum’at ini, antara lain:
  • Allah menciptakan Nabi Adam ‘alaihissallam dan mewafatkannya.
  • Hari Nabi Adam ‘alaihissallam dimasukkan ke dalam surga.
  • Hari Nabi Adam ‘alaihissallam diturunkan dari surga menuju bumi.
  • Hari akan terjadinya kiamat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

“Hari paling baik dimana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin shalat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.” (HR. Muslim)

2. Hari bagi kaum muslimin

Hari jum’at adalah hari berkumpulnya umt Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masjid-masjid mereka yang besar untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah jum’at yang berisi wasiat taqwa dan nasehat-nasehat, serta do’a.

Dari Kuzhaifah dan Rabi’i bin Harrasy radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah menyesatkan orang-orang sebelum kami pada hari jum’at, Yahudi pada hari sabtu, dan Nasrani pada hari ahad, kemudian Allah mendatangkan kami dan memberi petunjuk pada hari jum’at, mereka umat sebelum kami akan menjadi pengikut pada hari kiamat, kami adalah yang terakhir dari penghuni dunia ini dan yang pertama pada hari kiamat yang akan dihakimi sebelum umat yang lain.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

3. Hari yang paling mulia dan merupakan penghulu dari hari-hari

Dari Abu Lubabah bin Ibnu Mundzir radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Hari jum’at adalah penghulu hari-hari dan hari yang paling mulia di sisi Allah, hari jum’at ini lebih mulia dari hari raya Idhul Fitri dan Idul Adha di sisi Allah, pada hari jum’at terdapat lima peristiwa, diciptakannya Adam dan diturunkannya ke bumi, pada hari jum’at juga Adam dimatikan, di hari jum’at terdapat waktu yang mana jika seseorang meminta kepada Allah maka akan dikabulkan selama tidak memohon yang haram, dan di hari jum’at pula akan terjadi kiamat, tidaklah seseorang malaikat yang dekat di sisi Allah, di bumi dan di langit kecuali dia dikasihi pada hari jum’at.” (HR. Ahmad)

4. Waktu yang mustajab untuk berdo’a

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyebut hari jum’at lalu beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Di hari jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari Muslim)

Namun mengenai penentuan waktu, para ulama berselisih pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut ada 2 pendapat yang paling kuat:

a. Waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat jum’at
Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata padanya, “Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari jum’at?”Lalu Abu Burdah mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.'” (HR. Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas. Sedangkan Imam As-Suyuthi rahimahullah menentukan waktu yang dimaksud adalah ketika shalat didirikan.

b. Batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘ashar
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar.” (HR. Abu Dawud)

Dan yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakn bahwa, “Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya.”

5. Dosa-dosanya diampuni antara jum’at tersebut dengan jum’at sebelumnya

Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari)

Amalan-Amalan yang Disyari’atkan pada Hari Jum’at

1. Memperbanyak shalawat

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Perbanyaklah shalawat kepadaku setiap hari jum’at karena shalawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari jum’at, maka barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku.” (HR. Baihaqi dengan sanad shahih)

2. Membaca surat Al Kahfi

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at akan diberikan cahaya baginya diantara dua jum’at.” (HR. Al Hakim dan Baihaqi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

3. Memperbanyak do’a (HR Abu Daud poin 4b.)

4. Amalan-amalan shalat jum’at (wajib bagi laki-laki)

  • Mandi, bersiwak, dan memakai wangi-wangian.
  • Berpagi-pagi menuju tempat shalat jum’at.
  • Diam mendengarkan khatib berkhutbah.
  • Memakai pakaian yang terbaik.
  • Melakukan shalat sunnah selama imam belum naik ke atas mimbar.

Saudaraku, setelah membaca artikel tersebut semoga kita bisa mendapat manfaat yang lebih besar dengan menambah amalan-amalan ibadah yang disyari’atkan. Sungguh begitu banyak jalan agar kita bisa meraup pahala sebanyak-banyaknya sebagai bekal perjalanan kita di akhirat kelak. Wallahu a’lam.

Maraji’:
  1. Do’a dan Wirid, Pustaka Imam Asy-Syafi’i
  2. Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-ladziina Aamanuu, Pustaka Al-Kautsar
  3. Amalan dan Waktu yang Diberkahi, Pustaka Ibnu Katsir

Harga Kredit Lebih Mahal Dibandingkan Harga Tunai


Jika kita menjual barang dengan variasi harga, dimana harga kredit lebih mahal dibandingkan hrga tunai, apakah ini dilarang?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kita akan membawa kasus ini kepada hadis yang melarang jual beli 2 harga,

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِى بَيْعَةٍ


Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli. (HR. Ahmad 9834, Nasai 4649, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Dalam riwayat lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ بَاعَ بَيْعَتَيْنِ فِى بَيْعَةٍ فَلَهُ أَوْكَسُهُمَا أَوِ الرِّبَا


Siapa yang melakukan 2 transaksi dalam satu transaksi maka dia hanya boleh mendapatkan kebalikannya (yang paling tidak menguntungkan) atau riba. (HR. Abu Daud 3463, Ibnu Hibban 4974 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Umumnya jual beli kredit memberikan pilihan lebih dari satu harga. Ada harga tunai, dan ada harga kredit dengan rentang waktu tertentu. Harga kredit umumnya lebih mahal dibandingkan harga tunai. Apakah transaksi semacam ini termasuk jual beli 2 harga?

Ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Berikut riciannya,

Pendapat pertama, transaksi kredit tidak diperbolehkan. Karena melanggar hadis jual beli dua harga. Sehingga menurut pendapat ini, jual beli kredit dibolehkan, namun harganya harus sama dengan harga tunai. Jika harganya beda, termasuk riba. Ini merupakan pendapat Hadawiyah – salah satu sekte sufi di Yaman – dan Imam Zainul Abidin Ali bin Husain. (Nailul Authar, 5/214). Dan pendapat ini juga yang dinilai lebih kuat oleh al-Ustadz Abdul Hakim Abdat. (al-Masail, Masalah 571)

Pendapat kedua, transaksi kredit dengan beda harga, dibolehkan.

Ini merupakan pendapat Thawus, al-Hakam, dan beberapa ulama tabiin lainnya.

Ibnu Qudamah menyebutkan riwayat,

قد روي عن طاوس والحكم وحماد أنهم قالوا لا بأس أن يقول أبيعك بالنقد بكذا وبالنسيئة بكذا فيذهب إلى أحدهما


Diriwayatkan dari Thawus, al-Hakam, dan Hammad bahwa mereka mengatakan, ‘Tidak masalah penjual mengatakan, saya jual harga tunai sekian da harga kredit sekian. Kemudian pembeli sepakat dengan salah satu harga.’ (as-Syarhul Kabir, Ibnu Qudamah, 4/33)

Diantara alasan yang mendukung pendapat ini,

[1] Pada hakekatnya bukan termasuk jual beli 2 harga, tapi 1 harga. Pilihan harga yang diajukan penjual sifatnya baru penawaran dan bukan akad. Karena ketika akad, pembeli hanya akan memilih salah satu harga. Sementara yang terhitung sebagai harga adalah saat akad dan bukan saat penawaran.

Sebagai ilustrasi, jika si A menjual HP, lalu datang si B menawar barang… awalnya si A membuka harga 2jt, lalu si B menawar 1jt, hingga akhirnya deal 1,5jt. maka dalam transaksi ini ada 3 harga, 2jt, 1jt, hingga akhirnya deal 1,5jt.

Tapi yang dinilai adalah satu harga, yaitu harga saat deal transaksi, yaitu 1,5jt.

[2] Hakekat dari jual beli 2 harga adalah menjual dengan harga tidak jelas. Dimana penjual memberikan banyak pilihan harga, lalu pembeli mengambil barang, sementara tidak ada kesepakatan harga diantara mereka.

Makna ini yang dinyatakan oleh Turmudzi ketika beliau menjelaskan makna hadis. Turmudzi memberi penjelasan ini dalam kitab jami’nya.

والعمل على هذا عند أهل العلم وقد فسر بعض أهل العلم قالوا بيعتين فى بيعة. أن يقول أبيعك هذا الثوب بنقد بعشرة وبنسيئة بعشرين ولا يفارقه على أحد البيعين فإذا فارقه على أحدهما فلا بأس إذا كانت العقدة على واحد منهما


Para ulama mengamalkan kandungan hadis ini. Sebagian ulama menafsirkan, bahwa dua transaksi dalam satu akad, bentuknya, penjual menawarkan: “Baju ini aku jual ke anda, tunai 10 dirham, dan jika kredit 20 dirham. Sementara ketika mereka berpisah, belum menentukan harga mana yang dipilih. Jika mereka berpisah dan telah menentukan salah satu harga yang ditawarkan, dibolehkan, jika disepakati pada salah satu harga. (Jami’ at-Turmudzi, 5/137).

[3] Ada juga ulama yang memberikan keterangan bahwa maknanya adalah jual beli barang dengan syarat harus membeli barang yang lain. At-Turmudzi menyebutkan keterangan as-Syafi’i,

قال الشافعى ومن معنى نهى النبى -صلى الله عليه وسلم- عن بيعتين فى بيعة أن يقول أبيعك دارى هذه بكذا على أن تبيعنى غلامك بكذا فإذا وجب لى غلامك وجب لك دارى

Imam as-Syafii mengatakan, bagian dari makna larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan 2 jual beli dalam satu jual beli adalah penjual mengatakan, ‘Saya jual rumahku ini dengan harga sekian juta dengan syarat, kamu harus menjual budakmu dengan harga sekian juta. Jika saya boleh membeli budakmu, maka kamu boleh membeli rumahku.’ (Jami’ at-Turmudzi, 5/137)

Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)