Tampilkan postingan dengan label Adab. Tampilkan semua postingan

Anak Menangis ketika Shalat


Assalamu'alaikum. RMI Alur Cucur kali ini akan membagikan materi Anak Menangis ketika Shalat. Bagi yang baru berkeluarga pasti mengalami hal yang seperti ini. baik di mesjid atau pun di rumah. Jadi apa yang harus kita lakukan ketika kita Shalat anak kita menangis?

Bismillahirrahmanirrahim.

Terkait kasus anak menangis ketika shalat, ada beberapa yang perlu diperhatikan.

Pertama, dibolehkan membatalkan shalat jika ada kebutuhan mendesak

Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin – kitab Madzhab Hanafi – dinyatakan,

مطلب قطع الصلاة يكون حراما ومباحا ومستحبا وواجبا. نقل عن خط صاحب البحر على هامشه أن القطع يكون حراما ومباحا ومستحبا وواجبا، فالحرام لغير عذر والمباح إذا خاف فوت مال، والمستحب القطع للإكمال، والواجب لإحياء نفس.

Pembahasan tentang membatalkan shalat. Bisa hukumnya haram, mubah, mustahab (dianjurkan), dan wajib. Dinukil dari karya penulis kitab al-Bahr di catatan kaki, bahwa membatalkan shalat hukumnya haram, mubah, mustahab, dan wajib. Haram jika tanpa udzur, mubah jika untuk menyelamatkan harta, dianjurkan jika hendak menyempurnakan shalat, dan wajib untuk menyelamatkan jiwa. (Hasyiyah Ibnu Abidin, 2/52).

Kedua, dibolehkan melakukan gerakan yang tidak berlebihan ketika shalat, ketika ada kebutuhan. Seperti menggendong anak.

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu,  beliau menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يُصَلِّى وَهْوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَلأَبِى الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ ، فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا ، وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat menjadi imam sambil menggendong Umamah bintu Zainab bintu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umamah adalah putri Abil Ash bin Rabi’ah. Ketika beliau sujud, beliau letakkan Umamah. Ketika beliau berdiri, beliau gendong Umamah.” (HR. Bukhari 516 & Muslim 1240)

Ketiga, setiap orang tua bisa belajar mengenali tangisan anaknya. Ketika anak menangis dalam shalat, ada 2 kemungkinan penyebab,

  1. Tangisan karena dia mengalami kondisi yang membahayakan dirinya, sehingga segera butuh pertolongan.  Seperti terjatuh, atau tangisan karena diganggu binatang.
  2. Tangisan karena kecewa atau merasa bosan.
Dalam Fatwa Islam dinyatakan bahwa

Jika anak menangis ketika shalat jamaah, sementara orang tuanya tidak bisa mendiamkannya dengan tetap bertahan shalat, dibolehkan untuk membatalkan shalat untuk menolongnya. Dikhawatirkan dia menangis karena ada bahaya yang mengenai dirinya.
Jika tangisan anak bisa ditenangkan dengan tanpa harus membatalkan shalat, misalnya dengan digendong atau ditaruh di pangkuan, itu lebih baik. (Fatwa Islam, no. 75005)

Keempat, imam turut meringankan beban jamaah

Ketika imam mendengar ada anak menangis yang sulit untuk didiamkan, imam dianjurkan meringankan shalat jamaah. Dengan tetap memperhatikan kekhusyuan shalat.

Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّى لأَقُومُ فِى الصَّلاَةِ أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا ، فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِىِّ ، فَأَتَجَوَّزُ فِى صَلاَتِى كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ

Saya pernah mengimami shalat, dan saya ingin memperlama bacaannya. Lalu saya mendengar tangisan bayi, dan sayapun memperingan shalatku. Saya tidak ingin memberatkan ibunya. (HR. Ahmad 2202 dan Bukhari 707)

Ar-Ruhaibani mengatakan,

ويسن للإمام تخفيف الصلاة إذا عرض لبعض مأمومين في أثناء الصلاة ما يقتضي خروجه منها كسماع بكاء صبي

Dianjurkan bagi imam untuk meringankan shalatnya ketika ada masalah dengan sebagian makmum pada saat shalat jamaah, sehingga mendesak makmum untuk segera menyelesaikan shalatnya, seperti mendengar tangisan bayi. (Mathalib Ulin Nuha, 1/640).

Allahu a’lam.

Belajar Menikmati Penyakit yang Diberikan Allah


RMI Alur Cucur - Assalamu'alaikum Saudara/i ku pernahkah kalian sakit, bagaimana rasanya, pasti tidak enak kan. Pernahkah kita berpikir untuk Belajar Menikmati Penyakit yang diberikan Allah. Kali ini kami akan menguraikan ....


Dalam sebuah riwayat  Nabi bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللهُ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ

“Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan maka Allah akan menimpakan ujian musibah kepadanya.”

Hadist yang lain ;

مَا يُصِيْبَ الْمُسْلِمُ مِنْ نَصْبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حَزَنٍ وَلَا أَذَى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةَ يُشَاكِهَا إِلَّا كَفَرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah menimpa seorang muslim satu kelelahan, kesakitan, kesusahan, kesedihan, gangguan dan gundah gulana sampai terkena duri, maka itu semua menjadi penghapus dari dosa dan kesalahannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka sikap yang paling tepat bagi seorang muslim ketika diuji dengan suatu penyakit adalah bersabar menjalani sakitnya dan terus berusaha untuk mencari obatnya. Tentu saja dengan pengobatan-pengobatan yang sesuai dengan syari’at.


PENGOBATAN SYAR’I DALAM ISLAM

  1. Melakukan Usaha Yang Dibenarkan Syari’at (Ikhtiar syar’iyah)
    Artinya, seorang melakukan usaha yang dzahir (yang tampak) untuk mencari kesembuhan. Misalnya, datang ke dokter yang ahli, minum madu, melakukan hijamah (bekam), atau usaha-usaha yang tidak dilarang oleh syari’at.

  2. Dibacakan Ayat-ayat Al-Qur’an (Ruqyatul Quran)
    Sesuai dengan Firman Allah SWT :

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلۡقُرۡءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٞ وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارٗا ٨٢

“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (QS. Al-Isra’ ayat 82)

Qur'an Surat Yunus Ayat 57
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدۡ جَآءَتۡكُم مَّوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّكُمۡ وَشِفَآءٞ لِّمَا فِي ٱلصُّدُورِ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٞ لِّلۡمُؤۡمِنِينَ ٥٧

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)

Dijelaskan oleh para ulama bahwa obat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah obat lahiriyah dan batiniah. Al-Qur’an bisa menjadi obat lahiriyah dengan dibacakan kepada orang yang sakit jasadnya. Adapun Al-Qur’an menjadi obat batiniyah yaitu dengan seorang mempelajarinya, merenungkan makna-makna yang terkandung di dalamnya dan mengamalkan dengan penih keyakinan menjadikan jiwanya tenang.

Syaikhul Islam Ibnul Qayyim -rahimahullahu- dalam kitabnya Zadul Ma’ad, berkata,
Al-Qur`an adalah penyembuh yang sempurna dari seluruh penyakit hati dan jasmani, demikian pula penyakit dunia dan akhirat. Dan tidaklah setiap orang diberi keahlian dan taufiq untuk menjadikannya sebagai obat. Jika seorang yang sakit konsisten berobat dengannya dan meletakkan pada sakitnya dengan penuh kejujuran dan keimanan, penerimaan yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan menyempurnakan syaratnya, niscaya penyakit apapun tidak akan mampu menghadapinya selama-lamanya. Bagaimana mungkin penyakit tersebut mampu menghadapi firman Dzat yang memiliki langit dan bumi, yang seandainya diturunkan kepada gunung, maka ia akan menghancurkannya. Atau diturunkan kepada bumi, maka ia akan membelahnya. Maka tidak satu pun jenis penyakit, baik penyakit hati maupun jasmani, melainkan dalam Al-Qur`an terdapat suatu cara yang membimbing kepada obat dan sebab (kesembuhan) nya.(Zadul Ma’ad, 4/287)

Hadits dari Ummu Salamah radhiallahu ‘anha bahwa Nabi melihat di rumahnya seorang budak wanita dan di wajahnya terdapat warna (kehitaman) maka (beliau berkata),

"Ruqyahlah dia, sesungguhnya dia terkena penyakit ‘ain (pandangan jahat).” (HR. Bukhari no. 5739 dan Muslim no. 2197)

  1. Berdo’a
الدُّعَاءُ سِلَاحُ الْمُؤْمِنِ وَعِمَادُ الدِّينِ وَنُوْرُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

“Do’a adalah senjatanya orang yang beriman dan tiangnya agama dan cahaya langit dan bumi.”

Hadits ini dilemahkan oleh syaikh Al-Albani, akan tetapi secara makna dijelaskan dalam riwayat yang shahih yaitu kisahnya seorang wanita hitam yang tertimpa penyakit asra’ (epilepsy),

dia datang kepada Nabi dan berkata :

“Ya… rasulullah, saya menderita penyakit asra’. Tiap kali kambuh, auratku tersingkap. Maka do’akanlah aku supaya Allah menyembuhkan penyakitku”,

Nabi pun bersabda, “Kalau aku do’akan kepada Allah maka akan sembuh penyakitmu. Akan tetapi jika kamu sabar, maka bagimu surga.”  Kemudian wanita itu memilih untuk bersabar.

Diterangkan oleh Syaikh Salim Al-hilaly bahwa berdo’a itu adalah salah satu sebab disembuhkannya penyakit. Juga dalam hadits di atas memberikan faidah tentang bolehnya seorang datang kepada Ahlul Fadhli (orang yang mempunyai keutamaan) orang yang dikenal dengan ketaqwaannya kepada Allah , keshalihannnya, ahli ilmu, untuk meminta dido’akan kepada Allah atas kesembuhan penyakitnya.

Kesimpulan

Barangsiapa sabar terhadap Penyakit atau musibah yang diberikan Allah maka dia akan mendapatkan kebaikan, dan penyakit tersebut akan menjadi penghapus dosa dan kesalahannya

Bolehkah Memanjangkan Kuku?


Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz

Bolehkah Memanjangkan Kuku? Apakah memanjangkan kuku itu haram hukumnya? Dan bolehkah shalat dalam keadaan seperti itu?


Jawab:
Kuku boleh dibiarkan (tidak dipotong) selama 40 hari. Demikian juga syarib (kumis), ibt (rambut di ketiak), dan juga‘aanah  (rambut di kemaluan). Berdasarkan hadits shahih dari Anas radhiallahu’anhu, bahwa ia berkata:

وقَّت لنا في قص الشارب وقلم الظفر ونتف الإبط وحلق العانة ألا يدع ذلك أكثر من أربعين ليلة


“kami diberi tenggat waktu untuk memotong kumis, memotong kuku, dan mencukur rambut ketiak dan mencukur rambut kemaluan, yaitu hendaknya tidak dibiarkan lebih dari 40 hari” (HR. Muslim dalam Kitaabut Thaharah, bab Khishalul Fithrah, no. 258).

Dan dalam lafazh yang lain:

وقت لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memberi kami tenggat waktu…(HR. Ahmad dalam Musnad-nya, pada musnad Anas bin Malik no. 11823).

Jika sudah 40 hari, maka wajib untuk memotong kumis, memotong kuku, mencukur rambut ketiak dan mencukur rambut kemaluan berdasarkan hadits di atas.




Penerjemah: Yulian Purnama

Adab Dalam Melihat Calon Istri (Nadzar)


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ada beberapa adab dan batasan yang perlu diperhatikan ketika seorang lelaki melakukan nadzar dengan wanita yang dia lamar,


Pertama, pihak laki-laki harus benar-benar serius dan memiliki keinginan untuk menikahinya.

Berdasarkan hadis dari sahabat Abu Humaid Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً، فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَةٍ، وَإِنْ كَانَتْ لَا تَعْلَم


“Apabila kalian melamar seorang wanita, tidak ada dosa baginya untuk me-nadzar-nya, jika tujuan dia melihatnya hanya untuk dipinang. Meskipun wanita itu tidak tahu.”(HR. Ahmad 23603, At-Thabrani dalam Al-Ausath 911 dan sanadnya dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Kedua, Ada peluang untuk menikahinya

Seperti, memungkinkan untuk diizinkan walinya, atau memungkinkkan untuk diterima pihak wanita. Jika kemungkinan besar pasti ditolak, baik oleh pihak wali atau wanita yang dinadzar maka tidak boleh tetap nekad untuk nadzar.


Ibnul Qatthan Al-Fasi dalam Ahkam An-Nadzar mengatakan,

لو كان خاطب المرأة عالما أنها لا تتزوجه ، وأن وليها لا يجيبه ، لم يجز له النظر ، وإن كان قد خطب [ يعني : وإن كان يطلب خِطبتها ] ؛ لأنه إنما أبيح له النظر ليكون سببا للنكاح، فإذا كان على يقين من امتناعه ، بقي النظر على أصله من المنع

Jika lelaki yang hendak meminang wanita mengetahui bahwa pihak wanita tidak akan bersedia nikah dengannya, atau pihak wali tidak akan mengabulkan pinanganya, maka tidak boleh dia melakukan nadzar. Meskipun dia sudah menyampaikan lamarannya. Karena dibolehkannya nadzar, hanya karena menjadi sebab untuk menikah. Jika dia yakin bahwa dia pasti ditolak, maka kembali pada hukum asal melihat wanita, yaitu dilarang. (An-Nadzar fi Ahkam An-Nadzar, hal. 391)

Ketiga, tidak boleh ada sentuhan anggota badan sedikitpun

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا العَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ المَنْطِقُ، والقلب تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ

“Sesungguhnya Allah menetapkan jatah dosa zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluan membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari 6243)

Az-Zaila’I mengatakan,

ولا يجوز له أن يمس وجهها ولا كفيها – وإن أَمِن الشهوة – لوجود الحرمة ، وانعدام الضرورة

Tidak boleh menyentuh wajahnya, telapak tangannya – meskipun aman dari gejolak syahwat – karena adanya larangan dan tidak ada alasan dharurat. (Tabyin al-Haqaiq, 16/361).

Keempat, tidak boleh berduaan, harus ada pihak keluarga yang menemaninya, terutama keluarga pihak wanita

dari Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

“Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad 177, Turmudzi 2165, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Ibnu Qudamah mengatakan,

ولا يجوز له الخلوة بها لأنها مُحرّمة ، ولم يَرد الشرع بغير النظر فبقيت على التحريم

Lelaki yang melamar, tidak boleh berduaan dengan wanita yang dilamarnya, karena ini haram. Dan tidak ada dalil yang menyebutkan pengecualian larangan ini, ‘kecuali nadzar’. Sehingga kembali kepada hukum diharamkan. (al-Mughni, 7/453).

Kelima, tidak boleh sambil menikmati apa yang dilihat

Melihat dengan cara penuh menikmati (taladzudz) termasuk diantara bentuk zina mata. Nadzar disyariatkan untuk mewujudkan sunah, dan bukan untuk menikmati keindahan parasnya. Sehingga jika sudah cukup membuat pihak lelaki tertarik untuk menikahinya, itu sudah cukup baginya.


Imam Ahmad pernah mengatakan,

ينظر إلى الوجه ، ولا يكون عن طريق لذة .  وله أن يردّد النظر إليها ، ويتأمل محاسنها ، لأن المقصود لا يحصل إلا بذلك

Dia melihat ke wajahnya, namun tidak boleh dengan cara menikmati. Dia boleh melihat berulang-ulang, dan menimbang kecantikannya. Karena tujuan saling mencintai hanya bisa diwujudkan dengan cara itu.

Keenam, dibolehkan untuk melakukan komunikasi, berbicara langsung dengannya, selama tidak berduaan

Imam Ibnu Baz mengatakan,

يجوز للرجل إذا أراد خطبة المرأة أن يتحدث معها ، وأن ينظر إليها من دون خلوة … ، فإذا كان الكلام معها فيما يتعلق بالزواج والمسكن وسيرتها ، حتى تعلم هل تعرف كذا ، فلا بأس بذلك إذا كان يريد خطبتها

Boleh bagi lelaki yang hendak melamar wanita untuk berbincang-bincang dengannya dan melihatnya tanpa berduaan… jika pembicaraan dilakukan untuk membahas terkait pernikahan, tempat tinggal, atau latar belakang keluarga, sehingga kita tahu apakah dia tahu tentang itu, ini dibolehkan. Jika dia hendak menikahinya. (Majmu’ Fatawa, 20/429).

Ketujuh, boleh untuk melihat berkali-kali ke arah calon pasangan

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,

يجوز تكرار النظر إن احتاج إليه ليتبين هيئتها، فلا يندم بعد النكاح، إذ لا يحصل الغرض غالبا بأول نظرة

Boleh mengulang-ulang melihat wanita yang dilamar, jika dibutuhkan, sehingga semakin jelas semua kondisinya. Agar tidak menyesal setelah nikah. Karena tujuan itu umumnya tidak terwujud di awal nadzar. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 22/17)

Allahu a’lam.

Nadzor dalam Taaruf


Assalamu’alaykum, Bismillah.Ana hendak bertanya terkait nadzor:
  1. Syariat tentang nadzor.
  2. Batasan yang boleh dilihat saat nadzor, apakah boleh melepas jilbab dsb sesuai permintaan calon ikhwan.
  3. Siapa yang boleh ada untuk menemani saat nadzor.
  4. Berapa jangka waktu setelah nadzor untuk melangsungkan akad.
Wassalamu’alaykumUmmu Hafshah (Jakarta)


Jawaban:

Wa’alaikumus salam

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Nadzar (melihat) calon istri atau calon suami, disyariatkan dalam islam.  Agar tidak ada istilah menyesal di belakang, memastikan bahwa mereka menikah karena saling mencintai.

Diceritakan oleh al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau hendak melamar seorang wanita. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi saran kepadanya,

انْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَحْرَى أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا


Lihat dulu calon istrimu, karena itu akan lebih bisa membuat kalian saling mencintai. (Ahmad 18154, Turmudzi 1110 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

Dalam hadis lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan, bahwa ada seseorang yang menyampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa dirinya telah menikah dengan wanita anshar. Nabipun bertanya,

أَنَظَرْتَ إِلَيْهَا

“Apakah kamu telah melihatnya?”
Jawab orang ini, “Belum.”
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyarankan,

فَاذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّ فِى أَعْيُنِ الأَنْصَارِ شَيْئًا


Lihatlah calon istrimu, karena di bagian mata orang anshar ada sesuatu… (HR. Muslim 3550)


Nadzar itu Ada 2:

Nadzar resmi

Nadzar yang pertemuannya disepakati kedua belah pihak. Sehingga keduanya persiapan. Misalnya nadzar di rumah orang tua si wanita.

Nadzar tidak resmi

Nadzar yang dilakukan secara diam-diam oleh pihak lelaki, sementara pihak wanita tidak tahu.
Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu menceritakan,

فخطبت جارية فكنت أتخبأ لها ، حتى رأيت منها ما دعاني إلى نكاحها وتزوجتها


Ketika aku melamar seorang gadis, aku sembunyi-sembunyi untuk menadzarnya. Hingga aku bisa melihatnyaa, yang membuatku tertarik untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya. (HR. Abu Daud 2084 dan dihasankan al-Albani)

Dalam riwayat lain, Jabir menceritakan,

فَخَطَبْتُ جَارِيَةً مِنْ بَنِى سَلِمَةَ فَكُنْتُ أَتَخَبَّأُ لَهَا تَحْتَ الْكَرَبِ حَتَّى رَأَيْتُ مِنْهَا بَعْضَ مَا دَعَانِى إِلَى نِكَاحِهَا فَتَزَوَّجْتُهَا


Aku melamar seorang gadis dari bani Salimah. Aku sembunyi-sembunyi untuk mengintipnya di balik pelepah kurma, hingga aku bisa melihat bagian anggota badannya yang membuatku tertarik untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya. (HR. Ahmad 14960).

Di posisi nadzar tidak resmi, lelaki boleh melihat bagian yang umumnya terlihat ketika wanita di rumahnya, seperti kepala, leher, atau kaki.

Anggota Badan Yang Boleh Dinampakkan ketika Nadzar

Dalam Ensiklopedi Fiqh disebutkan perbedaan ulama mengenai batasan anggota tubuh yang boleh dinampakkan,
  1. Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah, dan sebagian Hambali sepakat bahwa bagian anggota badan yang boleh dinadzar ketika lelaki melamar adalah wajah dan telapak tangan (termasuk punggungnya), sampai ke pergelangan. Wajah untuk menilai kecantikan, sementara telapat tangan untuk menilai kesuburan badan.
Setelah Turmudzi membawakan hadis di atas, beliau mengatakan,

وقد ذهب بعض أهل العلم إلى هذا الحديث وقالوا لا بأس أن ينظر إليها ما لم ير منها محرما. وهو قول أحمد وإسحاق


Sebagian ulama berpendapat sesuai hadis ini. Mereka mengatakan, tidak masalah lelaki melihat calon istrinya, selama tidak melihat yang haram darinya. Dan ini pendapat Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah. (Jami’ at-Turmudzi, 4/370)
  1. Sementara Hanafiyah dalam sebagian riwayat membolehkan melihat kaki, karena kaki dalam madzhab hanafiyah bukan aurat.

  2. Hambali membolehkan melihat bagian yang biasa nampak, seperti kepala (tanpa jilbab), leher, atau kaki.
(al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 19/199).

Dan kesimpulan yang lebih tepat, bahwa pendapat jumhur diterapkan untuk nadzar resmi. Ketika lelaki yang melamar ingin bertemu dengan wanita yang dilamar, dia bisa datang ke rumahnya dan melihat wajah dan telapak tangan.

Sementara anggota tubuh lainnya, hanya boleh terlihat ketika nadzar dilakukan secara tidak resmi.

Demikian,

Allahu a’lam

Adab Orang yang Meruqyah


Pertanyaan: Sifat-sifat dan adab-adab bagaimanakah yang seharusnya dilakukan oleh orang yang meruqyah?

Jawaban:

Bacaan ruqyah tidak akan berguna terhadap orang yang sakit kecuali dengan beberapa syarat:

Pertama: Pantasnya orang yang meruqyah adalah seorang yang baik, shalih, konsisten (istiqamah), memelihara shalat, ibadah, dizkir-dzikir, bacaan, amal-amal shalih, banyak melakukan kebaikan, jauh dari perbuatan maksiat, bid’ah, kemungkaran-kemungkaran, dosa-dosa besar dan kecil, berusaha selalu makan yang halal, khawatir dari harta yang haram, atau syubhat, karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Perbaikilah makananmu, niscaya kamu menjadi orang yang doanya terkabul.”

Beliau menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan jauh, (rambut) kusust berdebu, mengelurukan tangannya ke langit seraya (berkata), ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku,’ sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, diberi makanan dengan yang haram, maka bagaimana bisa dikabulkan karena hal itu.”

Makanan yang halal termasuk di antara penyebab dikabulkan doa. Di antaranya lagi adalah tidak menentukan upah atas orang yang sakit, menjauhkan diri dari mengambil upah yang lebih dari kebutuhannya. Maka semua itu lebih mendukung kemanjuran ruqyahnya.

Kedua: Mengenal ruqyah-ruqyah yang dibolehkan berupa ayat-ayat Alquran seperti al-Fatihah, al-Mu’awwidzatain, dan akhirnya, ayat Kursi, akhir surat at-Taubah, permulaan surah Yunus, permulaan surah an-Nahl, akhir surah al-Isra, permulaan surah Thaha, akhir surah al-Mu’minun, permulaan surah ash-Shaffat, permulaan surah Ghafir, akhir surah al-Jatsiyah, akhir surah al-Hasyr. Dan di antara doa-doa Alquran yang disebutkan terdapat dalam al-Kalim ath-Thayyib dan seumpamanya, disertai meludah sedikit setelah membaca, dan mengulangi ayat tersebut sebagai tiga kali umpamanya, atau lebih banyak lagi.

Ketiga: Orang yang sakit adalah orang yang beriman, shalih, baik, takwa, konsisten (istiqamah) atas agama, jauh dari yang diharamkan, maksiat, sifat aniaya, karena firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

Dan Kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra: 82)

Dan firman-Nya,

وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَّقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ ۖ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ ۖ وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى ۚ أُولَٰئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ بَعِيدٍ 

Katakanlah, ‘Alquran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Alquran itu suatu kegelapan bagi mereka.” (QS. Fushshilat: 44)

Biasanya tidak begitu berpengaruh terhadap ahli maksiat, meninggalkan kewajiban, takabbur, sombong, melakukan isbal (menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki, pen.), mencukur jenggot, ketinggalan shalat dan menundanya, melalaikan ibadah dan seumpama yang demikian itu.

Keempat: Orang yang sakit meyakini bahwa Alquran adalah penawar, rahmat, dan obat yang berguna. Apabila ia ragu-ragu, maka hal itu tidak ada gunanya. Misalnya ia berkata, “Cobalah ruqyah. Jika bermanfaat, alhamdulillah dan jika tidak bermanfaat juga tidak apa-apa.” Tetapi ia harus yakin dengan mantap bahwa ayat-ayat tersebut benar-benar bermanfaat dan sesungguhnya ayat-ayat itulah penawar yang sebenarnya, sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka, apabila syarat-syarat ini telah terpenuhi, niscaya bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Fatwa Syaikh Abdullah al-Jibrin yang beliau tanda tangani

Makan Sambil Berbicara


Pertanyaan : Bolehkah makan sambil bicara?


Jawaban:

Makan Sambil Berbicara?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhuma menceritakan, Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta istrinya untuk diambilkan lauk. Namun kata mereka, ‘Kami tidak punya lauk apapun selain cuka.’

Beliau tetap minta diambilkan cuka, dan makan dengan lauk cuka dan mengatakan,

نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ ، نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ

Sebaik-baik lauk adalah cuka… sebaik-baik lauk adalah cuka… (HR. Muslim 2052)

An-Nawawi menjelaskan hadis di atas,


وَفِيهِ اِسْتِحْبَاب الْحَدِيث عَلَى الْأَكْل تَأْنِيسًا لِلْآكِلِينَ

Dalam hadis ini terdapat anjuran untuk berbicara ketika makan, untuk membuat suasana akrab bagi orang-orang yang ikut makan. (Syarh Shahih Muslim, 7/14)


Berdasarkan hadis ini, para ulama menganjurkan untuk berbicara ketika makan. Terutama pembicaraan yang isinya pujian terhadap makanan dan pujian kepada Allah yang memberi makan

Ibnul Muflih menyebutkan keteragan Ishaq bin Ibrahim,

تعشيت مرة أنا وأبو عبد الله وقرابة له فجعلنا لا نتكلم وهو يأكل ويقول الحمد لله وبسم الله، ثم قال أكل وحمد خير من أكل وصمت ولم أجد عن أحمد خلاف هذه الرواية صريحا ولم أجدها في كلام أكثر الأصحاب، والظاهر أن أحمد – رحمه الله – اتبع الأثر في ذلك فإن من طريقته وعادته تحري الاتباع

“Suatu ketika aku makan malam bersama Abu Abdillah yaitu Imam Ahmad bin Hanbal ditambah satu kerabat beliau. Ketika makan kami sedikit pun tidak berbicara sedangkan Imam Ahmad makan sambil mengatakan alhamdulillah dan bismillah setelah itu beliau mengatakan,

“Makan sambil memuji Allah itu lebih baik daripada makan sambil diam.” Tidak aku dapatkan pendapat lain dari Imam Ahmad yang secara tegas menyelisihi nukilan ini. Demikian juga tidak aku temukan dalam pendapat mayoritas ulama pengikut Imam Ahmad yang menyelisihi pendapat beliau di atas. Kemungkinan besar Imam Ahmad berbuat demikian karena mengikuti dalil, sebab di antara kebiasaan beliau adalah berupaya semaksimal mungkin untuk sesuai dengan dalil.” (Adab Syariyyah, 3/177).

Keterangan yang lain disampaikan Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar,

بابُ استحباب الكَلامِ على الطَّعام.  فيه حديث جابر الذي قدَّمناه في ” باب مدح الطعام “.قال الإِمام أبو حامد الغزالي في ” الإِحياء ” من آداب الطعام أن يتحدَّثوا في حال أكله بالمعروف، ويتحدّثوا بحكايات الصالحين في الأطعمة وغيرها

“Dianjurkan berbicara ketika makan. Berkenaan dengan ini terdapat sebuah hadits yang dibawakan oleh Jabir radhiyallahu ‘anhu sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam sub “Bab memuji makanan”. Imam Abu Hamid al-Ghazali dalam kitab al-Ihya mengatakan bahwa termasuk etika makan ialah membicarakan hal-hal yang baik sambil makan, membicarakan kisah orang-orang yang shalih dalam makanan.” (al-Adzkar, hlm. 234)

Allahu a’lam.

Facebook : RMI Alur Cucur

Cara Titip Salam dan Cara Menjawabnya


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Titip salam, biasanya dilakukan dari orang yang tidak bisa ketemu dengan kenalan yang dia cintai. Untuk meunjukkan rasa cinta itu, dia titip salam kepada orang lain yang bisa menemuinya.

Cara Titip Salam dan Cara Menjawabnya


Kejadian titip salam semacam ini telah dilakukan di zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya, malaikat Jibril, titip salam melalui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk Aisyah Radhiyallahu ‘anha. Karena Aisyah tidak melihat Jibril. Dan ini menunjukkan bagaimana penghormatan yang diberikan Jibril kepada Aisyah.

Aisyah menceritakan,

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا عَائِشَةُ هَذَا جِبْرِيلُ يَقْرَأُ عَلَيْكِ السَّلاَمَ ». فَقُلْتُ وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. وَهُوَ يَرَى مَا لاَ أَرَى.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Wahai Aisyah, ini Jibril, beliau menyampaikan salam untukmu.” Aku jawab, ‘Wa alaihis Salam wa Rahmatullah.’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat apa yang tidak saya lihat. (HR. Bukhari 3217, Muslim 6457 dan yang lainnya).

Hal ini pernah dilakukan oleh Ibnu Abbas . Beliau pernah diundang untuk mendatangi walimah, namun tidak bisa hadir karena sibuk menangani masalah pengairan. Beliau berpesan kepada yang lain,

أجيبوا أخاكم، واقرؤوا عليه السلام، وأخبروه أني مشغول

Datangi undangan saudara kalian, dan sampaikan salamku untuknya. Sampaikan juga, saya sedang sibuk. (HR. Abdurrazaq dalam al-Mushannaf 19664, Baihaqi dalam al-Kubro 14317, dan sanadnya dishahihkan oleh Ibnu Hajar).

Demikian pula yang dilakukan Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu. Beliau pernah mengutus Ibnu Wabarah al-Kalbi untuk menemui Umar di Madinah. Diapun menemuinya, dan ketika itu ada Utsman, Abdurrahman bin Auf, Ali, Thalhah, dan Zubair binn Awam. Mereka bersandar di masjid. Abu Wabarah mengatakan,

إِنَّ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ أَرْسَلَنِى إِلَيْكَ وَهُوَ يَقْرَأُ عَلَيْكَ السَّلاَمَ

Khalid bin Walid menyuruhku untuk menemui anda, dan beliau menyampaikan salam kepada anda. (HR. Ad-Daruquthni 3366).

Kemudian, diriwayat oleh Abu Daud, bahwa ada seorang sahabat yang menyuruh anaknya untuk menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berpesan untuk menyampaikan salam kepada beliau. Beliau mengtakan,

فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ إِنَّ أَبِى يُقْرِئُكَ السَّلاَمَ. فَقَالَ « عَلَيْكَ وَعَلَى أَبِيكَ السَّلاَمُ »

Akupun medatangi beliau. Aku sampaikan, ‘Sesungguhnya bapakku menyampaikan salam untuk anda.’

Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Untukmu dan untuk bapakmu balasan salam.” (HR. Abu Daud 2936).


Cukup Ucapkan ‘Titip Salam’


Dari beberapa riwayat di atas menunjukkan bahwa orang yan titip salam, cukup mengucapkan titip salam. Artinya, dia tidak harus mengucapkan: ‘Assalamu alaikum…”

Karena kalimat semacam ini tidak kita jumpai dari mereka yang titip salam. Baik yang dilakukan Jibril ‘alaihis salam, atau Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, atau Ibnu Abbas maupun Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhum.

Allahu a’lam

Bagaimana Cara Menjawabnya?


Kita bisa simpulkan dari bebrapa riwayat di atas, ada dua cara membalas salam titipan,

Pertama, kita berikan basalan salam untuk orang yang menyampaikan dan yang menitipkan. Kita ucapkan, Wa Alaika wa Alaihis Salam‘Untukmu dan untuknya balasann salam’.

Sebagaimana dalam riwayat Ahmad, ketika Aisyah mendapat salam dari Jibril, beliau menjawabnya,

عَلَيْكَ وَعَلَيْهِ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

‘Untuk anda dan untuknya basalan salam wa rahmatullah wa barakatuh’. (HR. Ahmad 24857)

Kedua, bisa juga hanya memberikan balasan salam bagi yang menitipkan salam

Sebagaimana jawaban A’isyah dalam riwayat Bukhari dan Muslim,

وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ

‘Untuknya basalan salam wa rahmatullah’.

Haruskah Dijawab?


Para ulama menjelaskan, titipan salam semacam ini wajib dijawab segera, dan diucapkan secara lisan.

Imam An-Nawawi menjelaskan hadis Aisyah di atas,

وهذا الرد واجب على الفور وكذا لو بلغه سلام في ورقة من غائب لزمه أن يرد السلام عليه باللفظ على الفور إذا قرأه

Menjawab salam semacam ini hukumnya wajib segera. Demikian pula jika dia mendapat salam di kertas (surat) dari orang yang berada di jauh, wajib dia jawab secara lisan segera ketika dia membacanya. (Syarh Shahih Muslim, 15/211)

Orang yang menerima salam ini, baik dari titipan maupun salam di kertas atau dalam surat, termasuk salam di sms atau email, dia wajib menjawabnya dengan mengucapkan secara lisan: Wa ‘alaikumus salam…

Jangan Lupa Ditambahkan Huruf Wawu


Ketika menjawab, kita ucapkan ‘Wa ‘alaihis salam...’ kata ‘Wa’ perlu diperhatikan. Sebagian ulama wajib menambahkan kata Wa dan ada juga yang mengatakan, itu hanya anjuran.

Masih keterangan Imam an-Nawawi,

وفيه أنه يستحب في الرد أن يقول وعليك أو وعليكم السلام بالواو فلو قال عليكم السلام أو عليكم أجزأه على الصحيح وكان تاركا للأفضل وقال بعض أصحابنا لا يجزئه

Dalam hadis ini ada anjuran untuk menjawab salam dengan mengucapkan ‘Wa alaika’ atau ‘Wa alaikum’ dengan mencantumkan kata ‘Wa’. Meskipun andai dia hanya mengucapkan ‘Alaikumus salam’ atau ‘Alaikum’ dibolehkan menurut pendapat yang benar, hanya saja, dia meninggalkan cara menjawab yang lebih afdhal. Sementara sebagian ulama madzhab Syafiiyah mengatakan, ‘Tidak sah dengan jawaban tanpa Wa.’ (Syarh Shahih Muslim, 15/211)

Allahu a’lam.

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

8 Ciri Penghuni Surga Berdasarkan Surat Ali Imran


Surga merupakan tempat yang disediakan Allah SWT sebagai balasan bagi orang-orang yang mengikuti aturan-Nya. Selama hidup di dunia, manusia diperintahkan mempersiapkan bekal untuk bisa memasuki tempat terindah tersebut.

Namun, meski dengan tingkat keimanan tinggi, seseorang tidak akan pernah tahu dirinya masuk surga atau tidak. Pasalnya penentuan tersebut baru akan terjadi setelah hari kiamat tiba, yakni pada yaumul hisab atau hari perhitungan.

Meski demikian, Allah sudah menjelaskan ciri penghuni surga dalam firman-Nya. Di dalam surat Ali Imran dijelaskan tentang sifat-sifat para penghuni surga saat masih menjalani kehidupan di dunia. Seperti apa ciri-cirnya? Berikut ringkasannya.

Quran surat Ali Imran merupakan surat ke tiga dalam Alquran yang memiliki 200 ayat. Surat ini termasuk golongan surat Madaniyah atau surat-surat yang turun di kota Madinah. Dalam surat tersebut menceritakan tentang keteladanan keluarga Ali Imran. Beliau adalah ayah dari Ibunda Siti Maryam yang sudah melahirkan Nabi Isa.

Di dalam surat tersebut juga disebutkan tentang ciri-ciri ahli surga.  Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam ayat 16-17 pada ayat tersebut.  Berikut potongan ayat dalam surat Ali Imran yang menjelaskan tentang ciri penghuni surga.


الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ - 3:16
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ - 3:17

“(Ahli syurga itu ialah) orang-orang yang berdoa, “Ya Allah Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa api neraka”. Yaitu orang-orang yang sabar, orang-orang yang benar, orang-orang yang thaat, orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan orang-orang yang memohon ampun di waktu  sahur”. (QS. Ali Imran: 16-17)

Dari ayat di atas diketahui ada delapan ciri-ciri manusia yang akan menjadi penghuni surga. Seperti apa cirinya:

1. Orang-orang yang beriman kepada Allah

Beriman kepada Allah SWT merupakan pondasi utama bagi seorang Muslim dan menjadi rukun iman yang pertama. Ternyata ini pula lah yang menjadi ciri seseorang yang nantinya dihadiahi surga. Namun perkara beriman tidak hanya sekedar percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Lebih dari itu, beriman harus diikuti dengan mempercayai dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan menjalankan dengan amal perbuatan.

2. Orang-orang yang senantiasa beristighfar

Dalam surat tersebut dikatakan oleh para ahli surga “Faghfirlanaa dzunuubanaa”, yang artinya maka ampunilah segala dosa kami. Ini menandakan bahwa orang yang senantiasa memohon ampunan kepada Allah merupakan salah satu ciri penghuni surga.

Seorang ahli surga selalu berpikir bahwa dirinya berlumuran dosa. Sehingga tiada waktu terlewat untuk memohon ampunan kepada Allah. Sehingga Allah mengampuni setiap dosa yang kita lakukan sehari-hari (dosa kecil). Karena sejatinya manusia memanglah menjadi gudangnya dosa.

“Tiap anak Adam itu berbuat salah dan sebaik-baik orang yang bersalah itu adalah orang yang bertaubat”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

“Demi Allah, sesungguhnya saya membaca istighfar (minta ampun) dan bertaubat kepada Allah tiap hari lebih dari tujuh puluh kali”. (HR Bukhari)

3. Orang-orang yang memohon dijauhkan dari api neraka

Penghuni surga juga mempunyai ciri selalu memohon agar Allah menjauhkannya dari siksa api neraka. Alquran sudah menjelaskan bagaimana ganasnya panas api neraka ini. Hal ini menjadi berita yang dipercayai oleh para ahli surga dan membuat mereka takut untuk akan ancaman neraka tersebut.

Tidak hanya sekedar berdoa saja, orang-orang yang memiliki karakter ahli syurga juga mengimbangi doa mereka dengan ikhtiar untuk benar-benar jauh dari api neraka. Mereka akan menjauhi segala perbuatan dosa yang akan menyeretnya ke neraka jahanam.

4. Orang-orang yang sabar

Ciri selanjutnya yang dijelaskan oleh surat Ali Imran ini adalah memiliki karakter yang sabar. Calon penghuni surga memahami bahwa kehidupan di dunia layaknya kisah di dalam film. Ada Allah SWT sebagai sutradara dan produser, sementara manusia layaknya artis yang memerankan setiap peran yang sudah ditetapkan.

Itu mengapa mereka bersabar dengan berbagai rintangan dan cobaan. Semua hal tersebut merupakan ujian kenaikan kelas yang diharapkan meninggikan derajat mereka disisi Allah. Mereka tetap lapang dada dan tidak mengeluh menghadapi kesulitan dan tantangan hidup. Tawakkal ‘alallah, pasrah kepada kehendak dan takdir Allah.

5. Orang-orang yang benar

Yaitu orang-orang yang benar aqidah dan imannya, benar ikrar dan lisannya, benar janji dan amalannya. Ahli syurga memiliki komitmen yang kokoh terhadap kebenaran (al haq). Orang-orang yang seluruh aspek dalam kehidupannya mengacu kepada kebenaran (Al Qur’an) dan orang-orang seperti ini disebut dengan Asshaadiqin.

6. Orang-orang yang taat

Kethaatan bukanlah hal yang dapat diperoleh dengan mudah. Gelar taat yang menempel pada diri manusia juga bukanlah gelar duniawi yang diperoleh dengan materi. Ketaatan adalah hasil dari sebuah proses pengimanan dan pengakuan akan adanya Allah dan eksistensinya dalam kehidupan manusia. Adanya pengakuan kepada Allah melahirkan sikap patuh dan taat atas segala perintah dan larangan Allah.

Dalam Alqur’an surat An Nur ayat 51 dijelaskan,

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَن يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


“Sesungguhnya jawaban orang-orang yang beriman bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasulnya agar berhukum di antara mereka ialah ucapan mereka ‘kami dengar dan kami thaat’ dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS An Nur : 51)

7. Orang-orang yang bersedekah di jalan Allah

Ciri lain penghuni surga yang dijelaskan dalam surat Ali Imran adalah mereka yang termasuk orang-orang yang bersedekah di jalan Allah. Mereka ini menyadari bahwa sedekah merupakan investasi kepada Allah tidak akan membuat mereka menjadi miskin. Sikap hidup seperti ini terbentuk karena adanya iman dan taqwa.

8. Orang-orang yang memohon ampun di waktu sahur

Ciri terakhir yang dijelaskan dalamm surat Ali Imran adalah mereka yang memohon ampun pada waktu sahur. Waktu sahur merupakan waktu sepertiga malam yang biasanya sangat utama dilakukan untuk salat Tahajud dan memiliki banyak keutamaan.

Pada waktu ini berdasarkan hadist Nabi dijelaskan bahwa Allah SWT turun  ke langit dunia memberikan rahmat dan ampunan kepada hamba-Hamba-Nya.  Nabi pun mencotohkan dengan melakukan berbagai ibadah kepada Allah pada waktu ini.

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.” (QS Adz Dzariat : 17-18)

Semoga sahabat RMI termasuk salah satu dari ciri-ciri yang disebutkan di atas. Aamiin ya Rabb.

Boleh Minum Ketika Jumatan?


Pertanyaan

Bolehkah minum ketika mendengar khutbah jumat? Mungkin ada jamaah yg bawa air kemasan.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Selama mendengarkan khutbah jumat, makmum dituntut untuk konsentrasi penuh, sehingga bisa mendengarkan khutbah dengan seksama. Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makmum untuk melakukan aktivitas apapun yang bisa mengganggu konsentrasinya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ. وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ


“Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jumat, ‘Diamlah,” padahal khotib sedang berkhotbah, sungguh engkau telah berbuat sia-sia.”(HR. Bukhari 934 dan Muslim 851).

Apakah minum dihukumi sama dengan berbicara?

Ulama berbeda pendapat,

Pertama, dilarang makan atau minum ketika mendengarkan khutbah. Bahkan bisa membatalkan shalat.

Kedua, makruh jika tidak karena haus. Hanya untuk menikmati minuman.

Ketiga, dibolehkan, selama masih bisa berkonsentrasi dalam mendengarkan khutbah

Ketiga pendapat itu disebutkan an-Nawawi dalam kitabnya,


يكره لهم شرب الماء للتلذذ ، ولا بأس بشربه للعطش للقوم والخطيب ، هذا مذهبنا. قال ابن المنذر : رخص في الشرب طاوس ومجاهد والشافعي ، ونهى عنه مالك والأوزاعي وأحمد . وقال الأوزاعي : تبطل الجمعة إذا شرب والإمام يخطب


Makruh bagi makmum  untuk minum hanya dalam rangka menikmati (tidak haus), dan boleh minum bagi yang kehausan. Baik bagi makmum maupun khatib. Ini pendapat madzhab kami, Syafiiyah. Sementara Ibnul Mundzir mengatakan, “Imam Thawus, Mujahid, dan as-Syafii memberi keringanan untuk minum. Sementara Imam Malik, al-Auza’I, dan Ahmad melarangnya.” Al-Auza’I mengatakan, “Jumatan bisa batal apabila makmum minum, ketika imam sedang berkhutbah.” (al-Majmu’, 4/529)

Namun pernyataan al-Auza’I bahwa jumatan bisa batal gara-gara makmum minum, ini dinyatakan al-Abdari, pernyataan ini bertentangan dengan ijma’. An-Nawawi menyebutkan,


قال العبدرى قول الاوزاعي مخالف للاجماع


Al-Abdari mengatakan, “Pernyataan al-Auza’I bertentangan dengan Ijma’” (al-Majmu’, 4/529)

Dan setiap yang bertentangan dengan ijma’, dia tidak berlaku.

Allahu a’lam

Pasar Bisa Menjadi Sumber Ampunan Dosa


Berkah Pasar?

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Pasar, dan tempat cari duit, bagi para sahabat dan ulama tabiin, bisa menjadi sumber pahala.
Bukan karena mereka menjadikan pasar sebagai tempat ibadah, – karena memang bukan tempat ibadah – namun mereka memanfaatkan kelalaian manusia di pasar, di tempat kerja, untuk mengajak mereka dan mengingatkan mereka agar mengingat Allah.

Dari situ, mereka berharap bisa mendapat pahala besar, karena mengingatkan manusia untuk taat kepada Allah, di saat mereka semua lupa Allah. Atau setidaknya, mereka menjadi manusia yang dekat dengan Allah, di saat semua orang lupa Allah.

Kita akan simak, bagaimana aktivitas orang-orang soleh itu, ketika di pasar,

Pertama, keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Beliau mengatakan,


إِنْ كُنْت لأَخْرُجُ إلَى السُّوقِ وَمَا لِي حَاجَةٌ إلاَّ أَنْ أُسَلِّمَ وَيُسَلَّمَ عَلَيَّ


Sungguh aku berangkat ke pasar bukan karena butuh apapun, selain agar aku bisa menyampaikan salam dan diberi salam. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, 26260).

Kedua, praktek Ibnu Sirin

Ulama tabiin, Muhammad bin Sirin, berguru kepada Abu Hurairah dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuma. Salah satu kebiasaan Ibnu Sirin, beliau ke pasar di siang hari, untuk memperbanyak takbir, tasbih, dan mengingat Allah. Hingga ada orang berkomentar,

“Hai Ibnu Sirin, jam segini di pasar anda rajin berdzikir?”

Jawab Ibnu Sirin,


إنها ساعةُ غفلة


“Ini waktu banyak orang lalai (dari mengingat Allah).” (Hilyah al-Auliya, 2/272).

Ketiga, mereka ingat siksaan akhirat ketika di pasar

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, setiap masuk pasar, lalu beliau melihat pande besi menyalakan apinya yang menyembur, maka beliau menangis.

Seperti itu pula yang dilakukan Thawus. Setiap beliau di pasar melihat ada tukang sate yang membakar kepala kambing, malam harinya beliau tidak bisa tidur.

Mereka ingat neraka ketika di pasar…

Keempat, mereka sedih, melihat kelalaian manusia ketika di pasar.

Amr bin Qais, seorang ulama tabiin, muridnya Nu’man bin Basyir dan Abdullah bin Amr bin Ash.

Ketika beliau melihat orang-orang sibuk di pasar, beliau menangis. Sambil mengatakan,


ما أغفل هؤلاء عما أُعِـدّ لهم


“Betapa mereka telah lalai dari apa yang dijanjikan untuk mereka.” (Hilyah al-Auliya, 5/102).

Inilah rahasia, mengapa shalat di waktu dhuha memiliki keutamaan khusus. Senilai 360 sedekah, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat muslim dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu. Karena shalat di waktu dhuha, tantangannya adalah kesibukan kita dalam bekerja.

Kelima, mereka rajin berdzikir di pasar

Abdullah bin Abi Hudzail. Pernah berguru kepada Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah dan beberapa sahabat lainnya. Beliau mengatakan,


إن الله ليحب أن يُذكر في الأسواق ، وذلك لِلَغطِ الناس وغفلتِهم ، وإني لآتي السوق ومالي فيه حاجة إلا أن أذكرَ الله


Allah mencintai ketika seseorang berdzikir di pasar. Karena ketika itu manusia sedang lalai. Sungguh aku datang ke pasar, tidak ada kebutuhan apapun selain untuk banyak berdzikir kepada Allah.

Ada juga Humaid bin Hilal. Salah satu ulama tabiin. Beliau menasehatkan,


مثل ذاكر الله في السوق كمثل شجرة خضراء وسط شجر ميت


Perumpamaan orang yang berdzikir di pasar, seperti sebatang pohon dijau, di tengah pepohonan yang mati.

Hasan bin Soleh pernah masuk pasar. Beliau melihat berbagai aktivitas manusia, ada yang menjahit, ada yang buat roti, ada pande besi. Lalu beliau menangis dan berkomentar,


انظر إليهم يُعللون حتى يأتيَهم الموت


Perhatikan mereka. Semua sibuk sampai datang kematian. (Hilyah al-Auliya, 7/329).

Kisah Menakjubkan

Inilah arti penting kawan yang baik. Kawan yang mengingatkan anda untuk akhirat.

Abu Qilabah – ulama tabiin, muridnya Anas bin Malik dan Samurah bi Jundub. Beliau pernah bercerita,

Ada dua orang bertemu di pasar. Tiba-tiba, salah satu mengajak temannya,


يا أخي تعال ندعو الله ونستغفره في غفلة الناس لعله يُغفر لنا


“Kawan, mari kita berdoa kepada Allah, memohon ampun kepada-Nya, di tengah manusia yang sedang lalai. Semoga Allah mengampuni dosa kita.”

Lalu merekapun banyak berdoa dan memohon ampun kepada Allah.

Hingga salah satu meninggal.

Keesokan harinya, orang yang masih hidup ini bermimpi. Dalam mimpinya dia bertemu dengan temannya di pasar itu,


يا أخي أشعرت أن الله غفر لنا عشية التقينا في السوق


“Kawan, aku merasa, Allah telah mengampuni dosaku di hari ketika kita ketemu di pasar.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, 36842).

Hukum Tato Rambut


Pertanyaan
Bagaimana hukum tato rambut? Rambut diukir dg berbagai macam bentuk ukiran. Ada yg  gambar bintang, ada yg Cuma garis2, dst. itu hukumnya apa?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Terdapat hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنِ الْقَزَعِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang qaza’.” (HR. Bukhari 5921 dan Muslim 2120)

Dalam riwayat Muslim disebutkan keterangan dari Imam Nafi’ (muridnya Ibnu Umar) tentang pengertian qaza’. Ibnu ‘Umar mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْقَزَعِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang qaza’.”

Aku (Umar bin Nafi’ – perawi hadis) bertanya kepada Nafi’, “Apa itu qaza’?”

Jawab Nafi’,

يُحْلَقُ بَعْضُ رَأْسِ الصَّبِىِّ وَيُتْرَكُ بَعْضٌ.


“Qaza’ adalah menggundul sebagian kepala anak dan membiarkan (tidak menggundul) bagian kepala lainnya.” (HR. Muslim 2120).

Berdasarkan pengertian Qaza’ yang disampaikan Imam Nafi’, membuat tato rambut, termasuk bentuk cukur yang dilarang. Karena termasuk qaza’, menggundul sebagian rambut dan membiarkan sebagian lainnya.

Itu Tasyabbuh

Diantara alasan larangan itu adalah karena tasyabbuh dengan kebiasaan orang non muslim atau kebiasaan geng-geng jalanan. Seharusnya kita merasa malu ketika model rambut kita sama persis seperti model rambut orang yang dicap nakal di tengah masyarakat. Atau kita merasa malu, ketika model rambut kita ternyata sama dengan model rambut artis-artis kafir.

Sementara dalam hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Siapa yang meniru-niru satu kaum, maka dia bagian dari kaum itu.” (HR. Abu Daud 4033).

Allahu akbar, nasehat yang sangat dalam. Hanya dengan meniru kebiasaan satu kaum, kita dianggap bagian dari kaum itu.
Artinya, jika kita meniru kebiasaan ulama atau kebiasaan orang soleh, insyaaAllah kita bagian dari mereka.
Sebaliknya, ketika kita meniru kebiasaan orang jahat, orang yang agamanya rusak, kita juga dianggap bagian dari mereka.
Tentu saja kita tidak ingin menjadi orang yang digolongkan oleh Allah sebagai orang menyimpang atau bahkan digolongkan oleh Allah sebagai orang non muslim.

Allahu a’lam.

Apa Maksud Doa Anak Sholeh?



Pertanyaan
Ada hadis bahwa amal para hamba terputus kecuali 3 hal, salah satunya, anak soleh yang mendoakannya. Apa maksud anak soleh yang mendoakannya? Trim’s

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Hadis yang anda maksud diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ


Apabila manusia mati maka amalnya terputus kecuali karena tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang mendoakan orang tuanya. (HR. Ahmad 9079, Muslim 4310, Abu Daud 2882 dan yang lainnya).

Siapa Anak Soleh itu?
Dalam kitab Aunul Ma’bud, Syarh Sunan Abi Daud, disebutkan dua keterangan ulama tentang makna anak soleh dalam hadis ini,

[1] Anak soleh adalah anak muslim yang menjalan kewajiban agama dan menjauhi dosa besar.

Kemudian dibawakan keterangan Ibnu Malik, yang mengatakan,

قيد الولد بالصالح لأن الأجر لا يحصل من غيره


Anak ini diberi sifat soleh, karena pahala tidak akan diperoleh dari selainnya.

[2] Anak soleh dalam hadis maksudnya adalah anak yang mukmin. Ini merupakan keterangan Ibnu Hajar al-Makki.

Dan inilah pendapat yang lebih mendekati kebenaran, insyaaAllah. Hanya ikatan iman, yang akan abadi sehingga doa anak bisa sampai ke orang tuanya.

(Aunul Ma’bud, 8/62)

Apakah hanya Doa Anak yang Sampai?
Doa setiap muslim kepada muslim yang lain bisa sampai, meskipun dia telah berpisah alam. Yang satu masih hidup, yang satu sudah meninggal. Allah ajarkan doa dalam al-Quran,


وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ


“Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hasyr: 10)

Ayat ini menganjurkan agar kaum muslimin generasi setelah para sahabat, untuk mendoakan kebaikan bagi kaum muslimin generasi pendahulunya. Memohon ampunan untuk mereka yang masih hidup dan untuk mereka yang sudah meninggal.

Ini dalil bahwa doa sesama muslim bisa sampai kepada mereka yang telah meninggal, meskipun tidak ada hubungan keluarga.

Lalu mengapa dalam hadis ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut anak soleh yang mendoakan orang tuanya?

Ada dua penjelasan ulama dalam hal ini,

[1] Tujuannya dalam rangka memotivasi anak agar rajin mendoakan orang tuanya

Kata al-Munawi,


وفائدة تقييده بالولد مع أن دعاء غيره ينفعه تحريض الولد على الدعاء


Tujuan disebutkan doa anak, padahal doa selain anak juga bisa sampai ke mayit adalah memotivasi anak untuk rajin mendoakan orang tuanya. (Aunul Ma’bud, 8/62).

[2] Bahwa semua amal anak bisa sampai ke orang tuanya, sekalipun anak tidak mendoakannya. Sebagaimana sedekah jariyah bisa mengalirkan pahala selama apa yang dia sedekahkan dimanfaatkan masyarakat, meskipun orang yang memanfaatkannya tidak pernah mendoakannya. (Syarh Sunan Ibn Majah, as-Suyuthi, hlm. 22).

Allahu a’lam.

Bolehkah Orangtua Memeriksa HP Anaknya?



Pertanyaan :
Bagaimana hukum Islam memandang barang pribadi seperti Hand Phone yang dicek secara berkala oleh orang tua?


Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Memeriksa hp orang lain, anaknya atau temannya, dst. Untuk mencari tahu apa yang dia rahasiakan, termasuk bentuk tajassus (memata-matai). Allah melarang perbuatan semacam ini dilakukan kepada sesama kaum muslimin.

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا


Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan buruk-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari buruk-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang lain… (QS. al-Hujurat: 12)

Lalu bagaimana dengan tanggung jawab orang tua terhadap anak, yang harus selalu diawasi.

Berikut keteragan dari lembaga Fatwa Syabakah Islamiyah,


فلا يجوز التجسس على الولد، ولا على أحد من المسلمين، ولا تتبع عوراتهم، إلا في حالات خاصة وضيقة، تحقيقا لمصلحة أو دفعا لمفسدة ـ إذا لم يمكن فعل ذلك إلا بالتجسس.


Tidak boleh memata-matai anak, atau kaum muslimin secara umum. Tidak boleh mencari-cari aib mereka. Kecuali dalam kondisi tertentu dengan batasan ketat, yang tujuannya untuk kemaslahatan atau menghindari madharat, sementara untuk mewujudkan tujuan itu kecuali dengan cara memata-matai.


فإذا رأى الوالد من ولده ريبة، وخشي عليه من الوقوع في ما لا تحمد عقباه، ولم يجد وسيلة لتقويمه إلا بمعرفة ما خفي من حاله، فيمكنه التجسس عليه في حدود الحاجة دون زيادة


Ketika orang tua melihat gelagat mencurigakan pada anaknya, dan dia khawatir anaknya terjerumus ke dalam perbuatan yang tidak terpuji, sementara tidak ada cara lain untuk menegurnya kecuali dengan mencari tahu keadaan yang dia sembunnyikan, maka boleh dilakukan tajassus, dalam batas yang dibolehkan, dan tidak lebih.

Adab Setelah Bangun Tidur



Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Wujud mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah berusaha melestarikan ajaran beliau di setiap keadaan. Untuk itu, para ulama menekankan, sebisa mungkin setiap muslim menyesuaikan diri dengan sunah beliau dalam setiap aktivitasnya. 24 jam sesuai sunah, mulai bangun tidur hingga tidur kembali.


Seperti inilah yang pernah dipesankan Sufyan at-Tsauri – ulama Tabi’ Tabiin w. 161 H –,
Jika kamu mampu tidak menggaruk kepala kecuali ada dalilnya, lakukanlah. (al-Jami’ li Akhlak ar-Rawi, 1/142).

Adab Setelah Bangun Tidur

Berikut kami sajikan beberapa sunah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangun tidur,


Pertama, mengusap bekas tidur di wajah

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, bahwa beliau pernah menginap di rumah bibinya, Maimunah Radhiyallahu ‘anha, saah satu istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kata Ibnu Abbas,


حَتَّى إِذَا انْتَصَفَ اللَّيْلُ اسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَلَسَ يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ بِيَدِهِ

Kemudian ketika sudah masuk pertengahan malam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun, kemudian beliau duduk, lalu mengusap bekas kantuk yang ada di wajahnya dengan tangannya. (HR. Ahmad 2201, Bukhari 183, Nasai 1631, dan yang lainnya).

Kedua, membaca doa ketika bangun tidur

Diantara bacaan yang beliau rutinkan ketika bagun tidur,

الحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَحْيَاناَ بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَ إِلَيْهِ النُّشُوْرُ

“Segala puji bagi Allah yang menghidupkan kami kembali setelah Dia mematikan kami, dan hanya kepada-Nya kami akan dibangkitkan.”


Ada beberapa sahabat yang menceritakan kebiasaan ini. Diantaranya Hudzaifah bin al-Yaman dan al-Barra bin Azib. Kedua sahabat ini menceritakan doa yang biasa dibaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak tidur dan bangun tidur,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا اسْتَيْقَظَ قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bangun tidur beliau membaca: Alhamdulillah alladzi ahyaanaa…dst. (HR. Bukhari 6312, Muslim 2711, dan yang lainnya).

Ketiga, membaca 10 ayat terakhir surat Ali Imran,

Tepatnya mulai ayat,


إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”

Ibnu Abbas menceritakan pengalaman beliau ketika menginap di rumah bibinya Maimunah,


فَجَلَسَ يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ بِيَدِهِ ، ثُمَّ قَرَأَ الْعَشْرَ الآيَاتِ الْخَوَاتِمَ مِنْ سُورَةِ آلِ عِمْرَانَ

Beliau duduk, lalu mengusap bekas kantuk yang ada di wajahnya dengan tangannya, kemudian beliau membaca 10 ayat terakhir surat Ali Imran. (HR. Ahmad 2201, Bukhari 183, Nasai 1631, dan yang lainnya).

Keempat, gosok gigi

Sahabat Hudzaifah Radhiallahu ‘anhu menceritakan,


كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ، يَشُوصُ فَاهُ بِالسِّوَاكِ

Nabi Shollallahu’alaihi wassalam apabila bangun malam, beliau membersihkan mulutnya dengan bersiwak. (HR. Bukhari 245 dan Muslim 255)

Ada banyak manfaat ketika orang melakukan gosok gigi ketika bangun tidur. Terutama mereka yang hendak shalat. Disamping menyegarkan, gosok gigi menghilangkan bau mulut sehingga tidak mengganggu Malaikat yang turut hadir ketika dia shalat malam.

Ali bin Abi Thalib Radhiallahu anhu menceritakan, “Kami diperintahkan (oleh Rasulullah) untuk bersiwak, kemudian beliau bersabda,


إن العبد إذا قام يصلي أتاه الملك فقام خلفه يستمع القرآن ويدنو فلا يزال يستمع ويدنو حتى يضع فاه على فيه فلا يقرأ آية إلا كانت في جوف الملك

”Sesungguhnya seorang hamba ketika hendak mendirikan shalat datanglah malaikat padanya. Kemudian malaikat itu berdiri di belakangnya, mendengarkan bacaan Al-Qu’rannya, dan semakin mendekat padanya. Tidaklah dia berhenti dan mendekat sampai dia meletakkan mulutnya pada mulut hamba tadi. Tidaklah hamba tersebut membaca suatu ayat kecuali ayat tersebut masuk ke perut malaikat itu.” (HR. Baihaqi dalam Sunan al-Kubro 1/38 dan dishahihkan al-Albani dalam as-Shahihah).

Kelima, membersihkan hidung

Memasukkan air ke dalam hidung dengan cara disedot dalam bahasa arab disebut istinsyaq dan mengeluarkannya disebut istintsar.

Setelah bangun tidur, kita dianjurkan melakukan semacam ini 3 kali, untuk membersihakn rongga hidung. Karena ketika manusia tidur, setan menginap di lubang hidungnya. Dari mana kita tahu? Tentu saja informasi dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيَاشِيمِهِ

“Apabila kalian bangun tidur maka bersihkan bagian dalam hidung tiga kali karena setan bermalam di rongga hidungnya.” (HR. Bukhari 3295 dan Muslim 238)

Keenam, mencuci kedua tangan 3 kali

Dari Abu Hurairoh Radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam berpesan,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ، فَلَا يَغْمِسْ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا، فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

Apabila kalian bangun tidur maka janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam wadah, sebelum dia mencucinya 3 kali, karena dia tidak mengetahui dimana tangannya semalam berada.” (HR. Bukhari dan Muslim 278).

Semoga kita dimudahkan untuk mempraktekkannya.

Allahu a’lam

Dilarang Memakai Cincin di Jari Tengah dan Telunjuk?




Pertanyaan :
Apa ada larangan pake akik di jari tengah? Aku denger ada hadisnya. Mohon pencerahannya ustad…


Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Anda bisa perhatikan hadis berikut,
Dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ ‏‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏‏أَنْ أَتَخَتَّمَ فِي إِصْبَعِي هَذِهِ أَوْ هَذِهِ ، قَالَ :‏ ” ‏فَأَوْمَأَ ‏‏إِلَى الْوُسْطَى ، وَالَّتِي تَلِيهَا

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangku memakai cincin di dua jari: ini dan ini. Beliau memegang jari tengah dan jari setelahnya. (HR. Muslim 5614)

Dalam Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi mengatakan,
وَيُكْرَه لِلرَّجُلِ جَعْله فِي الْوُسْطَى وَاَلَّتِي تَلِيهَا لِهَذَا الْحَدِيث , وَهِيَ كَرَاهَة تَنْزِيه

Makruh bagi lelaki memakai cincin di jari tengah dan jari setelahnya, karena hadis ini. Dan ini larangannya makruh. (Syarh Shahih Muslim, 14/71).




Maksud Jari Setelahnya?

Kita simak keterangan al-Qurthubi,


Jika ada orang yang memakai cincin di jari manis, tentu tidak terlarang. Yang dilarang dalam hadis Ali Radhiyallahu ‘anhu, adalah memakai cincin di jari tengah dan jari setelahnya ke arah jempol, yaitu  jari telunjuk. (al-Mufhim Syarh Shahih Muslim, 5/414).

An-Nawawi juga memberikan keterangan bahwa penyebutan telunjuk, ada di riwayat selain Muslim. an-Nawawi mengatakan,

وَرُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ فِي غَيْرِ مُسْلِمٍ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى

Hadis ini juga diriwayatkan di selain Shahih Muslim, dengan menyebutkan telunjuk dan jari tengah. (Syarh Shahih Muslim, 14/71)


Jari yang Tepat

Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, menceritakan,
كَانَ خَاتِمُ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى هَذِهِ. وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصَرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى

Cincin Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di jari ini. Lalu Anas memegang kelingking tangan kirinya. (HR. Muslim 5610).

An-Nawawi menegaskan,

وَأَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى أَنَّ السُّنَّةَ جَعْلُ خَاتَمِ الرَّجُلِ فِي الْخِنْصَرِ وَأَمَّا الْمَرْأَةُ فَإِنَّهَا تَتَّخِذُ خَوَاتِيمَ فِي أَصَابِعَ

Kaum muslimin sepakat bahwa yang sesuai sunah, lelaki memasang cincinnya di kelingkig. Sementara wanita boleh memakai cincinnya jari manapun. (Syarh Shahih Muslim, 14/71)

Demikian, Allahu a’lam