Tampilkan postingan dengan label Berita. Tampilkan semua postingan

Menanggapi Pembakaran Bendera Tauhid - Ustadz Abdul Somad, Lc. MA


USTADZ Abdul Somad menanggapi secara langsung aksi pembakaran bendera tauhid yang dilakukan Barisan Anshor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) beberapa waktu lalu.

Dipaparkannya, bendera tauhid berarti pengobar semangat dalam perang dan penjaga persatuan dalam perdamaian.

Hal tersebut disampaikan Ustadz Abdul Somad lewat channel youtube @TaffaquhVideo pada Senin (29/10/2018) malam.

Ustadz Abdul Somad menjelaskan awal mula kisah bendera tauhid ketika zaman Nabi Muhammad SAW.

"Yang paling tinggi referensi dalam Islam, Alquran. Ahli sunnah wal jama'ah menggunakan sunnah sahih Al Buchori. Di bawah (Sunnah) Sahih Buchori, Sahih Muslim. Disusun oleh Imam Muslim Ibnu Majah An Naisaburi Al Husairi, meninggal tahun 261 hijrah," jelas Ustadz Abdul Somad.

Berikut Video Lengkap dari Ustadz Abdul Somad, Lc. MA - Menanggapi Pembakaran Bendera Tauhid. Diharapkan untuk menonton Video dari awal sampai selesai baru di tarik kesimpulan. Terimakasih

Ahli Waris Habib Bugak Bicara Wakaf Bugak di Mekkah


Bugak - Sebagaimana telah tersebar luas berita di masyarakat Aceh tentang rencana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) RI mengelola Tanah Waqaf Habib Bugak Aceh di Mekkah Al Mukarramah Saudi Arabia, maka atas nama Forum Silaturrahmi Keturunan Habib Bugak Aceh, menyatakan sebagai berikut:

Pertama

Habib Abdurrahman Al Habsyi atau Habib Bugak Asyi pada 1224 Hijriah atau tahun 1809 Masehi di hadapan Hakim Mahkamah Syariah Makkah telah mewakafkan tanah dan bangunan serta isinya sebagai Waqaf Muqayyad (waqaf bersyarat) dan bukan Waqaf Mutlaq. Salah satu syarat waqaf tersebut adalah diberikan manfaatnya kepada seluruh Rakyat Aceh hingga hari qiyamat dan tidak bisa berpindah tangan kepada siapapun sampai qiyamat. Jadi sampai saat ini tanah waqaf tersebut adalah milik sah Rakyat Aceh yang tidak bisa dialihkan kepemilikannya kepada siapapun selama masih ada rakyat Aceh, termasuk kepada keluarga dan keturunan beliau sekalipun. Apalagi kepada pemerintah Indonesia.

Kedua

Sesuai dengan ikrar waqaf Habib Bugak, bahwa pengelolaan (dewan Kenaziran) Waqaf selama ini dikelola oleh Dewan Nadzir Waqaf Habib Bugak yang mana penunjukannya sejak awal langsung oleh Habib Bugak dan diteruskan oleh keturunan Nadzir sebelumnya dari Ulama Aceh di Makkah. Maka tidak ada yang berhak mengelola waqaf tersebut selain Nazir yang telah ditentukan persyaratannya oleh Habib Bugak terdahulu. Maka dalam hal ini keinginan PBKH RI untuk MENGELOLA waqaf Habib Bugak dengan sendirinya bertentangan dengan ikrar waqaf. Apalagi para penerima waqaf dalam hal ini rakyat Aceh menolak rencana tersebut, maka tidak ada alasan bagi BPKH RI untuk meneruskan rencananya.

Ketiga

Terakhir Ketua BPKH RI telah mengeluarkan pernyataan bahwa mereka hanya berkeinginan untuk investasi dalam aset waqaf Habib Bugak. Jika maksudnya hanya sebatas investasi murni tanpa tujuan mengambil alih pengelolaan waqaf secara menyeluruh sebagaimana yang telah dilakukan para investor lain sebelumnya dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku. maka rencana itu masih bisa dipertimbangan selama mendapat restu Nazir waqaf dan tentu atas pertimbangan Pemerintah dan Masyarakat Aceh melalui DPRA. Demikian pula BPKH RI diminta untuk transparan menyampaikan program kerjasamanya dalam investasi di aset Waqaf Habib Bugak karena melibatkan dana haji milik umat yang perlu mendapat persetujuannya.

Keempat

Memohon kepada Pemerintah Aceh dan juga DPRA untuk secara lebih aktiv memperhatikan dengan serius pengelolaan waqaf di Mekkah

Kelima

Menyerukan kepada seluruh rakyat Aceh agar selalu aktif mengawasi dan mengkritisi perkembangan waqaf Habib Bugak. Disamping terus mendoakan beliau dan keturunannya agar selalu mendapat bimbingan Allah serta menyambung silaturrahmi sebagai bentuk penghargaan kepada jasa Habib Bugak kepada rakyat Aceh.

Keenam

Kepada Allahlah kita serahkan segala urusan kita semoga mendapat ridha dan balasan dari Nya. Amin.

Wassalamualaikum. www.

Bugak, 12 Maret 2018

Sayyid Jamaluddin Al-Habsyi.
Presiden Forum Silaturrahmi Keturunan Habib Bugak
Hp: +628126960812

Sumber : acehinfo.com

Salah Paham Terhadap Nanggroe Aceh Darussalam



Oleh: Sarah Mantovani, SH.

Tulisan ini tak bermaksud untuk membuka kembali luka lama Aceh tetapi hanya untuk meluruskan sejarah yang ada.


Kenapa harus Aceh?.

Pencarian saya tentang sejarah Aceh berawal dari kesalahpahaman teman saya di Kairo dengan mahasiswa Aceh yang juga teman saya di Kairo, bahwa mahasiswa Aceh di sana itu eksklusif, tertutup, dan suka membanggakan suku sendiri (contohnya seperti penyebutan masyarakat Aceh yang berubah menjadi rakyat Aceh). Seketika timbul pertanyaan di benak saya : Kenapa dengan orang Aceh? Ada apa dengan mereka? Apa sebabnya teman saya mengatakan seperti itu?. Lalu, saat saya meminta klarifikasi langsung dari salah satu teman saya yang menjadi mahasiswa Aceh di sana via Facebook, saya mendapatkan satu kesimpulan bahwa “Orang Aceh pernah punya pengalaman buruk di masa lalu dengan orang Jawa”. Dan saat itu saya baru teringat bahwa teman saya yang salah paham itu adalah orang Jawa.

Pada awalnya pun saya sempat agak terpengaruh juga dengan ucapan teman saya karena jujur saja, saya paling tidak suka dengan orang yang sukuis (membanggakan suku sendiri lebih baik dari suku yang lain) tapi saya juga tidak bisa menilai dari satu pihak saja, saya harus mencari sendiri apa penyebabnya.

Pikiran saya langsung tertuju pada cerita teman saya yang mahasiswa Aceh bahwa, “Mereka yang di kuburkan di kuburan Kherkof Belanda di Aceh kebanyakan adalah orang-orang Pribumi, bisa dikatakan orang-orang Jawa yang meninggal di Aceh karena termakan taktik devide et impera-nya Tentara Belanda juga ikut di kubur di situ”. Tak hanya itu, saya langsung teringat dengan komentar Pramudya Ananta Toer terhadap Novel Bidadari Hitam yang di tulis oleh T.I Thamrin-orang Aceh asli, “Setiap kali ada yang datang dari suku Aceh, saya selalu minta maaf sebagai orang Jawa. Sudah lebih 100 tahun orang Jawa memerangi Aceh, saya ikut-ikutan bersalah…”.
Dialog-dialog yang ada di dalam Novel tersebut pun membuat saya jadi makin penasaran dengan apa yang terjadi pada Aceh di masa lalu…

“Tidak, nong. Nama kita semua adalah Aceh. Karena itu kita memang bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa di mata orang Jakarta. Aceh yang pernah menolong dan memberi makan mereka, membelikan mereka 2 pesawat terbang, membiayai NKRI yang lagi terjepit ekornya. Tapi, ketika mereka sudah berani mengambil sendiri di lumbung kita, mereka melecehkan, memburu dan membunuh kita seperti kecoak. Kita bilang, silahkan ambil tapi jangan mencuri dan jangan kemaruk, lalu mereka marah besar, menuduh kita pemberontak, karena itu wajib dibunuh. Perempuan kita yang melawan juga diburu dan diperkosanya, seperti tak malu pada Ibu dan saudarinya sendiri. Seperti Ibu dan saudarinya bukan perempuan saja.”.

Timbul banyak pertanyaan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan oleh saya, “Ada apa dengan Aceh pada masa lalu? Kenapa Aceh pernah sangat ingin memisahkan diri dari NKRI? Bagaimana hal itu bisa terjadi? Alasan apa yang menyebabkan Aceh sampai ingin bergabung dengan NII dan mendirikan DI/TII atau GAM? Kenapa Pemerintah pada jaman dulu (era Presiden Sukarno sampai Presiden Megawati) harus bertindak brutal, kejam dan sadis hanya karena ingin mempertahankan Aceh untuk tetap di wilayah NKRI? Kenapa cara-cara tersebut harus di lakukan oleh Pemerintah?”
Dan dari situ saya baru menyadari bahwa ada potongan sejarah lain yang belum saya ketahui dari Aceh.

Aceh masa lalu adalah Sebuah Negara.

Tak etis rasanya bila saya tidak menceritakan saat Aceh masih menjadi sebuah negara yang berdiri sendiri.

Sejarawan Said ‘Alawi Thahir al-Haddad dalam bukunya “Al-Madkhal ilaa Taarikh al-Islam fi al-Syarq al-Aqsa” menyebutkan satu dokumen kuno dari Dinasti Yang di Cina, yang menceritakan pada tahun 518 M telah datang kepada raja Cina utusan dari kerajaan Puli yang terletak di ujung utara pulau Sumatera (kerajaan Puli adalah kerajaan Puli atau Indra Puri yang memang telah ada di Aceh sebelum Islam datang. Namun, karena kesulitan mengucap huruf R dalam dialek Cina, maka berubah menjadi L sehingga tertulis “Puli” dalam dokumen Dinasti Yang tersebut. Sisa-sisa dari kerajaan ini masih bisa ditemukan di kawasan Indra Puri, Aceh Besar). Dokumen ini juga menceritakan bahwa kerajaan Puli terbagi dalam 136 wilayah dengan luas wilayah 50 hari perjalanan kaki dari utara ke selatan dan 20 hari perjalanan kaki dari barat ke timur. Dokumen ini membuktikan bahwa sejak abad ke-6 M, orang-orang yang mendiami daerah pesisir Aceh telah mengenal suatu tata cara kehidupan yang berperadaban cukup maju dibanding kawasan-kawasan lain di Nusantara, kecuali kawasan pinggiran sungai Mahakam di Kalimantan Timur, dimana kerajaan Hindu Kutai telah berdiri sejak abad ke 5 M, begitu juga kawasan Jawa Barat dengan kerajaan Taruma Negaranya.

Daerah pesisir utara Aceh mulai disinggahi para pedagang Muslim dari Malabar di India atau langsung dari Jazirah Arab pada abad ke-7 M (1 H), sebagaimana disebutkan L. Van Rijck Vorsel dalam bukunya “Riwayat kepulauan Hindia Timur”. Ia juga menyebutkan bahwa orang-orang Arab telah lebih dahulu tiba di Sumatera 750 tahun sebelum kedatangan Belanda ke sana.

Namun, kerajaan Islam baru muncul pada awal abad ke-9 M. Di antara kerajaan-kerajaan Islam yang pertama di Aceh adalah kerajaan Peureulak di pesisir timur Aceh yang berdiri pada tahun 804 M, kerajaan Lamuri dan Samudra Pasai di pesisir utara Aceh.

Pada awal abad ke 16 M, berdirilah kerajaan Islam Aceh Darussalam yang berbentuk kesultanan Aceh dengan raja pertamanya Sultan Ali Mughayat Syah (1513-1530) putra dari sultan Syamsu Syah dan cucu dari sultan Inayat Syah dari kerajaan Lamuri. Kerajaan Aceh Darussalam yang lahir pada tanggal 12 Dzulqa’idah 916 (1513 M) adalah sebuah kerajaan Federasi yang terdiri dari kerajaan Islam Peureulak, kerajaan Islam Samudra Pasai, kerajaan Lamuri, kerajaan Islam Lamno Jaya, kerajaan Islam Lingge, kerajaan Islam Pedir dan kerajaan Islam Teuming. Peleburan kerajaan-kerajaan Islam Aceh dalam satu wadah itu kemudian diberi nama kerajaan Aceh Raya Darussalam, atau lebih dikenal dengan proklamasi Samudra Pasai.

Kerajaan Aceh Darussalam mencapai masa keemasannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Ia mampu menempatkan kerajaan Islam di Aceh pada peringkat kelima di antara kerajaan terbesar Islam di dunia pada abad ke 16. Kelima kerajaan Islam tersebut adalah kerajaan Islam Turki Utsmani di Istanbul, kerajaan Islam Maroko di Afrika Utara, kerajaan Islam Isfahan di Timur Tengah, kerajaan Islam Akra di India dan kerajaan Aceh Darussalam di Asia Tenggara. (Mutiara Fahmi, tesis: Gerakan Kemerdekaan di Aceh dalam pertimbangan Hukum Islam, 2006, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hlm. 70-72)

Lalu kenapa Aceh pernah sangat ingin memisahkan diri dari NKRI?

Berikut ini adalah beberapa faktor kenapa Aceh pernah ingin memisahkan diri dari NKRI:

Sikap pemimpin RI yang dipandang oleh Tgk. Daud Beureueh telah menyimpang dari jalan yang benar.

Karena pada waktu itu Presiden Sukarno pernah berjanji memberikan hak kepada Aceh untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan syari’at Islam dan janji tersebut tak pernah diwujudkan. Hal ini diperkuat oleh pengakuan saksi dan pelaku sejarah Tgk. H. Syech Marhaban Hasan yang menceritakan, saat kunjungan Soekarno ke Aceh, Soekarno pernah meminta kepada Tgk. Daud Beureueh untuk membantu perang bersenjata antara Indonesia dengan Belanda, Daud Beureueh menyanggupi asalkan dengan 2 syarat : perang yang dikobarkan adalah perang Fisabilillah dan rakyat Aceh diberikan kebebasan untuk menjalankan syari’at Islam di dalam daerahnya apabila perang telah usai. Akhirnya Soekarno menyanggupi 2 syarat tersebut, Namun, Daud Beureueh meragukan janji Soekarno dan meminta Soekarno untuk menuliskan janjinya tersebut di atas secarik kertas. Melihat hal itu, Soekarno langsung menangis terisak-isak dan merasa tidak dipercaya. Melihat Soekarno menangis, Daud Beureueh menjadi terharu dan kemudian berkata, “Bukan kami tidak percaya saudara presiden. Akan tetapi, hanya sekedar menjadi tanda yang akan kami perlihatkan kepada rakyat Aceh yang akan kami ajak untuk berperang”. Lalu Soekarno menyeka air matanya dan menjawab: “Wallahi, Billahi, kepada Daerah Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai syari-at Islam. Dan Wallahi, saya akan pergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar nanti dapat melaksanakan syari’at Islam di dalam daerahnya”. Menurut keterangan Daud Bereueh, karena iba hatinya melihat Presiden menangis terisak-isak, dirinya tak sampai hati lagi meminta jaminan hitam di atas putih atas janji-janji Presiden Soekarno. (Ibid, hlm. 119-121)

Kekecewaan rakyat Aceh saat status propinsi Aceh yang belum genap berumur setahun dibubarkan oleh kebijakan Pemerintah Pusat dan menggabungkannya dengan Propinsi Sumatera Utara (yang berbeda latar belakang serta kebudayaannya) dengan alasan yang cukup ironis yaitu karena bertentangan dengan hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang hanya mengakui 10 propinsi dalam wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS). Padahal, RIS itu sendiri justru lahir dan mendapat pengakuan Internasional karena masih adanya Aceh sebagai satu-satunya wilayah modal Indonesia yang tidak dapat kembali di duduki oleh Belanda dalam perjuangan fisik. (Ibid, hlm. 121)

Saat Aceh masih menjadi sebuah Negara, Aceh tidak pernah menyerahkan kedaulatannya kepada Belanda, sehingga secara hukum, Aceh bukan Hindia Belanda dan dengan demikian saat Hindia Belanda menjadi Indonesia, Aceh tidak secara otomatis berada di dalamnya. Menurut teori Ilmu Negara dan Hukum Internasional, bangsa dan Negara Aceh belum lebur tapi bermasalah. Hilangnya status suatu bangsa dan negara menurut Sofyan Ibrahim Tiba, SH (juru runding Gerakan Aceh Merdeka) karena satu dari dua alasan, yaitu alasan alam, seumpama buminya hancur atau tenggelam. Dan alasan sosial politik, jika negara atau bangsa itu telah menggabungkan diri ke dalam atau bersama bangsa lain. Oleh karena itu, menurut GAM, penggabungan Aceh ke dalam Indonesia saat proklamasi 17 Agustus 1945 belum sah dan merupakan kekeliruan ketata-negaraan. Aceh menurutnya, sejak proklamasi tidak pernah menyatakan bergabung dengan NKRI seperti halnya Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman melalui keputusan Kotikokootai (Dewan Perwakilan Rakyat) tanggal 19 Agustus 1945. (Ibid, hlm. 141-142)

Karena perlakuan tidak adil dari pemerintah pusat terhadap Aceh. Seperti sikap sentralistik pemerintah Orba terhadap Aceh yang telah melahirkan kesenjagan sosial-ekonomi yang cukup mencolok di daerah istimewa Aceh. Sebagai contoh, penerimaan APBD propinsi Daerah Istimewa Aceh tahun 1997/1998 hanya berkisar 150 milyar dari +/- Rp. 32 triliun yang disumbangkannya untuk negara pada tahun yang sama. Artinya, apa yang diterima Aceh tidak sampai 0,5 % dari total yang disumbangkannya. (lihat Said Mudhakar Ahmad, Masalah Aceh: Dilema antara Sikap, Martabat dan Rasa Keadilan, Waspada (Harian), Medan 31 Agustus 1998). (Ibid, hlm. 82).

Alih-alih ingin mengamankan situasi dari tindakan suatu gerakan yang disebut pemerintah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan memberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM), banyak korban sipil yang menjadi korban pelanggaran HAM berat dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against Humanity) dalam pemberlakuan status DOM tersebut. Seperti adanya pembunuhan, adanya penyiksaan atau penganiayaan baik secara fisik maupun mental, adanya penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang, adanya kekerasan seksual, adanya penghilangan paksa dll. (untuk mengetahui lebih jauh tentang jumlah korban DOM, lihat buku yang ditulis oleh Al-Chaidar, (Ibid, hlm. 84).

Karena efek dari kesalahpahaman teman saya inilah yang akhirnya membuat saya menjadi jatuh cinta pada Aceh dan masa lalunya. Seharusnya mereka yang kontra terhadap pemberlakuan syari’at Islam di Aceh dengan alasan karena terbentur dengan undang-undang yang ada di atasnya bisa mengingat kembali janji dan sumpah Presiden Sukarno dulu terhadap Tgk Daud Beureueh-khususnya pada rakyat Aceh.

Rekam Jejak Retorika dan Strategi Dakwah Ustadz Abdul Somad Lc. MA


Salah seorang da’i yang kini menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat adalah Ustadz Abdul Somad, seorang da’i muda kelahiran 1977 lulusan Al Azhar Kairo dan Darul Hadist Maroko. Bagaimana kiprah Ustadz yang sering di sapa “UAS” itu dalam dunia dakwah? Dan bagaimana penilaian umat kepada beliau?

Sebagai muqoddimah, saya sendiri belum terlalu lama mengenal beliau, baru 2 tahun. Yaitu saat guru saya Ustadz Ahmad Khusyairy Lc di Tembilahan pada tahun 2015 memberikan beberapa arahan dan masukan, kemana saya akan melangkah setelah menjadi alumni Gontor. Saat itu pula beliau menyebutkan beberapa orang yang kiprahnya cukup membanggakan, salah satunya Ustadz Abdul Somad. Dengan berbagai macam prestasi dan prestise yang di capai. Artinya Ustadz Ahmad Khusyairy mendorong untuk bisa mengenyam pendidikan di Maroko atau Mesir agar dapat menjadi seperti sosok yang beliau ceritakan, yaitu Ustadz Abdul Somad. Dalam hati saya, betapa tawadhu’ dan rendah hati sekali kedua guru saya ini.

Selama beberapa bulan, saya hanya bisa melihat Ustadz Abdul Somad di beberapa video yang ada di youtube. Dan mencoba mencari akun facebook nya. Dengan terkejut, ketika saya ingin menambahkan pertemanan di Facebook, beliau lebih dulu menambahkan pertemana di FB saya. Dari sini sudah tercium aroma ketawadhu’an beliau. Hanya itu media yang dapat menyambungkan saya dengan beliau. Akhirnya Allah pertemukan saya dengan Ustadz Abdul Somad pada Bulan Ramadhan 2016. Saya sisihkan beberapa hari waktu libur di Gontor untuk mengikuti dan menghadiri kajian-kajian beliau di Pekan Baru. Saat itulah muncul rasa bahagia, karna bisa bertatap muka langsung dengan singa vodium bumi Lancang Kuning itu.

Usai ceramah beliau, saya di ajak ke rumahnya, padahal waktu itu sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Dengan rasa segan saya katakan “ustadz, ini sudah larut malam untuk antum istirahat. Ana pamit pulang dulu saja, besok kesini lagi”. Spontan beliau menjawab, “Laa, anta tamsyi ma’ii” (jangan, habis ini kamu ikut saya). Dalam hati saya bertanya-tanya, “apakah bener yang di ceritakan bahwa beliau adalah Ulama yang tawadhu’?

Saat itu saya di dampingi oleh sahabat saya Ikhlas Apriandi . Sampai di dalam rumah, beliau pun sangat terbuka menerima kedatangan kami untuk silaturahim. Sekaligus berbincang bincang seputar pengalaman dan meminta nasehat. Ternyata benar beliau adalah sosok ‘Alim yang tawadhu’. Tidak ada gengsi dalam diri beliau, padahal saya siapa dan beliau sudah dimana. Ternyata bukan saja Ilmunya yang tinggi, tapi akhlaknya pun luar biasa.

Begitu pula cerita yang di sampaikan beberapa jama’ah yang kebetulan wali santri yang anak nya belajar di Gontor. Ketika saya masih di berikan izin untuk mengabdikan diri mengajar di pondok. Saya bertemu wali santri yang juga berasal dari Riau, tepatnya Pekanbaru dan sekitarnya, yang sedang menjenguk anak nya di Gontor. Saat sharing tentang anak nya di pondok, beberapa wali santri yang sering hadir di Masjid Agung An-nur ini pun menceritakan tentang Ustadz Dr. Musthofa Umar Lc MA yang merupakan salah satu Putra terbaik Gontor dengan kiprahnya yang gemilang di Riau, beliau adalah pakar Tafsir (sedang menulis Tafsir Al Ma’rifah dan Tafsir digital) ketua MUI Riau sekaligus Imam besar Masjid Agung An-nur, dan beliau juga yang menjadi pimpinan redaksi Tafaqquh yang menjadi lahan dakwah guru-guru kita di Riau.

Kemudian di sambung dengan cerita tentang ketawadhu’an sosok Ustadz Abdul Somad. Dari cara beliau berbicara dengan jama’ah, cara beliau menyambut tamu, atau pun penilaian masyarakat mengenai penampilan beliau. Dan Setau saya, sejauh apapun jarak yang di tempuh beliau untuk ceramah. Beliau tidak mau di jemput oleh siapapun, selagi beliau mampu untuk berangkat sendiri. Terkadang masyarakat pun khawatir kalau beliau pergi sendiri, tapi Alhamdulillah di perjalanan selalu ada yang mendampingi beliau. Yaitu akhi Bismar, atau Ustadz Dayat dan tim Redaksi Tafaqquh lainnya.

Baiklah, pembahasan pertama. Kita masuk pada retorika dakwah Ustadz Abdul Somad.

Retorika di sini maksudnya adalah seni dalam berbicara. Tidak banyak orang yang memiliki kemampuan retorika dalam berbicara. Karna ada orang yang punya Ilmu, namun ketika diminta menyampaikan di depan umum tidak bisa. Ada juga yang hanya punya skil, tapi ilmu nya tidak ada. Ada juga yang tak punya skil, juga tak punya ilmu, jenis yang ketiga ini mungkin termasuk saya sendiri.

Retorika dakwah beliau yang begitu memukau bagi siapa saja yang mendengarnya. Dengan penyesuaian tinggi rendah nya nada, bahasa tubuh yang sinkron dengan isi, di tambah beliau kaya dengan perbendaharaan kata, penjabaran yang luas, sumber atau referensi kitab yang begitu banyak, segudang pengalaman dan perjalanan hidup, serta kisah kisah menarik yang di tuangkan. Menjadikan setiap ceramah beliau dapat di kemas dengan renyah dan menarik. Kalau di dalam Ilmu Tarbiyah namanya “Murattab Manthiqiy” yaitu tersusun rapi, logis dan mudah di cerna. Beliau tidak akan pindah ke point selanjutnya, sebelum point pertama di bahas tuntas, sehingga pembahasan meruncing kepada tema, dan tidak melebar kemana mana. Ini lah yang sulit bagi para da’i kalau tidak menguasai materi dan permasalahan.

Apalagi saat beliau menyampaikan khutbah Jum’at yang tidak pernah sama sekali menggunakan teks, saya yakin beliau meniru guru-guru atau para Masyayikh Azhar yang juga tidak pernah menggunakan teks dalam khutbah.

Saya sendiri yang menjelajahi semua isi ceramah beliau yang ada di youtube. Saya membaca satu persatu gaya bahasa beliau. Bagi orang yang pertama kali mengintip ceramah UAS di youtube, biasanya langsung berkomentar bahwa ceramah beliau selain menambah tsaqofah (wawasan), ceramah beliau juga tidak membosankan. Karna terkadang kita akan terhibur dengan logat bawaan beliau yang khas melayu. Atau beliau membuat hadirin semua tertawa dengan guyonan-guyonan yang spontanitas. Bukan karna di buat buat. Artinya, beliau termasuk orang yang punya skil juga punya ilmu.

Padahal beliau tidak pernah belajar public speaking, melainkan beliau belajar dari senior atau guru beliau Dr. Musthofa Umar Lc MA, dan Dr. Mawardi Muhammad Shaleh Lc MA. Belajar mengenai senam muka dan lain lain, juga pernah di minta untuk menjadi pembawa acara di TVRI. Hanya itu saja latihan beliau, pada hal orang orang yang pernah mondok di pesantren bertahun tahun belajar cara berorasi di vodium. Mestinya kita terpacu untuk lebih baik.

Dengan pakaian beliau yang sederhana dan rapi, dengan baju koko dan peci berwarna hitam. Kita dapat membuktikan bahwa kualitas seseorang tidak di lihat dari penampilan. Namun UAS tetap menganjurkan untuk tetap memakai pakaian sunnah. Karna Allah itu indah dan mencintai keindahan.

Selanjutnya, betul pepatah Arab yang mengatakan “Al Insaan Ibnu ‘awaaidihi” (manusia adalah anak atau buah dari kebiasaannya). Maksudnya ala bisa karna biasa, karna beliau sudah terbiasa diminta ceramah oleh masyarakat kemana-mana tanpa pilih-pilih. Maka semakin lama semakin dipoles gaya ceramah beliau, sampai akhirnya fiks dan itu menjadikan ceramah adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi beliau.

Demam panggung, sebenarnya itu bukan faktor karna tidak adanya skil. Mungkin karna kurang biasa, atau belum meluruskan niat. Kalau berdakwah karna Allah bukan karna ingin dilihat baik oleh manusia, tentunya akan menjadikan kita bebas dan leluasa saat menyampaikan dakwah. Karna hanya berharap penilaian dari Allah sehingga di mudahkan lisan, fikiran, dan hati kita oleh Allah. Saya melihat tamu yang hadir saat beliau tausiah, ada dari kalangan pejabat kapolda, bupati, walikota, gubernur, bahkan menteri. Ada juga dari kalangan tokoh umat, KH. Arifin Ilham, Ustadz Felix Siauw, Ustadz Solmed, dan lain sebagainya. Tapi beliau tidak sedikitpun terlihat kaku dan tetap lantang menyuarakan kebenaran.

Terlepas dari pada itu, Mungkin terkadang beliau banyak menyinggung ormas atau seseorang mungkin, tanpa menggunakan perantara Uslub Balagiyyah atau ilustrasi yang tepat sehingga banyak pihak-pihak yang tersinggung. Tapi itulah manusia, tempat salah dan lupa, maka sebaik baik orang yang berbuat salah itu adalah orang yang meminta maaf dan meminta ampun.

Mengenai beliau dakwah tidak pilih-pilih maksudnya adalah, beliau tidak membedakan antara surau yang kecil dengan Masjid yang besar. Pernah suatu ketika pemerintah daerah mengundang beliau untuk ceramah, lalu pada jadwal yang di minta itu beliau sudah punya jadwal tausiyah di surau. Meskipun di minta untuk menggeser, tapi beliau tetap memilih untuk di surau, dan menolak untuk tawaran lain. Karna itulah bentuk pengabdian kepada umat. Meskipun ada tawaran di televisi, beliau tetap mengutamakan jadwal yang sudah di mintakan masyarakat. Karna kepercayaan masyarakat ini jauh lebih mahal. Semoga Allah perbanyak da’i seperti mu tuan guru.

Mengenai strategi dakwah Ustadz Abdul Somad, 

menurut hemat saya selama ini, beliau memakai strategi yang sudah di ajarkan Al Azhar yaitu Manhaj Wasatiyyah. Maksud wasatiyyah di sini adalah “Laa syarqiyyah walaa Ghorbiyyah” (tidak ketimur-timuran tidak pula kebarat-baratan) artinya berada di tengah- tengah. Tidak “tasyaddud” (asal mengahramkan, menbid’ahkan, menkafirkan) sehingga umat merasa takut dan cemas, tidak pula “tasayyur” (mudah menghalalkan apa saja tanpa hujjah dan dalil yang jelas). Ingin lebih jelas lagi mengenai pembahasan ini bisa kita buka kitab إعلام الموقعين milik Imam Ibnu Al Qoyyim Al Jauzi, mengenai orang orang yang asal menentukan hukum halal dan haram dengan mudahnya.

Wasatiyyah yang beliau pakai adalah untuk menyatukan dan merekatkan umat. Agar umat ini tidak saling menyalahkan dan meributkan perkara-perkara yang sebenarnya para Ulama sudah tuntas membahas nya. Ketika saya menghadiri majlis Istifta’ Syeikh Ali Jum’ah Bulan yang lalu, di akhir pertemuan beliau berpsan,

خروج من الخلاف مستحب

“Keluar dari perbedaan adalah di anjurkan”

Sehingga, ketika ada berbagai macam bentuk perbedaan pendapat. Ambil pendapat dari para Ulama yang menurut kita arjah. Maka kita sudah keluar dari lingkaran perbedaan, dengan tanpa menyalahkan pendapat yang lain. Karna tidak mungkin ulama madzhab itu menentang sunnah.

Alangkah indahnya kalau kita lapang dada menerima perbedaan, dan menghindari perpecahan. Jangan hanya sibuk membidik sesama Muslim, jangan jadikan taring kita hanya tajam kepada Mu’min, tapi tumpul kepada yang kafir. Jangan sampai umat ini mau digiring untuk over toleran kepada yang tidak seakidah, dan intoleran kepada yang seakidah. Kapan umat ini bisa bersatu ? Lalu bagaimana perasaan baginda Rasulullah jika mengetahui umat nya terpecah belah?

Padahal yang mabuk dan judi masih banyak, kenapa yang Qunut diributkan? Padahal tentara zionis sudah menembak mati, dan mencabik cabik jati diri umat Islam. Lalu kita masih meributkan Maulid, menyesatkan Tasawwuf, dan lain sebagainya. Padahal kalau saja kita mau mendengarkan pendapat orang lain yang juga memiliki hujjah serta dalil. Tidak mungkin kita akan menyudutkan yang tak sepemahaman dengan kita. Kalau kita menolak kebenaran ini, serta menyepelekan orang lain. Maka hati-hati, bisa saja kita jatuh pada dua ciri orang yang dimaksudkan Nabi sebagai orang yang sombong yang tidak akan masuk surga walaupun rasa sombong itu sebesar biji sawi. Yaitu , بطر الحق (menolak kebenaran), و غمط الناس (merendahkan orang lain). Wal ‘iyaadzu billah.

Maka dalam kesempatan beliau belajar ke Mesir di musim panas ini, beliau menyempatkan menerima undangan Mahasiswa Al Azhar dari Indonesia untuk memberikan nasehat dan motivasi. Memenuhi undangan panitia Majlis Sholawat Sahah Indonesia, Darrasah Kairo.

Saya menangkap, bahwa beliau mengatakan “dakwah kita adalah Bayaan (menjelaskan) bukan “hujum” (menyerang), bukan tabdi’ (menbid’ahkan), bukan takfiir (mengkafirkan)”.

Dakwah yang mencerdaskan, bukan menyalahkan. Dakwah yang menyejukkan, bukan menyudutkan, dakwah yang membangun persaudaraan bukan yang menjatuhkan lawan, dakwah yang merangkul bukan memukul, dakwah yang mengajak bukan mengejek. Agar sama sama meraih predikat taqwa di sisi Allah. Seringkali beliau mengutarakan di penghujung ceramah beliau, “kalau ada sesuatu yang tidak sesuai, maka dialog dan diskusi itu lebih baik, bukan dengan hujat menghujat”.

Satu hal yang banyak orang lupa, semua yang beliau sampaikan dalam ceramah, tidak lain adalah mengutip pendapat-pendapat guru atau masyayikh beliau di Mesir dulu. Bukan pendapat sendiri, saya ulangi “Bukan pendapat sendiri”. Karna beliau sendiri bukan Mujtahid. Jadi salah kalau anda yang nyinyir mentahdziir dan menyudutkan Ustadz Abdul Somad. Karna pendapat beliau adalah pendapat para Ulama yang sanad keilmuannya tidak di ragukan lagi.

Tawassuth ini pun, bisa kita lihat dari tulisan-tulisan beliau. Dalam buku yang beliau tulis. Sempat beliau hadiahkan kepada saya “37 masalah populer”. Kita bisa menela’ah, bahwa beliau juga mengutip pendapat-pendapat Ulama-ulama mu’tabar dari kalangan Salafy. Seperti Syeikh Nashiruddin Al Bani, Syeikh Abdul Aziz Ibnu Baz, Syeikh Ibnu Utsaimin, bahkan Imam Ibnu Taimiyyah, Rahimahumullah. Karna beliau tidak memposisikan Ulama sebagai Malaikat yang tak punya salah, tidak pula Iblis yang selalu berbuat salah. Tapi beliau memposisikan Ulama seperti manusia yang “yukhti’ wa yushiib” (kadang salah, kadang benar). Tidak ada Ulama’ yang ma’shum. Selagi pendapat itu baik, maka di ambil. Kalau yang tidak sesuai, maka di tinggalkan. Artinya, kalau ada kuku yang panjang, gunting yang panjang itu, jangan potong tangannya. Sehingga jangan sampai kita menjadi orang yang membesarkan satu kesalahan, tapi melupakan seribu kebaikan.

Beliau tidak melarang siapa pun bahkan menganjurkan untuk terus belajar, bisa jadi kita ingin mengambil ilmu dari Ustadz Dr. Khalid Bassalamah, Dr. Syafiq Riza Bassalamah, Dr. Arifin Badri, dan lain lain. Selagi itu membahas masalah Fiqh Madzhab, hikmah kehidupan, nasehat untuk menghidupkan cahaya iman. Tapi biasanya orang yang belajar kalau sudah masuk ke ranah aqidah, dia akan berhati-hati. Salafy masih masuk ranah Ahlussunnah, Ustadz Abdul Somad tak pernah mengeluarkan Salafy dari Ahlussunnah. Seperti yang di lakukan kelompok sebelah yang mengatakan Tauhid Asy’ariyyah sesat, bahkan mengeluarkan dari Ahlussunah. Tauhid Ibnu Taimiyyah adalah Ijtihad, Asy’ariyyah juga Ijtihad. Mengenai Ta’wiil dan Tafwidh adalah tradisi Salafussholih. Kalau mengaku pengikut salaf, mestinya tidak menentang pendapat Salaf.

Strategi ini cukup tepat, karna yang banyak menyalahkan, membid’ahkan, dan mentahdzir. Adalah kelompok yang menamakan dirinya salafy dan menganggap ulama mereka yang saya sebutkan tadi sebagi Ulama yang kokoh dengan sunnah. Lalu UAS pun mengutip pendapat ulama mu’tabar mereka, padahal jendralnya saja mensetujui, kenapa yang kopralnya menentang.

Lalu ada yang nyinyir “alah, ustadz somad itu asal comot-comot fatwa”. Terkadang saya tertawa melihat komentar yang begini, mereka sendiri banyak mengutip pendapat Imam Ibnu Hajar Al ‘Astqolany, Imam Jalaluddin As-suyuthi. Tapi pendapat Imam Ibnu Hajar dan Imam Suyuthi tentang Maulid tidak bid’ah mereka tinggalkan. Aneh kan?

Meskipun hujatan, tahdzir, fitnah yang datang silih berganti kepada Ustadz Abdul Somad. Sepatah kata pun tak pernah keluar dari bibir beliau untuk menyuruh para jama’ah untuk ikut mentahdzir. Tidak pernah! Meskipun kalau mau di lakukan itu bisa. Tapi apakah demikian yang di ajarkan oleh Rasulullah? Apakah begitu akhlak Salafussholih? Bahkan kalau ingin menegur dan mengkritisi itu Imam Syafi’i mengajarkan untuk menasehatinya di belakang, bukan di depan umum. Allah saja senantiasa menutupi kesalahan dan aib hambanya dengan Rahmat dan Kasih sayangnya. Lalu ada manusia yang baru lahir mengoyak ngoyak harga diri orang lain dengan su’ul adab. Apalagi kepada Ulama. Sudah belajar Ta’liimul Muta’allim saudaraku?

Dan itupun hanya berani mengkritisi masalah jenggot, Isbal, Maulid. Tapi kenapa tidak berani mengkritisi kutipan beliau mengenai amalan khsusus Abu Hurairah, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Taimiyyah, dan lain lain baik dari kalangan salaf mau pun khalaf?

Apa tidak berani? Atau memang memang menutupi dalil? Atau masih bertahan dengan slogan “apa yang tidak pernah di lakukan nabi adalah Bid’ah”. Beranikah mengatakan Imam Ibnu Taimiyyah Ahli bid’ah? Tidak mungkin Ulama sekelas beliau tidak mengerti sunnah, dan tak paham bid’ah. Jadi apa yang maksud sunnah dan bid’ah itu?

Ta’riif atau pengertian bid’ah itu sendiri bermacam-macam. Kemarin di halaqoh Syeikh Musthofa Ala Naimah beliau adalah pengasuh Ruwaq Azhar di Iskandariyyah. Beliau memberikan penjelasan mengenai hadist Rasulullah. Dalam kitab Arba’in Annawawy Syarh Ibnu Daqiq. Bahwa maksud hadist :

من أحدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد

Beliau melemparkan pertanyaan, apakah dalam hadist ini di sebutkan فيه atau منه ? Kalaulah yang sebutkan, فيه maka maksud nya perkara yang tidak ada di zaman Nabi. Tapi yang di sebutkan di situ adalah منه , yaitu perkara yang tidak ada Sumber dari agama (AlQuran dan Al Hadist). Karna dhomir “ه” kembali pada agama.

Sehingga, yang di maksud bid’ah adalah yang tidak ada Sumber dari agama. Bukan yang tidak pernah di contohkan Nabi.

Kita kembali kepada yang saya tegaskan bahwa, beliau menyampaikan dakwah bukan pendapat sendiri. Melainkan mengutip pendapat para Ulama. Lalu kenapa beliau yang menjadi sasaran fitnah dan caci maki oleh kelompok yang menamakan dirinya salafy?

Saya tidak menuduh, tapi saya khawatirkan. Ada sifat ghil atau hasad dalam hati mereka, sehingga berupaya untuk melakukan pembunuhan karakter terhadap UAS yang kini ceramah nya menjadi pilihan Umat Islam Indonesia yang mayoritas Aqidahnya Asy’ariyyah. Tapi umat ini cerdas, umat ini pandai menilai, umat pandai memilih.

Yang saya lihat di lapangan, pengikut salafy mayoritas adalah anak-anak muda yang baru belajar, atau baru hijrah, yang tentunya semangatnya masih menggebu-gebu. Dan semangat menbid’ahkan pun menggebu-gebu. Hanya bermodalkan menonton video dan membaca tulisan ustadz sunnah, mereka berani ikut ikutan mentahdzir. Akhlak mana yang mereka ikuti? Hati-hati hasad yang akan membakar dan menggerogoti amalan amalan kita, dan akan menjadikan kita termasuk orang yang muflish (bangkrut) di akhirat nanti, karna pahala kita sudah kita setorkan dan kita transfer kepada orang yang kita fitnah dan caci maki.

Strategi dakwah wasatiyyah beliau selanjutnya adalah tidak pernah menggiring untuk fanatik terhadap satu madzhab. Al Azhar sendiri merangkul semua madzhab, karna Madzhab Hanafi dan Maliki lebih dulu memasuki Mesir. Sehingga tidak adil kalau Azhar hanya berdiri dengan satu madzhab. Begitu keterangan dari Dr. Ahmad Ikhwani Lc MA yang juga merupakan sahabat beliau, saat saya dan kawan kawan berbincang mengenai manhaj Al Azhar.

Sehingga ketika UAS menerangkan suatu perkara yang ada berbagai macam pendapat, beliau sebutkan semuanya. Tanpa menyuruh “ikut hanbali saja” , atau “ikut syafi’i saja” meskipun madzhab yang ada Indonesia mayoritas menggunakan Syafi’iyyah. Guna untuk menjelaskan kepada Umat, bahwa semuanya benar karna ijtihadnya berpatokan kepada Al Quran dan Al Hadist. Dan khidmah serta pelestarian madzhab oleh murid dari masing masing Imam madzhab sangat terjaga.

Adapun mengenai tuduhan bahwa beliau adalah HTI, itu tidak benar. Beliau ingin merangkul semuanya, dan akan mengatakan benar kalau ada kebenaran di dalamnya. Waktu acara Hizbuttahrir beliau di undang untuk datang, dalam moment tersebut bukan beliau saja yang di undang, ada juga dari PERTI, dan ormas lainnya. Namun orang yang tidak bertanggung jawab, mengupload video beliau saja, sehingga menjadi acuan bahwa beliau adalah bagian dari HTI. Padahal beliau secara struktur keorganisasian bukan HTI, beliau hanya menyampaikan ada dalil tentang khilafah, tapi tidak menyeberangi pancasila sehingga merongrong kebhinekaan seperti yang di tuduhkan kaum liberal. Beliau sendiri sering menjelaskan dari mana sumber pancasila dan bagaimana penafsirannya. Justru beliau Cinta dengan tanah air.

Bukan saja HTI, beliau juga mengisi ceramah di Masjid Muhammadiyah selama 2 tahun, apa beliau Muhammadiyah?

Beliau merangkul Jama’ah tabligh, dan menjelaskan dari mana Sumbernya sehingga muncul jama’ah Tabligh. Beliau sampaikan sisi positif dan kebenarannya. Apa beliau jama’ah tabligh? Beliau menjadi bagian dari Bahtsul Matsaa’il Nahdhotul Ulama. Bukan berarti beliau menyudutkan yang lain. Maka tawassuth itu tetap beliau bawa.

Bahkan beliau memiliki sahabat baik dari kalangan salafy, seperti Ustadz Abdullah Shalih Hadrami, Ustadz Omar Mita Hafidzohumallah. Lalu beliau menegaskan tidak semua Salafy itu Mutasyaddid. Ada juga yang Lunak, toleran. Dan lain lain. Jadi jangan digeneralisir bahwa semua Salafy itu ekstrim, mereka semua saudara kita.

Dan beliau mendatang kan pendapat Syeikh Athiyyah Saqar Rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa Al Azhar. Bahwa Salafy kalau masih bisa diajak diskusi dan tidak gampang manyalahkan, maka itu baik. Karna mereka membahas dan memberantas Tahayyul dan bid’ah khurafat. Kalau di Indonesia seperti aliran-aliran kebathinan.

Begitu indah kalau kita saling mencintai karna Allah dalam ikatan tali ukhuwwah Islamiyyah. Tuduhan dan caci maki boleh, tapi kepada diri kita sendiri saja. Bukan kepada orang lain, apa lagi Ulama. Sebagai bahan muhasabah diri, apakah diri kita sudah benar? Apakah kita lebih suci dari pada Ulama? Apakah kualitas dzikir, shalat, puasa, dan ibadah kita lainnya lebih baik dari orang lain?

Oleh karna itu, strategi dakwah Tuan Guru Abdul Somad adalah merekatkan Umat. Dan menjelaskan kembali apa yang sudah di ijtihadkan para Ulama, serta mereview ulang apa yang di ajarkan Ulama kita di Indonesia dulu, yang datang membawa ajaran Islam yang sampai sekarang masih utuh.

Pesan KH. Hasyim Muzadi Rahimahullah, bahwa Ulama dahulu datang ke Indonesia mengislamkan yang kafir, dan itu tanpa perang. Apa kita tega mengkafirkan yang sudah Islam. Doronglah sesama mukmin untuk masuk ke dalam surga bersama-sama tanpa harus menkapling-kaplingkan tanah di surga. Umat Islam adalah saudara kita, bukan musuh. Musuh kita adalah Kafir Zionis, Syi’ah, Komunis, Kristenisasi, Liberalisme, Pluralisme, dan kedzoliman fitnah media.

UAS mengingatkan bahwa masih banyak saudara kita yang belum mengenal Islam. Dan tidak usah jauh-jauh, salah satu daerah di Riau ketika UAS berdakwah memasuki kawasan terpencil melewati hutan belantara dan sungai kecil yang sangat jauh. Ada suku Akit, suku Sakai, dan Talang Mamak, yang di situ Muslim hanya mayoritas. Sedangkan kekuatan kristenisasi lebih unggul. Sebagian lainnya adalah penyembah Batang kayu dan Jin. Di situlah beberapa hari beliau berdakwah dan menyampaikan kepada umat semua bahwa ini merupakan tanggung jawab kita semua. Apakah masih terfikir oleh mu untuk semudah membalikkan telapak tangan mengeluarkan orang lain dari Ahlussunnah saudaraku?

Begitu lah, rekam jejak retorika dan strategi dakwah Ustadz Abdul somad. Banyak Ilmu yang saya download dari beliau, mulai dari nasehat dan petuahnya yang luar biasa. Juga dari ketawadhu’an beliau, sampai sekarang Mahasiswa Al Azhar berbondong-bondong untuk berfoto dengan beliau, beliau dengan senang hati menerima permintaan itu bahkan sampai larut malam. Begitulah cara untuk memuliakan Ilmu dan Ulama. Saya tidak tau, apakah ihtirom murid beliau di UIN Suska Riau juga demikian?

Sampai akhirnya, saat pertama kali berjumpa. Saya meminta agar di anggap sebagai murid beliau. Saya baru sadar ketika kiyai saya pimpinan Gontor.
KH. Hasan Abdullah Sahal berpesan saat melepas kami ke Mesir. Bahwa tingkatan penuntut ilmu itu ada 3,
  1. Pertama adalah, تكبر “Takabbara” (sombong). Setelah belajar Ilmu merasa sudah bnyak memiliki ilmu.
  2. Fase yang kedua, تواضع “Tawaadho’a” (rendah hati). Setelah banyak ilmu yang di miliki, ternyata masih banyak yang belum di kuasai, maka muncul rasa rendah hati.
  3. Yang terakhir yaitu, علم أن لا علم له “Alima An Laa ‘Ilma lahu” (Merasa dia tidak punya ilmu). Setelah melihat ada yang lebih tinggi ilmunya, maka kita merasa diri ini tak ada ilmu sama sekali. 
Semoga kita semua tergolong yang ketiga.

Saat duduk di hadapan beliau, saya hanya bisa mendengarkan. Tidak berani untuk mengeluarkan kata-kata yang mengarah kepada menggurui. Karna kewajiban seorang murid adalah mendengarkan, memperhatikan dan berakhlak yang baik kepada sang guru. Pesan sayyidina Ali Radhiyallahu ‘anhu.

من علمني حرفا صرت له عبدا

“Siapa yang mengajarkanku satu huruf, aku bersedia menjadi pelayan nya”

Begitulah seharusnya sikap dan bakti kita kepada orang yang telah mengajarkan kita Ilmu. Semakin hari, umat semakin mencintai beliau. Saya melihat dari komentar-komentar di lapangan yang ada di FP dan di youtube. Atau dalam dunia nyata. Doa-doa yang selalu di lantunkan oleh jama’ah itulah yang membuat beliau di berikan Allah kekuatan lahir dan bathin. Semoga kita di pertemukan di Surga bersama orang orang yang Sholih.

Pesan saya kepada teman teman agar meminimalisir pertanyaan kepada beliau yang berbau sensitif atau berpotensi menimbulkan respon negatif dari orang yang tidak senang dengan beliau. Bertanyalah pertanyaan yang dapat menambah keimanan dan semangat dalam beribadah. Dan bagi yang suka mengupload video beliau di sosial media agar jangan sampai memberikan judul video yang aneh hanya untuk kepentingan pribadi dan na’udzubillah akan bertambah fitnah yang Di tujukan kepada beliau.

Adapun harapan kepada Tuan guru, agar tetap sabar menghadapi pertanyaan-pertanyaan dari jama’ah yang mungkin itu sudah berkali kali diulang. Sehingga terkadang timbul rasa geram, dan beliau menaikkan nada berbicara. Mungkin saja jama’ah yang bertanya itu baru kali itu datang ke majlis beliau. Dan mungkin datang dari tempat yang sangat jauh terpencil, sehingga untuk menyelami samudera keilmuan yang ada di youtube dia tidak bisa, di karenakan tidak ada sinyal. Atau mungkin karna sudah tua renta sehingga pertanyaan sebelumnya belum bisa di tangkap langsung, dan butuh pengulangan. Semoga tuan guru tetap di beri kesabaran.

Beliau tidak pernah berdakwah untuk di kenal manusia, karna saya masih ingat postingan beliau mengenai nasehat Syeikh Musthofa Ala Naimah. Bahwa “engkau di jadikan Allah Masyhur adalah untuk mengenalkan Allah, bukan untuk mengenalkan dirimu” (akun FB pribadi beliau sebelum beliau hapus). Adapun ketika banyak orang mengagumi, memuliakan, mencintai beliau, itu karna karunia dan janji Allah yang akan mengangkat derajat orang yang berilmu.


Foto di atas adalah saat saya dan teman teman mendampingi beliau menemui Syeikh Ali Jum’ah, usai menghadiri majlis istifta’ beliau. Tampak dari kamera , mata Ustadz Abdul Somad berkaca kaca, mungkin karna rasa haru dan bahagia yang bercampur dapat kembali duduk belajar di hadapan para Ulama Azhar, dan beliau hampir menangis saat Syeikh Ali Jum’ah membahas tentang Al Quds (Al Aqsha) dan fitnah kepada syeikh Ali Jum’ah saat keberadaan beliau di Al Quds.

Tentunya menjadi Batu loncatan dan motivasi bagi kita semua pada umumnya, dan mahasiswa Al Azhar pada khusunya. Bahwa beliau saja masih haus akan ilmu, jauh-jauh pergi ke Mesir hanya ingin duduk bersama Ulama untuk belajar. Bagaimana dengan kita, yang bekalnya belum seberapa untuk terjun ke masyarakat. Bahkan ada yang bermukim di Mesir , tapi enggan berkunjung kepada para ulama untuk belajar. Kami sangat mencintaimu gurunda Ustadz Abdul Somad.

Orang yang membencimu hanya segelintir. Kami ingat pesanmu bhwa, “ingat selalu firman Allah”

ألا إن أولياء الله لا خوف عليهم ولا هم يحزنون.

Ketahuilah bahwa Orang orang yang menolong agama Allah tidak ada rasa takut dalam hati mereka, dan mereka tidak bersedih hati.

Kami tidak berada di belakang mu gurunda, tapi kami ada di barisan terdepan menyuarakan yang haq. Semoga Allah senantiasa memberkahimu kesehatan lahir dan bathin. Amin

(Mahasiswa Al Azhar, Kairo)
suaramuslim.net

Dari Tuan Guru Bajang untuk Dunia


Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

"Pemerintahan gubernur Nusa Tenggara Barat bisa dijadikan contoh bagi negara-negara Islam, bahkan dunia, bukan hanya buat Indonesia."
Itu bukan komentar saya. Itu komentar Prof Dr Syekh Abdul Fadhil el Qoushi. El Qoushi bukanlah profesor sembarangan. Ia ulama besar al-Azhar, Mesir. Ia wakil ketua Organisasi Internasional Alumni al-Azhar. Ia pernah menjabat menteri Wakaf Mesir. Sedangkan, gubernur NTB yang dimaksud adalah Dr Tuan Guru Haji Muhammad Zainul Majdi dan akrab dipanggil Tuan Guru Bajang alias TGB.

El Qoushi menyampaikan komentarnya itu saat memberi sambutan pada pertemuan akbar Organisasi Internasional Alumni al-Azhar cabang Indonesia di Mataram, 18 Oktober lalu. Pertemuan dua hari itu dibungkus dalam bentuk konferensi internasional "Moderasi Islam: Dimensi dan Orientasi". Pertemuan dan konferensi ditutup Presiden Joko Widodo pada Kamis lalu.

Moderasi Islam atau Islam moderat sengaja diangkat sebagai tema karena inilah yang dibutuhkan dunia saat ini, termasuk Indonesia. Islam moderat juga menjadi sikap Lembaga Pendidikan dan Dakwah al-Azhar, Mesir, sejak berdiri lebih dari seribu tahun lalu. Bahkan, Syekh el Qoushi menegaskan, moderasi Islam inilah yang menjadi benteng kokoh keberadaan al-Azhar selama ini.

Dan, kata Syekh el Qoushi, TGB telah berhasil, bukan hanya sebagai pakar atau akademisi, melainkan juga menerjemahkan Islam moderat di bumi NTB. Islam moderat yang didefinisikan TGB—dalam sambutannya sebelum Syekh el Qoushi—sebagai toleran, jalan tengah, ramah dan mengayomi, membawa kedamaian, saling menghormati dan menerima segala perbedaan. Bukan Islam yang justru mengancam, saling menegasikan, dan menebar ketakutan.

Bahkan, menurut TGB, moderasi Islam dengan segala maknanya merupakan syarat utama dalam pembangunan. Termasuk, ketika ia menerima amanah memimpin NTB sekitar sembilan tahun lalu. "Tanpa kedamaian dan kerukunan di masyarakat yang merupakan salah satu bentuk moderasi Islam, mustahil kami bisa membangun NTB," ujarnya di depan hadirin yang sebagian besar alumni al-Azhar, Mesir, lintas generasi. Termasuk di antara mereka adalah delegasi alumni al-Azhar dari lebih 20 negara. Juga, para pejabat teras al-Azhar, Mesir.

Menurut Syekh el Qoushi, moderasi Islam sangat dibutuhkan di tengah dunia yang terkoyak oleh berbagai paham, aliran, dan kelompok yang serbaekstrem, baik kanan maupun kiri. Dari liberalisme, antiagama, hingga Islamofobia. Dari takfiri (menganggap orang lain kafir), tadhlili (menganggap orang lain sesat), hingga yang menganggap dirinya paling benar dan orang lain salah.

Serbaekstrem itu bukan hanya terjadi di kalangan umat Islam, melainkan juga di kalangan agama lain. Di Myanmar, misalnya. Pun di negara-negara Eropa dan kawasan lain, terutama Timur Tengah. Karena itu, lanjut El Qoushi, dunia sangat membutuhkan pemerintahan seperti yang dihadirkan gubernur NTB.

Yang lebih menggembirakan, lanjut ulama senior al-Azhar ini, Gubernur TGB bukan hanya berhasil menghadirkan kedamaian dan kerukuman di kalangan masyarakat NTB, melainkan juga berhasil membangun dan memajukan sektor-sektor lain, terutama di bidang ekonomi.

Dalam tiga tahun berturut-turut, ekonomi NTB tumbuh di atas rata-rata nasional, yaitu di atas lima persen. Pada 2016 mencapai angka 5,28 persen, sementara pertumbuhan nasional di bawah angka lima persen. Sedangkan, tingkat pengangguran terbuka dengan indeks Rasio Gini sebesar 0,36, lebih baik dari rata-rata nasional yang berada pada angka 0,40. Angka kemiskinan sejak 2008 sampai dengan 2016 juga berhasil diturunkan dari 23,4 persen menjadi 16,02 persen.

"Saya mewakili al-Azhar akan selalu gembira mendengar keberhasilan negara Islam (mayoritas penduduk Muslim--pen). Termasuk, keberhasilan Gubernur NTB yang merupakan anak didik al-Azhar," kata Syekh el Qoushi.

TGB tampak menyimak pidato Syekh el Qoushi, takzim. Ia pun merendah saat menyinggung keberhasilannya sebagai gubernur. Menurutnya, semua itu tak lepas dari didikan, bimbingan, dan keberkahan para ulama, terutama ulama al-Azhar. "Setiap alumni al-Azhar, di mana pun ditempatkan akan mampu menjalankan amanat. Gubernur NTB hanya salah satunya,’’ ujar TGB dalam sambutannya. Untuk kesekian kali, ruang konferensi pun membahana oleh tepuk tangan. Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid juga alumnus al-Azhar.

Ia menambahkan, selain sektor ekonomi, NTB juga telah berhasil menyabet predikat sebagai destinasi wisata halal terbaik sedunia dan destinasi wisata bulan madu halal terbaik dunia. "Ini bukan berarti NTB hanya cocok buat pasangan muda. Bagi para alumni senior yang ingin mengulang bulan madu, juga silakan datang ke sini," ia berpromosi.

TGB memang lengkap sebagai umara sekaligus ulama. Kakeknya, TGH M Zainudin Abdul Majid, adalah Tuan Guru Pancor. Ia pendiri organisasi Islam terbesar di NTB, Nahdlatul Wathan (NW). Ia juga pendiri Pesantren Darun Nahdlatain. Tuan Guru merupakan gelar bagi para pemimpin agama yang membina, membimbing, dan mengayomi masyarakat.

Dalam keluarga yang agamais itulah Muhammad Zainul Majdi dididik. Di masa yang masih sangat muda, ia pun sudah hafal Alquran. Pendidikan hingga tingkat SMA ia tempuh di lingkungan NW. Gelar S-1 dan S-2 ia peroleh di Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Tafsir dan Ilmu-ilmu Alquran di Fakultas Ushuludin adalah jurusan yang ia pilih. Ia meraih gelar MA (Master of Art) dengan predikat baik sekali.

Sedangkan, gelar S-3/doktor ia peroleh pada 2011 di universitas yang sama, ketika ia menjabat sebagai gubernur. Desertasinya berjudul "Studi Metologis dan Analitis Tafsir Ibu Kamal Basya". Ia memperoleh predikat summa cum laude.

Bergelar Tuan Guru, akademisi dan sekaligus ulama, serta latar belakang keluarga yang berpengaruh, ia pun dengan mudah melenggang ke Senayan dan kemudian terpilih sebagai gubernur hingga dua periode. Tapi, menurut TGB, tidak mudah ketika ia baru terpilih menjadi gubernur. Tak sedikit yang mencibir, merendahkan, bahkan mengejek.

"Waktu itu, saya masih sangat muda, santri, dan belum berpengalaman. Mereka bilang, ‘Apa yang bisa dikerjakan anak muda yang masih ingusan ini?’ Namun, dengan kerja keras dan bimbingan serta doa para ulama, kritik itu pun hilang dengan sendirinya," ujar TGB yang selama pidato dari awal hingga akhir menggunakan bahasa Arab dengan fasih. Waktu terpilih menjadi gubernur, TBG berusia 36 tahun. Ia gubernur termuda di Indonesia saat itu.

Pada Rabu malam lalu para alumni dengan aklamasi menyetujui penunjukan TGB sebagai nahkoda baru Organisasi Internasional Alumni al-Azhar cabang Indonesia. Pada awalnya ia menolak ketika ditunjuk Dr Quraish Shihab, sebagai ketua lama, untuk menggantikannya. Alasan Ustaz Quraish karena ia sudah tua dan ingin memberi kesempatan kepada yang lebih muda. Sedangkan, alasan penolakan TGB karena ia bukan yang terbaik. Apalagi, yang digantikannya adalah seorang ulama sekaliber Ustaz Quraish Shihab.

Namun, ketika jalan tengah ditemukan, yaitu dengan ‘menaikkan’ Ustaz Quraish sebagai mustasyar atau ketua kehormatan, TGB pun tidak bisa menampik. Apalagi, para alumni segera membaca al-Fatihah, tanda persetujuan dan doa agar ia berhasil menahkodai kapal alumni al-Azhar.

Kini, tugas TGB sangatlah penting. Mengajak 30 ribu lebih para alumni al-Azhar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia untuk menebarkan moderasi Islam di tengah masyarakat. Moderasi Islam yang menjadi perhatian utama al-Azhar. Moderasi Islam yang dibutuhkan Indonesia dalam bingkai NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, dan UUD 1945. Moderasi Islam untuk menciptakan Indonesia yang aman, damai, saling menghormati, dan menerima segala perbedaan.

Barat Mewaspadai Gerakan Politik Islam


Sebagai sebuah gerakan, Islam Politik menitikberatkan pada konsep islam secara mendasar serta orisinil dari perspektif Islam bukan Barat. Islam dipahami tidak sekedar agama eskatologis (akherat oriented), tetapi juga agama dunia (din, dunya dan daulah). Secara lugas pemikiran inilah yang mendasari definisi Islam Politik yang menyebutkan bahwa Islam adalah agama sekaligus mabda’ yang berbeda dengan yang lain. Islam bukan saja agama yang mengurusi masalah ruhiyyah (spiritual), akan tetapi juga meliputi masalah politik (siyasiyyah), lengkapnya Islam adalah akidah spiritual dan politik (al-aqidah ar-ruhiyyah wa as-siyasiyah). 

Dalam konteks pergerakan (movement), Islam Politik dimaknai oleh Abdurrahman Muhammad Khalid dalam bukunya ‘Soal Jawab Seputar Gerakan Islam (2002) sebagai harokah Islam atau gerakan Islam yang melakukan aktivitas politik. Tidak berhenti sampai di situ, menurutnya kajian selanjutnya adalah meluruskan pemaknaan politik dalam perspektif Islam, dimana pengertian ‘politik’ dalam Islam adalah proses pemeliharaan urusan umat dengan aturan-aturan Islam (ri’ayah syu’unil ummah bil hukmi syar’i), bukan sekedar perebutan kekuasaan. 

Maka tugas gerakan Islam (harokah Islam) selanjutnya adalah melakukan aktivitas politik secara komprehensif menurut pengertian politik yang benar perspektif Islam yaitu melakukan dakwah Islam dan ‘amar makruf nahyi mungkar di tengah-tengah umat. Berlandaskan firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam QS. Ali Imron : 104; 

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada al Khair (Islam), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan merekalah orang-orang yang beruntung. “ (QS. Ali Imron : 104).

Sebagai agama paripurna, Islam memiliki cara pandang yang khas terhadap kehidupan berikut solusi tuntas atas berbagai persoalan yang dihadapi manusia. Hal ini sejalan dengan makna politik itu sendiri. Untuk mengurusi urusan umat, Islam telah menetapkan garis-garis besar mu’alajah (solusi) problematika umat. Inilah modal Kaum muslimin hingga mampu mempertahankan masa kejayaannya hingga kurang lebih 13 abad lamanya. Gerakan Islam politik saat ini mampu membangkitkan pemikiran kaum muslimin dari kemerosotannya, serta mampu membangkitkan kerinduan atas tegaknya kembali kejayaan Islam.

Barat memahami betul gerakan politik yang berupaya membangkitkan pemikiran umat. Sekuat mungkin, barat berupaya untuk meredam kebangkitan Islam politik melalui berbagai cara. War on terorisme yang gencar dilakukan pasca runtuhnya menara kembar WTC sejatinya adalah perang melawan Islam politik. Pada tahun 2005 George W.Bush menyebutkan “para militan meyakini bahwa mengendalikan satu negeri akan mempersatukan umat islam, memungkinkan mereka menggulingkan semua pemerintahan moderat dan menegakkan imperium radikal Islam dari spanyol hingga Indonesia”. Lihatlah framing yang digunakan Bush. Menyebut para pejuang islam dengan sebutan militan dengan konotasi negatif, dan Islam radikal yang bermakna terorisme. 

Ketakutan barat terwujud pada upaya membungkam pergerakan politik secara global. Di Indonesia sendiri, barat melalui antek-anteknya berupaya melakukan provokasi antara negara dengan pejuang Islam kaffah. Upaya tersebut pada akhirnya berhasil membuat negara mengeluarkan perppu yang akhirnya berubah menjadi UU ormas dan menjadi legitimasi untuk membungkam gerakan islam politik. Selain upaya tersebut, Barat juga Menerapkan politik belah bambu melalui pengelompokan islam tradisional, moderat dan radikal, mengkriminalisasi ajaran islam, mengkriminalisasi khilafah, mengkriminalisasi ulama hingga menyebut pejuangnya sebagai kelompok radikal intoleran.

Gerakan Islam politik memahami dengan benar bahwa Negara Islam yang berperan sebagai Negara inti merupakan perisai (junnah) bagi kaum Muslimin. Dengannya, kaum muslimin akan bersatu di bawah komando hingga terealisir ummatan wahidah sang Khoiru ummah. Untuk itu, upaya untuk melanjutkan kehidupan Islam dalam bingkai khilafah Islamiyyah adalah tujuan perjuangan yang tak akan pernah padam. Barat tentu sangat memahami betul apa yang seharusnya mereka lakukan untuk menjegal kebangkitan Islam tersebut. Seolah bertaruh dengan waktu, tiada lelah mereka memburu gerakan Islam politik dengan berbagai cara. Apapun yang dilakukan kafir barat, sesungguhnya tak akan mampu menghalangi datangnya kemenangan yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta'ala dan diberitakan sebagai kabar gembira dari Rasulullah ﷺ.

Hari Jum'at Istimewa



Saudaraku, kabar gembira untuk kita semua bahwa ternyata kita mempunyai hari yang istimewa dalam deretan 7 hari yang kita kenal. Hari itu adalah hari jum’at. Saudaraku, hari jum’at memang istimewa namun tidak selayaknya kita berlebihan dalam menanggapinya. Dalam artian, kita mengkhususkan dengan ibadah tertentu misalnya puasa tertentu khusus hari Jum’at, tidak boleh pula mengkhususkan bacaan dzikir, do’a dan membaca surat-surat tertentu pada malam dan hari jum’at kecuali yang disyari’atkan.

Nah artikel kali ini, akan menguraikan beberapa keutamaan-keutamaan serta amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari jum’at. Semoga dengan kita memahami keutamaannya, kita bisa lebih bersemangat untuk memaksimalkan dalam melaksanakan amalan-amalan yang disyari’atkan pada hari itu, dan agar bisa meraih keutamaan-keutamaan tersebut.

Keutamaan Hari Jum’at

1. Hari paling utama di dunia

Ada beberapa peristiwa yang terjadi pada hari jum’at ini, antara lain:
  • Allah menciptakan Nabi Adam ‘alaihissallam dan mewafatkannya.
  • Hari Nabi Adam ‘alaihissallam dimasukkan ke dalam surga.
  • Hari Nabi Adam ‘alaihissallam diturunkan dari surga menuju bumi.
  • Hari akan terjadinya kiamat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:

“Hari paling baik dimana matahari terbit pada hari itu adalah hari jumat, pada hari itu Adam diciptakan, dan pada hari itu pula Adam dimasukkan ke dalam surga, serta diturunkan dari surga, pada hari itu juga kiamat akan terjadi, pada hari tersebut terdapat suatu waktu dimana tidaklah seorang mukmin shalat menghadap Allah mengharapkan kebaikan kecuali Allah akan mengabulkan permintannya.” (HR. Muslim)

2. Hari bagi kaum muslimin

Hari jum’at adalah hari berkumpulnya umt Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masjid-masjid mereka yang besar untuk mengikuti shalat dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah jum’at yang berisi wasiat taqwa dan nasehat-nasehat, serta do’a.

Dari Kuzhaifah dan Rabi’i bin Harrasy radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Allah menyesatkan orang-orang sebelum kami pada hari jum’at, Yahudi pada hari sabtu, dan Nasrani pada hari ahad, kemudian Allah mendatangkan kami dan memberi petunjuk pada hari jum’at, mereka umat sebelum kami akan menjadi pengikut pada hari kiamat, kami adalah yang terakhir dari penghuni dunia ini dan yang pertama pada hari kiamat yang akan dihakimi sebelum umat yang lain.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

3. Hari yang paling mulia dan merupakan penghulu dari hari-hari

Dari Abu Lubabah bin Ibnu Mundzir radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Hari jum’at adalah penghulu hari-hari dan hari yang paling mulia di sisi Allah, hari jum’at ini lebih mulia dari hari raya Idhul Fitri dan Idul Adha di sisi Allah, pada hari jum’at terdapat lima peristiwa, diciptakannya Adam dan diturunkannya ke bumi, pada hari jum’at juga Adam dimatikan, di hari jum’at terdapat waktu yang mana jika seseorang meminta kepada Allah maka akan dikabulkan selama tidak memohon yang haram, dan di hari jum’at pula akan terjadi kiamat, tidaklah seseorang malaikat yang dekat di sisi Allah, di bumi dan di langit kecuali dia dikasihi pada hari jum’at.” (HR. Ahmad)

4. Waktu yang mustajab untuk berdo’a

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyebut hari jum’at lalu beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Di hari jum’at itu terdapat satu waktu yang jika seseorang muslim melakukan shalat di dalamnya dan memohon sesuatu kepada Allah Ta’ala, niscaya permintaannya akan dikabulkan.” Lalu beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya waktu itu. (HR. Bukhari Muslim)

Namun mengenai penentuan waktu, para ulama berselisih pendapat. Diantara pendapat-pendapat tersebut ada 2 pendapat yang paling kuat:

a. Waktu itu dimulai dari duduknya imam sampai pelaksanaan shalat jum’at
Dari Abu Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata padanya, “Apakah engkau telah mendengar ayahmu meriwayatkan hadits dari Rasulullah sehubungan dengan waktu ijaabah pada hari jum’at?”Lalu Abu Burdah mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Yaitu waktu antara duduknya imam sampai shalat dilaksanakan.'” (HR. Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah menguatkan pendapat di atas. Sedangkan Imam As-Suyuthi rahimahullah menentukan waktu yang dimaksud adalah ketika shalat didirikan.

b. Batas akhir dari waktu tersebut hingga setelah ‘ashar
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari jum’at itu dua belas jam. Tidak ada seorang muslimpun yang memohon sesuatu kepada Allah dalam waktu tersebut melainkan akan dikabulkan oleh Allah. Maka peganglah erat-erat (ingatlah bahwa) akhir dari waktu tersebut jatuh setelah ‘ashar.” (HR. Abu Dawud)

Dan yang menguatkan pendapat kedua ini adalah Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakn bahwa, “Ini adalah pendapat yang dipegang oleh kebanyakan generasi salaf dan banyak sekali hadits-hadits mengenainya.”

5. Dosa-dosanya diampuni antara jum’at tersebut dengan jum’at sebelumnya

Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah seseorang mandi pada hari jum’at dan bersuci semampunya, berminyak dengan minyak, atau mengoleskan minyak wangi dari rumahnya, kemudian keluar (menuju masjid), dan dia tidak memisahkan dua orang (yang sedang duduk berdampingan), kemudian dia mendirikan shalat yang sesuai dengan tuntunannya, lalu diam mendengarkan (dengan seksama) ketika imam berkhutbah melainkan akan diampuni (dosa-dosanya yang terjadi) antara jum’at tersebut dan jum’at berikutnya.” (HR. Bukhari)

Amalan-Amalan yang Disyari’atkan pada Hari Jum’at

1. Memperbanyak shalawat

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Perbanyaklah shalawat kepadaku setiap hari jum’at karena shalawatnya umatku akan dipersembahkan untukku pada hari jum’at, maka barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dia akan paling dekat derajatnya denganku.” (HR. Baihaqi dengan sanad shahih)

2. Membaca surat Al Kahfi

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari jum’at akan diberikan cahaya baginya diantara dua jum’at.” (HR. Al Hakim dan Baihaqi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

3. Memperbanyak do’a (HR Abu Daud poin 4b.)

4. Amalan-amalan shalat jum’at (wajib bagi laki-laki)

  • Mandi, bersiwak, dan memakai wangi-wangian.
  • Berpagi-pagi menuju tempat shalat jum’at.
  • Diam mendengarkan khatib berkhutbah.
  • Memakai pakaian yang terbaik.
  • Melakukan shalat sunnah selama imam belum naik ke atas mimbar.

Saudaraku, setelah membaca artikel tersebut semoga kita bisa mendapat manfaat yang lebih besar dengan menambah amalan-amalan ibadah yang disyari’atkan. Sungguh begitu banyak jalan agar kita bisa meraup pahala sebanyak-banyaknya sebagai bekal perjalanan kita di akhirat kelak. Wallahu a’lam.

Maraji’:
  1. Do’a dan Wirid, Pustaka Imam Asy-Syafi’i
  2. Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-ladziina Aamanuu, Pustaka Al-Kautsar
  3. Amalan dan Waktu yang Diberkahi, Pustaka Ibnu Katsir

Al Quds Bukan Milik Trump!


Al-Quds (Palestina) bukan milik Trump (Presiden Amerika sekarang). Dia tidak memiliki Quds sekalipun hanya sebutir tanah. Keputusannya tentang Quds tidak ada nilainya sedikitpun, bahkan hanya akan menambah penjajahan terhadap Quds kami yang merupakan hak milik kami (umat Islam).

Wajib bagi kita semua untuk berusaha mengembalikan Quds ke pangkuan umat Islam dengan taqwa kepada Allah, merealisasikan tauhid dan mendakwahkannya, serta semangat untuk memperkokoh negara-negara Islam dan tidak melemahkannya.

Kewajiban bagi para pemimpin negara untuk berusaha sekuat tenaga mengembalikan Quds dengan kecerdasan, kebijaksanaan, keberanian dan musyawarah.

Dan kewajiban bagi kita semua dalam kondisi sekarang ini untuk memperkokoh agama kita dan merapatkan barisan kita di atas tauhid dan sunnah.

Dan hendaknya kita mewaspadai dari melontarkan tuduhan, bicara tanpa dipikir dulu, serta bertindak gegabah tanpa kebijaksanaan.

Dan kewajiban kita adalah menyerahkan segala urusan kepada para ahlinya dan tidak memenuhi ajakan orang-orang yang menjadikan keputusan ini untuk melakukan peristiwa-peristiwa pahit demi mewujudkan ambisi mereka yang batil dalam menghancurkan negara-negara Ahli Sunnah dan menghilangkan kepercayaan di antara mereka.

(Diterjemahkan oleh Abu Ubaidah As Sidawi Status Syeikh Dr. Sulaiman Ar Ruhaili, pengajar di Masjid Nabawi dan dosen Universitas Islam Madinah).

فوائد الشيخ أ.د. سليمان الرحيلي
القدس لا يملكها ترامب، وليس له فيها ذرة تراب، فليس لقراره قيمة؛ بل هو زيادة غصب لقدسنا، وهي لنا
 والواجب على الجميع العمل على استعادتها
بتقوى الله، وتحقيق التوحيد، والدعوة إليه، والحرص على ما يقوّي دول المسلمين، والحذر مما يضعفها
 ويجب على القادة عمل كل ما يمكن لاستعادتها بعقل وحكمة وحزم وتشاور
 الواجب علينا في هذه الظروف = الحرص على ما يقوّي تديننا، ويوحد صفوفنا على التوحيد والسنة
والحذر من: إطلاق التهم، والكلام بغير تعقل، والتصرف بدون حكمة
 والواجب رد كل أمر إلى أهله، وعدم الاستجابة لمن يستغلون الأحداث المريرة، لتحقيق مآربهم الباطلة في هدم دول أهل السنة، وإضعاف الثقة بينهم
 تغريدات للشيخ أ.د.سليمان الرحيلي | المدرس في المسجد النبوي وأستاذ كرسي الفتوى بالجامعة الإسلامية بالمدينة المنورة
قناة فوائد الشيخ أ.د.سليمان الرحيلي

Kiat Agar Hijrah Tidak Gagal


Istilah “hijrah” menjadi lebih populer di zaman ini. Hijrah yang dimaksudkan yaitu mulai kembali kepada kehidupan beragama, berusaha mematuhi perintah Allah, menjauhi larangan-Nya dan berusaha menjadi lebih baik, karena sebelumnya tidak terlalu peduli atau sangat tidak peduli dengan aturan agama. Istilah ini dibenarkan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah dan kembali kepada Allah dan agamanya.

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﻭَﺍﻟْﻤُﻬَﺎﺟِﺮُ ﻣَﻦْ ﻫَﺠَﺮَ ﻣَﺎ ﻧَﻬَﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪ

”Dan Al-Muhaajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah”. [1]

Sangat membuat kita sedih, ketika ada sebagian saudara kita yang “hijrahnya gagal” yaitu tidak istiqamah di atas agama, kembali lagi ke dunia kelamnya yang dahulu dan kembali melanggar larangan Allah.

Berikut kiat-kiat agar “hijrah tidak gagal” dan dapat istiqamah di jalan agama:

1. Berniat ikhlas ketika hijrah

Hijrah bukan karena tendensi dunia atau kepentingan dunia tetapi ikhlas karena Allah. Seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya dan sesuai dengan niat hijrahnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍْﻷَﻋْﻤَﺎﻝُ ﺑِﺎﻟﻨِّﻴَّﺎﺕِ ﻭَﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟِﻜُﻞِّ ﺍﻣْﺮِﺉٍ ﻣَﺎ ﻧَﻮَﻯ . ﻓَﻤَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮْﻟِﻪِ، ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻫِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﻟِﺪُﻧْﻴَﺎ ﻳُﺼِﻴْﺒُﻬَﺎ ﺃَﻭْ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٍ ﻳَﻨْﻜِﺤُﻬَﺎ ﻓَﻬِﺠْﺮَﺗُﻪُ ﺇِﻟَﻰ ﻣَﺎ ﻫَﺎﺟَﺮَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ

“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau mendapatkan wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia inginkan itu.” [2]

Bahkan kita tetap harus meluruskan niat ketika telah hijrah agar tetap istiqamah, karena yang namanya hati sering berubah-ubah dan mudah berubah niatnya. Niat dan ikhlas adalah perkara yang berat untuk dijaga agar istiqamah dan sangat membutuhkan pertolongan Allah.

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata,

ما عالجت شيئا أشد علي من نيتي ؛ لأنها تتقلب علي

“Tidaklah aku berusaha untuk mengobati sesuatu yang lebih berat daripada meluruskan niatku, karena niat itu senantiasa berbolak-balik” [3]

2. Segera mencari lingkungan yang baik dan sahabat yang shalih

Ini adalah salah satu kunci utama sukses hijrah, yaitu memiliki teman dan sahabat yang membantu untuk dekat kepada Allah dan saling menasehati serta saling mengingatkan. Hendaknya kita selalu berkumpul bersama sahabat yang shalih dan baik akhlaknya.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur)” (QS. At-Taubah: 119).

Agama seseorang itu sebagaimana agama teman dan sahabatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” [4]

Perlu diperhatikan bahwa hati manusia lemah, apalagi ketika sendiri. Perlu dukungan, saling menasehati antar sesama. Selevel Nabi Musa ‘alaihissalam saja memohon kepada Allah agar mempunyai teman seperjuangan yang bisa membantunya dan membenarkan perkataannya, yaitu Nabi Harun ‘alaihissalam. Beliau berkata dalam Al-Quran,

وَأَخِي هَارُونُ هُوَ أَفْصَحُ مِنِّي لِسَاناً فَأَرْسِلْهُ مَعِيَ رِدْءاً يُصَدِّقُنِي إِنِّي أَخَافُ أَن يُكَذِّبُونِ

“Dan saudaraku Harun dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan)ku; sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku” (QS. Al-Qashash: 34).

Mereka yang “gagal hijrah” bisa jadi disebabkan karena masih sering berkumpul dan bersahabat dekat dengan teman-teman yang banyak melanggar larangan Allah.

3. Menguatkan fondasi dasar tauhid dan akidah yang kuat dengan mengilmui dan memahami makna syahadat dengan baik dan benar

Syahadat adalah dasar dalam agama. Kalimat ini tidak sekedar diucapkan akan tetapi kalimat ini mengandung makna yang sangat mendalam dan perlu dipelajari lebih mendalam. Allah menjelaskan dalam Al-Quran bahwa kalimat syahadat akan meneguhkan seorang muslim untuk kehidupan dunia dan akhirat jika benar-benar mengilmui dan mengamalkannya.

Allah Ta’ala berfirman,

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan Allah memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS. Ibrahim: 27).

Maksud dari “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh…” sebagaimana dalam hadits berikut.

الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ )

“Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: ‘Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat’” (HR. Bukhari dan Muslim).

4. Mempelajari Al-Quran dan mengamalkannya

Tentu saja, karena Al-Quran adalah petunjuk bagi kehidupan di dunia agar selamat dunia dan akhirat. Sebagaimana seseorang yang hendak pergi ke suatu tempat, tentu perlu petunjuk dan arahan berupa peta dan penunjuk jalan semisalnya. Jika tidak menggunakan peta dan tidak ada orang yang memberi petunjuk, tentu akan tersesat dan tidak akan sampai ke tempat tujuan. Apalagi ternyata ia tidak tahu bagaimana cara membaca peta, tidak tahu cara menggunakan petunjuk yang ada serta tidak ada penunjuk jalan, tentu tidak akan sampai dan selamat.

Allah menurunkan Al-Quran untuk meneguhkan hati orang yang beriman dan sebagai petunjuk. Membacanya juga dapat memberikan kekuatan serta kemudahan dalam beramal shalih dan berakhlak mulia dengan izin Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Katakanlah: ‘Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al-Quran itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’” (QS. An-Nahl: 102).

Allah Ta’ala juga berfirman,

هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ

“Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman” (QS. Fushilat: 44).

5. Berusaha tetap terus beramal walaupun sedikit

Ini adalah kuncinya, yaitu tetap beramal sebagai buah ilmu. Amal adalah tujuan kita berilmu, bukan sekedar wawasan saja, karenanya kita diperintahkan tetap terus beramal meskipun sedikit dan ini adalah hal yang paling dicintai oleh Allah.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” [5]

Beramal yang banyak dan terlalu semangat juga kurang baik, apalagi tanpa ada ilmu di dalam amal tersebut, sehingga nampakanya seperti semangat di awal saja tetapi setelahnya kendur bahkan sudah tidak beramal lagi.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata padanya,

يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ

“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.” [6]

6. Sering berdoa dan memohon keistiqmahan dan keikhlasan

Tentunya tidak lupa kita berdoa agar bisa tetap istiqamah beramal dan beribadah sampai menemui kematian

Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al-yaqin (yakni ajal)” (QS. Al-Hijr: 99).

Doa berikut ini sebaiknya sering kita ucapkan dan sudah selayaknya kita hafalkan.

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

‘Rabbanaa Laa Tuzigh Quluubanaa Ba’da Idz Hadaitanaa wa Hab Lanaa Min-Ladunka Rahmatan, innaka Antal-Wahhaab’

“Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Dzat yang Maha Pemberi (karunia)” (QS. Ali Imran: 8).

Dan doa ini,

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

‘Ya Muqallibal Quluubi Tsabbit Qalbiy ‘Alaa Diinika’.

“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu.” [7]

Dan masih banyak doa yang lainnya.

Tidak lupa pula kita selalu berusaha dan berdoa agar kita ikhlas dalam beribadah dan beramal. Ikhlas hanya untuk Allah semata serta jauh dari riya, mengharapkan pujian manusia dan tendensi dunia.

Semoga kita selalu diberikan keikhlasan dan keistiqamahan dalam beramal.

@ Perum PTSC, Cileungsi, Bogor

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] HR. Bukhari dan Muslim
[2] HR. Bukhari dan Muslim
[3] Jami’ Al-‘ulum wal hikam hal.18, Darul Aqidah, Koiro, cet. I, 1422 H
[4] HR. Bukhari
[5] HR. Muslim
[6] HR. Bukhari dan Muslim
[7] HR. At-Tirmidzi no. 3522, Lihat Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2792