Tampilkan postingan dengan label Sholat. Tampilkan semua postingan

Panduan Sholat Hajat


Assalamualaikum, Kali ini RMI Alur Cucur akan membagikan Pembahasan lengkap Tentang Sholat Hajat.

Pengertian Sholat Hajat

Sholat Hajat adalah shalat sunnat yang dikerjakan agar hajat (keinginan/kebutuhannya) dikabulkan Allah. Hajat yang dimaksudkan di sini adalah Hajat yang dibenarkan syariat islam,baik berupa perlindungan maupun tercapainya maksud. Sholat hajat ini dikerjakan beberapa kali, biasanya sampai 7 malam berturut-turut.

Adapun jumlah rakaatnya mulai dari 2 rakaat sampai 12 rakaat, dan setiap 2 rakaat salam, sedangkan waktu pelaksanaanya boleh siang ataupun malam hari, asal bukan waktu-waktu yang terlarang.

Akan tetapi waktu yang terbaik adalah sepertiga malam yang terakhir ( antara pukul 01.00 WIB sampai menjelang shubuh) atau setiap selesai sholat fardhu.

Cara Mengerjakan Sholat Hajat

Cara pelaksanaan shalat hajat sama seperti sholat fardhu,baik bacaan maupun gerakannya, perbedaannya hanyalah pada niat
Bacaan Niat Sholat Hajat :
أُصَلِّي سُنَّةَ الحَاجَةِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعاَلَى

Ushollii sunnatal haajati rok’aataini lillaahi ta’aala.

Artinya: “Aku berniat salat hajat sunah hajat dua rakaat karena Allah Ta’ala.”

Adapun suratnya boleh dibaca surat apa saja yang dikehendaki, akan tetapi sebaiknya dibaca surat berikut:
  • Pada Rakaat pertama setelah surat Alfatihah, Bacalah Surat Al-karifuun sebanyak 3x atau ayat kursi sebanyak 1 x
  • Pada rakaat kedua setelah membaca Alfatihah, bacalah surat Al-ikhlas sebanyak 3 kali.

Setelah selesai sholat Hajat Sebaiknya Bacalah dzikir dibawah ini :

  • Membaca Sholawat (Allhumma Solli Ala Muhammad ) sebanyak 100X
  • Membaca bacaan “ISTIGHFAR” (Astaghfirullohal ‘Adzim) sebanyak 100 X
  • Membaca bacaan “TASBIH ” (Subhaanalloh)sebanyak 100 X
  • Membaca bacaan “HAMDALLAH” (Alhamdulillah)sebanyak 100 X
  • Membaca bacaan “ALLAHUAKBAR”sebanyak 100X
  • Membaca bacaan “KALIMAT TAUHID” (Laa ilaa ha Illaallah )sebanyak 100 X
  • Membaca bacaan Surat Al-Ikhlas sebanyak 11X
  • Membaca bacaan Surat Al-Falaq sebanyak 11X
  • Membaca bacaan Surat Al-Annas sebanyak 11X
  • Membaca bacaan Surat Ayat Kursi sebanyak 11X
  • Membaca bacaan “HAUQOLAH” Sebanyak 100 X
  • Membaca bacaan “HASBUNALLAAHU WANI’MAL WAKIL NI’MAL MAULA WANIKMAN NASIR” Sebanyak 100 X

Membaca Doa Sholat Hajat

Bacaan Doa setelah sholat hajat :

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ لاَتَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِىَ لَكَ رِضَا إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“Laa ilaha illallohul haliimul kariimu subhaanallohi robbil ‘arsyil ‘azhiim. Alhamdu lillaahi robbil ‘aalamiin. As `aluka muujibaari rohmatika wa ‘azaaima maghfirotika wal ghoniimata ming kulli birri wassalaamata ming kulli itsmin Laa tada’ lii dzamban illa ghofartahu walaa hamman illaa farojtahu walaa haajatan hiya laka ridhon illa qodhoitahaa yaa arhamar roohimiin.”

Artinya: “Tidak ada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Lembut dan Maha Penyantun. Maha Suci Allah, Tuhan pemelihara Arsy yang Maha Agung. Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Kepada-Mu-lah aku memohon sesuatu yang mewajibkan rahmat-Mu, dan sesuatu yang mendatangkan ampunan-Mu dan memperoleh keuntungan pada tiap-tiap dosa. Janganlah Engkau biarkan dosa daripada diriku, melainkan Engkau ampuni dan tidak ada sesuatu kepentingan, melainkan Engkau beri jalan keluar, dan tidak pula sesuatu hajat yang mendapat kerelaan-Mu, melainkan Engkau kabulkan. Wahai Tuhan Yang Paling Pengasih dan Penyayang”

Setelah Membaca Doa Sholat Hajat , Bersujudlah sambil membaca “Laailaahailla Anta Subhaanaka Inni Kuntum Minaddhoolimiin“, serta memohon apa yang anda inginkan.

Dalil Mengenai Sholat Hajat

  • “Siapa yang berwudhu dan sempurna wudhunya, kemudian salat dua rakaat (Salat Hajat) dan sempurna rakaatnya maka Allah berikan apa yang ia pinta cepat atau lambat” ( HR. Ahmad )
  • “Barangsiapa yang memunyai kebutuhan (hajat) kepada Allah atau salah seorang manusia dari anak-cucu adam, maka wudhulah dengan sebaik-baik wudhu. Kemudian salat dua rakaat (salat Hajat), lalu memuji kepada Allah, mengucapkan salawat kepada Nabi ? Setelah itu, mengucapkan “Laa illah illallohul haliimul kariimu, subhaana…. (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
  • Diriwayatkan dari Abu Sirah an-Nakh’iy, dia berkata, “Seorang laki-laki menempuh perjalanan dari Yaman. Di tengah perjalan keledainya mati, lalu dia mengambil wudhu kemudian salat dua rakaat, setelah itu berdoa. Dia mengucapkan, “Ya Allah, sesungguhnya saya datang dari negeri yang sangat jauh guna berjuang di jalan-Mu dan mencari ridha-Mu. Saya bersaksi bahwasanya Engkau menghidupkan makhluk yang mati dan membangkitkan manusia dari kuburnya, janganlah Engkau jadikan saya berhutang budi terhadap seseorang pada hari ini. Pada hari ini saya memohon kepada Engkau supaya membangkitkan keledaiku yang telah mati ini.” Maka, keledai itu bangun seketika, lalu mengibaskan kedua telinganya.” (HR Baihaqi; ia mengatakan, sanad cerita ini shahih)
  • Ada seorang yang buta matanya menemui Nabi saw, lalu ia mengatakan, “Sesungguhnya saya mendapatkan musibah pada mata saya, maka berdoalah kepada Allah (untuk) kesembuhanku.” Maka Nabi saw bersabda, “Pergilah, lalu berwudhu, kemudian salatlah dua rakaat (salat hajat). Setelah itu, berdoalah….” Dalam waktu yang singkat, laki-laki itu terlihat kembali seperti ia tidak pernah buta matanya.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Jika kamu memiliki kebutuhan (hajat), maka lakukanlah seperti itu (salat hajat).” (HR Tirmidzi)
  • Al - Qur'an surat Al - Baqarah ayat 45
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ ٤٥

Artinya : "Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu´" (QS. al-Baqaroh: 45).

Manfaat Sholat Hajat

Selain memahami tata cara sholat Hajat, kita juga perlu mengetahui manfaat sholat Hajat agar lebih termotivasi lagi untuk menjalankannya. Secara umum, manfaat sholat hajat ada dua macam, yaitu sebagai berikut.

Manfaat lahir

yaitu manfaat yang tampak atau dirasakan secara fisik. Contohnya, seseorang yang berhajat atau memohon kepada Allah agar bisa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sementara, ia tau sangat tipis harapan untuk dapat mencapai hajat tersebut dengan kemampuannya yang terbatas di tengah ribuan pelamar lainnya. Kemudian, ia melaksanakan sholat Hajat dengan penuh keyakinan. Allah mengabulkan hajatnya, pun ia diterima sebagai salah satu PNS. Ini merupakan manfaat lahir yang sangat mungkin akan dirasakan oleh hamba yang mengamalkan sholat sunnah hajat.

Manfaat batin

Manfaat batin yaitu manfaat yang tidak tampak dan hanya dirasakan oleh hati. Manfaat sholat hajat tidak selalu dirasakan secara lahir, akan tetapi yang utama justru manfaat yang dirasakan oleh bantin kita. Diantaranya yaitu:
  • Rasa tenang dan keyakinan yang kuat akan pertolongan Allah.
  • Lebih siap menerima apa pun jawaban Allah atas setiap doa-doa kita.
  • Semakin yakin akan pertolongan Allah.
Terkadang, hajat kita tidak dikabulkan Allah dalam bentuk yang kita inginkan. Contohnya, ketika kita memohon rezeki yang berlimpah, Allah justru menjawabnya dengan rezeki dalam bentuk lain seperti kesehatan, kebahagiaan, ketenangan, dan lain sebagainya.

Sholat Jamak Dan Qasar

Assalamu'alaikum wr wb. Kali ini RMI Alur Cucur akan membagikan Tatacara Shalat Jamak Dan Qasar. Adakalanya dalam beberapa waktu kita mengadakan perjalanan jauh, misalnya karyawisata, bersilaturahmi, atau keperluan lainnya.


Terkadang juga kita mengalami coban berupa sakit sampai-sampai tidak dapat bangun, Hal itu menyebabkan kita sering kesulitan untuk melakukan ibadah salat. Padahal salat merupakan kewajiban umat Islam yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun juga.
Melihat hal ini, ibadah shalat seolah merupakan beban yang memberatkan. Padahal tidaklah demikian. Islam adalah agama yang memberi kemudahan dan keringanan terhadap pemeluknya di dalam rutinitas ibadah kepada Allah swt.  Hal ini menandakan kasih sayang Allah kepada umat Islam sedemikian besar dengan cara memberikan rukhsah dalam melaksanakan salat dengan cara jamak dan qasar dengan syarat-syarat tertentu.

Lalu seperti apakah syarat detailnya? Berikut tata cara pelaksanaan shalat jamak dan Qasar:

Salat Jamak

Salat jamak adalah salat yang digabungkan, maksudnya menggabungkan dua salat fardu yang dilaksanakan pada satu waktu. Misalnya menggabungkan salat Zuhur dan Asar dikerjakan pada waktu Zuhur atau pada waktu Asar. Atau menggabungkan salat magrib dan ‘Isya dikerjakan pada waktu magrib atau pada waktu ‘Isya. Sedangkan salat Subuh tetap pada waktunya tidak boleh digabungkan dengan salat lain.

Hukum mengerjakan salat Jamak adalah mubah (boleh) bagi orang-orang yang memenuhi persyaratan.

“Rasulullah apabila ia bepergian sebelum matahari tergelincir, maka ia mengakhirkan salat duhur sampai waktu asar, kemudian ia berhenti lalu menjamak antara dua salat tersebut, tetapi apabila matahari telah tergelincir (sudah masuk waktu duhur) sebelum ia pergi, maka ia melakukan salat duhur (dahulu) kemudian beliau naik kendaraan (berangkat), (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Rasulullah pernah menjamak salat karena ada suatu sebab yaitu bepergian. Hal menunjukkan bahwa menggabungkan dua salat diperbolehkan dalam Islam namun harus ada sebab tertentu.

Salat jamak boleh dilaksanakan karena beberapa alasan (halangan), yakni:

  1. Dalam perjalanan jauh minimal 81 km (menurut kesepakatan sebagian besar imam madzhab)
  2. Perjalanan itu tidak bertujuan untuk maksiat.
  3. Dalam keadaan sangat ketakukan atau khawatir misalnya perang, sakit,  hujan lebat, angin topan dan bencana alam.
Salat fardu dalam sehari semalam yang boleh dijamak adalah pasangan salat zuhur dengan asar dan salat magrib dengan ‘isya. Sedangkan salat subuh tidak boleh dijamak. Demikian pula orang tidak boleh menjamak salat asar dengan magrib.

Salat jamak dapat dilaksanakan dengan dua cara:

  1. Jamak Takdim (jamak yang didahulukan), yakni menjamak dua salat yang dilaksanakan pada waktu yang pertama. Misalnya menjamak salat duhur dengan asar, dikerjakan pada waktu duhur ( 4 rakaat salat duhur dan 4 rakaat salat asar) atau menjamak salat magrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu magrib (3 rakaat salat magrib dan 4 rakaat salat ‘isya).
  2. Jamak Ta’khir (jamak yang diakhirkan), yakni menjamak dua salat yang dilaksanakan pada waktu yang kedua. Misalnya menjamak salat duhur dengan asar, dikerjakan pada waktu asar atau menjamak salat magrib dengan ‘isya dilaksanakan pada waktu ‘isya.
Dalam melaksanakan salat jamak takdim maka harus berniat menjamak salat kedua pada waktu yang pertama, mendahulukan salat pertama dan dilaksanakan berurutan, tidak diselingi perbuatan atau perkataan lain. Adapun saat melaksanakan jamak ta’khir maka harus berniat menjamak dan berurutan. Tidak disyaratkan harus mendahulukan salat pertama. Boleh mendahulukan salat pertama baru melakukan salat kedua atau sebaliknya.

Cara Melaksanakan Salat Jamak Takdim

Misalnya salat duhur dengan asar: salat duhur dahulu empat rakaat kemudian salat asar empat rakaat, dilaksanakan pada waktu duhur.

Tata caranya sebagai berikut:

1)        Berniat salat duhur dengan jamak takdim. Bila dilafalkan yaitu:
اُصَلِّى فَرْضَ الظُهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَقْدِيْمًا مَعَ العَصْرِ فَرْضًا للهِ تَعَالى

“Saya niat salat salat duhur empat rakaat digabungkan dengan salat asar dengan jamak takdim karena Allah Ta’ala”

2)   Takbiratul ihram

3)   Salat duhur empat rakaat seperti biasa.

4)   Salam.

5)   Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (asar), jika dilafalkan sebagai berikut;
اُصَلِّى فَرْضَ العَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَقْدِيْمًا مَعَ الظُهْرِ فَرْضًا للهِ تَعَالى

“Saya niat salat asar empat rakaat digabungkan dengan salat duhur dengan jamak takdim karena Allah ta’ala.”

6)   Takbiratul Ihram

7)   Salat asar empat rakaat seperti biasa.

8)   Salam.
Catatan: Setelah salam pada salat yang pertama harus langsung berdiri,tidak boleh diselingi perbuatan atau perkataan misalnya zikir, berdo’a, bercakap-cakap dan lain-lain).

Cara Melaksanakan Salat Jamak Ta’khir.

Misalnya salat magrib dengan ‘isya: boleh salat magrib dulu tiga rakaat kemudian salat ‘isya empat rakaat, dilaksanakan pada waktu ‘isya.

Tata caranya sebagai berikut:

1)   Berniat menjamak salat magrib dengan jamak ta’khir. Bila dilafalkanyaitu:
اُصَلِى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ العِشَاءِ فَرْضًا للهِ تََعَالَى

“ Saya niat salat salat magrib tiga rakaat digabungkan dengan salat ‘isya dengan jamak ta’khir karena Allah Ta’ala”

2)   Takbiratul ihram

3)   Salat magrib tiga rakaat seperti biasa.

4)   Salam.

5)   Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (‘isya), jika dilafalkan sebagai berikut;
اُصَلّى فَرْضَ العِسَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ جَمْعًا تَأخِيْرًا مَعَ المَغْرِبِ فَرْضًا للهِ تََعَالَى

“ Saya berniat salat ‘isya empat rakaat digabungkan dengan salat magrib dengan jamak ta’khir karena Allah Ta’ala.”

6)   Takbiratul Ihram

7)   Salat ‘isya empat rakaat seperti biasa.

8)    Salam.
Catatan: Ketentuan setelah salam pada salat yang pertama sama seperti salat jamak takdim. Untuk menghormati datangnya waktu salat, hendaknya ketika waktu salat pertama sudah tiba, maka orang yang akan menjamak ta’khir, sudah berniat untuk menjamak ta’khir salatnya, walaupun salatnya dilaksanakan pada waktu yang kedua.
JIKA telah memenuhi syarat sah sebagai rukhsah, selain di jamak salat fardu juga dapat di qasar maupun jamak qasar asalkan memenuhi syarat. Hal ini merupakan rukhsah (keringanan) yang diberikan Allah agar manusia tidak meninggalkan salat fardu walau dalam keadaan apapun, sebab Allah tidak menghendaki kesukaran pada hambaNya.

Salat Qasar

Salat qasar adalah salat yang dipendekkan (diringkas), yaitu melakukan salat fardu dengan cara meringkas dari empat rakaat menjadi dua rakaat. Salat fardu yang boleh diringkas adalah salat yang jumlah rakaatnya ada empat yaitu duhur, asar dan ‘isya.

Hukum melaksanakan salat qasar adalah mubah (diperbolehkan) jika syaratnya terpenuhi.

Allah berfirman dalam al Qur’an surat An Nisa ayat 101 yang artinya:
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا

“Dan apabila kamu beprgian di muka bumi, maka tidak mengapa kamu menqasar salatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir, sesungguhnya orang-orang kafir itu musuh yang nyata bagimu,” (QS An Nisa ayat 101)

Syarat-syarat salat qasar sama dengan syarat salat jamak hanya ditambah persyaratan bahwa salat yang dapat diqasar adalah salat yang jumlah rakaatnya empat.

Tata caranya Salat Qasar

Ambil contoh salat qasar zuhur, dengan cara sebagai berikut:

1 )  Berniat salat dengan cara qasar. Jika dilafalkan sebagai berikut:
اُصَلّى فَرْضَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا للهِ تَعَالى

Artinya: “ saya berniat salat duhur dua rakaat diqasar karena Alla Ta’ala”

2 )  Takbiratul ihrom.

3 )  Salat dua rakaat

4 )  Salam.

Salat Jamak Qasar

Salat jamak qasar adalah menggabungkan dua salat fardu dalam satu waktu sekaligus meringkas (qasar).

Hukum dan syaratnya sama dengan salat jamak dan salat qasar. Salat jamak qasar dapat dilaksanakan secara takdim maupun ta’khir.

Praktik Salat Jamak Qasar

Salat Jamak Qasar: misalnya salat zuhur dengan asar. Tata caranya sebagai berikut:

1.) Berniat menjamak qasar salat duhur dengan jamak takdim. Jika dilafalkan sebagai berikut:
اُصَلّى فَرْضَ الظُهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا اِلَيْهِ العَصْرُ جَمْعَ تَقْدِيْمًا للهِ تَعَالَى

“ Saya berniat salat duhur dua rakaat digabungkan dengan salat asar dengan jamak takdim, diqasar karena Allah Ta’ala”

2.) Takbiratul ihram.

3.) Salat duhur dua rakaat (diringkas)

4.) Salam.

5.) Berdiri dan niat salat asar, jika dilafalkan sebagai berikut:
اُصَلّى فَرْضَ العَصْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا مَجْمُوْعًا اِلَِى الظُهْرِ جَمْعَ تَقْدِيْمًا للهِ تَعَالَى

“ Saya berniat salat asar dua rakaat digabungkan dengan salat duhur dengan jamak takdim, diqasar karena Allah Ta’ala”

6.) Takbiratul ihram.

7.) Salat asar dua rakaat (diringkas)


Demikian Tata Cara Shalat Jamak Dan Qasar semoga menambah Ilmu kita dan dapat di praktekan dalam kehidupan. karna Shala merupakan Kewajiban kita sebagai Umat Muslim.

Imam Tidak Bersuara saat Sholat Dzuhur dan Ashar

RMI Alur Cucur -  Banyak diantara kita yang pasti bertanya tanya, "Kenapa ya Imam Tidak Bersuara saat Sholat Dzuhur dan Ashar pas saat membaca Surat Alfatiha nya?"


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya serta umatnya hingga akhir zaman.

Disunnahkan menjaharkan (mengeraskan) bacaan dalam shalat Shubuh dan dua rakaat pertama pada shalat Maghrib dan Isya'. Ini berlaku bagi Imam dan munfarid (orang yang shalat sendirin).

Menjaharkan (mengeraskan) bacaan ini juga berlaku pada shalat Jum'at, shalat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha), shalat gerhana bulan, shalat istisqa', shalat Tarawih dan Shalat nafilah di malam hari. Selain yang disebutkan disunnahkan untuk men-sirri-kannya (memelankannya).

Permasalahan jahar dan siri dalam bacaan bukan persoalan fardhu atau sunnah yang diharuskan untuk sujud sahwi saat menyalahinya. Tapi ia salah satu dari bentuk tatacara shalat yang pelakunya diberi pahala atasnya. Sedangkan yang meninggalkannya tidak berdosa.
Permasalahan jahar dan siri dalam bacaan bukan persoalan fardhu atau sunnah yang diharuskan untuk sujud sahwi saat menyalahinya.
Disebutkan dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى بِنَا فَيَقْرَأُ فِى الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فِى الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ وَيُسْمِعُنَا الآيَةَ أَحْيَانًا وَكَانَ يُطَوِّلُ الرَّكْعَةَ الأُولَى مِنَ الظُّهْرِ وَيُقَصِّرُ الثَّانِيَةَ وَكَذَلِكَ فِى الصُّبْحِ


"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah shalat bersama kami. Pada shalat Zuhur dan Ashar, beliau membaca al-Fatihah dan dua surat di rakaat pertama. Sesekali beliau memperdengarkan ayat yang beliau baca. Adalah beliau memanjangkan bacaan pada rakaat pertama dari shalat Zuhur dan memendekkan pada rakaat kedua, begitu juga saat shalat Shubuh."

Ucapan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, "Sesekali beliau memperdengarkan ayat yang beliau baca," menunjukkan bahwa di dalamnya terdapat keterangan bolehnya menjaharkan (mengeraskan) pada shalat sirr (Zuhur dan Ashar). Ini juga menunjukkan bahwa Israr (mensirrikan bacaan) tidak menjadi syarat untuk sahnya shalat.

Terdapat keterangan bahwa sebab turunnya firman Allah Ta'ala:

وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً

"Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." (QS. Al-Isra' ayat 110)

saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam masih di Makkah. Apabila beliau shalat bersama para sahabatnya, beliau meninggikan suaranya saat membaca Al-Qur'an. Ketika kaum musyrikin mendengarnya maka mereka mencaci Al-Qur'an, mencaci Zat yang menurunkannya dan orang yang menyampaikannya. Lantas Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam, "Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu." Maksudnya: jangan keraskan bacaanmu sehingga orang-orang musyrik mendengarnya.

"Dan janganlah pula merendahkannya," maksudnya: dari para sahabatmu sehingga mereka tidak mendengar Al-Qur'an. "Dan carilah jalan tengah di antara kedua itu."

Terdapat dalam sebagian riwayat lain, "Maka saat sudah hijrah ke Madinah perintah tersebut telah gugur. Beliau boleh melakukan yang beliau kehendaki dari keduanya."

Dari sini menjadi jelas persoalan, menjaharkan (mengeraskan) bacaan pada shalat Maghrib, Isya' dan Shubuh serta memelankan bacaan pada shalat Zuhur dan Ashar adalah pengamalan saat pertama disyariatkan. Yakni saat kaum muslimin tidak menjaharkan bacaan Al-Qur'an di siang hari khawatir atas celaan kaum musyrikin.

Adapun membaca secara jahar pada shalat Jum'at, dua hari raya, shalat istisqa' dan selainnya adalah karena shalat-shalat tersebut disyariatkan di Madinah sesudah hijrah, di mana saat itu kaum muslimin memiliki kekuatan dan daulah. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam]

Susunan Shaf Wanita

Bismillahirrahmanirrahim
Mengenai aturan shaf lelaki dan wanita, dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

Shaf terbaik lelaki adalah yang paling depan dan yang terburuk, yang paling belakang. Sementara shaf terbaik wanita yang paling belakang dan yang terburuk yang paling depan. (HR. Ahmad 7565, Muslim 1013, dan yang lainnya).

Berdasarkan hadis ini, jika wanita shalat jamaah di masjid yang bercampur dengan lelaki dan mereka tidak dihijab sempurna, maka wanita menyusun shaf dari belakang.

Namun jika mereka dihijab sempurna, sehingga terpisah sempurna antara lelaki dan wanita, tidak bisa melihat sama sekali, maka aturan shaf kembali ke aturan umum, bahwa shaf terbaik adalah yang terdepan.

Kita simak keterangan an-Nawawi,

أما صفوف الرجال فهي على عمومها فخيرها أولها أبدا وشرها آخرها أبدا أما صفوف النساء فالمراد بالحديث أما صفوف النساء اللواتي يصلين مع الرجال وأما إذا صلين متميزات لا مع الرجال فهن كالرجال خير صفوفهن أولها وشرها آخرها


Untuk shaf lelaki berlaku umum, yang terbaik adalah terdepan dan terburuk, yang paling belakang. Sementara untuk shaf wanita, seperti yang dimaksud dalam hadis, adalah shaf wanita yang shalatnya bareng dengan lelaki. Namun apabila para wanita itu shalat secara terpisah, tidak gabung dengan lelaki, maka mereka seperti lelaki, shaf terbaik yang paling depan dan shaf terburuk yang paling akhir. (Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 4/159)

Keterangan lain disampaikan oleh Imam Ibnu Baz,

الحديث المذكور صحيح ، ولكنه محمول عند أهل العلم على المعنى الذي ذكرت ، وهو كون الرجال ليس بينهم وبين النساء حائل، أما إذا كُنَّ مستورات عن الرجال فخير صفوفهن أولها، وشرها آخرها كالرجال، وعليهن إتمام الصفوف الأول فالأول

Hadis yang disebutkan statusnya shahih. Akan tetapi ulama memahami dengan makna seperti yang telah kusebutkan, yaitu pada kondisi tidak ada penghalang antara lelaki dan wanita. Namun jika para wanita ini tertutup dari lelaki, maka shaf yang terbaik adalah yang paling depan dan yang paling buruk adalah yang paling belakang. Sebagaimana ketentuan untuk shaf lelaki. Karena itu, mereka menyusun shaf dari depan. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 25/145)

Apa yang Dimaksud Shaf Terburuk?

Kata an-Nawawi,

والمراد بشر الصفوف في الرجال والنساء أقلها ثوابا وفضلا وأبعدها من مطلوب الشرع وخيرها بعكسه


Yang dimaksud shaf paling buruk bagi lelaki dan wanita adalah yang paling sedikit pahalanya dan keutamaannya, dan yang paling jauh dari apa yang diinginkan syariat. dan yang terbaik berarti kebalikannya. (Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 4/159)

Mengapa Shaf Terakhir Wanita yang paling Bagus?

Kata an-Nawawi,

وإنما فضل آخر صفوف النساء الحاضرات مع الرجال لبعدهن من مخالطة الرجال ورؤيتهم وتعلق القلب بهم عند رؤية حركاتهم وسماع كلامهم ونحو ذلك وذم أول صفوفهن لعكس ذلك والله أعلم

Bagi wanita yang shalat bersama lelaki, shaf paling belakang disebut paling afdhal, karena mereka yang paling jauh dari kondisi ikhtilath dengan lelaki, paling jauh dari melihat lawan jenis, dan ketergantungan hati dengan mereka ketika melihat gerakan mereka atau mendengar suara mereka atau semacamnya. Sementara shaf terdepat yang paling buruk, karena lawan dari semua kondisi di atas. Allahu a’lam. (Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim, 4/159)

Allahu a’lam.

5 Keutamaan Shaf Pertama

Menempati shaf pertama dalam shalat berjama’ah, bagi muslim laki-laki, memiliki keutamaan yang luar biasa. Berikut ini 5 keutamaan shaf pertama yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih (minimal hasan) sebagaimana telah dihimpun Imam An Nawawi dalam kitab Riyadhush Shalihin:


1. Mendapatkan shalawat dari Allah dan Malaikat

إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الصُّفُوفِ الأُوَلِ

“Sesungguhnya Allah dan Malaikat bersalawat untuk shaf-shaf pertama” (HR. Abu Dawud; hasan)

2. Pahalanya sangat besar

لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِى النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الأَوَّلِ ، ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا

“Seandainya orang-orang mengetahui besarnya pahala azan dan shaf pertama, kemudian untuk mendapatkannya harus diundi, niscaya mereka akan mengadakan undian.” (Muttafaq ‘alaih)

3. Seperti shaf Malaikat

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَال أَلاَ تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلاَئِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا. فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلاَئِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا قَالَ يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الأُوَلَ وَيَتَرَاصُّونَ فِى الصَّفِّ

Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar kepada kami dan bersabda, ‘Tidakkah kalian ingin bershaf seperti shaf Malaikat di hadapan Tuhannya?’ Kami (para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana Malaikat bershaf di hadapan Tuhannya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Mereka menyempurnakan shaf-shaf awal dan merapatkan shaf.” (HR. Muslim)

4. Shaf terbaik bagi laki-laki

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Shaf kaum lelaki yang paling baik adalah shaf pertama dan shaf yang paling jelek adalah shaf terakhir. Sedangkan shaf kaum wanita yang paling baik adalah shaf terakhir dan yang paling jelek adalah shaf pertama.” (HR. Muslim)

5. Terhindar dari kemunduran

تَقَدَّمُوا فَائْتَمُّوا بِى وَلْيَأْتَمَّ بِكُمْ مَنْ بَعْدَكُمْ لاَ يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمُ اللَّهُ


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat para sahabat mundur ke belakang. Maka beliau pun bersabda, “Majulah dan ikutilah aku. Shaf yang di belakangnya mengikuti shaf depannya. Kaum yang selalu mundur (dalam bershaf), Allah akan memundurkan mereka.” (HR. Muslim)

Wallahu a’lam bish shawab.

Terlambat Shalat Jenazah, Bagaimana Mengejar Takbirnya?


Kerap dalam shalat jenazah, ada beberapa orang yang datang terlambat, sehingga mereka pun tertinggal beberapa takbir dari imam. Bagaimana mereka mengerjakan takbir yang terlewat?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita perlu memahami hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِذَا أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ ، وَأْتُوهَا تَمْشُونَ عَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا ، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Jika shalat telah didirikan (terdengar iqamat), maka janganlah mendatanginya dengan berlari (tergesa-gesa). Dan datangilah shalat itu dengan berjalan tenang. Apa yang kamu dapati dari imam, maka kerjakanlah sepertinya, dan apa yang terlewatkan darimu maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari no. 908 dan Muslim no. 151)

Perkataan Nabi “فَصَلُّوا(maka shalatlah sepertinya) dalam hadits di atas, menunjukkan bahwa orang yang terlambat ikut shalat jenazah hendaknya langsung bertakbir dan shalat bersama imam, tidak menunggu imam melakukan takbir berikutnya.

Perkataan Nabi “وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا(dan apa yang terlewatkan darimu maka sempurnakanlah) menunjukkan bahwa orang yang terlambat ikut shalat jenazah tidak mencukupkan diri dengan takbir yang ia dapatkan. Takbir yang sudah terlewat dan masing-masing bacaannya tetap harus dikerjakan setelah imam salam. Ini pendapat Sa’id bin Al-Musayyib, Atha, An-Nakha’i, Az-Zuhriy, Qatadah, Ibnu Sirin, Ats-Tsauriy, Ishaq, ulama Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan salah satu riwayat dari Hanabilah.

Anggaplah ia masuk ketika imam telah berada pada takbir ketiga. Apakah shalatnya dihitung sesuai kondisinya (takbir lalu membaca Al-Fatihah), ataukah dihitung sesuai kondisi imam (takbir lalu membaca sesuai bacaan imam)?

Penggalan perkataan Nabi “فَأَتِمُّوا” (…maka sempurnakanlah!) menunjukkan bahwa shalat makmum masbuq dihitung sesuai kondisi dirinya dan kondisi imam. Artinya, makmum bertakbir lalu membaca Al-Fatihah. Setelah itu mengerjakan takbir lanjutan beserta bacaannya, yaitu shalawat Nabi pada takbir kedua dan doa untuk mayyit pada takbir ketiga, sekalipun bacaan imam berbeda dengannya. Di antara ulama belakangan yang berpendapat demikian adalah Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin rahimahullah.

Namun, perlu diketahui bahwa terdapat riwayat lain dari hadits ini yang berbunyi:

إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ وَعَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَاقْضُوا

Jika kalian mendatangi shalat, maka janganlah mendatanginya dengan berlari (tergesa-gesa). Datangilah shalat itu dengan berjalan tenang. Apa yang kamu dapati dari imam, maka shalatlah (kerjakanlah sepertinya), dan apa yang terlewatkan darimu maka tunaikanlah.” (HR. An-Nasai no. 860, Ahmad no. 7452, Ibnu Hibban no. 518)

Perkataan Nabi “فَاقْضُوا” (…maka tunaikanlah!) menunjukkan bahwa shalat makmum masbuq dihitung sesuai kondisi imam, bukan kondisi makmum. Jadi, ia bertakbir lalu membaca sesuai dengan bacaan imam (shalawat Nabi pada takbir kedua dan doa untuk mayyit pada takbir ketiga). Setelah imam salam, ia bertakbir dan membaca Al-Fatihah. Di antara ulama belakangan yang berpendapat demikian adalah Syaikh Abdurrahman Al-Barrak.

Lalu, manakah takbir dan bacaan yang hendaknya diikuti oleh makmum masbuq?

Kedua riwayat tersebut adalah shahih dan lafazh “tunaikanlah” dapat ditafsirkan dengan lafazh “sempurnakanlah”. Hal ini sebagaimana tafsir “menunaikan” terhadap makna “menyempunakan” dalam firman Allah U:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُوا اللهَ …

“Maka apabila kamu telah menunaikan shalat, ingatlah Allah.” (QS. An-Nisaa: 103)

Karenanya, salah satu dari kedua pendapat di atas boleh diamalkan tanpa mengingkari orang yang menyelisihi.

Akan tetapi, riwayat فَأَتِمُّوا lebih banyak dalam sisi periwayatan daripada riwayat فَاقْضُوا (Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Qdalam Majmu’ Fatawa wa Maqaalaat Mutanawwi’ah jilid 25). Karenanya, penulis lebih memilih pendapat pertama, dimana orang yang terlambat shalat jenazah menghitung shalat sesuai kondisi dirinya. Di takbir manapun imam berada, ia melakukan takbir pertama diikuti dengan membaca Al-Fatihah. Manakala imam telah salam, maka dia menambah takbir yang kurang beserta bacaannya.

Penulis mendengar penjelasan ini dari Syaikh Muhammad Mukhtar Asy-Syinqithy dalam kajian kitab ‘Umdatul Fiqh, bab Adab Berjalan Menuju Shalat (Masjid) di kota Riyadh, 7 Rabi’uts Tsani 1434 H.

Tambahan faedah:

Penulis juga pernah mendengar Syaikh Saad Asy-Syitsriy 5, dalam tanya jawab kajian harian kitab Dalil Ath-Thalib bersama beliau, tanggal 29 Syawwal 1432 H, menukil perkataan sebagian ahli fiqih, bahwa orang yang terlambat shalat jenazah, hendaknya ia bertakbir dan menyesuaikan bacaan dengan kondisi imam. Jika ia masuk dalam takbir ketiga, maka hendaknya dia membaca doa dan bukan membaca Al-Fatihah, karena menyesuaikan bacaan imam. Manakala imam telah salam, maka ia sempurnakan takbir yang kurang (yaitu takbir pertama beserta bacaan Al-Fatihah dan seterusnya). Adapun jika sudah sangat terlambat dan khawatir jenazah akan segera diangkat sebelum selesai shalatnya, maka cukup baginya bertakbir secara berturut-turut (tanpa bacaan) lalu salam.

Kesimpulan:
  1. Orang yang terlambat ikut shalat jenazah hendaknya langsung bertakbir dan shalat bersama imam, tidak menunggu imam melakukan takbir berikutnya.
  2. Orang yang terlambat ikut shalat jenazah tetap harus mengerjakan takbir yang terlewatkan dan membaca bacaan masing-masing takbir tersebut setelah imam salam.
  3. Ada dua pendapat tentang cara makmum masbuq mengejar ketertinggalan dalam shalat jenazah: (1) Menghitung sesuai kondisinya (takbir lalu membaca Al-Fatihah); (2) Menghitung sesuai kondisi imam (takbir lalu membaca sesuai bacaan imam). Salah satu dari kedua pendapat boleh diamalkan tanpa mengingkari orang yang menyelisihi.
  4. Riwayat hadits yang menjadi dalil pendapat pertama lebih banyak daripada riwayat untuk pendapat kedua. Maka menghitung sesuai kondisi diri makmum (takbir lalu membaca Al-Fatihah) lebih utama dikerjakan.
  5. Jika sudah sangat terlambat dan khawatir jenazah akan segera diangkat sebelum makmum masbuq selesai shalat, maka cukup baginya bertakbir secara berturut-turut tanpa bacaan lalu salam.
Demikian apa yang dapat kami tuliskan. Semoga Allah menjadikan tulisan ini sebagai sarana dakwah yang ikhlas untuk agama-Nya dan menambah faedah ilmu bagi saudara-saudara kami yang membacanya.

Jika Ketinggalan Takbir Shalat Id

 
Pertanyaan: Pada saat shalat id, saya telat, sehingga ketika saya datang, imam sudah melakukan 5 kali takbir zawaid. Apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus mengganti takbir zawaid yang ketinggalan?

Jawaban:

Alhamdulillah wash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du ….
Tentang orang yang ketinggalan takbir zawaid bersama imam ketika shalat id, ketika dia  datang dan imam sudah membaca Al-Fatihah, maka hendaknya dia melakukan takbiratul ihram kemudian melakukan takbir zawaid (sendirian). Ini adalah pendapat Mazhab Hanafiyah, Malikiyah, dan pendapat awal Imam Syafi’i (qaul qadim: pendapat beliau ketika masih tinggal di Baghdad).

Keterangan tentang hal ini bisa dilihat di Al-Majmu’, karya An-Nawawi.

Sementara pendapat Imam Syafi’i yang baru dan pendapat yang dipegangi Mazhab Hanbali, tentang makmum yang ketinggalan, dan imam telah melakukan beberapa takbir zawaid, maka makmum tidak perlu mengganti takbir yang ketinggalan karena takbir ini hanya dilakukan di waktu tertentu, sementara dia sudah ketinggalan.

(Fatwa Syabakah Islamiyah, di bawah bimbingan Dr. Abdullah al-Faqih, fatwa no. 56299)

Ibnu Qudamah mengatakan,

والتكبيرات والذكر بينها سنة وليس بواجب، ولا تبطل الصلاة بتركه عمدا ولا سهوا، ولا أعلم فيه خلافا

“Takbir zawaid dan bacaan antar-takbir –hukumnya– sunah dan tidak wajib. Shalat hari raya tidak batal disebabkan tidak melakukan takbir tersebut, baik disengaja maupun karena lupa. Saya tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat dalam masalah ini.” (al-Mughni, 2/234).

Dalam kesempatan tanya jawab bersama muridnya, Syekh Muhammad bin Al-Utsaimin ditanya tentang hukum orang yang ketinggalan takbir zawaid ketika shalat id.

Beliau menjelaskan,

“Terkait dengan takbir setelah takbiratul ihram (takbir zawaid), jika anda baru mengikuti jemaah setelah imam selesai melakukan takbir zawaid, maka engkau tidak perlu mengulangi takbir zawaid yang ketinggalan, karena takbir ini hukumnya sunah. Sementara waktunya sudah terlewatkan.

Jika waktunya sudah lewat maka gugur anjuran untuk melakukannya. Adapun di rakaat kedua, engkau bisa mengikuti takbir zawaid bersama imam dengan sempurna.

Kemudian, jika engkau ketinggalan satu rakaat bersama imam, maka di rakaat bersama imam, engkau ikut melakukan takbir zawaid bersama imam. Kemudian untuk mengganti rakaat yang ketinggalan, engkau disyariatkan untuk melakukan takbir zawaid.” (Silsilah Liqa’at Bab Al-Maftuh, 7/46)

Allahu a’lam