Doa Setelah Sholat Fardhu


TULISAN ARAB

.بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرِّحِيْ
.اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
حَمْدًا يُوَافِىْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ. يَارَبَّنَالَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ كَمَا يَنْبَغِىْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
اَللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. صَلاَ تُنْجِيْنَابِهَا مِنْ جَمِيْعِ اْلاَهْوَالِ وَاْلآفَاتِ. وَتَقْضِىْ لَنَابِهَا جَمِيْعَ الْحَاجَاتِ. وَتُطَهِّرُنَا بِهَا مِنْ جَمِيْعِ السَّيِّئَاتِ. وَتَرْفَعُنَابِهَا عِنْدَكَ اَعْلَى الدَّرَجَاتِ. وَتُبَلِّغُنَا بِهَا اَقْصَى الْغَيَاتِ مِنْ جَمِيْعِ الْخَيْرَاتِ فِى الْحَيَاةِ وَبَعْدَ الْمَمَات اِنَّهُ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَاقَاضِىَ الْحَاجَاتِ
اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَصِحَّةً فِى الْبَدَنِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ.
اَللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِىْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ
اَللهُمَّ اِنَّا نَعُوْذُبِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْهَرَمِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ
اَللهُمَّ اِنَّا نَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَيَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَيَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَتَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَيُسْتَجَابُ لَهَا
رَبَّنَااغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِمَشَايِخِنَا وَلِمُعَلِّمِيْنَا وَلِمَنْ لَهُ حَقٌّ عَلَيْنَا وَلِمَنْ اَحَبَّ وَاَحْسَنَ اِلَيْنَا وَلِكَافَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ اَجْمَعِيْنَ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
رَبَّنَا أَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

TULISAN INDONESIA

BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM. ALHAMDU LILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN. HAMDAY YU-WAAFII NI'AMAHUU WA YUKAAFI'U MAZIIDAH. YAA RABBANAA LAKALHAMDU WA LAKASY SYUKRU KA-MAA YAMBAGHIILIJALAALIWAJHIKA WA 'AZHIIMISUL-THAANIK.
ALLAAHUMMA SHALLIWASALLIM 'ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIW WA 'ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMAD. SHALA ATAN TUN AJIHNAA BÍHAA MINJAMII'IL AHWAALI WAL AAFAAT. WA TAQDHII LANAA BIHAA JAMII'AL HAAJAAT. WA TUTHAHHIRUNAA BIHAA MIN JAMII'IS SAYYI'AAT. W ATARFA ' UN A A BIHAA 'INDAKA ' A'LADDARAJAAT. WA TUBALLIGHUNAA BIHAA AQSHAL GHAAYAATI MIN JAMII'IL KHAIRAATIFIL HAYAATIWA BA'DAL MAMAAT. INNAHU SAMII'UN QARIIBUM MUJIIBUD DA'AWAAT WAYAA QAADHIYAL HAAJAAT.
ALLAAHUMMA INNAA NAS'ALUKA SALAAMATAN FTDDIINI WADDUN-YAA WAL AAKHIRAH. WA 'AAFIYA-TAN FIL JASADI WA SHIHHATAN FIL BADANI WA ZIYAADATAN FIL 'ILMI WA BARAKATAN FIRRIZQI WA TAUB ATAN QABLAL MAUT WA RAHM ATAN 'INDALMAUT WA MAGHFIRATAN BA'D AL MAUT. ALLAAHUMMA HAWWIN 'ALAINAA FII SAKARAATIL MAUT WAN NAJAATA MINAN NAARI WAL 'AFWA 'INDAL HISAAB.
ALLAAHUMMA INNAA NA'UUDZU BIKA MINAL 'AJZI WAL KASALI WAL BUKHLI WAL HARAMI WA 'ADZAABIL QABRI.
ALLAAHUMMAINNAA NA'UUDZU BIKA MIN 'ILMIN LAA YANFA' W AMIN QALBIN LAA YAKHSYA' W AMIN NAFSIN LAA TASYBA' WAMIN DA'WATIN LAA YUSTAJAABU LAHAA.
RABBANAGH FIRLANAA DZUNUUBANAA WA LIWAA-LIDIINAA WALIMASYAAYIKHINAA WA LIMU'ALLI-MIENAA WA LIMAN LAHUU H AQQUN' ALAIN AA WA LIM AN AHABBA WA AHSANA ILAINAA WA LIKAAFFATIL MUS LIMUN A AJMA'IIN.
RABBANAA TAQABBAL MINNAA INNAKA ANTAS SAMII'UL 'ALIIM, WA TUB 'ALAINAA INNAKA ANTAT TA WWA ABUR RAHIIM.
RABBANAA AATINAA FIDDUNNYAA HASANAH, WA FIL AAKHIRATI HASANAH, WAQINAA ‘ADZAA BAN NAAR.
WASHALLALLAAHU 'ALAA SAYYIDINAA MUHAMMA-DIN WA'ALAA AALIHIWA SHAHBIHIIWA SALLAM, WAL HAMDU LILLAAHIRABBIL 'AALAMIIN.


ARTINYA

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Pujian yang sebanding dengan nikmat-nikmatNya dan menjamin tambahannya. Wahai Tuhan kami, bagi-Mu-lah segala puji, dan bagi-Mu-lah segalah syukur, sebagaimana layak bagi keluhuran zat-Mu dan keagungan kekuasaan-Mu.
Wahai Allah, limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada penghulu kami, Nabi Muhammad dan keluarganya, yaitu rahmat yang dapat menyelamatkan kami dari segala ketakutan dan penyakit, yang dapat memenuhi segala kebutuhan kami, yang dapat mensucikan diri kami dari segala keburukan, yang dapat mengangkat derajat kami ke derajat tertinggi di sisi-Mu, dan dapat menyampaikan kami kepada tujuan maksimal dari segala kebaikan, baik semasa hidup maupun sesudah mati. Sesunggunya Dia (Allah) Maha Mendengar, Maha Dekat, lagi Maha Memperkenankan segala doa dan permohonan. Wahai Dzat yang Maha Memenuhi segala kebutuhan Hamba-Nya.
Wahai Allah! Sesungguhnya kami memohon kepadaMu, kesejahteraan dalam agama, dunia dan akhirat, keafiatan jasad, kesehatan badan, tambahan ilmu, keberkahan rezeki, taubat sebelum datang maut, rahmat pada saat datang maut, dan ampunan setelah datang maut. Wahai Allah! Permudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, (Berilah kami) keselamatan dari api neraka, dan ampunan pada saat dilaksanakan hisab.
Wahai Allah! Sesungguhnya kami berlindung kepadaMu dari sifat lemah, malas, kikir, pikun dan dari azab kubur
Wahai Allah! Sesungguhnya kami berlindung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu', dari jiwa yang tidak kenal puas, dan dari doa yanag tak terkabul.
Wahai Tuhan Kami, ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa orang tua kami, para sesepuh kami, para guru kami, orang-orang yang mempunyai hak atas kami, orang-orang yang cinta dan berbuat baik kepada kami, dan seluruh umat islam
Wahai Tuhan kami, perkenankanlah (permohonan) dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui. Dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan hidup di dunia dan kebaikan hidup di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka.

Renungan Surat Al-Kahfi (Bagian III)


Renungan Surat al-Kahfi

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Pada pembahasan sebelumnya kita telah mengupas berbagai pelajaran berharga dari surat al-Kahfi. Kita akan kembali melanjutkan beberapa pelajaran penting yang bisa kita gali dari surat al-Kahfi,

Pertama, kuasa Allah untuk menidurkan manusia selama 309 tahun, tanpa makan, tanpa minum, namun mereka bangun tetap dalam kondisi sehat bugar, dan tidak berubah raut mukanya. Semacam ini tidak perlu dibenturkan dengan ilmu kedokteran. Karena di luar kapasitas manusia.

وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِئَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا

“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi)”

Catatan:
Dalam ayat dinyatakan: 300 + 9 tahun. Sebagian orang membuat perhitungan bahwa setiap perhitungan 300 tahun masehi sama dengan 309 tahun hijriyah. Atau dalam satu tahun masehi sama dengan 1 tahun hijriyah + 11 hari.

Kedua, mengembalikan pengetahuan hanya kepada Allah. Ini diantara adab yang Allah ajarkan ketika seseorang membicarakan sesuatu terkait masa silam atau terkait ajaran syariat. Tidak lupa mengucapkan ‘Allahu a’lam’. Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang untuk bertanya masalah ashabul kahfi kepada orang yahudi, Allah berikan wahyu kepada beliau, sebagian cerita tentang ashabul kahfi. Kemudian Allah perintahkan beliau untuk mengembalikan pengetahuan masalah ghaib itu kepada Allah semata.

قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِع

Katakanlah: “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); Hanya milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya;

Ketiga, membaca al-Quran yang sempurna adalah dengan memahami makna dan mengikuti isinya. Dan itulah makna tilawah al-Quran

وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنْ كِتَابِ رَبِّكَ

Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al Quran).

Jika makna membaca hanya diartikan membaca dengan lisan, tanpa ada respon, tentu perintah ini tidak ada manfaatnya.

Keempat, berkawan dengan orang baik, butuh kesabaran

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ

“Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya …”

Kelima, setiap manusia butuh komunitas yang baik, sekalipun dia manusia paling sempurna. Karena komunitas baik akan menjadi proteksi bagi lahir dan batin orang yang beriman.

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

“Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya..”

Allah perintahkan Nabi-Nya – manusia paling mulia – untuk bersabar bersama orang yang mengisi hidupnya dengan ketaatan.

Catatan :
Pagi dan sore adalah waktu yang istimewa untuk berdzikir
Dalam al-Quran, Allah sering kali menyebut orang yang berdzikir di waktu pagi dan sore, beribadah ketika pagi dan sore, dst.
Dari Abu Umamah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَلأَنْ أَقْعُدَ غُدْوَةً إِلَى أَنْ تُشْرِقَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ أُعْتِقَ أَرْبَعَ رِقَابٍ وَبَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ أُعْتِقَ أَرْبَعَ رِقَابٍ

Aku duduk berdzikir setelah subuh hingga terbit matahari, lebih aku sukai dari pada membebaskan 4 budak. Dan berdzikir setelah asar sampai terbenam matahari, lebih aku sukai dari pada membebaskan 4 budak. (HR. Ahmad 22914, dan para perawinya dinilai Tsiqah).

Keenam, Diantara manfaat besar ketika berkumpul dengan komunitas orang baik,

1. Mengurangi rasa tamak terhadap dunia dan mengingatkan akan akhirat

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini;

2. Memutus peluang untuk mengikuti para ahli maksiat atau penganut kesesatan

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَن ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

“dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya..”

Ketujuh, orang yang jauh dari peringatan Allah, pasti menjadi budak hawa nafsunya

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ

“dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya..”

Kedelapan, kebenaran dan kesesatan telah jelas. Sehingga manusia bisa berfikir, di posisi mana dia harus memilih. Yang semua itu akan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat.

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا

Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka

Catatan:
Ayat ini sama sekali bukan dalil tentang kebebasan beragama, sebagaimana anggapan JIL. Dengan alasan,
1. Ayat di atas hanya mengembalikan pilihan antara: beriman dan kafir. Sementara tidak ada satupun agama yang bersedia disebut kafir, meskipun hakekatnya kafir.

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ

“Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”
2. Adanya ancaman neraka di lanjutan ayat,

إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا

“Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.”
3. Siapapun yang memilih selain islam, dia kafir dan berhak mendapat ancaman itu.

Kesembilan, iman seringkali digandegkan dengan amal soleh

Karena iman mewakili syahadat laa ilaaha illallah, sementara amal soleh mewakili syahadat Muhammad Rasulullah. Karena itu, satu amal tidak bisa disebut soleh, kecuali jika sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلا

Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala mereka.

Kesepuluh, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal hamba dan jaminan pahala dari Allah bagi orang yanng beramal kebaikan.

إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلًا ( ) أُولَئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ

Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. ( ) Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn (kekal).

Demikian, Allahu a’lam

Bersambung insyaaAllah..

Baca sebelumnya:

Pengertian Rukhshah


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Kalimat ini sering kita dengar terutama ketika membahas bab fiqh ibadah. Lalu bagaimana hakekat rukhshah?

Berikut kutipan keterangan mengenai rukhshah yang kami simpulkan dari kitab Taisir Ilmi Ushul al-Fiqh, Syaikh Abdullah bin Yusuf al-Juada’i.

Rukhshah [الرُّخصةُ] secara bahasa artinya ringan dan mudah. Sementara rukhshah secara istilah adalah

اسمٌ لِما شُرعَ متعلِّقًا بالعوارضِ خارجًا في وصفِهِ عن أصلهِ بالعُذْرِ

Istilah untuk sesuatu yang disyariatkan yang berkaitan dengan kondisi di luar sifat aslinya karena adanya udzur.

Untuk memahami definisi di atas, anda bisa perhatikan contoh berikut,

“Menjamak shalat karena udzur safar atau hujan.”

Jamak shalat termasuk sesuatu yang disyariatkan dalam islam, ketika terjadi kondisi tertentu.

Sifat asli shalat adalah dikerjakan pada waktu yang ditentukan. Namun ketika jamak, shalat itu boleh dikerjakan di luar waktunya, baik didahulukan seperti jamak taqdim, maupun ditunda seperti jamak ta’khir.

Sementara safar dan hujan merupakan udzur yang menjadi alasan untuk mengeluarkan aturan shalat dari sifat aslinya.

Contoh lain,

“Qashar shalat dzuhur bagi musafir”

Qashar termasuk istilah syar’i, yang dibolehkan ketika kondisi tertentu, yaitu safar.

Sifat asli shalat dzuhur adalah dikerjakan 4 rakaat. Namun karena alasan safar, shalat ini dikerjakan 2 rakaat, sehingga dia dikerjakan di luar sifat aslinya.

Sementara safar adalah udzur yang membolehkan melakukan qashar.

Rukhshah vs Azimah

Lawan dari rukhshah adalah azimah [العزيمَة].

Karena dia berkebalikan, azimah berarti hukum asal dari syariat yang Allah berikan kepada mukallaf.

Sedangkan rukhshah berarti kondisi yang keluar dari hukum asal disebabkan adanya udzur.

Artinya adanya rukhshah disebabkan ada udzur. Karena itu, rukhshah akan bertahan selama udzur masih ada. Sebaliknya, rukhshah dianggap tidak ada ketika udzur sudah tidak ada.

Sebab-Sebab Adanya Rukhshah

Rukhshah dalam syariat islam kembali kepada 7 sebab:

[1] Kondisi lemah yang dimiliki makhluk
Ini menjadi sebab digugurkannya kewajiban beban syariat (taklif) untuk anak kecil dan orang gila. Kondisi ini juga menjadi sebab diringankannya kewajiban beban syariat (taklif) untuk wanita, sehingga mereka tidak diwajibkan jumatan, shalat jamaah, atau berjihad.

[2] Sakit
Merupakan sebab dibolehkannya tidak puasa ketika ramadhan, mengambil posisi duduk ketika shalat wajib, atau menggunakan obat yang hukum asalnya terlarang, karena tidak ada pilihan yang lain.

[3] Safar
Merupakan sebab dibolehkannya tidak puasa ketika ramadhan, qashar shalat 4 rakaat, tidakw ajib jumatan, serta tambahan batas waktu bolehnya mengusap khuf ketika wudhu [1].

[4] Lupa
Merupakan sebab gugurnya dosa dan hukuman akhirat ketika seorang hamba melakukan kesalahan. Demikian pula, ini menjadi alasan tetap sah-nya ibadah seseorang (seperti puasa atau shalat), meskipun melanggar. Misalnya, lupa makan ketika puasa. Atau lupa tasyahud awal ketika shalat. Andai ini dilakukan dengan sengaja, tentu puasa dan shalatnya batal.

[5] Bodoh (الجـهل)
Kondisi tidak tahu (bodoh) selama itu terjadi bukan karena keteledoran (tidak mau belajar), bisa menjadi sebab gugurnya dosa dan hukuman di akhirat ketika seorang hamba melakukan kesalahan.

Orang yang melakukan akad riba karena tidak tahu, harta yang dia dapatkan selama tidak tahu, boleh dia manfaatkan. Akan tetappi, begitu dia tahu, dia tidak boleh lagi memanfaatkannya.

Seorang mujtahid yang salah dalam berijtihad, dia tetap mendapatkan pahala, sementara kesalahannya dimaafkan. Dia mendapatkan udzur karena tidak tahu kebenaran, setelah berusaha mencarinya.

[6] Paksaan (الإكراهُ)
Merupakan sebab dibolehkannya melanggar aturan yang dipaksakan kepada hamba, dalam rangka untuk menghindari ancaman yang membahayakannya.

Orang yang dipaksa untuk minum khamr, jika tidak akan dipukul kepalanya, boleh meminumnya.

Demikian pula, paksaan menggugurkan hukum perbuatan yang tidak diinginkan. Misalnya, suami dipaksa untuk menceraikan istrinya, maka cerai yang dia jatuhkan dinilai tidak sah.

[7] Kondisi umum dan meluas, yang susah untuk dihindari (عُمُومُ البلْوَى)
Keadaan yang tidak diinginkan, yang susah untuk dihindari, karena hampir terjadi di mana-mana, bisa menjadi alasan untuk dimaafkan (ditoleransi).

Orang yang mengalami salisul baul (beser), selalu keluar air kencing, dibolehkan mengerjakan shalat, sekalipun di tengah shalat keluar tetesan air kencing.

Ikhtilat (campur baur) antara lelaki dan perempuan pada asalnya dilarang. Namun ketika itu mustahil dihindari ketika thawaf, maka kondisi ini ditoleransi.

Hampir semua transaksi yang dilakukan manusia pasti ada gharar-nya (kondisi tidak jelas). Sehingga gharar yang tidak bisa dihindari, ditoleransi.

Macam-Macam Rukhshah

Bentuk rukhshah ada 3 macam:

[1] Dibolehkannya sesuatu yang haram karena dharurat

Dalam hal ini berlaku kaidah,

الضَّرُوراتُ تُبيحُ المحظُوراتِ

Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang dilarang

Misal, bolehnya mengkonsumsi bangkai atau darah atau makanan haram karena darurat.

Allah berfirman,

إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya..” (QS. al-Baqarah: 173)

[2] Dibolehkannya meninggalkan yang wajib

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وإذا أمرْتُكُم بأمرٍ فَأْتُوا منهُ ما استَطعتُمْ

Apabila aku perintahkan kalian untuk melakukan sesuatu, kerjakanlah semampu kalian. (Muttafaq ‘alaih).

Berdiri ketika shalat wajib, hukumnya rukun shalat. Namun bagi orang yang memiliki udzur, boleh melakukannya sambil duduk karena tidak mampu.

Puasa ramadhan hukumnya wajib. Namun bagi musafir atau orang yang sakit, boleh tidak puasa karena udzur, namun diqadha di luar ramadhan.

Allah berfirman,

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. (QS. al-Baqarah: 185).

[3] Diberlakukannya sebagian akad padahal sebagian syaratnya tidak bisa dipenuhi karena udzur atau karena tidak bisa dihindari.

Misalnya, jual beli salam atau akad istishna’, hukumnya dibolehkan. Meskipun ketika akad ini dilakukan, objek belum ada, sehingga terhitung sebagai jual beli ma’dum (barang yang belum ada).

Demikian.. semoga bermanfaat

Allahu a’lam

Ket: [1] Jika tidak safar, batas waktunya sehari-semalam. Jika safar batas waktunya selama 3 hari – 3 malam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

Renungan Surat al-Kahfi (Bagian II)


Renungan Surat al-Kahfi

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Pada kajian sebelumnya kita telah mengupas berbagai pelajaran berharga dari surat al-Kahfi. Kita akan kembali melanjutkan beberapa pelajaran penting lainnya, yang bisa kitagali dari surat al-Kahfi,

Pertama, semangat orang kafir untuk memurtadkan orang beriman, sekalipun melalui cara kekerasan.

إِنَّهُمْ إِنْ يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَنْ تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا

Sesungguhnya mereka jika berhasil menangkap kalian, mereka akan merajam kalian atau mengembalikan kalian ke agama mereka, dan kalian tidak akan beruntung selamanya.

Kedua, keputusan raja dan penguasa, tidak bisa jadi dalil sebuah kebenaran. Termasuk adanya bangunan di kuburan orang shaleh.

وَكَذَلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِمْ بُنْيَانًا رَبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَى أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِمْ مَسْجِدًا

Demikianlah kami pertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya”.

Setelah ashabul kahfi dibangunkan oleh Allah, keadaan mereka diketahui masyarakat sekitar. Hingga akhirnya penguasa mereka bermaksud mendirikan masjid di gua itu untuk mengenang kehebatan ashabul kahfi. Dan peristiwa ini bukan dalil anjuran membangun masjid di kuburan.

Ketiga, berbicara masalah ghaib tanpa dalil termasuk perbuatan tercela. Allah menyebutnya ‘rajman bil ghaib’ (nebak-nebak yang ghaib).

سَيَقُولُونَ ثَلَاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ

Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: “(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya”, menebak yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: “(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya”

Keempat, al-Quran bercerita tantang kejadian masa silam agar generasi selanjutnya mengambil pelajaran dariya. Karena itu, bagian yang tidak penting, tidak disebutkan al-Quran. Allah tidak menyebutkan berapa jumlah yang pasti untuk ashabul kahfi, siapa nama mereka, dst.

Kelima, dalam kasus yang kita tidak memiliki sumber kebenarannya, tidak selayaknya diperdebatkan dengan serius. Perdebatan hanya dilakukan di permukaan (mira’ dzahir), tidak sampai dimasukkan ke dalam hati.

قُلْ رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلَّا قَلِيلٌ فَلَا تُمَارِ فِيهِمْ إِلَّا مِرَاءً ظَاهِرًا

Katakanlah: “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit”. Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja…

Keenam, larangan untuk bertanya kepada orang yang tidak layak dimintai fatwa. Allah melarang Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya kepada orang yahudi tentang ashabul kahfi, karena mereka tidak memiliki ilmu yang detail tentangnya.

وَلَا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا

Jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka.

As-Sa’di menyebutkan, dua jenis manusia yang tidak layak dimintai fatwa,

  1. Orang yang memiliki keterbatasan pengetahuan apa yang difatwakan
  2. Orang yang kurang peduli dengan apa yang dia ucapkan, tidak memiliki rasa takut terhadap konsekuensi buruk fatwa.
(Tafsir as-Sa’di, hlm. 473)

Ketujuh, Allah melarang Nabi-Nya untuk menyampaikan rencana ke depan, tanpa digandengkan dengan kehendak Allah. Jika nabi dilarang, tentu umatnya juga lebih dilarang. Karena itu, ayat yang berisi perintah dan larangan untuk nabi, juga beraku untuk seluruh umatnya.

Kedelapan, mengembalikan suatu rencana kepada kehendak Allah, maka rencana itu akan dimudahkan, diberkahi, dan diberi pertolongan oleh Allah.

وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا ( ) إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ

jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, ( ) kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”.

Kesembilan, perintah untuk mengingat Allah ketika lupa.

وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ

“Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa…”

Ulama berbeda pendapat tentang makna kata ‘lupa’ dalam ayat ini,
  1. Lupa mengucapkan insyaaAllah ketika mengucapkan rencana, sekalipun menyampaikan rencana itu dilakukan kemarin atau bahkan jauh sebelum itu. (pendapat mayoritas ulama)
  2. Ingatlah Allah ketika engkau marah. (pendapat Ikrimah)
  3. Ingatlah Allah ketika melakukan maksiat. Karena maksiat termasuk lupa. (pendapat Ikrimah)
  4. Ingatlah Allah ketika lupa apapun, agar Allah mengingatkan kamu dari apa yang terlupakan. (pedapat al-Mawardi)

Kesepuluh, hikmah mengucapkan insyaaAllah ketika mengungkapkan rencana, agar kita tidak termasuk berdusta ketika rencana itu gagal. Kita juga dianjurkan mengucapkan isyaaAllah, ketika bertekad untuk berusaha memiliki karakter yang baik.

Nabi Musa menyatakan di haapan Khidr,

قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلَا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا

Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun”.

Kesebelas, perintah untuk selalu memohon hidayah,

وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا

Dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini.”

Karena itulah, kita diwajibkan untuk selalu memohon hidayah dalam setiap shalat, melalui bacaan surat al-Fatihah.

Allahu a’lam

insyaaAllah bersambung.. 
Baca artikel sebelumnya: Renungan Surat al-Kahfi (Bagian I)

Menanggapi Pembakaran Bendera Tauhid - Ustadz Abdul Somad, Lc. MA


USTADZ Abdul Somad menanggapi secara langsung aksi pembakaran bendera tauhid yang dilakukan Barisan Anshor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) beberapa waktu lalu.

Dipaparkannya, bendera tauhid berarti pengobar semangat dalam perang dan penjaga persatuan dalam perdamaian.

Hal tersebut disampaikan Ustadz Abdul Somad lewat channel youtube @TaffaquhVideo pada Senin (29/10/2018) malam.

Ustadz Abdul Somad menjelaskan awal mula kisah bendera tauhid ketika zaman Nabi Muhammad SAW.

"Yang paling tinggi referensi dalam Islam, Alquran. Ahli sunnah wal jama'ah menggunakan sunnah sahih Al Buchori. Di bawah (Sunnah) Sahih Buchori, Sahih Muslim. Disusun oleh Imam Muslim Ibnu Majah An Naisaburi Al Husairi, meninggal tahun 261 hijrah," jelas Ustadz Abdul Somad.

Berikut Video Lengkap dari Ustadz Abdul Somad, Lc. MA - Menanggapi Pembakaran Bendera Tauhid. Diharapkan untuk menonton Video dari awal sampai selesai baru di tarik kesimpulan. Terimakasih

Hukum Menjarah Saat Bencana


Pertanyaan : 
Apa hukum penjarahan mini market ketika suasana bencana, seperti gempa dan tsunami baru-baru ini? Apakah alasan bencana membolehkan hal itu?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Terdapat kaidah yang mengatakan,

الحدود تدرأ بالشبهات

Hukuman had, digugurkan karena alasan syubhat.

Hukuman had adalah hukuman bagi pelaku kriminal yang sudah ditentukan dalam islam. Seperti potong tangan bagi pencuri. Sementara yang dimaksud syubhat adalah semua alasan yang bisa menggugurkan hukuman, misalnya kelaparan atau ketidak-jelasan.

Para ulama menegaskan, bahwa pencurian atau penjarahan ketika musim kelaparan, menggugurkan hukuman had.

As-Saerozi – Ulama Syafiiyah – dalam al-Muhadzab mengatakan,

وإن سرق الطعام عام المجاعة نظرت، إن كان الطعام موجوداً قطع، لأنه غير محتاج إلى سرقته، وإن كان معدوماً لم يقطع، لما روي عن عمر ـ رضي الله عنه ـ أنه قال: لا قطع في عام المجاعة أو السنة ـ ولأن له أن يأخذه، فلم يقطع فيه

Jika ada orang yang mencuri ketika kelaparan, maka dilihat, Jika makanan masih ada, maka dia dipotong tangannya, karena dia tidak butuh untuk mencuri makanan itu. namun jika dia tidak memiliki makanan, tidak dipotong tangannya. Berdasarkan riwayat dari Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau mengatakan, ‘Tidak ada potong tangan ketika musim kelaparan’, dan dia juga punya hak untuk mengambil makanan, sehingga tidak dipotong tangannya. (al-Muhadzab, 2/282).

Pada pernyataan beliau di atas, dalam kondisi kelaparan dan langka makanan, orang boleh mencuri. Dan ini yang menjadi salah satu syubhat untuk tidak dipotong tangannya.

Ibnul Qoyim dalam I’lamul Muwaqqi’in mengatakan,

إذا كانت سنة مجاعة وشدة غلب على الناس الحاجة والضرورة، فلا يكاد يسلم السارق من ضرورة تدعوه إلى ما يسد به رمقه، ويجب على صاحب المال بذل ذلك له، إما بالثمن أو مجانا، على الخلاف في ذلك

Jika terjadi kelaparan yang mencekam sehingga masyarakat mengalami kondisi terpaksa dan darurat, maka pencuri tidak ada yang melakukan aksinya selain karena alasan darurat untuk menutupi kebutuhan makannya. Dan wajib bagi pemilik harta untuk memberikan harta itu kepadanya, baik dengan cara membeli atau gratis, ada khilaf ulama dalam masalah ini.

Kemudian Ibnul Qoyim melanjutkan,

والصحيح وجوب بذله مجانا لوجوب المواساة وإحياء النفوس مع القدرة على ذلك والإيثار بالفضل مع ضرورة المحتاج، وهذه شبهة قوية تدرأ القطع عن المحتاج… لا سيما وهو مأذون له في مغالبة صاحب المال على أخذ ما يسد رمقه

Dan pendapat yang benar, wajib bagi pemilik makanan untuk menyerahkan makanan itu secara gratis. Mengingat adanya kewajiban kesamaan sepenanggungan dan menjaga jiwa selama masih mampu dilakukan, dan mendahulukan orang lain dengan makanan di luar kebutuhan pokoknya ketika orang yang membutuhkan dalam kondisi darurat. Dan ini syubhat yang sangat kuat, yang menggugurkan hukuman potong tangan bagi orang yang membutuhkan… terlebih dia diizinkan untuk memaksa pemilik makanan agar dibolehkan mengambil makanan yang cukup untuk mengatasi kelaparannya. (I’lamul Muwaqqi’in, 3/11)

Jika kondisi membutuhkan tidak sampai pada batas darurat, tidak kami jumpai adanya pernyataan dari ulama yang membolehkan pencurian. Artinya pencurian tetap dilarang, sehingga tidak menghilangkan dosa mencuri. Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan,

الاضطرار شبهة تدرأ الحد، والضرورة تبيح للآدمي أن يتناول من مال الغير بقدر الحاجة ليدفع الهلاك عن نفسه… والحاجة أقل من الضرورة فهي كل حالة يترتب عليها حرج شديد وضيق بين، ولذا فإنها تصلح شبهة لدرء الحد، ولكنها لا تمنع الضمان والتعزير

Darurat termasuk syubhat yang menggugurkan hukuman had. Darurat membolehkan manusia untuk mengambil harta orang lain, sesuai kebutuhannya untuk menghindari resiko kematian dirinya…

Kondisi hajat (kondisi butuh) lebih ringan dibandingkan darurat. Hajat adalah semua keadaan yang menyebabkan kesulitan besar, karena itu bisa dijadikan alasan syubhat untuk menggugurkan hukuman had. Namun ini tidak menghalangi adanya ganti rugi maupun hukuman ta’zir (hukuman selain had). (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 24/298-299).

Penjelasan para ulama terkait kondisi hajat dan kondisi darurat di atas hanya berlaku untuk pencurian dalam bentuk makanan atau semua hal yang dibutuhkan untuk mempertahankan hidup. Adapun properti lainnya yang tidak berkaitan dengan pertahanan hidup, seperti televisi atau perabotan, hukumnya seperti hukum asal, yaitu dilarang untuk diambil.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits 

Renungan Surat Al-Kahfi (Bagian I)


Renungan Surat al-Kahfi


Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,


Setiap jumat, kita dianjurkan membaca surat al-Kahfi. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan, orang yang membacanya akan mendapatkan cahaya. Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jumat, dia akan disinari cahaya antara dirinya dan Ka’bah.” (HR. ad-Darimi 3470 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahihul Jami’, 6471)

Dalam riwayat lain, beliau bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

“Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jumat, dia akan disinari cahaya di antara dua Jumat.” (HR. Hakim 6169, Baihaqi 635, dan dishahihkan al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 6470)

Bahkan, karena kuatnya pengaruh cahaya yang Allah berikan, orang yang memperhatikan surat al-Kahfi, akan dilindungi dari fitnah Dajjal. Dari Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُورَةِ الْكَهْفِ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ

Siapa yang menghafal 10 ayat pertama surat al-Kahfi maka dia akan dilindungi dari fitnah Dajjal. (HR. Muslim 1919, Abu Daud 4325, dan yang lainnya)

Surat Pelindung Fitnah

Jika orang yang merenungi surat al-Kahfi terlindung dari fitnah Dajjal – sementara itu salah satu fitnah terbesar – maka berpeluang besar bagi orang yang memahaminya untuk terlindung dari fitnah (ujian) lainnya.

Dalam surat al-Kahfi, terdapat 4 kisah, yang semuanya memberikan pelajaran kita sikap yang tepat dalam menghadapi berbagai macam fitnah (ujian).
  1. Kisah ashabul kahfi yang lari meninggalkan kampung halamannya dalam rangka menjaga imannya. (ujian karena agama)
  2. Kisah shohibul jannatain (pemilik dua kebun), yang kufur kepada Tuhannya karena silau dengan dunianya. (fitnah harta)
  3. Kisah Musa dengan Khidr. Musa diperintahkan untuk belajar kepada Khidr, sekalipun beliau seorang nabi yang memiliki Taurat. Karena di atas orang yang berilmu, ada yang lebih berilmu. (ujian karena ilmu)
  4. Kisah Dzulqarnain. Seorang raja penguasa hampir semua permukaan dunia. Kekuasaannya membentang dari ujung timur hingga ujung barat. Namun beliau jadikan kekuasaannya untuk menegakkan keadilan dan syariat bagi seluruh manusia. (fitnah kekuatan dan kekuasaan)

Surat Peneguh Hati

Mayoritas ulama mengatakan, surat al-Kahfi Allah turunkan sebelum hijrah. Sehingga surat ini digolongkan sebagai surat Makiyah. Tepatnya, surat ini diturunkan menjelang hijrahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Seolah surat ini menjadi mukadimah, untuk perjuangan besar bagi kaum muslimin, hijrah meninggalkan kampung halamannya, berikut harta dan keluarganya.

Tentu saja, butuh perjuangan yang tidak ringan. Mereka harus siap dengan segala resiko, ketika mereka pindah ke Madinah. Semuanya serba menjadi taruhan. Mempertaruhkan hartanya untuk ditinggal di Mekah. Mempertaruhkan hubunngan keluarganya karena harus pisah di dua negeri yang berbeda. Mempertaruhkan keselamatan jiwa sesampainya di Madinah, yang masih harus bersaing dengan yahudi di sekitarnya.

Allah kuatkan hati mereka dengan kisah:
  1. Ashabul kahfi, mengajarkan bahwa manusia harus mempertahankan agamanya, sekalipun dia harus terusir dari kampung halamannya.
  2. Cerita Shohibul Jannatain (pemilik kebun), mengajarkan agar manusia tidak silau dengan harta, sehingga lebih memilih dunia dan meninggalkan agamanya.
  3. Kisah Musa & Khidir, bahwa orang harus mendatangi sumber ilmu dan hidayah, dimanapun dia berada.
  4. Kisah Dzulqarnain, bahwa bumi ini akan Allah wariskan kepada siapapun yang Allah kehendaki diantara hamba-Nya.

Demikian istimewanya surat ini, hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jadikan sebagai sumber cahaya bagi manusia. Sehingga mereka terhindari dari fitnah Dajjal, fitnah dunia, dan agama. Tentu saja, ini bagi mereka yang berusaha merenungi kandungan isi dan maknanya.

Berikut, kita akan mengkaji beberapa renungan terhadap kandungan surat al-Kahfi,

Pertama, surat ini diawali dengan menetapkan segala pujian untuk Allah. Dan dalam al-Quran, terdapat 5 surat yang diawali dengan bacaan hamdalah: al-Fatihah, al-An’am, al-Kahfi, Saba’, dan Fathir.

Kita memuji Allah dalam semua keadaan, sekalipun makhluknya sedang mendapatkan ujian dan musibah.

Kedua, bahwa al-Quran adalah sumber ilmu yang lurus tanpa ada sedikitpun yang bengkok.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا ( ) قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ

Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; ( ) sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal saleh

Ketiga, segala kenikmatan dunia hanya hiasan, dalam menguji manusia, siapakah diantara mereka yang tetap berusaha beribadah dan tidak tertipu dengannya.

إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.

Keempat, dai yang ikhlas, bisa saja mendapatkan tekanan batin karena beban berat dakwah. Tak terkecuali, inipun dialami manusia terbaik, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَى آَثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا

Barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka (orang kafir) berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (al-Quran).

Kelima, manusia harus berusaha menyelamatkan agama dan aqidahnya, sekalipun dia harus terusir dari negerinya. Bahkan sekalipun dia harus tinggal di gua dengan segala keterbatasannya.

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آَيَاتِنَا عَجَبًا ( ) إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا رَبَّنَا آَتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim itu, mereka termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang mengherankan? ( ) (Ingatlah) tatkala para pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”

Keenam, Allah akan memberi tambahan dan kekuatan hidayah bagi orang yanng komitmen dengan kebenaran dan berani menampakkan

وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا

Kami meneguhkan hati mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”.

Ketujuh, meninggalkan kemaksiatan belum dinilai sempurna hingga dia meninggalkan pelakunya,

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ

Apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu

Kedelapan, orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah ganti dengan yang lebih baik. Asahbul kahfi meninggalkan kehangatan kampung halamannya dan keluarganya, Allah ganti dengan kehangatan hidayah dan rahmat dari-Nya.

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرفَقًا

Apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.

Kesembilan, Allah jaga hamba-Nya yang sholeh, meskipun mereka sedang istirahat. Ashabul kahfi dijaga oleh Allah, sekalipun mereka sedang istirahat di gua. Sehingga tidak ada satupun makhuk yang berani mengganggu maupun membangunkan mereka.

وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ وَكَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا

Kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari merekadengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka.

Kesepuluh, tawakkal yang sejati, adalah pasrah kepada Allah setelah berusaha mengambil sebab. Ashabul kahfi membawa uang untuk bekal mereka ketika mereka pergi meninggalkan kampungnya.

قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُمْ بِوَرِقِكُمْ هَذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنْظُرْ أَيُّهَا أَزْكَى طَعَامًا فَلْيَأْتِكُمْ بِرِزْقٍ مِنْهُ

Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu

Allahu a’lam

Bersambung, insyaaAllah…
Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Hak Khiyar dalam Pernikahan

Setelah Akad Istri Tahu Ternyata Suaminya Cacat, Apakah Nikahnya Batal

Apakah ada hak khiyar aib dalam akad nikah? Misalnya, istri menjumpai di badan suaminya penuh dengan kudis. Dan ini tidak pernah diceritakan sebelum akad, apakah boleh membatalkan akad nikah?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ulama berbeda pendapat terkait keberadaan aib pada salah satu pasangan, suami atau istri yang tidak diketahui sebelumnya. Apakah setelah tahu, pihak yang normal memiliki hak untuk fasakh (membatalkan akad nikah)?.

Pendapat Pertama, jika salah satu pasangan menjumpai adanya aib pada pasangannya yang lain, misal istri menjumpai ada aib pada suaminya (dengan batas tertentu) maka boleh dilakukan fasakh nikah. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.

Pendapat Kedua, tidak ada hak fasakh baginya untuk melakukan fasakh. Ini merupakan pendapat Dzahiriyah.

Alasan masing-masing pendapat cukup panjang untuk dipaparkan di sini, intinya kembali kepada masalah hak yang dijaga dalam syariat, yaitu hak khiyar.

Dalam semua akad, ada HAK KHIYAR. Termasuk dalam akad jual beli. Jika penjual atau pembeli merasa dirugikan dengan akad yang dia lakukan, dan sebelumnya dia tidak tahu, maka pihak yang dirugikan berhak untuk membatalkan akad dengan hak khiyar yang dia miliki.

Jika ini berlaku dalam jual beli, seharusnya ini lebih berlaku dalam akad nikah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَحَقُّ مَا أَوْفَيْتُمْ مِنَ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ

Kesepakatan yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah kesepakatan dalam akad yang menghalalkan kemaluan (akad nikah). (HR. Bukhari 5151 dan Ahmad 17362).

Ibnul Qoyim mengatakan,

والقياس : أن كل عيبٍ ينفِّر الزوج الآخر منه ، ولا يحصل به مقصود النكاح من الرحمة والمودة : يوجب الخيار ، وهو أولى من البيع ، كما أن الشروط المشترطة في النكاح أولى بالوفاء من شروط البيع ، وما ألزم الله ورسوله مغروراً قط ، ولا مغبونا بما غُرَّ به ، وغبن به

Analoginya, bahwa semua aib yang menyebabkan salah satu pasangan menjadi benci kepada yang lain, sehingga tidak terwujud tujuan nikah, yaitu rasa kasih sayang dan kecintaan, maka ini mengharuskan adanya hak khiyar (memilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad). Dan hak khiyar dalam masalah ini lebih dihargai dibandingkan hak khiyar dalam jual beli. Sebagaimana pengajuan syarat dalam nikah lebih dihargai dibandingkan pengajuan syarat dalam jual beli. Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mewajibkan untuk bertahan dalam kondisi tertipu. (Zadul Ma’ad, 5/163).

Namun jika setelah istri menjumpai aib itu dan dia ridha, maka tidak berhak untuk mengajukan fasakh.

Ibnu Qudamah menjelaskan,

ومِن شَرْط ثبوت الخيار بهذه العيوب أن لا يكون عالماً بها وقت العقد ، ولا يرضى بها بعده ، فإن علِم بها في العقد أو بعده فرضي : فلا خيار له ، لا نعلم فيه خلافاً ؛ لأنه رضي به ، فأشبه مشتري المعيب

Bagian dari syarat adanya hak khiyar aib ini adalah dia belum mengetahui aib itu ketika akad dan setelah akad dia tidak rela. Jika sudah diketahui ketika akad atau dia rela setelah akad, maka tidak ada hak khiyar baginya. Kami tidak mengetahui adanya khilaf dalam masalah ini, karena dia telah ridha. Sebagaimana orang yang membeli barang yang ada aibnya. (al-Mughni, 7/579).

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Baitul Izzah, Rumah di Langit Dunia


Pertnyaan :
Betulkah ada rumah baitul izzah di langit dunia? Seperti apa keterangannya?

Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ada dua rumah di langit,

[1] Baitul ma’mur [البيت المعمور]

[2] Baitul Izzah [بيت العزّة]

Mengenai baitul ma’mur, Allah jadikan tempat ini sebagai sumpahnya di surat at-Thur:

وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ

Demi Baitul Ma’mur. (QS. at-Thur: 4)

Juga disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis yang sangat panjang, bercerita tentang peristiwa isra’ mi’raj, dari sahabat Malik bin Sha’sha’ah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan,

فَأَتَيْنَا السَّمَاءَ السَّابِعَةَ فَأَتَيْتُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنِ ابْنٍ وَنَبِىٍّ، فَرُفِعَ لِي الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ ، فَقَالَ : هَذَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ ، يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ ، إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ

“Kami mendatangi langit ketujuh. Lalu aku mendatangi Nabi Ibrahim, aku memberi salam kepadanya dan beliau menyambut, “Selamat datang putraku, sang Nabi.” Lalu aku melihat Baitul Makmur. Akupun bertanya kepada Jibril. Lalu beliau menjawab,

“Ini adalah Baitul Makmur, setiap hari, tempat ini dikunjungi 70.000 Malaikat untuk melakukan shalat di sana. Setelah mereka kaluar, mereka tidak akan kembali lagi ke tempat ini.” (HR. Bukhari 3207 & Muslim 162).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ فِي السَّمَاءِ السَّابِعَةِ، يَدْخُلُهُ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ، ثُمَّ لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ

Baitul ma’mur ada di langit ketujuh, setiap hari dimasuki oleh 70.000 malaikat, dan mereka tidak kembali lagi.. (HR. Ahmad 12558 dan disahihkan Syuaib al-Arnauth).

Keterangan selengkapnya mengenai Baitul Ma’mur, bisa dipelajari di:
Apa itu Baitul Makmur?
Adapun baitul izzah, adalah tempat di langit dunia. Mengenai keberadaannya disebutkan dalam riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

فُصِلَ القُرْآنُ مِنَ الذِّكْرِ [أي: اللّوح المحفوظ]، فَوُضِعَ فِي بَيْتِ العِزَّةِ مِنَ السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَجَعَلَ جِبْرِيلُ عليه السّلام يَنْزِلُ بِهِ عَلَى النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلّم

Al-Quran dipisahkan dari ad-Dzikr (Lauhul Mahfudz) lalu diletakkan di Baitul Izzah di langit dunia. Kemudian Jibril menyampaikannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Hakim dalam al-Mustadrak 2/223, Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf 10/533, dan dishahihkan oleh ad-Dzahabi).

Az-Zarqani memberikan komentar untuk riwayat Ibnu Abbas,

وهي أحاديث موقوفة على ابن عبّاس غير أن لها حكم المرفوع إلى النبيّ صلّى الله عليه وسلّم لما هو مقرّر من أنّ قول الصّحابيّ فيما لا مجال للرّأي فيه، ولم يعرف بالأخذ عن الإسرائيليّات حكمه حكم المرفوع

Hadis ini mauquf sampai Ibnu Abbas, hanya saja dihukumi marfu’ sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berdasarkan kaidah bahwa perkataan sahabat, untuk masalah di luar logika, dan dia bukan termasuk orang yang suka menerima berita israiliyat, maka status perkataannya sama seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau melanjutkan,

ولا ريب أنّ نزول القرآن إلى بيت العزّة من أنباء الغيب الّتي لا تعرف إلاّ من المعصوم، وابن عبّاس رضي الله عنه لم يعرف بالأخذ عن الإسرائيليّات، فثبت الاحتجاج بها

Tidak diragukan bahwa turunnya al-Quran ke baitul izzah termasuk berita ghaib, yang tidak bisa diketahui kecuali melalui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ma’shum. Dan Ibnu Abbas juga bukan orang yang dikenal suka menerima berita israiliyat, sehingga perkataan beliau dalam hal ini boleh dijadikan dalil. (Manahil al-Urfan, 1/45).

Demikian, Semoga bermanfaat…

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Apa itu Baitul Makmur?


Pertanyaan :
Apa itu baitul makmur? Saya sering mendengarnya, mohon dijelaskan? Bolehkah kita menamai masjid dg Baitul Makmur

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Nama Baitul Makmur disebutkan oleh Allah dalam al-Quran, tepatnya di surat at-Thur,

وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِْ وَالسَّقْفِ الْمَرْفُوعِْ . وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ

“Demi Baitul Ma’mur. Demi atap yang ditinggikan (langit). Demi laut yang di dalam tanahnya ada api,” (QS. at-Thur: 4 – 6)

Baitul Makmur adalah bangunan yang sangat mulia, berada di langit ketujuh. Di sanalah para Malaikat beribadah, sebagaimana manusia beribadah di sekitar Ka’bah.

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjalani peristiwa Isra Mi’raj, sesampainya di langit ketujuh, beliau melihat Baitul Makmur.

Ketika mengisahkan peristiwa Isra Mi’raj, beliau mengatakan,

فَأَتَيْنَا السَّمَاءَ السَّابِعَةَ فَأَتَيْتُ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَرْحَبًا بِكَ مِنِ ابْنٍ وَنَبِىٍّ، فَرُفِعَ لِي الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ ، فَقَالَ : هَذَا الْبَيْتُ الْمَعْمُورُ ، يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ ، إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ

Kami mendatangi langit ketujuh. Lalu aku mendatangi Nabi Ibrahim, aku memberi salam kepadanya dan belia menyambut, “Selamat datang putraku, sang Nabi.” Lalu aku melihat Baitul Makmur. Akupun bertanya kepada Jibril.

“Ini adalah Baitul Makmur, setiap hari, tempat ini dikunjungi 70.000 Malaikat untuk melakukan shalat di sana. Setelah mereka kaluar, mereka tidak akan kembali lagi ke tempat ini.” (HR. Bukhari 3207 & Muslim 162).

Karena itulah, Allah jadikan tempat ini sebagai sumpah-Nya, sebagaimana disebutkan pada ayat di atas, “Demi Baitul Makmur.” Dan seperti yang kita tahu, makhluk yang Allah jadikan sebagai sumpah adalah makhluk yang mulia, yang menunjukkan keagungan Sang Penciptanya.

Baitul Makmur, Ka’bahnya Penghuni Langit

Al-Hafidz Ibnu Katsir ketika menjelaskan tafsir ayat di atas, beliau mengatakan,

ذاك البيت هو كعبة أهل السماء السابعة ؛ ولهذا وجد إبراهيم الخليل عليه السلام ، مسندا ظهره إلى البيت المعمور ؛ لأنه باني الكعبة الأرضية ، والجزاء من جنس العمل

Baitul makmur itu adalah ka’bah bagi penghuni langit ketujuh. Untuk itu, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Nabi Ibrahim ‘alahis salam menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur. Karena beliau yang membangun Ka’bah di bumi, dan balasan sejenis dengan amal. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/428)

Baitul Makmur Sejajar Ka’bah

At-Thabari meriwayatkan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu tentang Baitul Makmur.

Jawaban Ali Radhiyallahu ‘anhu,

بيت في السماء بحيال البيت، حرمة هذا في السماء كحرمة هذا في الأرض، يدخله كل يوم سبعون ألف ملك، ولا يعودون إليه

Itu adalah bangunan di langit, sejajar dengan Ka’bah. Kemuliaan bangunan ini di langit sebagaimana kemuliaan Ka’bah di bumi. Setiap hari dimasuki oleh 70.000 malaikat, dan mereka tidak kembali lagi. (Tafsir at-Thabari 22/455 dan dishahihkan al-Albani).

At-Thabari juga menyebutkan riwayat yang mursal dari Qatadah (ulama tabi’in), beliau mengatakan,

ذكر لنا؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم قال يوماً لأصحابه: هل تدرون ما البيت المعمور؟ قالوا: الله ورسوله أعلم، قال: فإنه مسجد في السماء، تحته الكعبة، لو خرّ لخر عليها

Sampai kepada kami informasi bahwa satu hari, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda di hadapan para sahabatnya, “Tahukah kalian, apa itu Baitul Makmur?” jawab beliau, “Allah dan Rasul-Nya yang paling tahu.”

Lalu beliau menjelaskan, “Baitul Makmur adalah bangunan masjid di langit, tepat di bawahnya adalah Ka’bah. Andai masjid ini jatuh, dia akan jatuh di atas Ka’bah.” (Tafsir at-Thabari 22/456. Riwayat ini juga dikutip Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, 7/429).

Dalam Silsilah as-Shahihah dinyatakan,

وجملة القول أن هذه الزيادة ((حيال الكعبة)) ثابتة بمجموع طرقها

Kesimpulan keterangan bahwa tambahan riwayat ‘sejajar dengan Ka’bah’ statusnya shahih, dengan gabungan semua jalur periwayatannya. (as-Silsilah as-Shahihah, 1/476).

Tidak Boleh Menamai Masjid dengan Baitul Makmur

Kesimpulan ini disampaikan dalam Fatwa Islam,

وإذا كان هذا البيت بهذه المثابة والمنزلة ، فلا يجوز أن يسمى به أي بيت أو محل أو منشأة ، كما لا يجوز أن تسمى هذه الأشياء بالكعبة أو بالبيت الحرام أو بغير ذلك من الأسماء المعظمة ؛ لما في ذلك من الامتهان ، وانتفاء المشابهة

Mengingat bangunan ini memiliki kedudukan yang sangat mulia seperti yang disebutkan, maka kalimat ini tidak boleh digunakan untuk menamakan satu rumah, atau tempat, atau bangunan apapun. Sebagaimana kita tidak boleh memberi nama tempat di sekitar kita dengan nama Ka’bah atau Baitul Haram, atau nama-nama lainnya yang diagungkan. Karena termasuk bentuk pennghinaan dan agar tidak dianggap menyerupakan. (Fatawa al-Islam, no. 120126)

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Hukum Menerima Beasiswa LPDP


Hukum Menerima Beasiswa LPDP

Apa hukum beasiswa LPDP? Ada yang mengatakan itu berasal bunga deposito dana abadi APBN. Ada juga yang mengatakan, itu dari pajak rakyat, dst. Kami sendiri ragu mengenai statusnya.

Jawab:

Jika kita sepakat bahwa dana asal LPDP adalah APBN yang ‘dikembangkan’, maka kita bisa memahami bahwa beasiswa LPDP untuk para pelajar adalah pemberian (athiyah) dari pemerintah kepada rakyat.

Pemberian (athiyah) dari pemerintah kepada rakyat memiliki hukum yang berbeda-beda, tergantung sumber harta pemberian itu. Berikut ini kami cantumkan keterangan dari al-Hafidz Ibnu Hajar – ulama ahli hadis bermadzhab Syafii –.

Al-Hafidz Ibnu Hajar membuat kesimpulan mengenai hukum menerima pemberian dari pemerintah. Dalam Fathul Bari Penjelasan Sahih Bukhari,

وكان بعضهم يقول يحرم قبول العطية من السلطان وبعضهم يقول يكره وهو محمول على ما إذا كانت العطية من السلطان الجائر والكراهة محمولة على الورع وهو المشهور من تصرف السلف والله أعلم


Sebagian ulama mengatakan, haram menerima pemberian dari pemerintah. Sebagian mengatakan makruh. Untuk yang mengatakan haram, dipahami pada pemberian dari pemerintah yang dzalim. Sementara untuk yang mengatakan makruh, dipahami sebagai bagian dari sikap wara’. Dan sikap ini sesuatu masyhur bagi muamalahnya para ulama salaf – Allahu a’lam –

والتحقيق في المسألة أن من علم كون ماله حلالا فلا ترد عطيته ومن علم كون ماله حراما فتحرم عطيته ومن شك فيه فالاحتياط رده وهو الورع ومن أباحه أخذ بالأصل


Kesimpulan dari masalah ini, bahwa siapa yang mengetahui status harta itu adalah harta halal, maka jangan ditolak pemberiannya. Dan siapa yang mengetahui bahwa status harta itu adalah harta haram, maka haram pemberiannya. Dan siapa yang ragu, maka sebagai bentuk kehati-hatian, harta itu dikembalikan. Dan itulah sikap wara’. Sementara orang yang membolehkannya (harta meragukan), dia berpijak kepada hukum asal. (Fathul Bari, 3/338)

Maksud kalimat, ‘Sementara orang yang membolehkannya (harta meragukan), dia berpijak kepada hukum asal’ bahwa hukum asalnya harta pemberian itu tidak bercampur dengan sesuatu yang haram.

Diceritakan oleh Syaikh Abdurrahman as-Suhaim bahwa Syaikh Ibnu Baz dalam pelajarannya pernah menyampaikan,

إذا جاءه مال مِن قريبه أو صديقه ، وهو لا يعلم حقيقته ؛ فَلَه أخذه. أما إن عَلِم أنه مال فلان ، أو أنه ثمن خمر ، أو أنه رِبا ؛ فلا يأخذه


Ketika seseorang mendapatkan harta dari kerabat atau teman, dan dia tidak tahu hakekatnya, maka dia boleh menerima harta itu. Namun jika dia tahu, bahwa harta yang diberikan kepadanya adalah harta milik si A atau hasil jualan khamr atau hasil riba, maka dia tidak boleh menerimanya.

Sumber: http://www.almeshkat.net/vb/showthread.php?t=126836
Apakah Beasiswa LPDP Halal?

Ini kembali kepada pertanyaan, dari mana asal dana beasiswa ini. Kami sendiri belum mendapatkan informasi yang memadai mengenai asal dana beasiswa LPDP. Namun pada prinsipnya, jika anda yakin dana itu berasal dari riba atau sesuatu yang haram lainnya, maka seharusnya dihindari. Dan siapa yang masih ragu, bisa menggunakan acuan seperti yang dinyatakan al-Hafidz Ibnu Hajar.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Tanda-Tanda Terkena Gangguan Jin dan Penyakit ‘Ain



Pertanyaan:
Bagaimana seseorang bisa mungkin mengetahui kalau dirinya terkena gangguan jin atau terkena penyakit ‘ain?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah Ta’ala.

Orang-orang yang ahli ruqyah syar’iyyah meneyebutkan beberapa tanda (gejala) yang bisa digunakan sebagai petunjuk bahwa seseorang terkena gangguan jin atau terkena penyakit ‘ain. Ini adalah tanda-tanda yang tidak pasti, terkadang berbeda-beda sesuai dengan keadaan, dan terkadang bertambah parah atau ringan pada keadaan yang lain.

Adapun tanda-tanda gangguan jin adalah:
  1. Berpaling atau lari (menjauh) yang ekstrim dari mendengar adzan atau mendengar (bacaan) Al-Qur’an.
  2. Pingsan, tidak sadar, kejang (kesurupan), atau jatuh saat dibacakan Al-Qur’an kepadanya.
  3. Banyaknya melihat hal-hal yang menakutkan.
  4. Menyendiri, menyepi atau perilaku-perilaku aneh.
  5. Terkadang jin yang mengganggu tersebut bisa berbicara ketika dibacakan (Al-Qur’an) kepadanya.

Adapun tanda terkena gangguan ‘ain, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz As-Sadhan hafidzahullahu Ta’ala berkata,

“Tanda-tanda (‘ain) berikut ini, jika bukan karena penyakit jasmani (penyakit medis), maka umumnya dalam bentuk:

sakit kepala yang berpindah-pindah; pucat di wajah; sering berkeringat dan buang air kecil; nafsu makan lemah; mati rasa, panas atau dingin di anggota badan; “deg-degan” di jantung (detak jantung yang cepat dan tidak beraturan, pen.); rasa sakit yang berpindah dari bawah punggung dan bahu; bersedih dan merasa sempit (sesak) di dada; berkeringat di malam hari; perilaku (emosi) berlebihan, seperti ketakutan yang tidak wajar; sering bersendawa, menguap atau terengah-engah; menyendiri atau suka mengasingkan diri; diam atau malas bergerak; senang (terlalu banyak) tidur; adanya masalah kesehatan tertentu tanpa ada sebab-sebab medis yang diketahui.

Tanda-tanda tersebut atau sebagiannya bisa ditemukan tergantung pada kuat atau banyaknya ‘ain.” (Ar-Ruqyah Syar’iyyah, hal. 10)

Sebagai faidah tambahan, bisa melihat fatwa kami nomor 240 [1] dan 20954 [2].

***

@Erasmus MC NL Na-1001, 16 Dzulqa’dah 1439/ 31 Juli 2018

Penerjemah: M. Saifudin Hakim


Catatan kaki:
[1] https://islamqa.info/ar/240
[2] https://islamqa.info/ar/20954
[3] Fatwa di atas kami terjemahkan dari: https://islamqa.info/ar/125543