Azab Bagi Orang yang Tidak Bersuci Dengan Benar



Ibnu Abbas Ra mengisahkan bahwa suatu hari Rasulullah Saw melintasi dua makam, lalu beliau berkata, “Sesungguhnya mereka berdua sedang disiksa, mereka bedua disiksa bukan disebabkan melakukan dosa besar. Salah satu dari mereka disiksa karena tidak sampai bersih saat bersuci dari buang air kecil.”Seorang perempuan Yahudi mendatangi Aisyah seraya berkata, “Sesungguhnya azab kubur itu disebabkan oleh air kencing.” Mendengar perkataannya, Aisyah berkata, “Engkau bohong.”

Perempuan Yahudi itu menjelaskan, “Karena air kencing itu mengenai kulit dan pakaian.”Kemudian Rasulullah Saw keluar untuk mengerjakan salat, sedangkan suara kami semakin keras terdengar (karena ribut). Mendengar keributan ini Rasulullah Saw bertanya, “Ada apa ini?” Aisyah pun menceritakan kepadanya apa yang telah dikatakan oleh perempuan Yahudi tadi, setelah itu Rasulullah Saw bersabda, “Dia memang benar.”

Abdurrahman bin Hasaah mendengar Rasulullah Saw bertanya “Tahukah kalian apa yang telah menimpa salah seorang Bani Israil? Dulu, saat mereka terkena air kencing, mereka segera membersihkannya dengan memotong pakaian yang terkena percikkan air kencing tersebut. Melihat perbuatan ini, orang itu melarang mereka, maka dia pun diazab dalam kuburnya.

Dalam hadist yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra secara mauquf, Rasulullah Saw bersabda, ” Kebanyakan siksa kubur itu disebabkan air kencing.” Pada suatu malam Abdullah bin Umar pergi ke rumah seorang perempuan tua yang di samping rumahnya terdapat pemakaman. Lalu dia mendengar suara lirih yang berkata, “Kencing, apa itu kencing? Gayung, apa itu gayung?” Abdullah bin Umar pun berkata, “Celaka, apa yang terjadi?” Perempuan tua itu menjawab, “Itu adalah suara suamiku yang tidak pernah bersuci dari buang air kecil.”

Mendengar penjelasan tersebut, Abdullah bin Umar berkata, “Celakalah dia! Unta saja kalau kencing bersuci, tapi dia malah tidak peduli.” Perempuan tua itu kembali menuturkan kisah suaminya : Ketika suamiku sedang duduk, ada seorang lelaki mendatanginya seraya berkata, “Berilah aku minum, aku sangat haus.” Suamiku malah berkata, “Engkau membawa gayung sedangkan gayung kami tergantung.” Orang itu berkata, “Wahai tuan, berilah aku minum, aku hampir mati kehausan.” Suamiku berkata, “Engkau membawa gayung.”

Akhirnya lelaki yang meminta air untuk minum itu meninggal dunia. Setelah itu, suamiku juga meninggal dunia. Namun sejak hari pertama dia meniggal dunia, seringkali terdengar suara suamiku dari arah pemakaman,“Kencing, apa itu kencing? Gayung, apa itu gayung?”

Nauzubillah min dzalik, ternyata perkara kecil saja bisa menyebabkan kita mendapat siksa kubur ya? Banyak orang memandang remeh bersuci setelah buang air kecil (kurang bersih bahkan tidak bersuci sama sekali), padahal hal yang remeh itu bisa menjadi malapetaka ketika kita masuk pada Alam Barzah.

“Ya Allah, lindungi kami semua dari siksa neraka, siksa kubur, fitnah dunia dana alam barzah, serta fitnah yang ditimbulkan oleh Dajjal..Aamiin”

Hukum Aborsi jika Bayi dalam Kandungan Cacat - Ustadz Adi Hidayat, Lc. MA

Hukum Mencerai Istri Saat Hamil


Tanya: Mencerai istri saat hamil itu sah ngga ya ..?
Dari : Ahmad J, di Jogjakarta.

Jawaban :

Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah, waba’du.

Sebelumnya, cerai (talak) dalam Islam terbagi dua macam :
  1. Talak Sunni, yaitu talak yang dilakukan sesuai prosedur syariat.
  2. Talak Bid’i, yaitu talak yang tidak sesuai prosedur syariat.

Mentalak istri saat hamil tergolong talak sunni atau bid’i?

Mari kita simak penjelasan salah seorang ulama pakar fikih, Syekh Prof. Khalid Al Musyaiqih berikut :

طلاق الزّوجة الحامل ليس طلاقاً بدعياً بل هو طلاق شرعي حتى لو جامعتها، لما ثبت في صحيح مسلم أنّ النّبي صلى الله عليه وسلم قال لعبد الله بن عمر لما طلّق امرأته وهي حائض: “راجعها ثم امسكها حتى تطهر، ثم تحيض ثم تطهر ثم طلقها إن شئت طاهراً قبل أن تمسها أو حاملاً” وهذا باتفاق العلماء، وأمّا ما اشتهر عند العوام من أنّ الحامل لا طلاق عليها فهو غير صحيح.


Mentalak istri saat hamil tidak tergolong talak bid’i. Bahkan itu tergolong talak yang syar’i (talak sunni) sampaipun dilakukan setelah suami menyetubuhinya. Hal ini berdasarkan hadis yang terdapat di Shahih Muslim, bahwa Nabi ﷺ berpesan kepada Abdullah bin Umar saat dia menceraikan istrinya ketika haid,

راجعها ثم امسكها حتى تطهر، ثم تحيض ثم تطهر ثم طلقها إن شئت طاهراً قبل أن تمسها أو حاملاً

“Rujuklah kepada istrimu yang sudah kamu cerai itu. Tetaplah bersamanya sampai dia suci dari haid, lalu haid kembali kemudian suci lagi. Setelah itu silahkan kalau kamu mau mencerainya : bisa saat istri suci sebelum kamu gauli, atau saat dia hamil.”

Bahkan para ulama sepakat, boleh mencerai istri saat kondisinya hamil. Adapun anggapan yang tersebar di tengah masyarakat awam, bahwa wanita hamil tidak sah dicerai, adalah anggapan yang keliru.
(Sumber: https://ar.islamway.net/fatwa/54859/حكم-طلاق-الحامل)

Bahkan suatu talak disebut sunni, manakala terjadi pada dua kondisi:

Pertama, dilakukan saat wanita sedang hamil.

Kedua, dilakukan saat wanita berada dalam kondisi suci (tidak sedang haid atau nifas), sebelum disetubuhi.

Dalil yang mendasari ini adalah firman Allah ta’ala,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ إِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ

Wahai Nabi! Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya. (QS. At-Thalaq : 1)

Allah memerintahkan jika memang cerai adalah pilihan tepat karena menimbang maslahat yang kuat, maka silahkan lakukan cerai itu saat wanita sedang berada dalam masa ‘iddah. Hamil adalah salah satu waktu iddah untuk wanita yang dicerai, berakhir saat wanita tersebut melahirkan. Menunjukkan, talak yang terjadi saat wanita hamil, adalah talak sunni.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah menerangkan,

قال العلماء: معناه: طاهرات من غير جماع. هذا معنى التطليق للعدة: أن يطلقها وهي طاهر لم يمسها، أو حبلى قد ظهر حملها، هذا محل السنة

Para ulama menerangkan, “Makna ayat (At-Thalaq ayat 1) di atas adalah : lakukanlah cerai saat wanita sedang suci dan belum disetubuhi. Inilah makna mencerai wanita saat berada dalam masa iddah, yakni mencerai istri saat suci belum disetubuhi, atau mencerainya saat sedang hamil dan telah tampak kehamilannya. Inilah yang disebut talak sunni.

(Sumber : https://binbaz.org.sa/fatwas/4178/حكم-طلاق-الحامل)

Adapun talak disebut bid’i, manakala dilakukan pada empat keadaan:

Pertama, saat wanita haid.

Kedua, saat nifas

Ketiga, saat suci namun setelah disetubuhi.

Keempat, cerai tiga sekaligus dengan sekali ucapan.

Kesimpulannya, mencerai saat istri sedang hamil, jika karena pertimbangan maslahat yang kuat, hukumnya boleh dan sah.

Demikian, wallahua’lam bis showab…

***
Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori

Abu Al-Qasim Al-Zahrawi - Mahaguru Dokter Bedah Sedunia


Berbicara mengenai tokoh kedokteran muslim, kebanyakan umat Islam langsung mengingat nama Ibnu Sina –penemu ilmu tentang parasit-. Seolah-olah umat Islam hanya memiliki Ibnu Sina sebagai tokoh ilmu kedokteran yang menonjol. Padahal banyak sekali tokoh-tokoh kedokteran Islam yang karya-karyanya masih bermanfaat hingga hari ini, ada Abu Bakar ar-Razi yang didaulat menjadi ilmuan paling besar dalam bidang kedokteran, Ali bin Isa al-Kahal seorang dokter spesialis mata terhebat pada abad pertengahan, ath-Thufail orang pertama yang menemukan Ancylostoma atau dinamakan usus melingkar (as-Sirjani, 2009: 272-274), hingga Imam Ibnul Qayim dengan karyanya yang fenomenal Thibbun Nabawi. Jadi, Ibnu Sina tidak sendirian dalam bidang ini. Belum lagi sosok Ibnu Sina yang dianggap kontroversial, baik dari segi pemikiran keagamaan ataupun metode pengobatannya.

Tokoh kedokteran yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini adalah seorang pioner dalam ilmu bedah modern. Ia adalah Abu Qasim al-Zahrawi. Al-Zahrawi merevolusi ilmu bedah klasik dan meletakkan kaidah-kaidah bedah yang menjadi pijakan ilmu bedah modern saat ini.

Al-Zahrawi menemukan metode dan alat-alat bedah baru yang memudahkan para pasien. Ia juga memiliki 30 jilid ensiklopedi bedah yang dijadikan rujukan utama ilmu bedah di Eropa selama beberapa abad dan menjadi pijakan ilmu kedokteran modern.

Siapakah al-Zaharawi?

Ia adalah Abul Qasim Khalaf bin al-Abbas- al-Zahrawi, orang-orang Barat mengenalnya dengan Abulcasis. Dilahirkan pada tahun 936 dan wafat tahun 1013 M di Kota al-Zahra, al-Zahrawi mengabdi pada kekhalifahan Bani Umayyah II di Cordoba, Andalusia. Awalnya ia dikenal sebagai seorang fisikawan, sampai akhirnya ia memperkenalkan teori-teori dan alat-alat bedah dalam ilmu kedokteran, barulah orang-orang mengenalnya sebagai dokter ahli bedah (al-Hassani, 2005: 167).

Pencapaiannya

Pencapaian al-Zahrawi dalam ilmu bedah sangat banyak dan luar biasa, sampai-sampai ia dianggap sebagai orang pertama yang menjadikan ilmu bedah sebagai spesialisasi tersendiri dalam ilmu kedokteran. Al-Zahrawi adalah di antara orang pertama yang menemukan alat-alat bedah dan menemukan teori mengikat organ tubuh saat pembedahan yang tujuannya untuk mencegah pendarahan. Selain itu, ia juga membuat benang untuk menjahit bekas bedah dan orang pertama yang menggunakan suntik.Salah satu halaman buku at-Tashrif yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin.

Karyanya yang paling fenomenal adalah At-Tashrif Liman Ajiza ‘an Ta’lif, sebuah ensiklopedi kedokteran yang disusun dalam 30 jilid buku. Buku yang selesai penulisannya pada tahun 1000 ini berisikan tentang berbagai topik medis termasuk tentang kesehatan gigi dan melahirkan. At-Tashrif disusun selama 50 tahun karir kedokteran al-Zaharawi, baik pelatihan, mengajar, dan praktek.

Menariknya, buku ini juga memuat tentang pentingnya hubungan positif antara dokter dan pasien. Ia juga menulis tentang kasih sayangnya terhadap murid-muridnya yang ia disebut sebagai “anak-anak saya”. Ia menekankan pentingnya merawat pasien tanpa memandang status sosial mereka dan mendorong pengamatan secara persuasif terhadap kasus-kasus individu untuk membuat diagnosis yang paling akurat dan perawatan yang sebaik mungkin.

Cukuplah menunjukkan keistimewaan At-Tashrif dengan diterjemahkannya buku ini ke dalam bahasa latin oleh seorang Italia yang bernama Gerard pada abad ke-12. Selama 5 abad berikutnya buku tersebut menjadi rujukan utama untuk perkembangan medis di Eropa khususnya ilmu bedah.

Penguasaan Ilmu Bedah

Menurut al-Zahrawi seseorang tidak akan menguasai ilmu bedah sampai ia menguasai ilmu kedokteran umum, anatomi, dan tulisan-tulisan filsuf yang belajar ilmu kedokteran. Ia memelopori banyak prosedur dan peralatan yang digunakan di ruang operasi saat ini. Dialah orang pertama yang menggunakan catgut sebagai benang untuk jahitan rongga dalam. Catgut adalah benang yang terbuat dari lapisan usus hewan yang merupakan satu-satunya bahan yang sangat baik digunakan untuk menjahit bagian dalam karena bisa diserap oleh tubuh, dan mencegah untuk dilakukan operasi kedua untuk menghilangkan jahitan tersebut.Al-Zahrawi menggunakan catgut pada abad ke-10, dan sampai sekarang masih dipakai oleh dokter-dokter modern.

Ia menemukan banyak alat yang diperlukan untuk operasi modern. Dia adalah orang pertama yang menggunakan foreceps saat melahirkan, yang mana sangat membantu dalam mengurangi angka kematian bayi dan ibu saat proses melahirkan. Dia melakukan tonsilektomi (Wikipedia: operasi pengangkatan tonsil/mandel/amandel) dengan penjepit lidah, kait, dan gunting yang sama dengan dokter di era modern saat ini.

Untuk mengurangi ketakutan dan kekhawatiran pasiennya saat akan dioperasi, al-Zahrawi menggunakan sebuah pisau tertentu yang membuat sang pasien nyaman secara psikis. Adapun cara untuk menghilangkan sakit secara fisik, ia menganastesi (bius) pasiennya baik di tubuh yang akan dioperasi juga bius oral (minum penenang). Mansektomi (pengangkatan payudara) pada penderita kanker payudara yang dilakukan oleh al-Zahrawi juga sama dengan yang dilakukan oleh dokter saat ini

Meskipun memiliki pengetahuan dan kemampuan yang mumpuni dalam ilmu bedah, al-Zahrawi selalu menolak untuk melakukan operasi berisiko atau tidak ia diketahui yang akan menjadi stres fisik dan emosional bagi pasien. Ia percaya akan pentingnya kehidupan manusia dan berusaha untuk memperpanjangnya selama mungkin.

Penutup

Islam sama sekali tidak bertentangan dengan peradaban walaupun orang-orang yang tidak senang dengan Islam selalu meneriakkan bahwa suatu negara, kelompok masyarakat atau individu yang berpegang teguh terhadap Islam, maka kemajuannya akan terkekang. Namun sejarah Islam mencatat hal yang berbeda dari yang mereka utarakan, terbukti dengan kehadiran seorang Abul Qasim al-Zahrawi, seorang pioner dalam ilmu bedah.

Orang-orang Eropa boleh berbangga dengan majunya ilmu kedokteran yang mereka miliki sekarang ini, tapi umat Islam adalah pelopornya. Cukuplah apa yang dikatakan oleh seorang pakar dalam anatomi Eropa, Hallery, sebagai buktinya. Hallery mengatakan, “Seluruh pakar bedah Eropa sesudah abad ke-16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan buku al-Zahrawi.” (as-Sirjani, 2009: 274).

Sumber:
  • al-Hassani, Salim TS. 2005. 1001 Muslim Invention Heritage in Our World. Manchester:Foundation for Science Thecnology dan Civilisation.
  • as-Sirjani, Raghib. 2009. Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia. Jakarta: Al-Kautsar.
  • Lostislamichistory.com dll.
  • youtube.com/c/cordovamedia

Oleh Nurfitri Hadi

Bolehkah Mempekerjakan Orang Lain Dalam Mudharabah?



Pertanyaan :
Dalam akad kerja sama bagi hasil, pengelola mengajak orang lain untuk ikut bekerja namun digaji. Nah, bolehkah gaji ini diambil dari modal?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Dalam akad mudharabah (kerja sama mengembangkan usaha dagang), ada 2 pihak sebagai subjek:
[1] Shohibul Mal (pemilik modal)
[2] Mudharib (Pengelola modal)

Keterlibatan shohibul mal dalam akad ini adalah modal yang dia berikan. Sementara keterlibatan mudharib adalah kerja yang dia lakukan dalam mengelola modal.

Karena keterlibatan inilah, masing-masing memiliki hak untuk mendapatkan keuntungan, sebagaimana pula masing-masing juga memiliki peluang terjadinya resiko kerugian.

Untuk itulah, jika keterlibatan ini tidak ada, maka masing-masing tidak memiliki hak untuk mendapatkan keuntungan. Misalnya, mudharib tidak mau bekerja, tapi semua dia limpahkan ke orang lain yang mengerjakannya, kemudian gaji orang yang bekerja itu diambilkan dari modal.

Prof. Dr. Hasan Abdul Ghani dalam risalahnya – al-Ahkam al-Fiqhiyah al-Muta’alliqah bi Aqd al-Mudharabah – menyebutkan bahwa untuk mengukur kerja apa yang boleh meminta bantuan orang lain, dirinci menjadi 2:

[1] Kerja yang tidak mungkin ditangani mudharib sendiri. Baik karena ketidak-mampuannya mengelola itu atau karena faktor lain, misalnya jika ditangani mudharib bisa membahayakan kelangsungan mudharabah.

Dalam hal ini, mudharib bisa mempekerjakan orang lain, dan upahnya dijadikan sebagai biaya operasional mudharabah.

[2] Kerja yang sangat mungkin dilakukan mudharib, sehingga tidak perlu bantuan orang lain, dalam hal ini mudharib tidak boleh mempekerjakan orang lain dan dibebankan sebagai biaya operasional mudharabah.

Karena bagi hasil yang menjadi peluang penghasilan mudharib adalah ganti dari kerja yang wajib dilakukan mudharib.

Sehingga jika mudharib tetap mempekerjakan orang lain, biaya operasional dibebankan kepada harta pribadinya dan BUKAN pada modal mudharabah.

Dan ukuran berat dan tidaknya kerja semacam ini, kembali kepada urf (tradisi) yang berlaku di masyarakat.

Dalam hal ini berlaku kaidah,

العادة محكَّمة

Adat dan kebiasaan masyarakat menjadi acuan dalam menetapkan hukum.

Selanjutnya, gaji untuk orang yang dipekerjakan oleh mudharib, jika memang itu dibutuhkan, boleh dijadikan sebagai biaya operasional. Dan biaya operasional untuk pengembangan usaha dalam akad mudharabah boleh diambil dari modal mudharabah. Seperti transportasi, iklan, perjalanan, dan semua kebutuhan riil untuk pengembangan usaha mudharabah. Standar kebutuhan riil dalam hal ini kembali kepada urf (kebiasaan) yang berlaku di masyarakat. Kecuali jika ada kesepakatan antara shohibul mal dengan mudharib.

Dan ini masuk dalam ranah teknis, sehingga kembali kepada tradisi yang berlaku di masyarakat atau kesepakatan yan dibuat bersama.

Sementara biaya yang TIDAK termasuk operasional mudharabah tidak boleh dibebankan ke modal mudharabah, tapi ditanggung sendiri oleh mudharib. Seperti nafkah keluarga, konsumsi di luar kerja mudharib, dst.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits

Hayreddin Barbarossa, Si Kapten Berjanggut Merah

Hayreddin Barbarossa Pasha, atau yang dalam Bahasa Turki bernama Barbaros Hayrettin Paşa, dikenal juga dengan Hizir Reis sebelum dipromosikan menjadi tingkatan Pasha dan menjadi Kapudan-ı Derya(Laksamana Armada Utsmaniyyah. Namanya dalam bahasa Barbar adalah Xireddin Barbarussa. Ia adalah seorang pemilik dan pemimpin kapal perang pribadi sekaligus laksamana Utsmaniyah yang mendominasi Mediterania selama beberapa dekade. Dia lahir di Pulau Midili (bagian dari Yunani dan bernama Lesbos) dan meninggal dunia di Istanbul.

Nama aslinya adalah Yakupoğlu Hızır atau Hızır anak dari Yakup. Hayreddin (dalam bahasa Arab Khairuddin, yang mana memiliki arti “kebaikan dalam agama Islam) adalah nama yang diberikan oleh Sultan Sulaiman yang Agung. Dia kemudian dikenal dengan Barbarossa di Eropa, nama yang diwarisinya dari kakaknya Baba Oruç (Ayah Aruj) setelah Oruç terbunuh pada pertempuran dengan Spanyol di Aljazair. Secara tidak sengaja nama ini terdengar seperti “Barbarossa” (Janggut Merah) di telinga Orang Eropa, dan memang beliau memiliki janggut berwarna merah.

Latar Belakang

Hizir adalah satu dari empat bersaudara yang lahir pada 1470an di Pulau Lesbos dengan ayah seorang Muslim bernama Yakup Ağa dan ibunya yang berkebangsaan Yunani, Katerina. Menurut arsip Utsmaniyah Yakup Ağa adalah seorang Tımarli Sipahi; semisal ksatria kaveleri kerajaan Turki, yang mana keluarganya asli dari Yenice dan kemudian pindah ke kota Vardar, tidak jauh dari Thessaloniki. Yakup Ağa adalah satu dari mereka yang ditunjuk oleh Sultan Muhammad Al Fatih untuk merebut Lesbos dari Genoa pada 1462, dan diberikan hadiah perkebunan di desa Bonova sebagai penghargaan karena ikut berperang dalam mencapai tujuan tersebut.

Ayah Hizir menikahi gadis asli Yunani dari Mytilene bernama Katerina, dan mereka berdua memiliki dua anak perempuan dan empat anak lak-laki yaitu Ishak, Oruç, Hızır, and Ilyas. Yakup menjadi pengrajin tembikar yang mapan dan membeli sebuah kapal untuk mendagangkan produknya. Keempat anaknya membantu ayah mereka dalam usaha tembikarnya, namun tidak banyak diketahui informasi mengenai saudara perempuan mereka. Awalnya Oruç membantu ayahnya dengan kapalnya, sedangkan Hizir membantu dalam bidang per-tembikaran.

Karir Awal

Empat laki-laki bersaudaranya ini semuanya berkarir di laut, tenggelam dalam urusan kelautan serta perdagangan laut internasional. Yang pertama terjun dalam karir kelautan adalah Oruç yang bergabung bersama saudara laki-lakinya, Ilyas. Kemudian, dengan membeli kapalnya sendiri, Hizir juga memulai karirnya di laut.

Pada suatu hari, tanpa sebab yang jelas, kapal milik keluarga mereka diserang secara kejam oleh kapal tentera Knight of Rhodes. Dalam peristiwa ini, Ilyas terbunuh. Oruç dan Hizir sangat sedih dengan kematian adik bungsu mereka.

Sejak saat itu, mereka melakukan aksi penyerangan terhadap semua kapal-kapal tentera milik kerajaan-kerajaan Nasrani. Aksi-aksi mereka sangat menggemparkan dan membuat mereka ditakuti tentera Nasrani. Oruç dan Hizir pun kemudian dikenali sebagai The Barbarossa Brothers Pirates karena kedua-duanya berjanggut merah.

Kaum Eropa menyebut Oruç dan Hizir sebagai bajak laut, walaupun tidak ada bendera hitam dan tengkorak yang menjadi simbol bajak laut.

Pada tahun 1492 M, Andalusia yang sejak tahun 756 M dikuasai oleh Daulah Khilafah Islamiyah, jatuh ke tangan Pasukan Salib yang terdiri daripada pasukan gabungan Aragon dan Sepanyol. Dalam peristiwa penaklukan Andalusia ini, berjuta-juta orang Islam dan Yahudi tewas dibantai pasukan yang dipimpin Raja Ferdinand II dari Aragon.

Peristiwa itu mengubah haluan misi dendam Aruj dan Khairuddin menjadi misi Jihad Islam. Berganding bahu bersama sekumpulan militan bangsa Moor, mereka kemudian menyelamatkan puluhan ribu Umat Islam dari Sepanyol ke Afrika utara (Maghribi, Tunisia dan Algeria). Kemudian mereka membina pangkalan pertahanan laut di Algeria untuk menghalang gelombang serangan Pasukan Salib dari jalur Afrika Utara menuju Tanah Suci Palestin.

Khalifah Islam ketika itu, Sulaiman I, mendengar cerita-cerita kehebatan Barbarossa bersaudara. Sulaiman I sangat kagum pada heroisme mereka. Kerana prestasi mereka di lautan, akhirnya Sulaiman I mengangkat Aruj dan Khairuddin sebagai Kapudan Pasha (Panglima Tentera Laut) Khilafah Islamiyyah untuk memantapkan Tentera Laut Daulah Khilafah Islamiyah yang amburadul.

Kapudan-ı Derya dari Angkatan Laut Utsmaniyyah

Pada 1534 Barbarossa berlayar dari Istanbul dengan 80 kapal perang dan pada April dia merebut kembali Coron, Patras dan Lepanto dari tangan Spanyol. Pada Juli 1534 beliau menyebrangi Selat Messina dan menyerbu pantai Calabrian, mendapatkan rampasan sejumlah kapal dari sekitar Reggio Calabria begitu juga dari Istana San Lucido. Beliau kemudian menghancurkan pelabuhan Cetraro dan kapal-kapal yang menepi di sana. Masih pada Juli 1534 Barbarossa muncul di Campania dan merebut pulau Capro dan Procida, sebelum memborbardir pelabuhan di Teluk Napoli. Beliau kemudian mencapai Lazio, memborbardir Gaeta dan pada Agustus mendarat di Villa Santa Lucia, Sant’Isidoro, Sperlonga, Fondi, Terracina dan Ostia pada Sungai Tiber, menyebabkan bel gereja di Roma berdentang-dentang mengingatkan warga Roma untuk waspada. Barbarossa kemudian berlayar ke Selatan, dan mencapai Ponza, Sicilia dan Sardinia, sebelum menaklukkan Tunisia pada Agustus 1534 dan menyebabkan Hafsid Sultan Mulei Hassan melarikan diri. Barbarossa juga menaklukkan pelabuhan yang strategis di La Goulette.

Sultan Mulei Hassan meminta Kaisar Charles V bantuan untuk merebut kembali kerajaannya, lantas pasukan Spanyol-Italia terdiri dari 300 kapal perang serta 24.000 tentara merebut kembali Tunisia begitu juga dengan Bone dan Mahdiya pada 1535. Memahami bahwa perlawanannya akan sia-sia, Barbarossa menyuruh pasukannya meninggalkan Tunisia sebelum kedatangan pasukan musuh, berlayar menuju laut Tyyrrhenian, dimana Barbarossa memborbardir pelabuhannya, kembali mendarat di Capri dan membangun kembali pelabuhan (yang sekarang dinamakan atas namanya) setelah meluluhlantakkannya selama penyerangan ke pulau tersebut. Beliau kemudian berlayar menuju Aljazair, dari sana Barbarossa menyerang kota-kota pelabuhan Spanyol, menghancurkan pelabuhan Majorca dan Minorca, merampas beberapa kapal perang Spanyol dan Genoa serta membebaskan Muslim yang dijadikan budak di sana. Pada September 1535 Barbarossa memukul serangan Spanyol atas Tlemcen (Tilmisan).

Pada 1536 Barbarossa dipanggil kembali ke Istanbul untuk memimpin komando Angkatan Laut untuk menyerang Kerajaan Naples. Pada Juli 1537 beliau mendarat di Otranto dan merebut kota tersebut, begitu juga dengan Benteng Castro dan kota Ugento di Pubglia. Pada Agustus 1537, Lütfi Pasha dan Barbarossa memimpin armada angkatan laut Utsmaniyyah yang sangat besar yang menaklukkan pulau Aegia dan Ionia milik Republik Venisia, pulau-pulau yang berhasil direbut adalah Syros, Aegina, Ios, Paros, Tinos, Karpathos, Kasos dan Naxos. Pada tahun yang sama Barbarossa merebut Corfu dari Venisia dan sekali lagi menyerbu Calabria. Kekalahan yang berturut-turut tersebut menyebabkan Venisia mendesak Paus Paul III untuk menggalang “Liga Suci” (Holy League) untuk menghadapi Utsmaniyyah.

Pada Februari 1538, Paus Paul III berhasil menggalang Liga Suci (gabungan Kepausan, Spanyol, Kekaisaran Roma, Republik Venisia serta para Ksatria Malta) berhadapan dengan Utsmaniyyah, namun Barbarossa mengalahkan armada gabungan tersebut yang dikomandoi oleh Andrea Doria di Pertempuran Preveza pada September 1538.

Pada musim panas 1539 Barbarossa menaklukkan pulau Skiathos, Skyros, Andros dan Serifos serta merebut kembali Castelnuovo dari tangan Venisia, yang sebelumnya pernah direbut dari Utsmaniyyah setelah perang Preveza. Beliau juga menaklukkan daerah sekitar Istana Risan dan kemudian menyerang benteng-benteng Venisia, Cattaro juga benteng Spanyol, Santa Veneranda yang berdekatan dengan Pesaro. Barborossa kemudian mengambil alih sisa pos militer Kristen terluar di Ionian serta Laut Aegia. Venisia akhirnya terpaksa menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Sulaiman pada Oktober 1540, menyetujui mengakui wilayah perairan Utsmaniyyah serta membayar 300.000 dukat emas.

Sultan Sulaiman and Barbarossa

Pada September 1540, Kaisar Charles V mengontak Barbarossa dan menawarkan beliau untuk menjadi pimpinan Laksamana serta penguasa daerah kekuasaan Spanyol di Afrika Utara, namun Barbarossa menolak tawaran tersebut. Gagal merayu Barbarossa untuk berpindah sisi, pada Oktober 1541, Charles sendiri berusaha mengepung Aljazair, berusaha mengakhiri ancaman corsair terhadap daerah kekuasaan Spanyol dan kapal-kapal Kristen di bagian barat Mediterania. Saat itu, cuaca sangat tidak ideal untuk misi semacam itu dan baik Andrea Doria yang ditunjuk memimpin armada serta Si tua Herman Cortés yang diminta oleh Charles untuk ikut serta pada misi ini, berusaha untuk merubah pendirian Kaisar namun tidak berhasil. Seperti yang telah diduga, badai ganas mengganggu operasi pendaratan Charles. Andrea Doria membawa armadanya menjauh ke lautan lepas untuk menghindari karam, namun banyak dari armada Spanyol terdampar. Setelah beberapa pertempuran penuh keragu-raguan di daratan, Charles terpaksa mengabaikan misinya dan menarik pasukannya yang telah habis-habisan digempur.

Pada 1543 Barbarossa menuju Marseilles untuk membantu Prancis, dan kemudian hari menjadi sekutu Kekhalifahan Ustamaniyyah, lantas melayari bagian barat Mediterania dengan armada 210 kapal (70 kapal perang, 40 galliots dan 100 kapal perang lainnya membawa 14.000 tentara Utsmaniyyah, jadi total sekitar 30.000 pasukan Utsmaniyyah). Dalam perjalanannya, ketika melewati Selat Messia, Barbarossa meminta Diego Gaetani, gubernur Reggio Calabria, untuk menyerahkan kotanya. Gaetani merespon dengan menembakkan meriam, yang mana membunuh tiga orang pelaut Utsmaniyyah.

Barbarossa murka atas respon tersebut, mengepung dan menaklukkan kota Reggio Calabria. Beliau kemudian mendarat di pantai Campania dan Lazio dan dari mulut Tiber mengancam Roma, namun Perancis mengintervensi usaha tersebut sebagai bantuan atas kota milik Kepausan. Barbarossa kemudian menyerang beberapa pulau Italia dan Spanyol serta pemukiman di pantau sebelum mengepung Nice dan menaklukkan kota itu pada 5 Agustus 1542 atas bantuan Raja Prancis Francois I. Barbarossa Sang Kapten Turki kemudian mendarat di Antibes dan Île Sainte-Marguerite dekat Cannes, sebelum menyerbu kota San remo, pelabuhan Liguria lainnya, Monaco dan La Turbie. Beliau menghabiskan musim dingin bersama armadanya dan sebanyak 30.000 pasukan Utsmaniyyah di Taulon, namun beberapa kali mengirimkan kapal-kapalnya dari sana untuk memborbardir pantai Spanyol. Masyarakat Kristen saat itu telah mengungsi dan Katedral st Mary di Toulon diubah menjadi masjid guna kepentingan pasukan Utsmaniyyah beribadah, sementara itu mata uang Utsmaniyyah juga diterima untuk transaksi oleh pedagang Prancis di kota.

Pada musim semi 1544, setelah menyerbu San Remo untuk kedua kalinya dan mendarat di Borghetto Santo Spirito dan Ceriale, Barbarossa mengalahkan armada Spanyol-Italia lainnya dan menyerbu sampai ke pedalaman kerajaan Naples. Beliau kemudian berlayar dengan 210 kapal dan mengancam untuk menyerang kota kecuali musuh membebaskan Turgut Reis, yang mengabdi sebagai budak kapal perang Genoa dan kemudian ditahan di kota sejak penangkapannya di Corsica oleh Giannettino Doria pada 1540, Barbarossa diundang oleh Andrea Doria untuk membicarakan masalah tersebut pada istananya di distrik Fassolo, Genoa, dan kedua laksamana ini berdiskusi untuk pembebasan Turgut Reis diganti dengan 3500 emas dukat. Barbarossa kemudian sukses menangkal serangnan serangan Spanyol atas bagian selatan Prancis, namun dipanggil kembali ke Istanbul setelah Charles V dan Sulaiman menyetujui sebuah perjanjian gencatan senjata pada 1544.

Setelah meninggalkan Provence dari pelabuhan Île Sainte-Marguerite pada Mei 1544, Barbarossa menyerang San Remo untuk ketiga kalinya, dan ketika beliau mendekati Vado Ligure, Republik Genoa mengirimkan Barbarossa uang yang sangat banyak untuk menghindari kota-kota Genoa lainnya dari serangan lebih lanjut. Pada Juni 1544 Barbarossa mendekati Elba. Mengancam untuk memborbardir Piombino kecuali kota tersebut membebaskan putra dan Sinan Reis yang 10 tahun sebelumnya ditangkap oleh Spanyol di Tunisia, Barbarossa mendapatkan keinginannya. Beliau kemudian menaklukkan Castiglione della Pescaia, Talamone dan Orbetello di Propinsi Grosessto, Tuscany. Dari sana Barbarossa menghancurkan makam dan membakar sisa-sisa mayat Bartolomeo Peretti, yang telah membakar rumah ayahnya di Mytilene-Lesbos pada tahun sebelumnya, di 1543. Barbarossa kemudian menaklukkan Montani dan mendudukan Porto Ercole serta Pulau Giglio. Beliau kemudian menyerang Civitavecchia, namun Leone Strozzi, utusan dari Prancis, meyakinkan beliau untuk membatalkan pengepungan itu.

Armada Utsmaniyyah kemudian menyerbu pantai Sardinia sebelum tiba di Ischia dan mendarat di sana pada Juli 1544, menaklukkan kota juga Forio dan Pulau Procida sebelum mengancam Pozzuoli. Menghadapi 30 kapal perang dibawah komando Giannettino Doria, Barbarossa memaksa mereka untuk berlayar menjauh menuju Sisilia dan mencari perlindungan di Messina. Karena angin yang kencang armada Utsmaniyyah tidak dapa menyerang Salerno namun berhasil untuk mendarat di Teluk Palinuro tidak jauh dari Salerno. Barbarossa kemudian memasuki Selat Messina dan mendarat di Catona, Fiumara dan Calanna dekat Reggio Calabria dan kemudian di Cariati dan Lipari, yang mana menjadi pendaratan terakhirnya di semenanjung Italia. Dari sana Barbarossa memborbardir benteng kota selama 15 hari setelah kota tersebut menolak untuk menyerah, dan akhirnya menaklukkannya.

Barbarossa akhirnya kembali ke Istanbul dan pada 1545 meninggalkan kota Istanbul untuk ekspedisi lautnya yang terakhir, yang mana selama ekspedisi tersebut memborbardis pelabuhan-pelabuhan di daratan utama Spanyol dan mendarat di Majorca dan Minorca untuk terakhir kalinya. Beliau kemudian berlayar kembali ke Istanbul dan membangun istana di Bosphorus, saay ini menjadi bagian dari distrik Büyükdere.

Bendera Angkatan Laut Khairuddin Barbarossa

Bendera yang dipasang Oruç dan Hizir di kapal mereka adalah sebuah bendera berwarna hijau mengandungi kaligrafi doa “Nashrun minallaah wa fathun qariib wa basysyiril Mu’miniin, ya Muhammad”, empat nama Khulafaur Rasyidin, pedang Zulfikar dan bintang segi enam Yahudi (Bintang David) karena anak kapal yang dipimpin kedua bersaudara ini terdiri daripada orang-orang Islam dari bangsa Moor, Turki, dan Sepanyol, serta beberapa orang Yahudi.

Bendera armada laut Khairuddin Barbarossa mungkin membingungkan karena terdapat Bintang David, simbol Yahudi yang digunakan oleh Israel saat ini. Pun begitu, bendera tersebut bukanlah simbol Yahudi. Pada saat abad pertengahan, bintang ini adalah simbol Islami dikenal dengan Segel Sulaiman dan sangat terkenal diantara penduduk Beyliks dari Anatolia. Segel tersebut juga digunakan oleh Khilafah Utsmaniyyah dalam dekorasi masjid mereka, koin dan bendera pribadi para Pasha, termasuk Khairuddin Barbarossa. Negara lain yang juga diketahui menggunakan segel ini dalam bendera mereka adalah Candaroğlu. Menurut atlas A. Cresques’ Catalan tahun 1375, bendera Karamanoğlu terdiri atas bintang 6 sudut.

Masa Pensiun dan Kematiannya

Barbarossa pensiun di Istanbul pada 1545, menjadikan putranya Hassan Pasha sebagai penerusnya di Aljazair. Beliau kemudian mendiktekan memoir-nya kepada Muradi Sinan Reis. Memoir tersebut terdiri atas lima volume tulisan tangan dan dikenal dengan “Gazavat-ı Hayreddin Paşa” (Kenangan-kenangan dari Khairuddin Pasha). Saat ini kelima-limanya dipertunjukkan di Istana Topkapi dan Perpustakaan Universitas Istanbul. Memoirs tersebut disusun dan diterbitkan oleh BKY-Babıali Kültür Yayıncılığı dengan judul Kaptan Paşa’nın Seyir Defteri (Catatan Perjalanan Kapten Pasha) oleh seorang akademisi Turki Prof. Dr. Ahmet Şimşirgil. Memoir tersebut juga dijadikan buku fiksi berjudul “Akdeniz Bizimdi” (Mediterrania Milik Kita) oleh M. Ertuğrul Düzdağ.

Barbarossa Hayreddin Pasha meninggal pada tahun 1546 di Istana pantai di sekitar Buyukdere Konstantinopel, di tepi barat laut Bosphorus. Ia dimakamkan di makam (türbe) dekat pelabuhan feri dari distrik Besiktas, sisi Eropa dari Istanbul, yang dibangun pada 1541 oleh arsitek terkenal Mimar Sinan, di tempat di mana armadanya dibentuk.

Tokoh Jahat

Orang-orang Barat selalu mendiskreditkan Barbarossa sebagai seorang bajak laut yang jahat. Dalam berbagai kisah fiksi yang mereka buat, ia digambarkan sebagai lelaki “Barbar” yang tidak beradab.

Beda “Benci Syariat Poligami” dan “Benci poligami”

Beda “Benci Syariat Poligami” dan “Benci poligami”

Mungkin ada yang berkata:
“Siapa sih wanita yang tidak benci poligami? Kalau tidak benci berarti dia bukan wanita”
Sebagian orang menyatakan bahwa pasti semua wanita benci dengan poligami yaitu benci (tidak suka) apabila suaminya melakukan poligami, karena semua wanita ingin hanya menjadi satu-satunya hati di tempat suaminya. Hal ini perlu dijelaskan bahwa berbeda antara “benci syariat poligami” dan “benci poligami”:
  1. “Benci syariat poligami” yaitu benci terhadap syariat ini dan mengangap syariat poligami tidak sesuai dengan kemashlahatan manusia serta mendatangkan kerusakan rumah tangga dan kerusakan masyarakat.
  2. “Benci poligami” yaitu benci yang merupakan naluri wanita karena cemburu, karena hal ini menimbulkan rasa berat bagi wanita itu sendiri apabila dipoligami.

1. Benci syariat poligami

Hal ini yang digaungkan dan dipromosikan oleh orang-orang munafik yang tidak suka dengan ajaran Islam. Mereka “menunggangi” dan memprovokasi dengan memanfaatkan perasaan wanita agar benci dengan syariat Islam, salah satunya melalui poligami. Hal ini bisa dilihat dari sikap mereka, apabila ada tokoh-tokoh Islam melakukan poligami mereka langsung bersuara lantang dan keras serta mencela poligami, tetapi mereka diam terhadap mantan presiden Soekarno yang melakukan poligami atau tokoh selain Islam yang melakukan poligami seperti eyang subur dan lain-lain.

Mereka juga mencela Nabi shalllahu ‘alaihi wa sallam karena melakukan poligami padahal mereka sendiri beragama Nashrani dan Yahudi, yang mana Nabi-Nabi yang disebut dalam kitab suci mereka taurat dan injil juga melakukan poligami seperti nabi Sulaiman, Nabi Ibrahim, Nabi Ya’qub dan lain-lainnya.

Intinya mereka sebenarnya benci dengan ajaran Islam.

Allah berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al-Quran) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.” (QS. Muhammad: 9).

Hendaknya berhati-hati, karena membenci salah satu syariat Islam merupakan tanda munafik akbar (besar) yang bisa megeluarkan seseorang dari Islam. Hendaknya patuh dan taat kepada syariat, karena Allah yang menciptakan langit dan bumi dan Allah yang paling tahu apa yang paling mashlahat bagi manusia.

Allah berfirman,

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ، وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

“Dan tidakkah patut bagi laki-laki dan perempuan yang (benar-benar) beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata” (QS al-Ahzaab:36).

Poligami juga memiliki hikmah dan kemashlahatan sebagaimana yang telah dijelaskan ulama, asalkan dilakukan oleh laki-laki yang adil dan bertanggung jawab.

2. Benci Poligami

Maksudnya wanita benci secara naluri karena cemburu dan tidak suka apabila ada istri lain bersama suaminya, maka hal ini adalah hal naluriyah pada wanita. Hanya saja “benci ini” jangan sampai menimbulkan madharat lebih besar seperti menjadi benci terhadap syariat poligami atau ketika suami melakukan poligami dengan adil dan bertanggungjawab ia tetap benci terhadap suaminya.

Benci yang naluri adalah hal manusiawi sebagaimana kisah para sahabat yang “benci perang” yaitu tidak suka saat itu diwajibkan perang karena adanya rasa berat dan rasa tidak siap yang manusiawi.

Perhatikan ayat berikut, Allah berfirman ,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian BENCI. Sementara boleh jadi kalian MEMBENCI sesuatu, padahal itu amat baik bagi kalian. Dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, Padahal itu amat buruk bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 216).

Syaikh Abdurrahman As-Sa’di menjelaskan bahwa benci yang dimaksud adalah benci karena dampak perang, bukan benci terhadap syariat perang. Beliau berkata,

وأخبر أنه مكروه للنفوس, لما فيه من التعب والمشقة, وحصول أنواع المخاوف والتعرض للمتالف

“Allah memberitakan bahwa perang dibenci oleh jiwa (naluriyah) karena perang menimbulkan rasa berat dan keletihan serta terjadinya rasa takut dan berbagai kerusakan/kehancuran.”(Lihat Tafsir As-Sa’diy)

Demikian juga Al-Qutrhubi menjelaskan bahwa benci ini adalah benci tabiat, beliau berkata,

وهو كره في الطباع

“Yaitu benci secara tabiat manusia.” (Lihat Tafsir Al-Qurthubi)

Demikian juga dengan poligami, Syaikh Muhammad bin Shalih AL-Ustaimin menjelaskan,

والمرأة التي عندها غيرة لا تكره أن الله أباح لزوجها أن يتزوج أكثر من واحدة لكن تكره الزوجة معها ، وبين الأمرين فرق ظاهر

“Wanita ketika cemburu, ia tidak benci (syariat) Allah membolehkan suaminya untuk menikah lebih dari satu (poligami), tetapi ia membenci adanya istri suaminya yang lain yang akan bersamanya (berbagi suami). Kedua hal ini (benci ini) adalah berbeda jelas.” (Fatwa Syaikh Al-Utsaimin Limajallatid da’wah)

Jadi, apabila wanita membenci poligami secara naluri atau tabiat wanita, maka ini adalah suatu hal yang wajar, hanya saja jangan sampai benci naluri seperti ini mengarahkan pada benci pada syariat poligami.

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Apa Benar Bencana Alam Bukan Karena Maksiat?

Hasil gambar untuk bencana alam

Bencana alam merupakan fenomena alam yang terjadi karena adanya aktifitas fisik dari berbagai benda-benda di alam. Lalu bagaimana mungkin terjadinya bencana alam dikaitkan dengan moralitas, kemaksiatan, kesyirikan, hal-hal yang bukan aktifitas fisik, bahkan abstrak? Bagi sebagian orang ini adalah hal yang mudah, namun bagi sebagian lagi ini menjadi hal yang sulit dicerna akal.

Islam bukan agama yang mengajarkan mistisme, supranatural, tahayul dan sejenisnya. Dimana dalam dunia semacam itu, keterputusan hubungan antara sebab dan akibat adalah hal biasa. Kena musibah karena mata berkedut, sulit mendapat jodoh karena berdiri di pintu, sakit bisul gara-gara duduk di meja, dan semacamnya. Ini bukan ajaran Islam bahkan Islam melarang mempercayai hal-hal tersebut. Bahkan Islam sangat memperhitungkan nalar dan ilmu pasti. Itu sangat jelas sehingga rasanya tidak perlu membawakan contoh untuk hal ini.

Namun bukan berarti percaya kepada hal yang tidak kasat mata, abstrak, gaib, itu tidak ada dalam Islam. Bahkan esensi dari iman adalah percara kepada yang gaib. Allah Ta’ala berfirman:

الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ

“Alif Laam Miim. Al Qur’an adalah kitab yang tidak terdapat keraguan. Ia adalah petunjuk bagi orang yang bertaqwa, yaitu orang yang percaya kepada yang gaib..” (QS. Al Baqarah: 1-2)

Mulai dari dzat Allah, tidak kasat mata. Kita shalat sehari lima kali, melakukan gerakan-gerakan berdiri, menunduk, sujud, berdiri lagi apakah dalam rangka berolah raga atau apa? Tidak lain itu kita lakukan dalam rangka mengharap sesuatu yang tidak kasat mata, yaitu pahala. Kita pergi haji mengeluarkan uang puluhan juta rupiah dengan segala tatacaranya yang ‘rumit’, semua itu rela dilakukan untuk mengharap sesuatu yang masih kasat mata, yaitu surga. Dan hampir dalam semua ajaran Islam, keyakinan kita terhadap sesuatu yang gaib dan kasat mata sangat esensial perannya. Andai kita tidak percaya Allah itu ada, tidak percaya adanya pahala, tidak percaya adanya surga, karena tidak bisa dinalar dan tidak kasat mata, lalu apa gunanya anda shalat? Apa gunanya anda bersyahadat? Apa gunanya berpuasa? Apa gunanya? Semuanya akan terasa hampa. Dan kita pun melepas semua sendi keislaman kita.

Jika demikian perkara gaib ada yang diingkari oleh Islam, ada pula yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Lalu apa pembedanya? Bagi yang merenungkan ayat yang kami sitir di atas, tentu sudah mendapat jawabannya. Ya, perkara gaib yang dikabarkan Al Qur’an dan juga tentunya dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam yang telah divalidasi oleh Allah sebagai penjelas Al Qur’an. Kabar gaib dari mereka berdua adalah harga mati untuk diyakini. Karena Al Qur’an memilki nilai ‘tanpa keraguan’ atau dengan kata lain ‘pasti benar’, 100% mutlak benar. Tentu lain masalahnya jika anda, pembaca, adalah orang yang tidak mempercayai bahwa Al Qur’an adalah kalam ilahi dan menilai Al Qur’an itu belum tentu benar. Jika anda demikian, silakan tutup halaman ini dan tidak ada yang perlu kita bahas lagi.

Inilah yang menjadi modal berpikir kita untuk menilai perkara yang kita bahas. Karena Allah Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Qs. Asy-Syuura: 30)

Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala menceritakan keadaan umat-umat terdahulu:

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Qs. Al-Ankabut: 40)

Keterkaitan antara bencana dengan maksiat adalah abstrak. Namun tinggal bagaimana sikap kita dengan ayat-ayat ini, percaya atau tidak? Renungkanlah, semoga Allah melimpahkan hidayah-Nya kepada kita semua.

Andai tidak maksiat, bencana tetap terjadi?

Orang-orang yang bermodalkan dengan nalarnya, mengatakan: “Fenomena alam ini tetap terjadi walau tanpa atau dengan adanya maksiat”. Lalu mereka pun mempertanyakan bukti ilmiah, hasil penelitian, data statistik yang menunjukkan adanya keterkaitan antara bencana alam dengan maksiat.

Anggap saja belum pernah ada orang yang meneliti secara statistik, atau penelitian ilmiah bahwa bencana alam memiliki hubungan dengan adanya maksiat. Namun pernyataan “bencana alam tidak memiliki hubungan dengan adanya maksiat” pun merupakan sebuah hipotesa yang perlu pembuktian ilmiah. Dan untuk membuktikan hipotesa ini sendiri pun hampir tidak mungkin. Karena maksiat, kecilnya maupun besarnya, tersebar di seluruh dunia, di setiap waktu dan tempat. Hari ini saja, sudah berapa maksiat yang anda lakukan? Jawablah dengan jujur. Hampir tidak ada waktu dan tempat di dunia ini yang kosong dari maksiat. Saya, anda dan seluruh manusia tidak bisa lepas dari salah dan dosa. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

كل بني آدم خطاء وخير الخطائين التوابون

“Setiap manusia itu banyak berbuat salah, dan orang terbaik di antara mereka adalah yang bertaubat” (HR. At Tirmidzi no.2687. Dihasankan Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi)

Jadi ternyata, orang yang mengatakan: “bencana alam tidak memiliki hubungan dengan adanya maksiat” hanya berlandaskan pada hipotesa yang lemah.

Jika ada hubungannya, mengapa kaum terbejat masih aman saja?

Mereka memiliki alasan lain: “andai bencana dengan maksiat ada hubungannya, mengapa tempat yang banyak maksiat, bahkan negeri kafir, banyak yang jarang terkena bencana”.

Jika anda menginginkan setiap orang yang ketika berbuat maksiat tiba-tiba disambar petir dari langit lalu mati, tentulah semua orang serta-merta akan menjadi shalih semua. Tidak akan ada lagi maksiat, tidak ada ujian keimanan, tidak ada lagi taubat, tidak ada lagi amar ma’ruf nahi mungkar, tidak akan ada lagi istilah ‘maksiat’ di dalam kamus, dan mungkin bumi ini sudah bisa disebut surga.

Inilah bagian dari misteri ilahi. Allah Ta’ala terkadang menimpakan musibah pada kaum bejat saja, sebagaimana kaum Ad dan kaum Tsamud, dikarena kebejatan mereka. Dan terkadang Allah menimpakan musibah kepada kaum yang di dalamnya terdapat orang shalih juga. Allah Ta’ala berfirman:

وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Takutlah pada musibah yang tidak hanya menimpa orang zhalim di antara kalian saja. Ketahuilah bahwa Allah memiliki hukuman yang pedih” (QS. Al Anfal: 25)

عن أم سلمة زوج النبي صلى الله عليه وسلم قالت: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: “إذا ظهرت المعاصي في أمتي، عَمَّهم الله بعذاب من عنده” . فقلت: يا رسول الله، أما فيهم أناس صالحون؟ قال: “بلى”، قالت: فكيف يصنع أولئك؟ قال: “يصيبهم ما أصاب الناس، ثم يصيرون إلى مغفرة من الله ورضوان“

“Dari Ummu Salamah, istri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: Jika maksiat telah menyebar diantara umatku, Allah akan menurunkan adzab secara umum”. Ummu Salamah bertanya: Wahai Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang shalih? Rasulullah menjawab: Ya. Ummu Salamah berkata: Mengapa mereka terkena juga? Rasulullah menjawab: Mereka terkena musibah yang sama sebagaimana yang lain, namun kelak mereka mendapatkan ampunan Allah dan ridha-Nya” (HR. Ahmad no.27355. Al Haitsami berkata: “Hadits ini ada 2 jalur riwayat, salah jalurnya diriwayatkan oleh para perawi yang shahih”, Majma Az Zawaid, 7/217 )

Dan inilah sebijak-bijaknya kebijakan dari Dzat Yang Paling Bijak. Karena dari kebijakan ini ribuan bahkan jutaan hikmah yang dapat dipetik oleh manusia, diantaranya adalah kesempatan bagi pelaku maksiat untuk bertaubat dan kesempatan untuk orang shalih untuk menuai pahala dan mempertebal keimanannya.

Tempat yang banyak orang shalih pun terkena bencana

Mereka beralasan lagi: “andai bencana dengan maksiat ada hubungannya, mengapa tempat yang banyak orang shalih pun terkena bencana?”.

Ini pun salah satu misteri ilahi yang memiliki banyak hikmah. Salah satu hikmahnya adalah pentingnya dakwah dan menasehati untuk meninggalkan maksiat. Keshalihan tidak hanya dimiliki individu namun juga masyarakat. Ketika maksiat terjadi, sekecil apapun, ketika orang-orang shalih enggan menasehati dan mencegah maksiat tersebut, bukan tidak mungkin bencana akan datang. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

والذي نفسي بيده، لتأمرن بالمعروف، ولتنهون عن المنكر، أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عِقابا من عنده، ثم لتَدعُنّه فلا يستجيب لكم

“Demi Allah, hendaknya kalian mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Atau Allah akan menimpakan hukuman kepada kalian, lalu kalian berdo’a namun tidak dikabulkan” (HR. At Tirmidzi no.2323, Ia berkata: “Hadits ini hasan”)

Korban bencana adalah ahli maksiat?

Alasan mereka yang lain lebih sosialis. Yaitu jika kita mengaitkan bencana di suatu daerah dengan maksiat yang dilakukan penduduknya, sama saja menganggap korban-korban bencana adalah para ahli maksiat.

Dan hadits tersebut di atas jelas bahwa orang yang terkena bencana, bisa jadi benar ahli maksiat, atau bisa jadi orang shalih yang ikut terkena bencana yang disebabkan maksiat. Sehingga tidak ada yang bisa memastikan seseorang termasuk yang mana kecuali Allah Ta’ala. Dan tidak ada kepentingan sama sekali bagi kita untuk mengetahui apakah para korban itu termasuk golongan ahli maksiat atau orang shalih? Namun penting bagi kita untuk menyadari bahwa bencana ini karena sebab maksiat. Karena inilah yang membuat kita tersadar, bergegas untuk menyerahkan diri kepada-Nya, bersimpuh dan bertaubat kepada-Nya.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum: 41)

Dari pada kita merasa sombong, tak merasa punya andil dalam menyebabkan bencana ini, merasa tidak berdosa dan congkak. Yang tentunya kesombongan itu akan berbalas, di dunia atau kelak di akhirat.

وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Orang yang enggan bertaubat, mereka termasuk orang-orang yang zhalim” (QS. Al Hujurat: 11)

Allahlah Rabb alam semesta

Ya memang, bencana alam ini adalah fenomena alam yang dapat dijelaskan oleh ilmu fisika atau ilmu alam. Dengan ilmu tersebut bisa diketahui penyebab fisiknya, atau mungkin bisa diramal kejadiannya dari tanda-tanda dan pola-pola yang ada. Namun ingatlah, jauh dibalik itu semua, semua yang terjadi di alam ini adalah kekuasan Allah, yang Maha Mengatur Alam Semesta. Ilmu manusia manapun tidak ada yang bisa melawan dan meramal kehendak Allah. Andai teori dan data menyatakan tidak akan terjadi bencana, jika Allah berkehendak pun tetap terjadi. Allah lah pengatur alam yang sebenarnya.

رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ

“Ialah Allah, Rabb langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS. Shaad: 66).

Oleh karena itu sungguh sangat logis, jika ingin menghindari bencana atau menghentikan bencana kita memohon, menuruti keinginan serta menjauhi larangan dari Yang Maha Mengatur Alam yang sebenarnya.

وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلَافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Dialah Allah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah yang membolak-balikan siang dan malam, tidakkah engkau berpikir?” (QS. Al Qashas: 28 )

Artikel www.muslim.or.id

Salah Membaca yang sesuai pada Gerakan Sholat


Pertanyaan : 
Jika kita lupa lalu membaca doa rukuk ketika sujud atau membaca doa sujud ketika rukuk, apa yang harus dilakukan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Orang yang membaca doa rukuk ketika sujud atau membaca doa sujud ketika rukuk, ada 2 keadaan:

Pertama, teringat sebelum bangkit dari rukuk atau sujud, kemudian dia membaca doa yang sesuai.

Misalnya, membaca doa rukuk ketika sujud karena lupa. Sebelum bangkit dari sujud, dia teringat dan langsung membaca doa sujud. Dalam kondisi ini tidak ada kewajiban sujud sahwi, karena dia tidak meninggalkan yang wajib.

Hanya saja, dia dianjurkan untuk sujud sahwi, karena membaca doa yang tidak pada tempatnya.

Kedua, tidak teringat hingga meninggalkan rukun tersebut

Misalnya, membaca doa sujud ketika rukuk, dan baru teringat setelah bangkit dari rukuk (I’tidal). Dalam kondisi ini, dia harus melakukan sujud sahwi, karena telah meninggalkan yang wajib.

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan,

إذا أتى بقول مشروع في غير موضعه، فإنه يسن له أن يسجد للسهو، كما لو قال: “سبحان ربي الأعلى” في الركوع، ثم ذكر فقال: “سبحان ربي العظيم” فهنا أتى قول مشروع وهو “سبحان ربي الأعلى”، لكن “سبحان ربي الأعلى” مشروع في السجود، فإذا أتى به في الركوع قلنا: إنك أتيت بقول مشروع في غير موضعه، فالسجود في حقك سنة..

Jika seseorang membaca doa dalam shalat yang tidak pada tempatnya, maka dianjurkan baginya untuk sujud sahwi. Seperti membaca ‘Subhaana rabbiyal a’laa’ ketika rukuk, kemudian dia teringat, dan langsung membaca, ‘Subhaana rabbiyal adziim’.

Dalam kondisi ini dia membaca doa dalam shalat ‘Subhaana rabbiyal a’laa’, namun ini seharusnya dibaca ketika sujud. Jika dia membaca doa sujud ini ketika rukuk, kami jelaskan, ‘Anda telah membaca doa yang disyariatkan dalam shalat namun tidak pada tempatnya, sehingga dianjurkan untuk sujud bagi anda.’ (as-Syarh al-Mumthi’, 3/359).

Aturan Bagi Makmum

Bisa jadi, peristiwa semacam ini juga dialami makmum. Hanya saja, bagi makmum dalam hal ini ada 2 hukum,

[1] Makmum yang ikut imam dari awal, sehingga dia salam bersama imam

Dalam kondisi ini, meskipun makmum lupa, sehingga membaca doa rukuk ketika sujud atau sebaliknya, tidak disyariatkan baginya untuk sujud sahwi.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

إذا سها المأموم في صلاته، ولم يكن مسبوقا، أي أدرك جميع الركعات مع إمامه، كما لو نسي أن يقول: سبحان ربي العظيم في الركوع، فإنه لا سجود عليه؛ لأن الإمام يتحمله عنه

Ketika makmum lupa dalam shalatnya, dan dia bukan masbuq, dalam arti dia mendapatkan semua rakaat bersama imam, seperti orang yang lupa membaca ‘Subhana rabbiyal a’dziim’ ketika rukuk, maka tidak ada kewajiban sujud baginya. Karena imam menanggung kekurangannya. (Risalah fi Ahkam Sujud Sahwi).

[2] Makmum masbuq

Bagi makmum masbuq, sehingga salamnya tidak bersamaan dengan imam, maka dia sujud sahwi setelah menambah jumlah rakaat yang tertinggal, kemudian sujud sahwi sendiri.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

ما إذا سها المأموم في صلاته، وكان مسبوقاً، فإنه يسجد للسهو، سواء كان سهوه في حال كونه مع الإمام، أو بعد القيام لقضاء ما فاته؛ لأنه إذا سجد لم يحصل منه مخالفة لإمامه حيث إن الإمام قد انتهى من صلاته

Namun jika makmum lupa dalam shalatnya, dan dia masbuq, maka dia sujud sahwi, baik lupanya terjadi ketika dia bersama imam atau ketika menambahkan rakaat kekurangannya. Karena ketika dia sujud sahwi, dia tidak disebut menyalahi gerakan imam karena shalatnya imam telah selesai. (Risalah fi Ahkam Sujud Sahwi).

Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Free Ongkir di Market Place, Apakah Riba?



Pertanyaan :

Apakah fasilitas free-ongkir (Bebas Biaya Kirim) yang diberikan oleh Market Place kepada konsumen, termasuk riba?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ada beberapa catatan tentang marketplace yang kami pahami,

  1. Marketplace tidak memiliki barang, sehingga pihak marketplace tidak menjual barang.
  2. Marketplace adalah wadah yang mempertemukan penjual dengan pembeli di mall online.
  3. Marketplace tidak hanya tempat, tapi lembaga yang memiliki wewenang membuat kebijakan di pasarnya
  4. Umumnya pihak marketplace memberi jaminan keamanaan bagi pengunjung dengan sistem rekber (rekening bersama)
  5. Konsumen yang beli tidak pernah bertemu dengan pemilik barang. Semua transaksi dilayani dengan mesin
  6. Tidak berwenang menetapkan harga terhadap barang yang dijual
  7. Tidak mendapat keuntungan atau profit sharing dari merchant ketika ada barang yang terjual
  8. Tidak menanggung resiko terhadap barang
  9. Terkadang menyewakan fitur iklan untuk beberapa merchant, seperti diiklankan atau dipajang di depan
  10. Dana yang mengendap di rekber, diatur oleh OJK dan tidak bisa dimanfaatkan oleh pihak marketplace 

Menurut Informasi yang saya dengar

Kesimpulan yang ingin kami garis bawahi, bahwa marketplace bukan penjual, bukan pula wakil dari penjual, marketplace hanya media yang mempertemukan antara penjual dan pembeli dengan aturan tertentu.

Sebelum lebih jauh memahami marketplace, terlebih dahulu kita akan mempelajari 2 hal:

Pertama, konsekuensi akad jual beli.

Ketika dilakukan akad jual beli, akan terjadi perpindahan hak milik. Ketika si A menjual Hp kepada si B seharga 3 juta, maka terjadi perpindahan hak milik, HP berpindah hak milik dari si A kepada si B, dan uang 3 juta berpindah hak milik dari si B kepada si A.

Kedua, rekening bersama dan escrow

Keberadaan escrow di Market Place pada hakekatnya adalah untuk menjamin keamanan bagi semua pihak. Terutama para konsumen. Terlebih transaksi via online di masa sekarang, sangat rentan dengan penipuan. Ketika perusahaan Market Place membuat pasar, tentu saja dia ingin agar pasarnya aman dari keberadaan penipu. Intensitas penipuan tidak hanya merugikan semua pihak, termasuk kepercayaan orang terhadap pasarnya juga akan menjadi hilang. Dan ketika pasar sepi dari pengunjung, lama-kelamaan akan ditinggalkan pula oleh para penjual. Modal besar perusahaan Market Place dalam membuat sistem dan mesin transaksi, nyaris tidak ada harapan untuk bisa kembali.

Bukan karena masalah membangun suudzan, namun memilih posisi aman dalam hal ini dianjurkan. Para sahabat membiasakan tindakan ini, dalam rangka untuk menghindari setiap peluang munculnya sengketa.

Imam al-Bukhari dalam Adabul Mufrad menyebutkan judul Bab,

باب من عد على خادمه مخافة الظن

Bab tentang orang yang menghitung jumlah kiriman yang dibawa pembantunya, karena khawatir ada sangkaan yang tidak diinginkan.

Kemudian beliau membawakan riwayat dari Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu,

إِنِّي لَأَعُدُّ العُرَّاقَ عَلَى خَادِمِي مَخَافَةَ الظنِّ

Saya menghitung jumlah tulang kering (al-Urraq) yang dikirim oleh pembantuku, karena khawatir muncul sangkaan yang tidak diinginkan. (al-Adab al-Mufrad, no. 168 dan dishahihkan al-Albani).

Al-Urraq adalah tulang yang sudah dibersihkan dagingnya, dan masih tersisa sedikit daging yang menempel. Di masa silam, ini laku dan dijual bijian. Salman memiliki pembantu yang bertugas sebagai kurir antar-jemput tulang ini. Ketika beliau mengirim dan menerima, selalu dihitung terlebih dahulu.
Alasan Salman adalah karena itu lebih menenangkan bagi hati.

Anda tentu saja tidak akan merasa nyaman ketika transaksi yang anda lakukan dipenuhi dengan kecurigaan. Anda beli secara online dan anda dipenuhi kekhawatiran, jangan-jangan ditipu.. karena itu, membuat suasana nyaman ketika transaksi, dengan menutup semua celah yang bisa memicu sengketa, dalam islam dianjurkan.

Skema Transaksi di Market Place 

Penjual mendaftarkan dirinya untuk membuka lapak di Market Place , selanjutnya dia memasang foto barang di sana. Kemudian si A berminat untuk membelinya, lalu si A memasukkan barang itu ke keranjang belanja. Setelah diperiksa dan benar-benar telah sesuai, si A membeli barang itu dengan mentransfer harga barang + biaya ongkir (jika tidak gratis).

Uang yang ditransfer konsumen tidak langsung diterima oleh penjual, namun ditahan di rekber sampai ada notifikasi bahwa barang telah tiba di tempat pembeli dengan selamat. Lalu nominal itu masuk ke dompet virtual penjual, dan selanjutnya penjual memiliki hak untuk mencairkannya.

Jika kita buat diagram alir, urutannya sebagai berikut:

Penjual memajang barang A => konsumen memilih barang => Konsumen memasukkan barang ke keranjang belanja => konsumen membeli dengan mentransfer senilai harga barang dan ongkir => penjual mendapat notifikasi dari Market Place untuk mengirim barang => penjual mengirim barang => barang sampai di konsumen.

Yang menjadi pertanyaan, milik siapakah uang yang tersimpan di rekber?

Setiap property online, tentu saja ada pemiliknya. Dengan melihat skema Market Place di atas, milik siapakah uang itu?

Karena yang terlibat transaksi ada 3 pihak, maka jawabannya ada 3 kemungkinan,
  1. Milik MarketPlace
  2. Milik Penjual
  3. Milik Konsumen
Dan setiap jawaban tentu saja membawa konsekuensi.

Jika kita jawab, uang itu milik Market Place . Pertanyaan selanjutnya, atas dasar apa pihak Market Place memiliki uang itu?

Apakah dia penjual? Jawabannya: bukan.

Apakah dia penerima utang dari konsumen?

Sejak kapan konsumen berkeinginan memberi uang pihak Market Place ?

Karena itu, jika uang ini kita pahami sebagai milik pihak Market Place , kita kesulitan untuk memberikan alasan atas dasar apa Market Place memiliki uang itu.

Jawabannya tinggal dua kemungkinan, antara milik konsumen atau milik penjual.

Untuk menentukan ini, anda bisa gunakan teori konsekuensi akad. Jika sudah terjadi akad, berarti telah terjadi perpindahan hak milik antara penjual dan konsumen. Dimana uang itu sudah menjadi milik penjual, dan barang menjadi hak konsumen.

Pertanyaan selanjutnya, ketika si A belanja di marketplace, kapan akad jual beli itu terjadi? Lihat skema dan diagram alir di atas. Ada 3 kemungkinan, kapan akad itu terjadi?
  1. Ketika konsumen menaruh daftar barang yang dia pilih di keranjang belanja
  2. Ketika konsumen mentransfer uang ke rekber
  3. Ketika konsumen menerima barang.
Untuk yang pertama, ketika konsumen menaruh daftar barang yang dia pilih di keranjang belanja, jelas ini bukan akad. Karena itu, sebatas menaruh di keranjang belanja, sama sekali tidak ada ikatan apapun.

Untuk yang ketiga, Ketika konsumen menerima barang, ini juga tidak mungkin. Karena di sini konsumen hanya menerima barang dan tidak melakukan akad. Sehingga akad sudah terjadi sebelumnya. Karena itu, jawaban yang paling tepat adalah yang kedua, Ketika konsumen mentransfer uang ke rekber.

Untuk itulah, sudah menjadi aturan dalam transaksi online, ketika konsumen dinyatakan telah deal transaksi jika dia telah melakukan pembayaran dengan cara transfer atau lainnya.

Sehingga uang yang mengendap di rekber adalah uang milik penjual dan bukan lagi milik konsumen. Namun penjual belum bisa mencairkan haknya, sampai ada kepastian bahwa barang telah tiba dengan selamat di tempat konsumen. Sehingga uang ini hakekatnya dijadikan jaminan atas transaksi jual beli antara penjual dengan konsumen di Market Place tersebut.

Kesimpulannya, uang yang mengendap di rekber itu bukan dana pinjaman konsumen ke Market Place . Sehingga jika konsumen mendapatkan hadiah apapun dari Market Place , tidak termasuk keuntungan karena transaksi utang piutang.
Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
https://konsultasisyariah.com/33873-free-ongkir-di-marketplace-itu-riba.html

Mengembalikan Kendaraan dengan Kondisi Bensin Penuh, Apakah Riba?


Contoh Ilustrasi

Contoh riba yg ‘kadang’ tidak kita sadari:
“Om, pinjem motornya ya…” tanya Pardi
“Ya, itu ambil aja sendiri di garasi, kuncinya ini, tapi nanti bensinnya diisi penuh ya.” Jawab Om Hadi.
Ribanya adalah tambahan pengembalian pinjaman berupa bensin.
Apa ini benar?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Mengambil keuntungan sekecil apapun dari transaksi utang piutang, dilarang dalam islam. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Fudhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu,

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا

“Semua utang yang menghasilkan manfaat statusnya riba” (HR. al-Baihaqi dengan sanadnya dalam al-Kubro)

Termasuk diantarannya tambahan yang dipersyaratkan ketika pelunasan utang.

Sahabat Abdullah bin Sallam radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan nasehat kepada Abu Burdah, yang ketika itu baru tiba di Iraq. Dan di sana ada tradisi, siapa yang berutang maka ketika melunasi, dia harus membawa sekeranjang hadiah.

إِنَّكَ فِى أَرْضٍ الرِّبَا فِيهَا فَاشٍ وَإِنَّ مِنْ أَبْوَابِ الرِّبَا أَنَّ أَحَدَكُمْ يَقْرِضُ الْقَرْضَ إِلَى أَجْلٍ فَإِذَا بَلَغَ أَتَاهُ بِهِ وَبِسَلَّةٍ فِيهَا هَدِيَّةٌ فَاتَّقِ تِلْكَ السَّلَّةَ وَمَا فِيهَا

“Saat ini kamu berada di daerah yang riba di sana tersebar luas. Diantara pintu riba adalah jika kita memberikan utang kepada orang lain sampai waktu tertentu, jika jatuh tempo tiba, orang yang berhutang membayarkan cicilan dan membawa sekeranjang berisi buah-buahan sebagai hadiah. Hati-hatilah dengan keranjang tersebut dan isinya.” (HR. Baihaqi dalam Sunan Kubro).

Namun larangan hadiah ketika pelunasan ini berlaku apabila transaksinya utang-piutang. Dan diantara konsekuensi dalam transaksi utang piutang (al-Qardh) adalah terjadinya perpindahan hak milik terhadap objek utang, dari pemberi utang ke penerima utang.

Berbeda dengan akad pinjam-meminjam (al-Ariyah), objek yang dipinjamkan tidak mengalami perpindahan hak milik. Sehingga peminjam tidak memiliki hak apapun terhadap barang itu, selain hak guna sementara, selama masa izin yang diberikan pihak yang meminjamkan.

Jika anda utang motor, maka anda berhak memiliki motor itu. Selanjutnya bisa anda jual, anda sewakan atau digadaikan untuk utang.

Lain halnya jika anda pinjam motor, lalu anda jual, atau anda sewakan atau digadaikan untuk utang, anda akan disebut orang yang tidak amanah. Karena motor ini bukan motor anda, tapi motor kawan anda. Anda hanya punya hak guna pakai selama masih diizinkan.

Karena itulah, benda habis pakai, hanya mungkin dilakukan akad utang. Meskipun ketika akad menyebutnya pinjam, namun hukumnya utang. Misalnya, makanan, uang, atau benda habis pakai lainnya.

As-Samarqandi dalam Tuhfatul Fuqaha’ mengatakan,

كل ما لا يمكن الانتفاع به إلا باستهلاكه، فهو قرض حقيقة، ولكن يسمى عارية مجازا، لانه لما رضي بالانتفاع به باستهلاكه ببدل، كان تمليكا له ببدل

Semua benda yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan menghabiskannya, maka hakekatnya hanya bisa diutangkan. Namun bisa disebut pinjam sebagai penggunaan majaz. Karena ketika pemilik merelakan untuk menggunakan barang itu melalui cara dihabiskan dengan mengganti, berarti terjadi perpindahan hak milik dengan mengganti. (Tuhfatul Fuqaha’, 3/178)

Al-Kasani menjelasakan dengan menyebutkan beberapa contoh,

وعلى هذا تخرج إعارة الدراهم والدنانير أنها تكون قرضا لا إعارة ; لأن الإعارة لما كانت تمليك المنفعة أو إباحة المنفعة على اختلاف الأصلين , ولا يمكن الانتفاع إلا باستهلاكها , ولا سبيل إلى ذلك إلا بالتصرف في العين لا في المنفعة

Berdasarkan penjelasan ini dipahami bahwa meminjamkan dinar atau dirham, statusnya adalah utang dan bukan pinjam meminjam. Karena pinjam-meminjam hanya untuk benda yang bisa diberikan dalam bentuk perpindahan manfaat (hak pakai). Sementara dinar dirham tidak mungkin dimanfaatkan kecuali dengan dihabiskan. Tidak ada cara lain untuk itu, selain meghabiskan bendanya bukan mengambil hak gunanya.

Lebih lanjut, beliau menjelaskan,

لو استعار حليا ليتجمل به صح ; لأنه يمكن الانتفاع به من غير استهلاك بالتجمل… وكذا إعارة كل ما لا يمكن الانتفاع به إلا باستهلاكه كالمكيلات والموزونات , يكون قرضا لا إعارة لما ذكرنا أن محل حكم الإعارة المنفعة لا بالعين

Jika ada yang meminjam perhiasan untuk dandan, statusnya sah sebagai pinjaman. Karena perhiasan mungkin dimanfaatkan tanpa harus dihabiskan ketika dandan… sementara meminjamkan benda yang tidak mungkin bisa dimanfaatkan kecuali dengan dihabiskan, seperti bahan makanan yang ditakar atau ditimbang, statusnya utang bukan pinjam meminjam, sesuai apa yang kami sebutkan sebelumnya bahwa posisi pinjam meminjam hanya hak guna, bukan menghabiskan bendanya. (Bada’i as-Shana’i, 8/374)

Kita melihat akad bukan dari nama, namun dari hakekat dan konsekuensinya.

Pinjam itu tidak memindahkan hak milik, namun hanya memindahkan hak guna pakai. Berbeda dengan akad utang (qardh), akad ini memindahkan hak milik. Sehingga dari kasus yang ditanyakan, bukan termasuk akad utang. Namun sebatas memindahkan hak guna pakai.

Bagaimana jika hak guna pakai itu harus diganti dengan mengisi bensin sampai penuh?

Mengisi bensin sampai penuh dalam hal ini menjadi iwadh (alat pembayaran) untuk objek yang dimanfaatkan. Sehingga akad yang terjadi adalah ijarah (sewa-menyewa). Menyewa motor dengan pembayaran berupa bensin sepenuh tanki motor. Dan ijarah semacam ini – insyaaAllah – tidak masalah.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits