Hukum Perceraian atau Talak dalam Islam

RMI Alur Cucur – Pada pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai Perceraian Atau Talak dalam Islam. Pada kali ini kita akan mengupas tuntas mengenai permasalahan seputar cerai. Hal Hal yang akan di bahas anatar lain,  Pengertian Cerai/Talak menurut bahasa dan istilah, Dasar hukum (dalil) tentang perceraian, Hukum Cerai, Rukun Perceraian, Jenis Perceraian, Ucapan Talak, Masa Iddah, Prosedur perceraian di pengadilan agama dll. Selengkapnya dapat anda baca dibawah ini :

PENGERTIAN TALAK

  • Pengertian Talak Menurut bahasa adalah melapas, Kata Ath-Thalaq ( الطَّلاَقُ) secara makna bahasa adalah isim mashdar kata Thallaqa (طَلَّقَ), dan suatu isim mashdar menyamai mashdhar dari sisi makna tetapi berbeda dari segi huruf-hurufnya. Makna kata ini diambil dari kata al-ithlaq (الِإطْلاَقُ) yang artinya melepas. Hal itu karena pernikahan adalah ikatan (akad), apabila istri ditalak, lepaslah ikatan (akad) tersebut.

  • Pengertian Talak Menurut Istilah Syariah adalah melepaskan ikatan perkawinan (Arab, اسم لحل قيد النكاح) atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri dalam waktu tertentu atau selamanya.
    • Menurut Ulama Mazhab Hanafi dan Hanbali mengatakan bahwa talak adalah pelepasan ikatan perkawinan secara langsung untuk masa yang akan datang dengan lafal yang khusus.
    • Menurut mazhab Syafi’i, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan itu.
    • Menurut ulama Maliki, talak adalah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.
Perbedaan definisi diatas menyebabkan perbedaan akibat hukum bila suami menjatuhkan talak Raj’i pada istrinya. Menurut Hanafi dan Hanbali, perceraian ini belum menghapuskan seluruh akibat talak, kecuali iddah istrinya telah habis. Mereka berpendapat bahwa bila suami jimak dengan istrinya dalam masa iddah, maka perbuatan itu dapat dikatakan sebagai pertanda rujuknya suami. Ulama Maliki mengatakan bila perbuatan itu diawali dengan niat, maka berarti rujuk. Ulama syafi’i mengatakan bahwa suami tidak boleh jimak dengan istrinya yang sedang menjalani masa iddah, dan perbuatan itu bukanlah pertanda rujuk. karena menurut mereka, rujuk harus dilakukan dengan perkataan atau pernyataan dari suami secara jelas, bukan dengan perbuatan.

DALIL DASAR HUKUM PERCERAIAN TALAK

Dalam QS Al-Baqarah 2:229

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَن يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya : Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.

Dalam QS At-Talaq 65:1-7

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ إِذَا طَلَّقۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحۡصُواْ ٱلۡعِدَّةَۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ رَبَّكُمۡۖ لَا تُخۡرِجُوهُنَّ مِنۢ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخۡرُجۡنَ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَٰحِشَةٖ مُّبَيِّنَةٖۚ وَتِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۚ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ ٱللَّهِ فَقَدۡ ظَلَمَ نَفۡسَهُۥۚ لَا تَدۡرِي لَعَلَّ ٱللَّهَ يُحۡدِثُ بَعۡدَ ذَٰلِكَ أَمۡرٗا ١ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمۡسِكُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٍ أَوۡ فَارِقُوهُنَّ بِمَعۡرُوفٖ وَأَشۡهِدُواْ ذَوَيۡ عَدۡلٖ مِّنكُمۡ وَأَقِيمُواْ ٱلشَّهَٰدَةَ لِلَّهِۚ ذَٰلِكُمۡ يُوعَظُ بِهِۦ مَن كَانَ يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢ وَيَرۡزُقۡهُ مِنۡ حَيۡثُ لَا يَحۡتَسِبُۚ وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمۡرِهِۦۚ قَدۡ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَيۡءٖ قَدۡرٗا ٣ وَٱلَّٰٓـِٔي يَئِسۡنَ مِنَ ٱلۡمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمۡ إِنِ ٱرۡتَبۡتُمۡ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشۡهُرٖ وَٱلَّٰٓـِٔي لَمۡ يَحِضۡنَۚ وَأُوْلَٰتُ ٱلۡأَحۡمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مِنۡ أَمۡرِهِۦ يُسۡرٗا ٤ ذَٰلِكَ أَمۡرُ ٱللَّهِ أَنزَلَهُۥٓ إِلَيۡكُمۡۚ وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يُكَفِّرۡ عَنۡهُ سَيِّ‍َٔاتِهِۦ وَيُعۡظِمۡ لَهُۥٓ أَجۡرًا ٥ أَسۡكِنُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ سَكَنتُم مِّن وُجۡدِكُمۡ وَلَا تُضَآرُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُواْ عَلَيۡهِنَّۚ وَإِن كُنَّ أُوْلَٰتِ حَمۡلٖ فَأَنفِقُواْ عَلَيۡهِنَّ حَتَّىٰ يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ فَإِنۡ أَرۡضَعۡنَ لَكُمۡ فَ‍َٔاتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأۡتَمِرُواْ بَيۡنَكُم بِمَعۡرُوفٖۖ وَإِن تَعَاسَرۡتُمۡ فَسَتُرۡضِعُ لَهُۥٓ أُخۡرَىٰ ٦ لِيُنفِقۡ ذُو سَعَةٖ مِّن سَعَتِهِۦۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيۡهِ رِزۡقُهُۥ فَلۡيُنفِقۡ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ سَيَجۡعَلُ ٱللَّهُ بَعۡدَ عُسۡرٖ يُسۡرٗا ٧

Artinya:
  1. Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru

  2. Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar

  3. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu

  4. Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya

  5. Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya

  6. Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya

  7. Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan

HUKUM CERAI/TALAK

Hukum talak/perceraian itu beragam: bisa wajib, sunnah, makruh, haram, mubah. Rinciannya sbb:

HUKUM TALAK/CERAI ITU WAJIB APABILA:
a) Jika suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak pengadilan berpendapat bahawa talak adalah lebih baik Jika tidak diceraikan dalam keadaan demikian, maka berdosalah suami

HUKUM TALAK/CERAI ITU HARAM APABILA:
a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekaligus atau talak satu tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih

HUKUM TALAK/CERAI ITU SUNNAH APABILA:
a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
b) Isterinya tidak menjaga martabat dirinya

TALAK/CERAI HUKUMNYA MAKRUH APABILA:
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama

TALAK/CERAI HUKUMNYA MUBAH APABILA
Suami lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya

RUKUN PERCERAIAN / TALAK

Ada 2 faktor dalam perceraian yaitu suami dan istri. Masing-masing ada syarat sahnya perceraian.
  1. Rukun Talak bagi Suami
    • Berakal sehat
    • Baligh
    • Dengan kemauan sendiri

  2. Rukun Talak bagi Isteri
    • Akad nikah sah
    • Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

  3. Lafadz/teks talak:
    • Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
    • Dengan sengaja dan bukan paksaaan

JENIS PERCERAIAN/MACAM-MACAM TALAK

TALAK MENURUT LAFALNYA

  • Talak dengan lafal shorih (jelas) yaitu ucapan talak yang tidak harus disertai niat
Contoh: suami berkata kepada isterinya; “kamu saya talak” perkataan seperti ini adalah jelas. Maka tidak diperlukan niat. Ucapan suami yang seperti ini baik bergurau, niat ataupun tidak ada niat tetap dapat menjatuhkan talak.
  • Talak dengan lafal kinayah (sindiran)yaitu ucapan talak yang bisa jatuh jika disertai niat.
Contoh: suami berkata: “pulanglah engkau kerumah orang tuamu.” Jika suami berkata dengan sindiran, dan disertai niat, maka jatuhlah talaknya, tetapi jika tidak disertai niat maka tidak jatuh talak.

TALAK MENURUT WAKTUNYA

  • Talak Sunni yaitu talak yang dijatuhkan pada saat isteri dalam keadaan suci (setelah selesai haid) dan belum di kumpuli (disetubuhi)
  • Talak Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan pada saat isteri sedang dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci tetapi sudah dicampuri (disetubuhi) talak seperti ini hukumnya haram.

TALAK MENURUT JENISNYA

  • Talak Mati yaitu talak yang disebakan karena suami meninggal dunia
  • Talak Hidup yaitu yang dikarenakan oleh suatu sebab
  • Talak Roj’i yaitu talak yang masih diperbolehkan rujuk kembali
  • Talak Ba’in yaitu talak yang tidak diperbolehkan untuk rujuk kembali, jika menginginkan untuk dikawini harus dengan jalan akad nikah baru.
    • Talak ba’in sughra (kecil)yaitu talak ba’in yang jika ingin dikawini lagi, harus dengan jalan akad nikah yang baru tanpa ada syarat yang beratContoh: talak satu atau dua yang sudah habis masa iddahnya
    • Talak ba’in kubra (besar)yaitu talak ba’in yang jika ingin kawin lagi, harus dengan jalan akad nikah baru, dan dengan syarat yang berat.Sudah jatuh talak ketiga, jika ingin kawin lagi tidak diperbolehkan, kecuali bekas isteri sudah dinikahi oleh orang lain, sudah ditalak dan telah habis masa iddahnya dan sudah pernah berhubungan layaknya suami isteri.

TALAK MENURUT PELAKU PERCERAIAN

  • Talak yang dijatuhkan suami kepada istri
  • Talak yang dijatuhkan Istri Kepada Suami / GUGAT CERAI Yaitu perceraian yang dilakukan oleh istri kepada suami. Cerai model ini dilakukan dengan cara mengajukan permintaan perceraian kepada Pengadilan Agama. Dan perceraian tidak dapat terjadi sebelum Pengadilan Agama memutuskan secara resmi.Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’:

    1. Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi di mana:
      • Suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut; Suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya);
      • Suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suamii istri);
      • Adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri. Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya.

    2. Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Khulu’ disebut dalam QS Al-Baqarah 2:229
Efek Hukum dari gugat cerai oleh istri baik Fasakh maupun Khulu’ adalah talak Ba’in shughra (talak ba’in kecil). TALAK BA’IN SHUGHRA adalah hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.

BEDA TALAK RAJ’I, TALAK BA’IN SUGHRA, TALAK 3 (BA’IN KUBRO)

Dari seluruh uraian seputar talak/perceraian di atas dapat disimpulkan bahwa talak ada 3 macam yaitu : Talak Raj’i, Talak Ba’in Sughra (kecil) dan Talak Ba’in Kubra adalah sbb:
  1. Talak Raj’i (Rujuk) Adalah cerai talak oleh suami dengan level talak 1 (satu) dan talak 2 (dua). Dengan status Talak Raj’i, maka suami boleh rujuk atau kembali pada istri yang dicerainya selama masa iddah tanpa harus akad nikah baru. Namun apabila keinginan rujuk tersebut setelah masa iddah habis, maka harus diadakan akad nikah baru.
  2. Talak Ba’in Sughra (Kecil) adalah perceraian yang disebabkan oleh gugat cerai oleh istri baik dengan cara fasakh atau khuluk. Dalam kondisi ini, maka (a) suami tidak boleh rujuk pada istri selama masa iddah; dan (b) suami boleh kembali ke istri setelah masa iddah habis dengan akad nikah yang baru.
  3. Talak 3 (Tiga) atau Talak Ba’in Kubro adalah perceraian di mana suami sama sekali tidak boleh rujuk atau kembali pada istrinya walaupun masa iddah sudah habis kecuali setelah istri menikah dengan laki-laki lain dan beberapa saat (bulan/tahun) kemudian pria kedua tersebut menceraikannya.

IDDAH (Massa Tunggu)

Iddah adalah masa tunggu bagi istri yang dicerai talak oleh suami atau karena gugat cerai oleh istri. Dalam masa iddah, seorang perempuan yang dicerai tidak boleh menikah dengan dengan siapapun sampai masa iddahnya habis atau selesai. Bagi istri yang ditalak raj’i (talak satu atau talak dua) maka suami boleh kembali ke istri (rujuk) selama masa iddah tanpa harus ada akad nikah baru. Sedangkan apabila suami ingin rujuk setelah masa iddah habis, maka harus ada akad nikah yang baru. Rincian masa iddah sbb:
  • Perempuan yang ditinggal mati suaminya, maka iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari, baik sang isteri sudah dicampuri (hubungan intim) atau belum (QS Al-Baqarah 2:234).
  • Istri yang dicerai saat sedang hamil, maka masa iddahnya sampai melahirkan (QS At-Talaq 65:4).
  • Istri yang ditalak tidak dalam keadaan hamil dan masih haid secara normal, maka masa iddahnya tiga kali haid yang sempurna(QS Al-Baqarah 2:228).
  • Jika wanita yang dijatuhi talak itu masih kecil, belum mengeluarkan darah haid atau sudah lanjut usia yang sudah manopause (berhenti masa haid), maka iddahnya adalah tiga bulan (At-Thalaq 65:4).
  • Wanita yang pernikahannya Fasakh/dibatalkan dengan cara khulu’ atau selainnya, maka cukup baginya menahan diri selama satu kali haid.
  • Wanita yang dicerai-talak sebelum ada hubungan intim, maka tidak ada masa iddah.

PROSEDUR PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

Ada beberapa tahapan dalam melakukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama baik menyangkut cerai talak oleh suami atau cerai gugat oleh istri sbb:

PROSES CERAI TALAK OLEH SUAMI DI PENGADILAN AGAMA Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya:

A) Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 66 UU No. 7 Tahun 1989);
  1. Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);
  2. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
B) Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah :
  1. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
  2. Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989);
  3. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU No. 7 Tahun 1989);
  4. Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989).
C) Permohonan tersebut memuat :
  1. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
  2. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
  3. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
D) Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU No. 7 Tahun 1989).

E) Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

F) Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara

a) Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah.
b) Pemohon dan Termohon dipanggil oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk menghadiri persidangan.
c) Tahapan persidangan :
  1. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
  2. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
  3. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg). Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah atas permohonan cerai talak sebagai berikut :
  4. Permohonan dikabulkan. Apabila Termohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syarhah tersebut;
  5. Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tersebut;
  6. Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru.
d). Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka :
  1. Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak;
  2. Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak;
  3. Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak didepan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (Pasal 70 ayat (6) UU No. 7 Tahun 1989).
e) Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (Pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Tahun 1989);

PROSES GUGAT CERAI OLEH ISTRI DI PENGADILAN AGAMA

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

A) Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal 73 UU No. 7 Tahun 1989);
  1. Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah tentang tata cara membuat surat gugatan (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Tahun 1989);
  2. Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat.
B) Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;
  1. Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989 jo Pasal 32 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974);
  2. Bila Penggugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (Pasal 73 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989);
  3. Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’aah yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat (3) UU No.7 Tahun 1989).
C) Permohonan tersebut memuat :
  1. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
  2. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
  3. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita).
D) Gugatan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1989).

E) Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg).

F) Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (Pasal 121, 124, dan 125 HIR, 145 R.Bg).

Proses Penyelesaian Perkara

a) Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah
b) Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk menghadiri persidangan
c) Tahapan persidangan :
  1. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989);
  2. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi (Pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Tahun 2003);
  3. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Termohon dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 132 a HIR, 158 R.Bg); Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah atas permohonan cerai gugat sebagai berikut :
    • Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah tersebut;
    • Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iah tersebut;
    • Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.
  4. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera Pengadilan agama/mahkamah syar’iah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.

Hal-Hal Yang Terjadi Akibat Perceraian (Talak)

Hadhanah yaitu mengasuh atau mendidik anak yang belum mengerti tentang sesuatu yang baik untuknya, atau yang membahayakan dirinya. Dalam uraian kewajiban suami isteri adalah mendidik dan memelihara anaknya, permasalahan yang timbul disini kalau terjadi perceraian antara suami isteri, siapakah yang lebih berhak untuk mengasuh anaknya.

Sabda Rasulullah saw yang artinya :“Diceritakan dari Umar bin Suaib dari ayah dan kakeknya, sesungguhnya suatu hari ada seorang perempuan datang menemui Rasulullah: Ya Rasulullah anak ini saya kandung, saya susui, saya besarkan, sedangkan ayahnya menceraikan saya dan akan mengambil anak ini dari saya, Rasulullah menjawab : engkau lebih berhak mengasuh anak ini sebelum kamu menikah.” (HR. Abu Dawud)

Dari hadist tersebut dapat disimpulkan bahwa :
  1. Orang yang paling berhak mengasuh anak adalah ibunya, selama anak tersebut masih kecil dan belum cakap, mengenai pemeliharaan ditanggung ayahnya.
  2. Apabila ibu telah menikah hak mengasuh ada pada ayahnya.
  3. Apabila anak telah dewasa dan mengerti apa yang baik untuk dirinya, maka ia diberi kebebasan untuk memilih antara ibu dan ayahnya. Sabda Rasulullah yang artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW berkata, seorang anak diberi kebebasan memilih antara ayah dan ibunya.” (HR. Ibnu Majah dan Turmudzi).
Syarat bagi orang yang memiliki hak asuh :
  1. Berakal sehat
  2. Merdeka
  3. Beragama Islam
  4. Dapat memelihara kehormatan anak yang diasuh
  5. Dapat dipercaya
  6. Berdomisili (tinggal) di wilayah anak tersebut diasuh
  7. Tidak memiliki suami
Demikianlah pembahasan Talak /Cerai yang selengkap-lengkapnya dapat kami sampaikan, mohon maaf jika ada yang kurang ataupun kesalahan!

--------------------------------------------------------------
Referensi/Rujukan :
  • Kitab Al-Umm oleh Imam Syafi’i
  • Kitab Al-Majmuk Syarah Muhadzab oleh Imam Nawawi
  • Kitab Fathul Wahhab oleh Abu Zakariya Al Anshari.
  • Kitab Fathul Qorib oleh Al-Ghazi

Assalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah Saya ucapkan kepada Allah dan Solawat Beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW

0 komentar: