Menyerahkan Zakat kepada Pemerintah



Pertanyaan :
Bolehkah menyerahkan zakat ke pemerintah? Padahal bisa jadi dikorup… meskipun kita tidak tahu realitanya…


Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Allah berfirman di surat at-Taubah,

خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. at-Taubah: 103).

Ayat merupakan dalil bolehnya menyerahkan zakat ke pemerintah. Karena Allah mengizinkan bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemimpin kaum muslimin untuk menarik zakat dari kaum muslimin. Bahkan menurut Syaikhul Islam, kaum muslimin sepakat mengenai bolehnya menyerahkan zakat kepada pemerintah. Syaikhul Islam menyatakan,

وإذا أخذ ولى الأمر العشر أو زكاة التجارة فصرفها في مصرفها أجزأت باتفاق المسلمين

Apabila pemerintah mengambil 10% (pajak pedagang kafir) atau zakat perdagangan, lalu disalurkan sesuai tujuan yang benar, hukumnya boleh dengan sepakat kaum muslimin. (Mukhtashar al-Fatawa al-Mishriyah, Ibnu Taimiyah, 1/240).

Fatwa yang lain pernah disampaikan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh,

….لكن إذا طلبها ولي الأمر باسم الزكاة ، ودفعت إليه بنية الزكاة أجزأت ، إذا كان ولي الأمر مسلماً

Apabila pemerintah menarik harta sebagai bentuk zakat, dan rakyat membayarkan hartanya dengan niat zakat, maka hukumnya sah, jika pemerintahnya muslim. (Fatawa wa Rasail Muhammad bin Ibrahim, 4/106).

Bagaimana Jika Pemerintahnya Dzalim?

Bagian ini juga dibahas para ulama. Dan mereka berbeda pendapat mengenai hukum membayar zakat kepada pemerintah yang dzalim.

[1] Pendapat yang masyhur dalam madzhab Hanafiyah dan Malikiyah, zakat tidak boleh diserahkan kepada pemerintah yang dzalim.

Berikut kesimpulan yang disampaikan al-Hathab dalam Mawahib al-Jalil – kitab madzhab Maliki –,

وإذا كان الإمام جائرًا فيها لم يُجْزِه دفعها إليه

Jika pemimpin itu dzalim dalam panyaluran zakat, tidak boleh diserahkan kepadanya.

Kemudian beliau menyebutkan keterangan dalam kitab at-Taudhih,

قال في التوضيح: أي جائرًا في تفرقتها وصرفها في غير مصارفها لم يجزه دفعها إليه؛ لأنه من باب التعاون على الإثم والعدوان، والواجب حينئذٍ جحدها والهروب منها ما أمكن، وأما إذا كان جوره في أخذها لا في تفرقتها، بمعنى أنه يأخذ أكثر من الواجب، فينبغي أنه يجزيه ذلك على كراهة دفعها إليه

Dijelaskan dalam at-Taudhih, maksudnya adalah dzalim dalam menyalurkannya. Mereka salurkan ke tujuan yang bukan penerima zakat. Sehingga tidak boleh menyerahkannya kepada mereka. Karena ini termasuk bantu-membantu dalam dosa dan maksiat. Sehingga rakyat wajib untuk menolaknya dan menghindari pemerintahnya sebisanya.

Namun jika kedzalimannya terkait cara mengambil zakat, bukan membagikan zakat, dalam arti pemerintah meminta yang lebih dari kewajiban yang harus diserahkan muzakki, maka sebaiknya diizinkan, meskipun makruh untuk menyerahkannya ke mereka. (Mawahib al-Jalil, 2/360).

[2] Sementara Syafiiyah dan Hambali membolehkan menyerahkan zakat kepada pemimpin yang dzalim, karena mereka teledor dalam menyalurkannya.

Murid Imam Ahmad yang bernama Hambal pernah meriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa beliau menyatakan,

كانوا يدفعون الزكاة إلى الأمراء وهؤلاء أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم يأمرون بدفعها، وقد علموا فيما ينفقونها فما أقول أنا

Mereka (kaum muslimin di zaman tabiin dan tabi’ tabiin) menyerahkan zakatnya kepada pemimpin. Demikian pula para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menyerahkan zakat ke pemerintah. Dan mereka mengetahui bagaimana pemerintah menyalurkannya. Lalu bagaimana saya harus bersikap?? (Kasyaf al-Qina’, al-Buhuti, 2/259).

Pendapat ini didukung beberapa hadis, diantaranya hadis dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu,

ادفعوا صدقاتكم إلى من ولاه الله أمركم، فمن بر فلنفسه، ومن أثم فعليها

“Serahkan zakat kalian kepada pemerintah kalian. Jika dia pemimpin yang baik, dia akan mendapatkan pahalanya dan jika dia pemimpin yang jahat, dosanya hanya akan menimpa dirinya. (HR. Baihaqi dan sanadnya dihasankan an-Nawawi).

Dalam riwayat lain, Ibnu Umar mengatakan,

ادفعوا إليهم وإن شربوا بها الخمر

Serahkan zakat kalian kepada mereka, meskipun mereka hobi minum khamr. (HR. Baihaqi dan sanadnya dihasankan an-Nawawi).

Dan insyaaAllah pendapat ini yang lebih mendekati kebenaran. Karena rakyat tidak bertanggung jawab terhadap kesalahan yang dilakukan pemerintah. Sehingga rakyat boleh menyerahkan zakatnya kepada pemerintah ketika diminta, jika hartanya sudah mencapai satu nishab.

Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Assalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Alhamdulillah Saya ucapkan kepada Allah dan Solawat Beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW

0 komentar: