Ustadz, saya punya rumah kontrakan yg disewa orang lain, bolehkah menjual rumah yang sedang disewakan tersebut? Sukran
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ada beberapa pengantar yang perlu kita ketahui untuk memahami kasus ini,
Pertama, bahwa akad yang lazim (mengikat) tidak bisa dibatalkan sepihak.
Sewa rumah adalah akad ijarah. Ketika akad telah dilakukan, maka dia mengikat dan tidak bisa dibatalkan secara sepihak. Bahkan meskipun rumah belum ditempati. Selanjutnya pemilik rumah berhak mendapat uang sewa, dan penyewa berhak mendapat hak guna menempati rumah.
Ketika si A telah melakukan akad sewa rumah si B, maka tidak bisa dibatalkan sepihak, sekalipun masa sewa masih lama, bahkan sekalipun belum ditempati.
Dalam al-Muqni’ dinyatakan,
والإجارة عقدٌ لازمٌ من الطرفين ليس لأحدهما فسخها، وإن بدا له قبل تقضي المدة فعليه الأُجرة، وإن حوَّله المالك قبل تقضيها لم يكن له أُجرة لما سكن، نصَّ عليه، ويحتمل أن له من الأُجرة بقسطه
Ijarah adalah akad lazim (mengikat) kedua pihak, dan salah satu pihak tidak berhak membatalkannya. Jika penyewa ingin membatalkannya sebelum selesai masa sewa, maka dia wajib bayar biaya sewa. Namun jika pemilik menyuruhnya untuk pindah, sebelum selesai masa sewa, maka pemilik tidak berhak menerima biaya sewa selama masa tinggal di rumah. Demikian yang ditegaskan (Imam Ahmad). Bisa juga dipahami, dia berhak mendapat biaya sewa sesuai waktu yang digunakan. (al-Muqni’, hlm. 208)
Kedua, bedakan antara akad jual beli dan penyerahan objek akad jual beli.
Akad jual beli berkonsekuensi memindahkan hak milik. Sehingga ketika transaksi jual beli telah selesai, maka barang menjadi milik pembeli, dan uang sebagai pembayaran menjadi milik penjual. Meskipun bisa jadi belum diserah terimakan.
Ketiga, menjual rumah yang disewa, tidak otomatis membatalkan akad sewa.
Ketika rumah dijual, belum tentu langsung diserahkan kepada pembeli. Bisa saja, akad dilakukan sekarang, sehingga terjadi perpindahan hak milik, namun penyerahan barang dilakukan sekian bulan kemudian.
Karena itulah, jika calon pembeli rumah meminta agar setelah akad dilakukan serah terima bangunan rumah, maka pemilik harus meminta penyewa rumah untuk meninggalkan rumah sebelum masa sewa selesai, dan ini termasuk membatalkan akad sewa. Dan hak penyewa untuk menerima pembatalan ini atau menolaknya.
Menjual Rumah yang Disewa
Dengan pertimbangan di atas, ulama berbeda pendapat mengenai hukum menjual barang yang sedang disewakan.
[1] Menurut Imam Abu Hanifah, tidak boleh dijual kecuali atas kerelaan yang menyewa. Atau karena alasan darurat, semisal dia punya utang, sementara rumah itu satu-satunya aset yang bisa dicairkan. (al-Mabsuth, 23/153).
[2] Sementara menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, boleh menjual barang yang sedang disewa orang, baik yang membeli adalah penyewa atau orang lain. Namun nanti pembeli baru boleh menerimanya setelah masa sewa selesai. (Hasyiyah ad-Dasuqi, 2/487 dan Kasyaf al-Qina, 9/127).
Sementara Imam as-Syafii memiliki 2 pendapat dalam hal ini.
Dalam Kasyaf al-Qina’ dinyatakan,
ولا تنفسخ الإجارة بشراء مستأجرها أي العين المؤجرة لأنه كان مالكا للمنفعة ثم ملك الرقبة، ولا تنافي بينهما.
Akad ijarah tidak batal karena yang menyewa membeli barang yang disewakan. Karena awalnya penyewa memiliki manfaat atas barang itu (dengan akad sewa), kemudian dia memiliki barang itu. Dan ini tidak saling bertentangan. (Kasyaf al-Qina’, 4/31).
Ibnu Qudamah menjelaskan,
إذا أجر عيناً ثم باعها صح البيع نص عليه أحمد، باعها للمستأجر أو لغيره
Ketika ada orang yang menyewakan barang, kemudian dia menjual barang itu, maka akad jual belinya sah. Demikian yang ditegaskan Imam Ahmad. Baik dijual ke yang menyewa atau ke orang lain. (al-Mughni, 5/350).
Kita memiliki satu kaidah,
وكلُّ مَشْغُولٍ فليس يُشْغَلُ *** بمُسقطٍ لما به يَنْشَغِلُ
Semua yang sibuk tidak boleh disibukkan *** dengan kegiatan yang bisa menggugurkan kesibukan sebelumnya. (Syarh Mandzumah Ushul al-Fiqh, Ibnu Utsaimin)
Ketika rumah itu sedang disewakan, maka rumah ini sedang disibukkan dengan akad sewa, sampai masa berakhirnya sewa. Sehingga tidak boleh dilibatkan dengan kesibukan yang kdua, yaitu akad lainnya, yang bisa menggugurkan akad sewa.
Imam Ibnu Utsaimin,
فإن شُغِلَ بما لا يسقط فلا بأس، لكن إذا كان مشغولاً، ثم شغلناه بما يسقط الشغل الأول فإن ذلك لا يجوز
Jika dia disibukkan dengan yang tidak menggugurkan kesibukan pertama, tidak masalah. Namun jika objek itu sibuk kemudian kita sibukkan dengan yang menggugurkan kesibukan pertama, maka ini yang tidak boleh. (Syarah Mandzumah Ushul al-Fiqh, Ibnu Utsaimin)
Karena itu, selama masih memungkinkan untuk digabungkan, dimana akad kedua tidak mengganggu keberlangsungan pada akad pertama, maka tidak masalah dilakukan bersamaan.
Karena itu, dari kasus di atas, kita bisa memberikan rincian,
[1] Jika pembeli menginginkan agar rumah itu segera dipindah tangankan setelah akad jual beli maka penjual memiliki 2 pilihan,
(a) Meminta kerelaan penyewa untuk membatalkan sewanya. Jika penyewa bersedia, maka akad jual beli bisa dilangsungkan.
(b) Meminta kerelaan pembeli agar penyerahan rumah ditunda sampai selesai masa sewanya. Jika calon pembeli bersedia, akad jual beli bisa dilangsungkan.
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)